Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

Gangguan campuran anxietas dan depresi (F41.2)

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AR
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tanggal Lahir : 10 oktober 1956
Agama : Islam
Suku : bugis
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan Terakhir : sarjana
Pekerjaan : pensiunan
Diagnosis Sementara : Gangguan campuran anxietas dan depresi (F41.2)

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis dan alloanamnesis dari :
Nama :-
Jenis kelamin :-
Agama :-
Pendidikan Terakhir :-
Pekerjaan :-
Alamat :-
Hubungan dengan pasien : -

A. Keluhan Utama
Susah tidur

B. Riwayat Gangguan Sekarang


a. Keluhan dan Gejala
Pasien datang ke poliklinik RSKD Provinsi Sulawesi
Selatan ke 8 kalinya, dengan keluhan sulit tidur dirasakan sejak
8 bulan yang lalu.
Pasien sulit tidur, keringat malam, demam, lemas, pusing,
kepala terasa panas dan tidak tenang ketika ingin tidur. Pasien
mengatakan jika tidak membaca ayat suci al- Quran pikiran
terasa melayang. Pasien tidak pernah mendengar adanya bisik
bisik ataupun suara suara di dengarkan nya. Nafsu makan baik 3
kali sehari, mandi baik 1 kali sehari.
Awal kejadian ini bermula pada , dimana pasien mulai
berdiam diri di dalam rumah. Sepengetahuan ibunya bahwa
perubahan ini terjadi karena pasien merasa direndahkan oleh
teman-temannya. Semenjak saat itu pula pasien tidak ingin
bertemu dengan teman-temannya lagi. Dan hanya melakukan
aktifitasnya di rumah dan kebun. Kira-kira pada tahun 2015,
pasien berobat ke Rumah Sakit Batara Guru Belopa dan
mendapatkan pengobatan berupa tablet warna putih. Setelah
berobat pasien menjadi agak membaik dan pasien pun
memutuskan untuk bekerja di salah satu perusahaan pupuk di
Kalimantan sebagai karyawan namun tidak pasien hanya bekerja
selama 5 hari saja karena saat bekerja pasien tidak berkonsentrasi
saat bekerja, selalu melihat bayangan berwarna putih dan
berwarna hitam yang selalu menghantui pasien. Saat perjalanan
pulang dengan kapal laut dari Kalimantan ke Palopo, dan saat di
perjalanan pun pasien masih merasa diikuti oleh bayangan
tersebut. Pada saat pasien berada di kampungnya, pasien kembali
membantu ibunya di kebun dan jika sudah selesai bekerja, pasien
biasanya diam, menonton tv dan kadang berkomunikasi dengan
keluarganya. Dalam tiga bulan terakhir pasien tidak pernah lagi
membantu ibunya di kebun dengan alasan pasien merasa lemas.
b. Hendaya dan disfungsi
Hendaya sosial (-)
Hendaya pekerjaan (-)
Hendaya gangguan waktu senggang (-)

c. Faktor stress psikososial


Diduga oleh karena anak perempuannya tugas di papua di
tempat terpencil dan melewati hutan hutan.

d. Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat fisik dan psikis


sebelumnya :
Riwayat infeksi (-)
Riwayat trauma (-)
Riwayat kejang (-)
Riwayat NAPZA (-)

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit fisik sebelumnya,
seperti infeksi, trauma kapitis dan kejang

2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif


Tidak ditemukan adanya riwayat penggunaan zat psikoaktif

3. Riwayat Gangguan Psikiatri Sebelumnya


Tidak di temukan

D. Riwayat kehidupan pribadi


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal (0-1 tahun)
Pasien lahir normal di rumah dibantu oleh dukun pada tanggal 17
Juni 1987. Pasien lahir normal cukup bulan, ditolong oleh dukun. Tidak
ditemukan cacat lahir ataupun kelainan bawaan, berat badan lahir tidak
diketahui. Pasien mendapat ASI sampai umur 2 tahun. Pertumbuhan
dan perkembangan baik.

2. Riwayat Masa Kanak Awal ( sejak lahir hingga usia 1-3 tahun)
Pasien dirawat oleh kedua orang tuanya. Pertumbuhan dan
perkembangan pasien pada masa kanak awal, seperti berjalan dan
berbicara sesuai dengan perkembangan anak seusianya. Tidak ada
masalah perilaku yang menonjol.

3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan ( usia 4-11 tahun)


Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan saudara-saudaranya.
Pasien cukup mendapatkan perhatian dan kasih sayang.

4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja ( usia 12-18 tahun)


Setelah tamat SMA pasien melanjutkan kuliah jurusan Matematika
pada tahun 2009 dan menurut keluarga bahwa pasien merupakan anak
yang cerdas.

E. Riwayat Masa Dewasa


a. Riwayat Pekerjaan
Setelah tamat kuliah, pasien bekerja sempat menganggur
dan pada tahun 2015 pasien bekerja di Perusahaan Pupuk di
Kalimantan sebagai karyawan dan hanya bertahan selama 5 hari.
Kemudian tidak bekerja lagi dan hanya membantu sang ibu di kebun.

b. Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah

c. Riwayat Agama
Pasien memeluk agama Islam dan menjalankan kewajiban agama
dengan cukup baik.

F. Riwayat Kehidupan Keluarga


Pasien adalah anak kedua dari lima bersaudara (,,,,).
Hubungan dengan keluarga baik. Riwayat keluhan yang sama seperti
pasien yaitu kakek pasien. Gejala atau tingkah laku yang di tunjukkan oleh
kakek pasien kurang lebih sama dengan yang terdapat pada pasien

G. Situasi Sekarang
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya, kakak dan 3 orang
adiknya. Saat ini yang menafkahi keluarga adalah ayah dan ibunya.

H. Persepsi Pasien tentang diri dan kehidupannya


Pasien tidak merasa sakit dan tidak merasa membutuhkan
pengobatan

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Seorang laki-laki, wajah tampak sesuai umur
2. Kesadaran
Baik

3. Perilaku dan aktivitas psikomotor


Tenang.

4. Pembicaraan
Spontan, lancar, intonasi biasa.
5. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif

B. Keadaan Afektif (Mood), Perasaan, Empati, dan Perhatian


1. Mood : eutimik
2. Afek : Terbatas
3. Empati : Dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (Kognitif)


1. Taraf pendidikan :
Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan taraf
pendidikan
2. Daya konsentrasi : Baik
3. Orientasi
Waktu : Baik
Tempat : Baik
Orang : Baik
4. Daya ingat
Jangka panjang : Baik
Jangka pendek : Baik
Jangka segera : Baik
5. Pikiran Abstrak : Baik
6. Bakat kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri: cukup

D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : tidak ada
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berpikir
1. Arus Pikiran
Produktivitas : Cukup
Kontuinitas : relevan
Hendaya berbahasa : Tidak ada hendaya dalam berbahasa
2. Isi Pikiran
Preokupasi : Tidak ada
Gangguan isi pikiran : Tidak ada
Waham kejar :

F. Pengendalian Impuls : Tidak terganggu

G. Daya Nilai
1. Norma sosial : Terganggu
2. Uji daya nilai :-
3. Penilaian realitas :-

H. Tilikan (Insight)
Derajat 6

I. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI

A. Status Internus
Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 98 x/menit, pernapasan 22 x/
menit, suhu 36,30 C, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus,
jantung, paru, abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah
tidak ada kelainan.
B. Status Neurologis
Kesadaran saat datang berada pada GCS 15 (E4M6V5). Gejala
rangsang selaput otak: kaku kuduk (-), kernigs sign (-)/(-), pupil bulat dan
isokor 2,5 mm/2,5 mm, refleks cahaya (+)/(+), fungsi motorik dan sensorik
keempat ekstremitas dalam batas normal, tidak ditemukan refleks
patologis.

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Pada pemeriksaan status mental diperoleh. Tilikan 1 pasien tidak


merasakan bahwa dirinya sakit.

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL


Aksis I
Dari autoanamnesis dan alloanamnesis ditermukan adanya gejala
klinis bermakna yaitu pasien selalu melihat bayangan berwarna hitam dan
putih dan merasa selalu diikuti oleh bayangan tersebut. Keadaan ini
menimbulkan penderitaan (distress) pada dirinya dan keluarga serta
terdapat hendaya (dissability) pada fungsi psikososial, pekerjaan dan
penggunaan waktu senggang sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien
menderita Gangguan jiwa.
Pada pasien ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realitas
berupa halusinasi visual, yaitu pasien melihat bayangan putih dan hitam
dan terdapat waham kejar bayangan tersebut selalu mengikutinya
gangguan jiwa psikotik.
Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak ditemukan
adanya kelainan yang mengindikasikan gangguan medis umum yang dapat
menimbulkan gangguan otak, sehingga penyebab organik dapat
disingkirkan dan pasien dapat didiagnosis sebagai gangguan jiwa psikotik
non organik. dapat disingkirkan dan pasien digolongkan ke dalam
gangguan jiwa psikotik non organik.
Pada pemeriksaan status mental ditemukan adanya 2 gejala yaitu
halusinasi visual bayangan hitam dan putih, waham kejar dimana dirinya
yakin bahwa bayangan tersebut selalu mengikutinya, sehingga berdasarkan
PPDGJ III pasien didiagnosis sebagai gangguan skizofrenia. Adanya
halusinasi dan atau waham yang menonjol yaitu halusinasi visual yang
selalu dilihat dan waham kejar sehingga berdasarkan pedoman
penggolongan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ III) diagnosis diarahkan
pada gangguan skizofrenia paranoid (F20.0).

Aksis II
Belum cukup data untuk mengarahkan ke salah satu ciri kepribadian.
Sebelum sakit, pasien merupakan pribadi yang pendiam, kurang terbuka,
rajin shalat dan bekerja. Tidak memiliki banyak teman, jarang bergaul.
Aksis III
Tidak ada

Aksis IV
Faktor stressor psikososial: tidak jelas
Aksis V
GAF Scale (Global Assesment Functioning) Scale 50-41 gejala berat,
disabilitas berat.

VII. DAFTAR MASALAH


1. Organobiologik :
Tidak terdapat kelainan yang spesifik, namun diduga terdapat
ketidakseimbangan antara neurotransmitter maka pasien memerlukan
farmakoterapi.

2. Psikologi :
Ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realita yaitu
berupa halusinasi auditorik sehingga pasien memerlukan psikoterapi.

3. Sosiologik :
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan, dan
penggunaan waktu senggang sehingga pasien memerlukan sosioterapi.

VIII. RENCANA TERAPI


1. Farmakoterapi :
Haloperidol 5 mg 3x1
Chlorpromazine 100 mg 3x2

2. Psikoterapi
Ventilasi: Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan
keluhan dan isi hati serta perasaan sehingga pasien merasa lega.

3. Konseling
Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien agar memahami
penyakitnya dan bagaimana cara menghadapinya.

4. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang-
orang di sekitarnya. Sehingga dapat menerima dan menciptakan
suasana lingkungan yang mendukung
IX. PROGNOSIS
Dubia et Malam

a. Faktor pendukung:
Tidak ada kelainan organik
Tingkat pendidikan yang cukup tinggi
Hubungan dengan keluarga yang lain baik
Riwayat yang sama dalam keluarga tidak ada
b. Faktor penghambat
Pasien tidak teratur minum obat karena tidak merasa sakit

X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan penyakitnya, selain
itu menilai efektivitas dan kemungkinan efek samping obat yang diberikan.

XI. PEMBAHASAN / TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi atau disebut juga
Mixed Anxiety Depression Disorder (MADD) digambarkan sebagai
gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak
menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan
diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus
ditemukan walaupun tidak terus-menerus, disamping rasa cemas atau
kekhawatiran berlebihan.
Kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami
perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom
dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik.
Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan,
keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada saat menghadapi
kenyataan atau kejadian dalam hidupnya.
Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya fungsi
manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala
penyerta termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan
gagasan bunuh diri.2

B. EPIDEMIOLOGI
Keberadaan gangguan depresif berat dan gangguan panik secara
bersamaan lazim ditemukan. Dua pertiga pasien dengan gejala depresif
memiliki gejala anxietas yang menonjol, dan dua pertiganya dapat
memenuhi kriteria diagnostik ganguan panik. Peneliti telah melaporkan
bahwa 20 sampai 90 persen pasien dengan ganggguan panik memiliki
episode gangguan depresif berat. Data ini mengesankan bahwa
keberadaan gejala depresif dan anxietas secara bersamaan, tidak ada di
antaranya yang memenuhi kriteria diagnostik gangguan depresif atau
anxietas lain dapat lazim ditemukan. Meskipun demikian, sejumlah
klinisi dan peneliti memperkirakan bahwa pravelensi gangguan ini pada
populasi umum adalah 10 persen dan di klinik pelayanan primer sampai
tertinggi 50 persen, walaupun perkiraan konservatif mengesankan
pravelensi sekitar 1 persen pada populasi umum.

C. ETIOLOGI

Empat garis bukti penting mengesankan bahwa gejala anxietas dan gejala

depresif terkait secara kausal pada sejumlah pasien yang mengalami gejala ini.

Pertama, sejumlah peneliti melaporkan temuan neuroendokrin yang serupa

pada gangguan depresif dan anxietas, terutama gangguan panik, termasuk

menumpulnya respons kortisol terhadap hormon adenokort dan kotropik,

menumpulnya respon hormon pertumbuhan terhadap klonidin (Catapres), dan

respon TSH (thyroid stimulating hormone) serta prolaktin yang tumpul terhadap

TRH (thyrotropin-relasing hormone).

Kedua, sejumlah peneliti melaporkan data yang menunjukkan bahwa

hiperkatifitas sistem noradrenergik sebagai penyebab relevan pada sejumlah

pasien dengan gangguan depresif dan gangguan anxietas. Secara rinci, studi ini

telah menemukan adanya konsentrasi metabolit norepnefrin 3-methoxy-4-


hydroxyphenylglycol (MHPG) yang meningkat didalam urin, plasma, atau cairan

serebrospinal (LCS) pada pasien dengan serangan panik. Seperti pada gangguan

anxietas dan gangguan depresif lain, serotonin dan asam -aminobutirat (GABA)

juga mungkin terlibat sebagai penyebab di dalam gangguan campuran depresif

anxietas.

Ketiga, banyak studi menemukan bahwa obat serotonergik, seperti fluoxetine

(Prozac) dan clomipramine (Anafranil), berguna dalam terapi gangguan depresif

dan anxietas.

Keempat, sejumlah studi keluarga melaporkan data yang menunjukkanbahwa

gejala anxietas dan depresif berhubungan pada secara genetik sedikitnya pada

beberapa keluarga.

Norepinephrine memiliki konsentrasi tinggi di dalam locus ceruleus serta dalam

konsentrasi sekunder dalam hippocampus, amygdala, dan kortex cerebral. Selain

itu ditemukan juga dalam konsentrasi tinggi di saraf simpatis. Norepinephrine

dipindahkan dari celah synaptic dan kembali ke penyimpanan melalui proses

reuptake aktif. Fungsi Utama adalah mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian

dan orientasi; mengatur fight-flightdan proses pembelajaran dan memory.

Sedangkan kelainan Serotonin (5HT) berimplikasi terhadap beberapa jenis

gangguan jiwa yang mencakup anxietas, depresi, psikosis, migren, gangguan

fungsi seksual, tidur, kognitif, dan gangguan makan. Banyak tindakan pada

gangguan jiwa dengan jalan mempengaruhi sistem serotonin tersebut. Fungsi

Utama dari Serotonin (5HT) adalah dalam pengaturan tidur, persepsi nyeri,
mengatur status mood dan temperatur tubuh serta berperan dalam perilaku aggresi

atau marah dan libido.

GABA merupakan neurotransmitter yang memegang peranan penting dalam

gejala-gejala pada gangguan jiwa. Hampir tiap-tiap area otak berisi neuron-neuron

GABA. Banyak pathway di otak menggunakan GABA dan merupakan

neurotransmitter utama untuk sel Purkinje. GABA dipindahkan dari sinaps

melalui katabolisme oleh GABA transaminase. Fungsi utama adalah menurunkan

arousal dan mengurangi agresi, kecemasan dan aktif dalam fungsi eksitasi.

D. GEJALA KLINIS

Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Anxietas Menyeluruh

ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas, khawatir,

was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah pada hal-

hal yang sepele dan tidak utama yang mana perasaan tersebut mempengaruhi

seluruh aspek kehidupannya, sehingga pertimbangan akal sehat, perasaan dan

perilaku terpengaruh. Selain itu spesifik untuk Gangguan Anxietas Menyeluruh

adalah kecemasanya terjadi kronis secara terus-menerus mencakup situasi hidup


(cemas akan terjadi kecelakaan, kesulitan finansial), cemas akan terjadinya

bahaya, cemas kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan serangan jantung.

Sering penderita tidak sabar, mudah marah, sulit tidur. 3,7,8

Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum anxietas dapat dilihat pada tabel di

bawah:

Ketegangan Motorik 1. Kedutan otot/ rasa gemetar


2. Otot tegang/kaku/pegal
3. Tidak bisa diam
4. Mudah menjadi lelah

Hiperaktivitas Otonomik 5. Nafas pendek/terasa berat


6. Jantung berdebar-debar
7. Telapak tangan basah/dingin
8. Mulut kering
9. Kepala pusing/rasa melayang
10. Mual, mencret, perut tak enak
11. Muka panas/ badan menggigil
12. Buang air kecil lebih sering
13. Sukar menelan/rasa tersumbat

Kewaspadaan berlebihan dan 14. Perasaan jadi peka/mudah ngilu


Penangkapan berkurang 15. Mudah terkejut/kaget
16. Sulit konsentrasi pikiran
17. Sukar tidur
18. Mudah tersinggung
VI. DIAGNOSIS
Sedangkan untuk gangguan depresif ditandai dengan suatu mood depresif,

kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya energi yang menuju

meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit

saja) dan menurunnya aktivitas merupakan tiga gejala utama depresi.3,4,5

Gejala utama :

1. Afek depresi

2. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan

3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja yang sedikit) dan menurunnya

aktifitas.

Gejala lainnya dapat berupa :

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

Tidur terganggu

Nafsu makan berkurang.

Gejala-gejala diatas dialami oleh pasien hampir setiap hari dan di nilai

berdasarkan ungkapan pribadi atau hasil pengamatan orang lain misalnya keluarga

pasien. 3,4,5

E. DIAGNOSIS
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III

1. Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak

menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis

tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan

walaupun tidak terus-menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran

berlebihan.

2. Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan, harus

dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya atau gangguan anxietas

fobik.

3. Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk

menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut

dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika

karena sesuatu hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan

depresif harus diutamakan.

4. Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang jelas,

maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian.

F. TATALAKSANA
a. Perawatan Rumah Sakit
Perawatan rumah sakit memiliki beberapa tujuan, yaitu
menegakkan diagnostic, menstabilkan pengobatan, demi keamanan
diri pasien dan orang lain (yang mungkin terancam karena perilaku
penderita yang kacau dan tidak sesuai), juga dikarenakan pasien
yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
sendiri. Pada saat perawatan di rumah sakit ini orang tua atau orang
yang merawat turut dilibatkan dalam program rehabilitasi, dengan
tetap memperhitungkn tingkat keparahan pasien.

b. Pendekatan Psikososial
i. Terapi Individu
Dapat dilakukan dengan menggunakan terapi psikodinamik,
atau Cognitiven Behavior Therapy(CBT)

ii. Terapi Keluarga


Pada terapi ini dapat dilakukan beberapa hal, antara lain
(Davison & Neale, 2001)
- Memberikan pendidikan tentang skizofrenia,
termasuk simtom dan tanda-tanda kekambuhan.
- Memberikan informasi tentang dan memonitor efek
pengobatan dengan antipsikotik.
- Menghindari Saling menyalahkan dalam keluarga.
- Meningkatkan komunikasi dan keterampilan
pemecahan masalah keluarga.
- Mendorong pasien dan keluarga untuk
mengembangkan kontak social
- mereka, terutama berkaitan de
- ngan jaringan pendukung.
- Meningkatkan harapan bahwa segala sesuatu akan
membaik, dan pasien mungkin tidak harus kembali
ke rumah sakit.

iii. Terapi Kelompok


Pada dasarnya, melalui terapi kelompok pasien
skizofrenia diberi pelatihan kemampuan social, antara lain
bagaimana memecahkan masalah Social.
c. Farmakoterapi
Psikoterapi bermanfaat untuk mengurangi atau mengatasi
keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya pola perilaku
maladaptif atau gangguan psikologik.1
Obat anti-psikosis yang digunakan dalam mengatasi
sindrom psikosis anti-psikosis tipikal dan atipikal. tipikal
mencakup golongan phenothiazine, butyrophenon, diphenyl butyl
piperidine dan atipikal mencakup golongan benzamide,
dibenzodiazepine, benzisoxazole. mekanisme kerja obat anti-
psikosis tipikal adalah memblokade dopamine pada reseptor pasca-
sinaptik neuron di otak, khususnya di system limbik dan system
ekstrapiramidal (dopamine D2 receptor antagonist) sehingga
efektif untuk gejala positif sedangkan anti-psikosis atipikal untuk
gejala positif dan negative.2,7
i. Anti Psikotik Generasi-1
ii. Anti Psikotik Generasi-2
iii. Serotonin-Dopamin Activity Modulators

G. PROGNOSIS
Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu
menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat pulih dari episode awal dan
fungsinya dapat kembali pada tingkat premorbid (sebelum muncunya
gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan
penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya,
ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi
dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat.8

H. KESIMPULAN
Skizofrenia adalah gangguan kompleks yang memerlukan
pengobatan yang tepat pada saat tanda-tanda pertama dari episode
psikotik muncul. Dokter harus mempertimbangkan potensi ketidak
patuhan dan efek samping terkait pengobatan ketika mengembangkan
rencana perawatan yang komprehensif. Meskipun pasien dapat
meningkatkan fungsi adaptif melalui pengobatan farmakologi dan
nonfarmakologi, diharapkan bahwa penelitian masa depan akan
mengatasi kesenjangan dalam pengobatan dan berpotensi obat untuk
skizofrenia.4

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan & Sadock. 2004. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran ECG. 2013
2. Elvira S, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010
3. Maramis, W.F; Maramis, A.A. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2.
Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan
4. Pathel, K.R; et all. Schizophrenia : Overview and Treatment Options. 2014.
Online on: [1st Nov, 2016]. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4159061/
5. Maslim, R. 2007. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ
III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
6. Frankenburg, F.R et all. Schizophrenia. 2016. Online on : [1st Nov,18]
Available at : http://emedicine.medscape.com/article/288259-overview
7. Maslim, R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.
Edisi 3. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
8. Simatupang, Rusmini. Faktor-faktor Penyebab Kekambuhan Pada Pasien
Skizofrenia Yang di Rawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara Medan. 2014. Online on : [2nd Nov, 2016]. Available at :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40362/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai