Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan tugas
makalah dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya. Tidak
lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Landasan
Pendidikan yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan tugas ini dan
orang tua yang selalu mendukung kelancaran pembuatan tugas.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan sebagai
tugas akhir. Tugas ini dianjurkan untuk dibaca oleh semua mahasiswa pada umumnya sebagai
penambah pengetahuan dan pemahaman tentang dalam Landasan Pendidikan di Indonesia.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap tugas makalah
ini, dan penulis berharap semoga tugas makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya
dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya
makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat
penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang
lain dan pada waktu mendatang.

DAFTAR ISI

1
Kata Pengantar .................................................................................................................... 1
Daftar Isi ............................................................................................................................. 2
A. Pendahuluan ................................................................................................................. 3
1. Teori Umum Pendidikan ......................................................................................... 3
2. Konsep Pendidikan Nasional .................................................................................. 4
3. Sosiologi Pendidikan ............................................................................................... 5
4. Kebudayaan dan Pendidikan ................................................................................... 6
B. Landasan Hukum Pendidikan Nasional ....................................................................... 8
1. Pendidikan Menurut UUD 1945 ............................................................................. 8
2. UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional .......................... 9
3. UU RI No. 14 Tentang Guru Dan Dosen ................................................................ 10
4. Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan................................................................................................................ 11
C. Lembaga Pendidikan di Indonesia ................................................................................ 13
1. Lembaga Pendidikan Formal ................................................................................... 13
2. Lembaga Pendidikan Non Formal ........................................................................... 14
3. Lembaga Pendidikan Formal ................................................................................... 15
D. Penutup ......................................................................................................................... 17
Daftar Pustaka ...................................................................................................................... 18

A. PENDAHULUAN

2
A.1 Teori Umum Pendidikan
Pendidikan dalam arti luas mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk
interaksi antar individu dengan lingkungannya, baik secara formal atau non formal sampai
dengan suatu taraf kedewasaan tertentu. Sedangkan secara terbatas, pendidikan diartikan
sebagai proses interaksi belajar mengajar dalam bentuk formal yang dikenal sebagai
pengajaran, misalnya dalam ruang lingkup sekolah. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan
terus menerus dilakukan tetapi berbagai pendidikan itu sendiri belum menunjukan
peningkatan yang berarti. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan itu sebenarnya dapat
dilakukan salah satunya melalui peningkatan produktivitas kerja guru dalam sistem
pendidikan. Untuk itu, guru diharapkan dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya baik
secara perseorangan melalui pendidikan dan pelatihan.
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan
sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia. Dengan adanya hal
tersebut, pemerintah harus sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem
pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan
mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Mudyahardjo (2001) menyatakan bahwa teori adalah sebuah sistem dimana konsep-
konsep yang terpadu, menerangkan, dan meramalkan suatu kejadian. Sebuah teori berisi
konsep-konsep, ada yang berfungsi sebagai; Asumsi dimana konsep-konsep yang menjadi
dasar atau titik awal sebuah pemikiran teori, dan Definisi yang menyatakan konsep konotatif
atau denotatif atau konsep-konsep yang menyatakan makna dari istilah-istilah yang
digunakan dala menyusun teori. Bentuk dari teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-
konsep yang terpadu yang menerangkan dan memprediksikan tentang peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam dunia pendidikan. Sedangkan isi dari teori pendidikan adalah sebuah
sistem konsep-konsep tentang peristiwa pendidikan. Ada yang berperan sebagai asumsi, atau
titik tolak pemikiran pendidikan, dan adapula, yang berperan sebagai definisi atau keterangan
yang menyatakan makna.
Berkaitan dengan teori pendidikan dapat dilihat asumsi pokok dari pendidikan adalah
yang pertama adalah aktual artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi aktual dari
individu yang belajar dan lingkungan belajarnya. Berikutnya Pendidikan adalah normatif
yang artinya pendidikan adalah tertuju pada mencapai hal-hal yang baik atau norma-norma
yang baik. Sebagai tambahan pendidikan adalah proses untuk mencapai suatu tujuan yang

3
artinya pendidikan berupa serangkaian kegiatan yang bermula dari kondisi-kondisi aktual dari
individu yang belajar dan tertuju pada pencapaian individu yang diharapkan.
Teori umum pendidikan terbagi atas dua bagian yaitu teori pendidikan preskriptif dan
deskriptif. Teori umum pendidikan preskriptif mencakup seperangkat konsep-konsep atas
seluruh aspek-aspek pendidikan yang menggambarkan konsepnya dengan tujuan untuk
menerangkan bagaimana sehaarusnya peristiwa-peristiwa pendidikan itu dilaksanakan.
Selanjutnya teori umum pendidikan deskriptif adalah seperangkat konsep-konsep tentang
keseluruhan aspek-aspek pendidikan yang menyajikan konsepnya bertujuan untuk
menerangkan bagaimana peristiwa-peristiwa pendidikan yang sedang terjadi dalam
masyarakat.

A.2 Konsep Pendidikan Nasional


Pendidikan umum diarahkan untuk melengkapi pembentukan kepribadian bidang
dengan pengembangan kehidupan pribadi yang bisa memastikan kepuasan anggota keluarga
yang bahagia dan masyarakat yang produktif. Dalam buku Sistem Pendidikan Tenaga
Kependidikan menyatakan bahwa komponen dasar umum diarahkan kepada pembentukan
warga negara pada umumnya dengan kompetensi personal, sosial, dan kultural.
Pendidikan umum mengharuskan pembinaan pribadi yang utuh, terampil dalam
berbicara, menggunakan lambang dan isyarat, mampu menciptakan suatu kreativitas dan
menghargai hal-hal yang secara menyakinkan estetika, ditunjang oleh kehidupan yang
berharga dan disiplin dalam hubungan pribadi dan bermasyarakat serta memiliki kemampuan
membuat keputusan yang bijaksana serta memiliki wawasan yang luas. Jalaludin (1990)
mengemukakan makna-makna program pendidikan umum Indonesia berkaitan dengan pola-
pola pada materi pokok adalah pola simbolik, empiris, estetik, synoetik, etika dan synoptik.
Dalam pola simbolik siswa dibimbing untuk dapat memiliki kemampuan dalam
berbahasa, mengenali angka-angka, mengetahui tanda-tanda hitung dan dapat menggunakan
simbol-simbol untuk mengepresikan makna-makna yang terstruktur. Pola ini dapat dicapai
dengan mengajarkan mata pelajaran Bahasa dan Matematika.
Dalam pola empiris siswa dibimbing untuk dapat memilki kemampuan dalam
mendeskripsikan fakta-fakta empiris baik dalam membuat generalisasi atau formulasi teoritis
tentang gejala-gejala alam, sosial dan jiwa manusia. Pola ini dapat di penuhi dengan
mengajarkan mata pelajaran Fisika, Biologi, Psikologi dan Ilmu-ilmu Sosial.
Dalam pola estetik siswa dibimbing untuk dapat memiliki kemampuan mengapresiasi
suatu karya dan juag berkreasi. Dengan demikian siswa mampu mengapresiasi berbagai objek

4
visual yang mengandung nilai-nilai estetika di dalam lingkungan sekitarnya serta mampu
berkreasi dengan memenuhi syarat-syarat estetika yang telah didalaminya. Pola ini dapat
dipenuhi dengan mengajarkan mata pelajaran Seni Budaya, Kesusatraan, dan Filfasat.
Dengan pola synoetik siswa dibimbing untuk dapat memiliki kemampuan
memandang dan menyadari keberadaan nilai-nilai secara langsung dalam arti dapat
merasakan dan menyadari bahwa keberadaan dirinya diberi arti oleh keberadaan orang lain di
sekitar lingkungannya baik dalam keluarga maupun masyarakat sehingga siswa mampu
menghayati tentang keberadaan hidup bersama dalam bermasyarakat. Pola ini dapat
diterapkan dengan mengajarkan mata pelajaran Filsafat, Kesenian, Pendidikan Agama dan
Ilmu Sosial.
Dengan pola etika siswa dibimbing untuk dapat memiliki kemampuan tentang
moralitas sehingga dalam hidupnya senantiasa bertindak dengan memperhatikan
pertimbangan nilai-nilai norma, etika, sopan santun dan hukum positif yang ada dan dijujung
tinggi oleh masyarakat. Hal itu akan menjadi pola fikir siswa sehingga sikap dan tindakannya
bersifat etis. Pola ini dapat dipenuhi dengan memberikan Etika dan Moral, Filsafat dan
Pendidikan Agama.
Dengan pola synoptik siswa dapat menentukan terbentuknya kemampuannya sendiri
dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan nilai-nilai baik dan buruk pada
persoalan yang dihadapinya. Dalam pola ini ternasuk kemampuan meyakini dan mengimani
sesuatu pandangan hidup. Pola ini dapat dipenuhi dengan memberikan pengajaran Pendidikan
Agama, Moral, Sejarah, Kebudayaan dan Filsafat.

A.3 Sosiologi Pendidikan


Hartoto (2008) berpendapat pada dasarnya sosiologi dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu sosiologi umum dan sosiologi khusus. Sosiologi umum menyelidiki gejala sosio-
kultural secara umum. Sedangkan Sosiologi khusus, yaitu pengkhususan dari sosiologi
umum, yaitu menyelidiki suatu aspek kehidupan sosio kultural secara mendalam. Misalnya:
sosiologi masayarakat desa, sosiologi masyarakat kota, sosiologi agama, sosiolog hukum,
sosiologi pendidikan dan sebagainya.Jadi sosiologi pendidikan merupakan salah satu
sosiologi khusus.
Ada enam definisi dari sosiologi pendidikan. Menurut F.G. Robbins sosiologi
pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika proses
pendidikan. Struktur mengandung pengertian teori dan filsafat pendidikan, sistem
kebudayaan, struktur kepribadian dan hubungan kesemuanya dengantata sosial masyarakat.

5
Sedangkan dinamika yakni proses sosial dan kultural, proses perkembangan kepribadian,dan
hubungan kesemuanya dengan proses pendidikan. Menurut H.P. Fairchild dalam bukunya
Dictionary of Sociology dikatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang
diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Jadi ia
tergolong applied sociology.
Menurut Prof. DR S. Nasution,M.A., Sosiologi Pendidikan adalah ilmu yang berusaha
untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan
kepribadian individu agar lebih baik. Menurut F.G Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan
ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang
mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi pengalaman. Sosiologi
pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya. Menurut
E.G Payne Sosiologi Pendidikan ialah studi yang komprehensif tentang segala aspek
pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan. Menurut Drs. Ary H. Gunawan (2006)
dalam bukunya Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem
Pendidikan Sosiologi Pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan
masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah
ilmu yang mempelajari semua aspek pendidikan baik secara struktur, dinamika, masalah-
masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau
pendekatan sosiologis.

A.4 Kebudayaan Dan Pendidikan


Kebudayaan berasal dari bahasa Latin Colere yang berarti mengolah, mengerjakan,
menyuburkan, dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini
berkembanglah arti culture sebagai segala daya dan aktivitet manusia untuk mengubah dan
mengubah alam. Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
diri manusia dengan belajar.
Kebudayaan sebagai hasil budi manusia tercipta dalam berbagai bentuk dan
menifestasinya. Hal ini juga dikenal dalam sejarah sebagai milik manusia yang tidak kaku
dan selalu berkembang dan berubah dalam rangka membina manusia untuk menyesuaikan
diri dengan perubahan-perubahan kultural dan tantangan tradisional dalam menyingsing
zaman modern ini. Manusia sebagai makhluk berakal dan berbudaya selalu berupaya untuk
mengadakan perubahan-perubahan. Mengandalkan sifat kreatif dan dinamis manusia terus

6
berevolusi meningkatkan kualitas hidup yang semakin terus maju. Ketika alam yang
mengendalikan manusia dengan rasa ingin tau yang begitu tinggi hingga manusia semakin
lama dapat meningkatkan daya rasa, cipta dan karsanya agar dapat mengubah alam menjadi
sesuatu yang lebih berguna. Kebudayaan merupakan karya manusia yang mencakup
diantaranya filsafat, kesenian, kesastraan, agama dan peenilai mengenai lingkungannya.
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan
budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses
transformasi pengetahuan, nilai atau sikap, dan keterampilan dari generasi tua ke generasi
muda. Misalnya nilai-nilai kejujuran dan rasa tanggung jawab.
Hafid (2013) menyatakan bahwa sistem dan tahapan proses transformasi budaya kepada
peserta didik adalah melalui jalur pendidikan formal. Pada tingkat Sekolah Dasar (SD) anak-
anak mulai mengenali siapa dirinya dan berada di lingkungan mana. Pada tahap ini sangat
tepat mengenalkan kepada meraka sejak dini tentang cerita-cerita rakyat dalam bentuk
sederhana yang mengandung ketokohan dan keteladanan yang baik agar pendidikan karakter
siswa dapat ditingkatkan secara maksimal. Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)
penyajian budaya lokal sekitar lingkungan sekolah peserta didik dapat dilakukan melalui
pemaknaan dan nilai setiap unsur budaya, sehingga mereka dapat mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
Pada tingkat Pendidikan Menengah (SMA/SMK), siswa sebaiknya tidak hanya
disodorkan mengenai fakta-fakta budaya, tetapi pada aspek ini sudah mulai mengembangkan
kemampuan penalaran terhadap nilai-nilai budaya. Pada tahap ini sesungguhnya mereka
sudah dapat melakukan proses analisis secara kritis mengenai nilai-nilai adat istiadat mana
yang bermanfaat, dan mana yang dapat ditinggalkan, dan nilai-nilai apa saja yang perlu
dikembangkan. Pada tingkat ini mulai diperkaya dengan nilai-nilai budaya yang lebih luas
dari kebudayaan regional bahkan dunia. Pada tingkat Pendidikan Tinggi lembaga-lembaga
pendidikan tinggi bukan hanya merupakan pusat riset untuk ilmu pengetahuan tetapi juga
pusat riset untuk kebudayaan. Perkembangan fungsional kebudayaan meminta kemampuan
penalaran secara kritis mengenai nilai-nilai yang ada, maka diperlukan suatu bentuk kajian-
kajian konseptual mengenai pengembangan nilai-nilai dan sikap toleransi dari bangsa
Indonesia yang majemuk. Pada tahap tersebut, bukan saja bentuk kajian-kajian budaya
mendalam, akan tetapi kontekstualisasi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan masyarakat.
Dari penjelasan di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa proses pembudayaan melalui
pendidikan formal disesuaikan dengan jenjang peserta didik, dimulai dari hal yang sederhana
sampai pada hal yang bersifat kompleks.

7
B. LANDASAN HUKUM PENDIDIKAN NASIONAL

B.1 Pendidikan Menurut UUD 1945


Kata lanadasan dalam hukum mengandung makna melandasi suatu titik tolak. Kata
hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Aturan baku yang sudah
disahkan oleh pemerintah aoabila dilanggar akan mendapat sanksi sesuai dengan aturan yang
berlaku juga. Hukum pula tidak selalu berlaku dalam bentuk tertulis. Kadang-kadang hukum
juga bisa dalam bentuk lisan, tetapi diakui dan ditaatioleh masyarakat. Seperti contohnya
hukum adat. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat pijakan atau
titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu khususnya dibidang pendidikan.
Pasal-pasal yang berkaitan dengan pendidikan dalam UUD 1945 ada dua pasal, yaitu
pasal 31 dan pasal 32. Pasal 31 ayat 1 berbunyi setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan. Ayat 2 menyatakan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya. Ayat 3 berbunyi pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan Undang-Undang. Sedangkan ayat 4 menyatakan bahwa Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan
belanja negara serta dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. Yang terakhir ayat 5 menyatakan bahwa pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Pasal 32 ayat 1 berbunyi Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah
peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya. Ayat 2 menyatakan Negara menghormati dan
memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
Santono (2011) mengungkapkan bahwa Indonesia butuh pendidikan yang bermoral.
Sebagai generasi penerus bangsa anak muda harus lebih memperhatikan kondisi moral dan
karakter mereka. Untuk menyiapkan generasi penerus yang bermoral, beretika, sopan, santun,
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu dilakukan hal-hal yang bisa
menyiapkan mereka untuk menghadapi masa depan. Dengan hadirnya kurikulum baru yaitu
kurikulum 2013 maka dapat membawa nafas segar bagi para peserta didik yang bisa
membawa mereka kedalam kondisi yang semestinya agar kecerdasan emosional dan karakter
mereka bisa ditingkatkan.

8
B.2 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Dalam UU ini penyelenggaraan pendidikan wajib memegang beberapa prinsip, yakni
pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa dengan satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan
multimakna. Selain itu dalam penyelenggaraan juga harus dalam suatu proses pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam
proses pembelajaran melalui mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi
segenap warga masyarakat memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran
serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Pendidikan sebagai salah satu dasar nilai suatu bangsa sebagai upaya untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan amanat yang diperintahkan melalui pembukaan
UUD Nasional RI 1945, sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Oleh sebab
itu pemerintah memegang peranan penting dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa
melalui penyelenggaran pendidikan nasional. Dasar penyelenggaran pendidikan nasional juga
telah ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional bahwa sistem
pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi
tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga
perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Berkaitan dengan hal tersebut, dilanjutkan dalam tujuan dasar pembentukannya
melalui Pasal 3 Undang-Undang Sisdiknas yang menegaskan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam rangka melakukan penilaian, Tilaar (2009) mengaitkan bahwa berhasil
tidaknya tujuan pendidikan nasional tersebut berada dalam tataran praktik. Saat ini
berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia (BPSI),
presentase peningkatan pendudukan kini sudah berada di kisaran 250 juta jiwa. Dalam
konteks yang lain, untuk mengukur berhasil tidak realisasi kebijakan pemerintah sebagai

9
upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, juga dapat dicermati pada perannya
mengemban tujuan untuk memacu warga negara menjadi berilmu, cakap, kreatif, dan
mandiri.

B.3 UU RI No. 14 Tentang Guru Dan Dosen


Dalam pemenuhan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan. Guru dan Dosen menjadi ujung tombak dalam
pembangunan pendidikan nasional. Utamanya dalam membangun dan meningkatkan kualitas
sumber daya manusia melalui pendidikan formal. Guru dan Dosen profesional dan
bermartabat menjadi impian kita semua karena akan melahirkan anak bangsa yang cerdas,
kritis, inovatif, demokratis, dan berakhlak. Guru dan Dosen profesional dan bermartabat
memberikan teladan bagi terbentuknya kualitas sumber daya manusia yang kuat. Sertifikasi
guru mendulang harapan agar terwujudnya impian tersebut. Perwujudan impian ini tidak
seperti membalik talapak tangan. Karena itu, perlu kerja keras dan sinergi dari semua pihak
yakni, pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan tenaga pendidik.
Kurniawan (2014) menjelaskan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Pengakuan
kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat satu dibuktikan
dengan sertifikat pendidik. Dalam pasal tiga dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga
profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada
ayat satu dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Pasal empat kedudukan guru sebagai tenaga
profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal dua ayat satu berfungsi untuk meningkatkan
martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Pasal lima kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal tiga ayat satu berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen
sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta
pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pasal
enam kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan

10
sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Selanjutnya Kurniawan (2014) menerangkan prinsip keprofesionalitas dalam Pasal
tujuh profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; memiliki tanggung jawab
atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai
dengan prestasi kerja; memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan; dan memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui
pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan
berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
Undang-undang Guru dan dosen merupakan perjuangan panjang mewujudkan hak
azasi pendidik. UU ini dianggap bisa menjadi payung hukum unuk guru dan dosen tanpa
adanya perlakuan yang berbeda antara guru negeri dan swasta.. UU Guru dan Dosen secara
jelas mengatur secara detail aspek-aspek yang selama ini belum diatur secara rinci. Misalnya,
kedudukan, fungsi dan tujuan dari guru, hak dan kewajiban guru, kompetensi dan lain-lain.

B.4 Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ini
merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Sebagaimana tercantum dalam ketentuan umum pasal 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yang dimaksud dengan Standar Nasional Pendidikan
adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan ini memiliki fungsi sebagai dasar
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan
pendidikan nasional yang bermutu. Di samping itu, Tilaar (2006) menambahkan Standar

11
Nasional Pendidikan memiliki tujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat. Fungsi dan tujuan tersebut dapat diketahui, bahwa standarisasi pendidikan
nasional ini merupakan bentuk mencita-citakan suatu pendidikan nasional yang bermutu.
Sebagaimana tercantum dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 pasal 2 ayat 3: standar nasional
pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah dan berkelanjutan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Dalam mengoperasionalisasikan standar nasional pendidikan, pemerintah telah
membentuk sebuah badan yang bertugas memantau, mengembangkan dan melaporkan
tingkat pencapaian standar nasional pendidikan, badan yang dimaksud tersebut dikenal
dengan nama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). BSNP ini memiliki beberapa
wewenang guna menunjang pelaksanaan tugasnya sebagai pemantau dan pengembang
standar nasional pendidikan, wewenang tersebut meliputi: Mengembangkan standar nasional
pendidikan, menyelenggarakan ujian nasional, memberikan rekomendasi kepada pemerintah
dan pemerintah daerah dalam penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan, merumuskan
kriteria kelulusan dari satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah (UU
RI No.19: 2005).

12
C. LEMBAGA PENDIDIKAN DI INDONESIA

C.1 Lembaga Pendidikan Formal


Pendidikan formal merupakan bagian dari pendidikan nasional yang bertujuan untuk
membentuk manusia Indonesia seutuhnya sesuai dengan fitrahnya, yaitu pribadi yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, demokratis,
menjunjung tinggi hak asasi manusia, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,
memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki keterampilan hidup yang berharkat dan
bermartabat, memiliki kepribadian yang mantap, mandiri, dan kreatif, serta memiliki
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan yang mampu mewujudkan kehidupan
bangsa yang cerdas dan berdaya saing di era global. Adapun tujuan pendidikan formal
Pendidikan formal atau sekolah mempunyai tujuan pendidikan sesuai dengan jenjang bentuk
dan jenisnya. Tujuan sekolah dapat ditemukan pada kurikulum sekolah yang bersangkutan.
Tujuan sekolah umumnya adalah memberikan bekal kemampuan kepada peserta didik dalam
mengembangkan kehidupannya. Adapun dalam pendidikan formal terdapat standarisasi
pendidikan dalam UU Standarisasi No.19 Tahun 2005 menetapkan standar minimal
penyelenggaraan pendidikan dalam 8 kategori yaitu, standar isi, proses, kompetensi lulusan,
pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan
penilaian pendidikan.
Semua sistem pendidikan memiliki kelebihan dan kekurangan. Satu sistem sesuai
untuk kondisi tertentu dan sistem yang lain lebih sesuai untuk kondisi yang berbeda.
Daripada mencari sistem yang super, lebih baik mencari sistem yang sesuai dengan
kebutuhan anak-anak dan kondisi kita. Sistem pendidikan anak melalui sekolah memang
umum dan sudah dipraktekkan selama bertahun-tahun lamanya. Saat ini, pendidikan melalui
sekolah menjadi pilihan hampir seluruh masyarakat. Manizar (2009) mengutarakan bahwa
sistem pendidikan yang telah berlangsung saat ini masih cenderung mengeksploitasi, masih
bersifat kaku dan kurang menghargai kecerdasan anak yang terbagi menjadi berbagai tipe,
indikator yang digunakanpun cenderung menggunakan indikator kepintaran. Hal ini
diungkapkannya dengan sebuah kalimat: Orang tua lebih bangga ketika anaknya cerdas
matematika ketimbang cerdas sepak bola. Selain itu setiap anak pada dasarnya adalah
cerdas, hanya saja tipe kecerdasannya berbeda-beda dan seharusnya pendidik dapat
menghargai itu. Terutama pendidikan formal yang ada sekarang. Sistem pendidikan harus
lebih ditunjukan agar terjadi keseimbangan terhadap ketersediaan sumber daya alam serta

13
kepentingan-kepentingan ekonomi dengan tidak meninggalkan sistem sosial dan budaya yang
telah dimiliki oleh bangsa indonesia.

C.2 Lembaga Pendidikan Non Formal


Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang dilakukan secara teratur, dengan sadar
dilakukan, tetapi tidak terlalu ketat mengikuti peraturan-peraturan yang tetap seperti pada
pendidikan formal di sekolah. Karena pendidikan nonformal pada umumnya dilaksanakan
tidak dalam lingkungan fasik sekolah, maka pendidikan nonformal diidentik dengan
pendidikan luar sekolah. Oleh karena itu, pendidikan nonformal dilakukan diluar sekolah,
maka sasaran pokok adalah anggota masyarakat. Sebab itu program pendidikan nonformal
harus dibuat sedemikian rupa agar bersifat tidak kaku tetapi tegas dan tetap menarik minat
para konsumen pendidikan.
Menurut pengertian Undang Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 12
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Sedangkan menurut Imadikus (2011)
mendefinisikan pendidikan nonformal sebagai setiap kegiatan pendidikan yang
diorganisasikan di luar sistem persekolahan yang mapan, baik dilakukan secara terpisah atau
sebagai bagian penting dari kegiatan yang lebih besar, dilakukan secara sengaja untuk
melayani peserta didik tertentu guna mencapai tujuan belajarnya.
Pendidikan luar sekolah telah hadir di dunia ini sama tuanya dengan kehadiran
manusia yang berinteraksi dengan lingkungan di muka bumi ini dimana situasi pendidikan ini
muncul dalam kehidupan kelompok dan masyarakat. Kegiatan pendidikan dalam kelompok
dan masyarakat telah dilakukan oleh umat manusia jauh sebelum pendidikan sekolah lahir di
dalam kehidupan masyarakat. Pada waktu permulaan kehadirannya, pendidikan luar sekolah
dipengaruhi oleh pendidikan informal, yaitu kegiatan yang terutama berlangsung dalam
keluarga dimana terjadi interaksi di dalamnya berupa transmisi pengetahuan, keterampilan,
sikap, nilai, dan kebiasaan. Pada dasarnya kegiatan tersebut menjadi akar untuk tumbuhnya
perbuatan mendidik yang dikenal dewasa ini Sudjana (2001).
Dikalangan masyarakat, program-program pendidikan nonformal sering di
koordinasikan dan dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Masyarakat. Tim pengerak Pembina
kesatuan pada tingkat kelurahan dibina oleh para lurah/kepala desa. Diluar itu, organisasi-
ogranisasi wanita seperti Dharma Wanita dalam program bakti sosial kepada masyarakat
sering kali melaksanakan program-program dalam bentuk paket program pendidikan
nonformal. Pendidikan non formal sifatnya lebih fleksibel dalam arti luas waktu

14
penyelenggaranya disesuaikan dengan kesempatan yang ada artinya dapat beberapa bulan,
tahun ataupun hari, sehingga dalam waktu yang cukup singkat dapat digunakan untuk
memperoleh kecakapan atau keterampilan yang dapat digunakan dalam menopang
kehidupannya.

C.3 Lembaga Pendidikan Informal


Menurut Undang Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Bab 1 Pasal 13, Sistem Pendidkan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan. Pelaksanaan pendidikan berlangsung tidak dengan cara-cara artificial, melainkan
secara alamiah atau berlangsung secara wajar, oleh sebab itu pendidikan dalam keluarga
disebut pendidikan informal. Bentuk keluarga berdasarkan keanggotaannya, menurut Sunarto
(2002) dibedakan menjadi keluarga batih dan keluarga luas. Keluarga batih adalah keluarga
terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Sedangkan keluarga luas adalah keluarga yang
terdiri atas beberapa keluarga batih. Sebagai contoh, terpadat suatu sekolah alam yang
bersifat tidak formal. Pendidikan ini berciri khas karena menggunakan konsep alam. Tempat
belajarnya pun bukan di kelas ruangan melainkan di alam yang terbuka dan pelajarannya pun
tidak teks book melainkan sebuah ketrampilan-ketrampilan yang dibekali dari tentor yang
sudah mahir dengan alam. Selain ketrampilan yang diajarkan juga tedapat pendidikan yang
bersifat etika dan tata krama guna memndidik para siswa agar dapat bersopan santun terhadap
masyarakat disekelilingnya. Kemudian, pendidikan informal yang lainnya terkadang tidak
kita sadari, tapi sebenarnya pendidikan informal kita dapatkan setiap saat. Misalkan
pendidikan keluarga, tentunya kita semua punya keluarga dan disetiap keluarga pasti kita
pernah dapat suatu nasehat dari orang tua kita atau dari sanak keluarga kita yang lain.
Tujuan pendidikan informal lebih menekankan pada pengembangan karakter dan
bersifat heterogen.Isi pendidikan informal tidak terprogram secara formal serta tidak
berjenjang. Waktu pendidikan tidak terjadwal ketat dan relatif lama. Cara pelaksanaan
pendidikan bersifat wajar dan evaluasi pendidikan tidak sistematis dan berlangsung tidak
terduga. Pendidikan informal lebih menekankan kepada proses yang jauh lebih bermakna
dibandingkan dengan pendidikan formal ataupun non formal. Hasil dari pendidikan informal
juga bisa dijadikan sebagai bahan belajar yang baik dalam pendidikan formal maupun masih
dalam lingkup pendidikan formal. Karena dari masyarakatlah kita dapat mengenal adat
istiadat serta gotong royong.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan informal itu penting. Karena bukan hanya
disekolah saja kita dapat belajar, tetapi di lingkungan keluarga dan masyarakat juga kita dapat

15
belajar dan dapat mengambil berbagai pelajaran yang berharga. Pendidikan pertama kali yang
kita dapatkan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Seorang anak yang disayangi akan menyayangi keluarganya, sehingga anak akan merasakan
bahwa anak dibutuhkan dalam keluarga. Sebab merasa keluarga sebagai sumber kekuatan
yang membangunya. Dengan demikian akan timbul suatu situasi yang saling membantu,
saling menghargai yang akan sangat mendukung perkembangan anak.

16
D. PENUTUP

Landasan Pendidikan Indonesia adalah titik acuan, prinsip dan teori bagi para
pendidika dalam hal ini guru dalam rangka melaksanakan praktik pendidikan ataupun sudi
pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, sebagai calon pendidik perlu adanya pengetahuan dna
pemahaman terhadap landasan pendidikan yang terarah dalam melaksanakan pendidikan.
Landasan pendidikan tertuju kepada pengembangan wawasan kependidikan yang berkenaan
dengan berbagai asumsi yang bersifat umum tentang pendidikan yang harus dipilih dan
diadopsi oleh tenaga kependidikan sehingga menjadi cara pandang dan sikap dalam
melaksanakan tugasnya. Berbagai asumsi yang bersifat pendidikan yang telah dipilih dan
diadopsi oleh seorang tenaga kependidikan berfungsi memberikan dasar rujukan konspetual
dalam rangka praktik pendidikan ataupun studi pendidikan.
Ada berbagai macam manfaat calon pendidik mempelajari landasan pendidikan yaitu;
untuk mengetahui berbagia konsep, prinsip, teori pendidikan dalam melaksanakan praktik
pendidikan dengan demikian calon pendidik dapat menggali pendapat-pendapat dan
pandangan pendidikan yang bersifat teoritis. Yang kedua adalah mempunyai pengenalan kritis
terhadap pandangan teori pendidikan sehingga dapat memilah-milah dan menentukan teori
pendidikan yang dapat dikembangkan dalm pelaksanaan pendiikan. Berikutnya adalah secara
langsung ataupun tidak langsung memberikan kontribusi pada pola pikir dan pola kerja calon
pendidik secara terpadu tentang bagaimana seharusnya melaksanakan studi dan praktik. Yang
terakhir yaitu dengan lebih meyakini dan menghayati tentang konsep, prinsip dan teori
pendidikan yang dipelajari dalam pelaksanaan pendidikan. Meyakini dalam arti keteguhan
diri dalam melaksanakan studi pendidikan dan menghayati dalam arti perasaan jiwa tentang
pentingnya keyakinan memahami teori-teori pendidikan dalam menunjang pelaksanaan
pendidikan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Mudyahardjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan. Jakarta. PT Raha Grafindo Persada.


Jalaludin, 1990. Kapita Selekta Pendidikan. Jakarta. Kalam Mulia.
H. Gunawan, Ary. 2006. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai
Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hartoto. 2008. Defenisi Sosiologi Pendidikan. Online (fatamorghana.wordpress.com)
Hafid, A. 2013. Konsep Dasar Ilmu Kependidikan. Bandung. Alfabeta.
Santono, A. 2011. Pendidikan ditinjau dari UUD 1945. Online (santonoalvin.wordpress.com)
H.A.R. Tilaar, 2009, Kekuasaan dan Pendidikan, Jakarta. Rineka Cipta Bandung.
Kurniawan A. 2014. Penjabaran UU Guru dan Dosen. Online
(agusverykurniawan.wordpress.com)
H.A.R. Tilaar. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta. PT
Rineka Cipta.
Imadiklus, M. 2011. Peranan Pendidikan Nonformal Dalam Pendidikan Anak Usia Dini.
(Online) imadiklus.com
Sunarto, H. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta. Rineka Cipta.
Manizar, E. 2009. Psikologi Pendidikan. Palembang. Rafah Press.
Sudjana, D. 2001. Pendidikan Nonformal. Bandung. Falah Production.
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
UU RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

18

Anda mungkin juga menyukai