LAPORAN KASUS Skizofrenia Paranoid
LAPORAN KASUS Skizofrenia Paranoid
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AR
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tanggal Lahir : 10 oktober 1956
Agama : Islam
Suku : bugis
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan Terakhir : sarjana
Pekerjaan : pensiunan
Diagnosis Sementara : Gangguan campuran anxietas dan depresi (F41.2)
A. Keluhan Utama
Susah tidur
2. Riwayat Masa Kanak Awal ( sejak lahir hingga usia 1-3 tahun)
Pasien dirawat oleh kedua orang tuanya. Pertumbuhan dan
perkembangan pasien pada masa kanak awal, seperti berjalan dan
berbicara sesuai dengan perkembangan anak seusianya. Tidak ada
masalah perilaku yang menonjol.
b. Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah
c. Riwayat Agama
Pasien memeluk agama Islam dan menjalankan kewajiban agama
dengan cukup baik.
G. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya, kakak dan 3 orang
adiknya. Saat ini yang menafkahi keluarga adalah ayah dan ibunya.
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Seorang laki-laki, wajah tampak sesuai umur
2. Kesadaran
Baik
4. Pembicaraan
Spontan, lancar, intonasi biasa.
5. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : tidak ada
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berpikir
1. Arus Pikiran
Produktivitas : Cukup
Kontuinitas : relevan
Hendaya berbahasa : Tidak ada hendaya dalam berbahasa
2. Isi Pikiran
Preokupasi : Tidak ada
Gangguan isi pikiran : Tidak ada
Waham kejar :
G. Daya Nilai
1. Norma sosial : Terganggu
2. Uji daya nilai :-
3. Penilaian realitas :-
H. Tilikan (Insight)
Derajat 6
A. Status Internus
Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 98 x/menit, pernapasan 22 x/
menit, suhu 36,30 C, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus,
jantung, paru, abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah
tidak ada kelainan.
B. Status Neurologis
Kesadaran saat datang berada pada GCS 15 (E4M6V5). Gejala
rangsang selaput otak: kaku kuduk (-), kernigs sign (-)/(-), pupil bulat dan
isokor 2,5 mm/2,5 mm, refleks cahaya (+)/(+), fungsi motorik dan sensorik
keempat ekstremitas dalam batas normal, tidak ditemukan refleks
patologis.
Aksis II
Belum cukup data untuk mengarahkan ke salah satu ciri kepribadian.
Sebelum sakit, pasien merupakan pribadi yang pendiam, kurang terbuka,
rajin shalat dan bekerja. Tidak memiliki banyak teman, jarang bergaul.
Aksis III
Tidak ada
Aksis IV
Faktor stressor psikososial: tidak jelas
Aksis V
GAF Scale (Global Assesment Functioning) Scale 50-41 gejala berat,
disabilitas berat.
2. Psikologi :
Ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realita yaitu
berupa halusinasi auditorik sehingga pasien memerlukan psikoterapi.
3. Sosiologik :
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan, dan
penggunaan waktu senggang sehingga pasien memerlukan sosioterapi.
2. Psikoterapi
Ventilasi: Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan
keluhan dan isi hati serta perasaan sehingga pasien merasa lega.
3. Konseling
Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien agar memahami
penyakitnya dan bagaimana cara menghadapinya.
4. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang-
orang di sekitarnya. Sehingga dapat menerima dan menciptakan
suasana lingkungan yang mendukung
IX. PROGNOSIS
Dubia et Malam
a. Faktor pendukung:
Tidak ada kelainan organik
Tingkat pendidikan yang cukup tinggi
Hubungan dengan keluarga yang lain baik
Riwayat yang sama dalam keluarga tidak ada
b. Faktor penghambat
Pasien tidak teratur minum obat karena tidak merasa sakit
X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan penyakitnya, selain
itu menilai efektivitas dan kemungkinan efek samping obat yang diberikan.
A. DEFINISI
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi atau disebut juga
Mixed Anxiety Depression Disorder (MADD) digambarkan sebagai
gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak
menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan
diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus
ditemukan walaupun tidak terus-menerus, disamping rasa cemas atau
kekhawatiran berlebihan.
Kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami
perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom
dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik.
Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan,
keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada saat menghadapi
kenyataan atau kejadian dalam hidupnya.
Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya fungsi
manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala
penyerta termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan
gagasan bunuh diri.2
B. EPIDEMIOLOGI
Keberadaan gangguan depresif berat dan gangguan panik secara
bersamaan lazim ditemukan. Dua pertiga pasien dengan gejala depresif
memiliki gejala anxietas yang menonjol, dan dua pertiganya dapat
memenuhi kriteria diagnostik ganguan panik. Peneliti telah melaporkan
bahwa 20 sampai 90 persen pasien dengan ganggguan panik memiliki
episode gangguan depresif berat. Data ini mengesankan bahwa
keberadaan gejala depresif dan anxietas secara bersamaan, tidak ada di
antaranya yang memenuhi kriteria diagnostik gangguan depresif atau
anxietas lain dapat lazim ditemukan. Meskipun demikian, sejumlah
klinisi dan peneliti memperkirakan bahwa pravelensi gangguan ini pada
populasi umum adalah 10 persen dan di klinik pelayanan primer sampai
tertinggi 50 persen, walaupun perkiraan konservatif mengesankan
pravelensi sekitar 1 persen pada populasi umum.
C. ETIOLOGI
Empat garis bukti penting mengesankan bahwa gejala anxietas dan gejala
depresif terkait secara kausal pada sejumlah pasien yang mengalami gejala ini.
respon TSH (thyroid stimulating hormone) serta prolaktin yang tumpul terhadap
pasien dengan gangguan depresif dan gangguan anxietas. Secara rinci, studi ini
serebrospinal (LCS) pada pasien dengan serangan panik. Seperti pada gangguan
anxietas dan gangguan depresif lain, serotonin dan asam -aminobutirat (GABA)
anxietas.
dan anxietas.
gejala anxietas dan depresif berhubungan pada secara genetik sedikitnya pada
beberapa keluarga.
reuptake aktif. Fungsi Utama adalah mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian
fungsi seksual, tidur, kognitif, dan gangguan makan. Banyak tindakan pada
Utama dari Serotonin (5HT) adalah dalam pengaturan tidur, persepsi nyeri,
mengatur status mood dan temperatur tubuh serta berperan dalam perilaku aggresi
gejala-gejala pada gangguan jiwa. Hampir tiap-tiap area otak berisi neuron-neuron
arousal dan mengurangi agresi, kecemasan dan aktif dalam fungsi eksitasi.
D. GEJALA KLINIS
was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah pada hal-
hal yang sepele dan tidak utama yang mana perasaan tersebut mempengaruhi
Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum anxietas dapat dilihat pada tabel di
bawah:
meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit
Gejala utama :
1. Afek depresi
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja yang sedikit) dan menurunnya
aktifitas.
Tidur terganggu
Gejala-gejala diatas dialami oleh pasien hampir setiap hari dan di nilai
berdasarkan ungkapan pribadi atau hasil pengamatan orang lain misalnya keluarga
pasien. 3,4,5
E. DIAGNOSIS
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III
berlebihan.
2. Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, harus
fobik.
3. Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
karena sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan
4. Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang jelas,
F. TATALAKSANA
a. Perawatan Rumah Sakit
Perawatan rumah sakit memiliki beberapa tujuan, yaitu
menegakkan diagnostic, menstabilkan pengobatan, demi keamanan
diri pasien dan orang lain (yang mungkin terancam karena perilaku
penderita yang kacau dan tidak sesuai), juga dikarenakan pasien
yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
sendiri. Pada saat perawatan di rumah sakit ini orang tua atau orang
yang merawat turut dilibatkan dalam program rehabilitasi, dengan
tetap memperhitungkn tingkat keparahan pasien.
b. Pendekatan Psikososial
i. Terapi Individu
Dapat dilakukan dengan menggunakan terapi psikodinamik,
atau Cognitiven Behavior Therapy(CBT)
G. PROGNOSIS
Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu
menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat pulih dari episode awal dan
fungsinya dapat kembali pada tingkat premorbid (sebelum muncunya
gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan
penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya,
ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi
dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat.8
H. KESIMPULAN
Skizofrenia adalah gangguan kompleks yang memerlukan
pengobatan yang tepat pada saat tanda-tanda pertama dari episode
psikotik muncul. Dokter harus mempertimbangkan potensi ketidak
patuhan dan efek samping terkait pengobatan ketika mengembangkan
rencana perawatan yang komprehensif. Meskipun pasien dapat
meningkatkan fungsi adaptif melalui pengobatan farmakologi dan
nonfarmakologi, diharapkan bahwa penelitian masa depan akan
mengatasi kesenjangan dalam pengobatan dan berpotensi obat untuk
skizofrenia.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan & Sadock. 2004. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran ECG. 2013
2. Elvira S, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010
3. Maramis, W.F; Maramis, A.A. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2.
Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan
4. Pathel, K.R; et all. Schizophrenia : Overview and Treatment Options. 2014.
Online on: [1st Nov, 2016]. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4159061/
5. Maslim, R. 2007. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ
III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
6. Frankenburg, F.R et all. Schizophrenia. 2016. Online on : [1st Nov,18]
Available at : http://emedicine.medscape.com/article/288259-overview
7. Maslim, R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.
Edisi 3. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
8. Simatupang, Rusmini. Faktor-faktor Penyebab Kekambuhan Pada Pasien
Skizofrenia Yang di Rawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara Medan. 2014. Online on : [2nd Nov, 2016]. Available at :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40362/4/Chapter%20II.pdf