PENDAHULUAN
miokardium, penyakit vaskular periferal dan penyakit jantung lainnya (Price &
kematian di dunia disebabkan oleh penyakit ini. Pada tahun 2012 sebanyak 17,5
juta orang meninggal dan diperkirakan pada tahun 2030 lebih dari 23,3 juta orang
meningkat seiring dengan pertambahan umur dan prevalensi tertinggi terjadi pada
sebesar 0,13%.
kondisi akut teratasi dan status hemodinamik stabil dianjurkan mengikuti program
jantung. Program ini meliputi latihan aktivitas fisik, konseling psikologis, dan
1
terapi perilaku menuju gaya hidup sehat (Tedjasukmana, 2010). Program ini
empat fase, yaitu fase I selama pasien dirawat di rumah sakit yang difokuskan
pada ambulasi dini dan pendidikan kesehatan. Fase II segera setelah pasien keluar
rumah sakit yang dilakukan dalam pengawasan tim rehabilitasi. Fase III segera
setelah fase II masih dalam pengawasan dan fase IV merupakan fase pemeliharaan
(berguna dan efektif) pada sebagian besar pedoman tata laksana klinis penyakit
jantung seperti pada pasien pasca sindroma koroner akut, angina pektoris kronis
stabil, pasca operasi bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft/
pasien beserta keluarganya, dan kesiapan staf pelaksana dalam penanganan pasien
(Rokhaeni, et al., 2001). Program rehabilitasi dini dilakukan sejak pasien masih
(inpatient).
2
Secara umum program rehabilitasi jantung di Indonesia sudah berjalan
Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPD-HK), RSUPN Cipto
karena rehabilitasi jantung mempunyai peranan penting untuk pemulihan fisik dan
membantu pasien PJK setelah pulang dari rumah sakit, namum hampir separuh
1.2 Tujuan
berdasarkan resiko.
jantung
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
jantung merupakan penyebab kematian nomor satu pada orang dewasa di negara
maju. Lebih lanjut, di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus
bertambah. Penyakit ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat yang
darah ke bagian otot jantung. Berkurangnya pasokan darah ke jantung secara tiba-
tiba dapat terjadi ketika salah satu nadi koroner terblokade selama beberapa saat,
darah (thrombus). Bagian otot jantung yang biasanya di pasok oleh nadi yang
terblokade berhenti berfungsi dengan baik segera setelah splasme reda dengan
4
secara betul-betul normal lagi. Ini sering disebut crescendo angina atau coronary
beberapa jam saja dan bagian otot jantung termaksud mengalami penurunan mutu
derajat iskemik myokard, gangguan fungsi ventrikel jantung, frekuensi dan derajat
gejala gangguan jantung seperti disritmia, kenaikan tekanan darah serta respon
terjadinya infark lanjutan, cardiac arrest dan gagal jantung. Keputusan klinis
tentang program latihan, jenis dan tipe latihan terutama didasarkan pada
mengikuti program latihan. Dalam hal ini, kemananan pasien adalah fokus utama
terjadinya infark myokardial, cardiac arrest dan gagal jantung di kemudian hari.
Penilaian resiko ini ditujukan untuk menilai tingkat kemungkinan bahwa latihan
5
Resiko terjadinya manifestasi klinis yang baru dari gangguan jantung koroner
myokardial yang terjadi. Faktor klinis lain yang dapat dipertimbangkan adalah
umur, jenis kelamin, status faktor resiko (terutama status merokok), tingkat
diperoleh dari riwayat myocardial infark, penggunaan digitalis dan diuretik, gagal
Pada pasien dengan resiko ringan sampai menengah, dapat dilakukan exercise
testing yang dikontrol oleh gejala klinis dapat memberikan informasi tentang
Variabel yang dapat digunakan untuk menentukan prognosis antara lain adalah
intensitas latihan puncak, respon tekanan darah sistolik, puncak frekuensi denyut
intensitas latihan yang dapat dilakukan tanpa menimbulkan tanda dan gejala klinis
dapat dipergunakan sebagai intensitas awal latihan pada program latihan fisik
(Williams, 2001:415).
6
Uji tambahan yang dapat membantu penentuan prognosis adalah
latihan dan istirahat dan kateterisasi jantung. Keseluruhan hasil dari pengujian
fungsional pasien dan penentuan prognosis, exercise testing juga dilakukan untuk
menilai besarnya resiko timbulnya gejala klinis selama latihan fisik. (Williams,
2001:415) Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan resiko timbulnya gejala
7
2.3 Rehabilitasi Jantung
memperbaiki penyebab penyakit jantung untuk mencapai kondisi fisik, mental dan
kesehatan pasien secara optimal dan mendorong perubahan gaya hidup pada
pasien dengan Penyakit Jantung Koroner (PJK) (Boone, 1986; Hamilton, 1990,
adalah rangkaian usaha dalam membantu penyembuhan pasien agar dapat kembali
dengan cepat pada kehidupan normalnya atau mendekati kondisi sebelum sakit.
pasien PJK untuk memulihkan kondisi fisik, mental, sosial serta vokasional
8
ditujukan pada saat pasien sedang dirawat di ruang intensif, tetapi juga sesudah
Manfaat program rehabilitasi ini antara lain yaitu rehabilitasi dini aman, tidak
dapat dihindari atau dicegah, ansietas dan depresi pasien dapat dibatasi sesedikit
mungkin dan masa perawatan menjadi lebih singkat sehingga pasien dapat
9
2.3.3 Indikasi Rehabilitasi Jantung
intervensi
12. Orang dengan risiko penyakit jantung koroner tinggi
Tabel 2. Indikasi Pasien yang Dapat Menjalankan Rehabilitasi Jantung
Selain memiliki manfaat yang vital, latihan fisik pada penderita gangguan
10
Tabel 3. Kontraindikasi Pasien yang Dapat Menjalankan Rehabilitasi Jantung
Program rehabilitasi jantung dibagi menjadi empat fase (Ginzel, 1996; Leon
1) Fase I : Inpatient
2) Fase II : Outpatient
adalah program setelah pasien keluar dari rumah sakit yang dilakukan
selama beberapa minggu. Kegiatan dilakukan dengan supervisi dari tim
rehabilitasi terutama pada latihan, diet, modifikasi faktor risiko, dan
pendidikan kesehatan. Durasi : 4 8 minggu, Goal : 6 Mets.
11
3) Fase III : Maintenance
a. Fase I (Inpatient)
jantung sepanjang tidak terdapat ada kontraindikasi. Latihan fisik yang dilakukan
terbatas pada aktivitas sehari-hari misalnya gerakan tangan dan kaki dan
yang diawasi. Pada fase ini perlu dilakukan monitoring ECG untuk menilai respon
terhadap latihan. Latihan pada fase ini harus menuntut kesiapan tim yang dapat
mengatasi keadaan gawat darurat apabila pada saat latihan terjadi serangan
jantung. Manfaat dari latihan fisik pada fase ini adalah sebagai bahan survailance
tambahan, melatih pasien untuk dapat mejalankan aktivitas pada aktivitas sehari-
hari, dan untuk menghindari efek fisiologis dan psikologis rthosta pada bedrest.
Tujuan dari latihan fisik fase pertama ini harus disesuaikan dengan kebutuhan
pasien. Pasien dengan aktivitas rendah mungkin hanya memerlukan latihan fisik
12
dengan kapasitas fisik yang lebih baik dapat menjalankan program latihan untuk
Pemantauan lebih lanjut perlu dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala
tekanan darah sebagai respon latihan, sesak napas, iskemia myocardial, disritmia,
angina pectoris dan kelelahan berat. Pada fase initial ( 1 sampai 3 hari paska
infark post myocardial atau prosedur bedah) pada pasien di rumah sakit yang
sehari-hari dan latihan pada kaki dan lengan untuk mempertahankan tonus otot,
hipotensi orthostatik dan kapasitas sendi. Pasien dapat memulai latihan dari
gerakan otot selama 1 sampai 2 menit dengan monitor denyut nadi dan tekanan
darah. Respon terhadap latihan ini diperlukan untuk menilai respon tubuh
terhadap berbagai jenis vasodilatator dan beta bloker. Pada hari ke 3 sampai 5
paska infark post cardial atau gangguan kardiovaskular lain, mulai dapat
Beberapa contoh aktivitas ringan yang dapat dilakukan oleh penderita terdapat
pada tabel 4.
13
Tabel 4. Contoh Aktivitas Pada Fase Inpatient
b. Fase II (Out-patient)
sakit. Tujuan utama dari program ini adalah untuk mengembalikan kemampuan
fisik pasien pada keadaan sebelum sakit. Pasien yang pernah mengalami infark
myocard dan atau operasi bypass arteri memiliki resiko yang lebih besar untuk
mengalami dysritmia, dypnea dan angina. Pada pasien yang pernah menjalani
beberapa hari sebelum fase I berakhir. Biasanya fase II dimulai pada minggu
kedua atau ketiga setelah serangan myocardial infark. Program ini diharapkan
14
untuk mengatasi masalah-masalah kesehatannya. Idealnya, program fase II
latihan, peralatan dan staf yang dapat mengatasi kondisi darurat. Apabila fase
kesehatan. Pada prinsipnya, tujuan dari fase ini adalah untuk memberi latihan
dikepalai oleh dokter yang dapat melakukan kontak secara teratur dengan pasien,
dapat melayani panggilan rumah atau dapat melakukan pengawasan pada program
secara mandiri terdapat pada gambar 2 sampai 10. Pada tiap latihan dilakukan
pengulangan sebanyak 10 kali dan dilakukan dua kali sehari. Pada tiap latihan
dilakukan pengaturan nafas yang baik karena apabila dilakukan penahanan nafas
dapat terjadi peningkatan tekanan darah dan meningkatkan beban kerja jantung.
Pada hari ke 4 dan ke 5 dapat ditambahkan beban sebesar 250 gram pada tangan.
1. Latihan Siku
Cara :
15
Ulangi sampai dengan 10 kali.
Cara :
16
3. Latihan Ekstensi lengan
Cara :
Cara :
badan.
17
Ulangi sampai dengan 10 kali.
Cara :
badan.
18
Gambar 5. Latihan Lengan Gerak Melingkar
Cara:
ke depan
19
7. Latihan Menekuk Pinggang
Cara :
Cara:
20
Ulangi sampai dengan 10 kali.
Cara:
kepala.
21
Gambar 9. Latihan Menyentuh Lutut
Cara:
pinggang.
22
c. Fase III (Maintenance)
fungsional minimal yang dimiliki oleh pasien adalah sekitar 5 METs yang
yang berarti. Secara klinis, pasien harus sudah memiliki respon hemodinamik dan
dasar tentang gejala-gejala yang dialami, pilihan terapi yang dapat dilakukan,
karakteristik perjalanan alamiah penyakit serta rentang aktivitas yang aman untuk
Program latihan pada fase pemeliharaan pada dasarnya sama dengan individu
normal dengan penekanan pada latihan jenis aerobik. Pada pasien dengan
frekuensi denyut jantung dan RPE (rating of perceived exertion) dapat dilakukan.
oleh periode istirahat. Beberapa manfaat dari jenis latihan ini adalah
23
(1) dapat dilakukannya latihan fisik dengan intensitas tinggi pada fase
beban dengan sasaran otot tangan dan kaki. Manfaat dari latihan jenis
jenis ini meliputi manfaat yang didapat dari latihan sirkuit dan
interval.
jenis ini adalah bahwa latihan ini lebih mudah untuk dijalankan.
optimal secara mandiri. Durasi seumur hidup. Program yang dilakukan antara
lain yaitu pengontrolan faktor risiko, latihan fisik mandiri, evaluasi rutin
24
Dalam Wartini (2011) menyebutkan bahwa latihan aktifitas (mobilisasi)
bertahap pada pasien PJK tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan kondisi fisik,
fisiologi dan sosial pasien. Sehingga penderita dapat hidup kembali secara aktif
dan produktif serta mencegah agar tidak terjadi serangan berulang (Boestan,
2004). Selama penyesuaian aktifitas, pasien diobservasi adanya gejala dan tanda
jantung. Evaluasi program latihan aktifitas dilakukan pada akhir fase yang
mencakup perubahan aspek fisik, aspek mental dan aspek pengetahuan berupa
prilaku dalam kepatuhan menjalani program latihan (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Aspek fisik :
b. Aspek mental :
c. Aspek pendidikan :
Untuk aspek pendidikan dapat dilihat dari adanya perubahan perilaku dalam
hal kepatuhan menjalani program latihan, pengaturan makan dan minum obat.
25
2.3.6 Indikasi Penghentian Latihan Fisik
Complex ectopy
Penurunan tekanan darah sistolik >20 mmHg dari nilai tertinggi selama
Desaturasi berat 80% yang disertai gejala dan tanda hipoksemia berat
Tiba-tiba pucat
Kehilangan koordinasi
Mental confusion
Pusing/pingsan
26
BAB III
KESIMPULAN
tahap yang melibatkan kegiatan fisik, diet dan perubahan perilaku yang pada
kapasitas fisik tubuh, memberi penyuluhan pada pasien dan keluarga dalam
yang dilaksanakan dengan batas waktu tertentu. Dewasa ini peralihan tahap
tingkat resiko. Latihan pada tahap inpatient dapat dilakukan sejak 48 jam pertama.
Kegiatan out patient dapat dilakukan secara termonitor maupun secara mandiri di
rumah. Latihan pada fase pemeliharaan identik dengan latihan pada individu
berkala.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
Marchionni, N., F. Fattirolli, S. Fumagalli, N. Oldridge, F. Del Lungo, L. Morosi,
C. Burgisser and G. Masotti 2003. Improved exercise tolerance and
quality of life with cardiac rehabilitation of older patients after myocardial
infarction: results of a randomized, controlled trial. Circulation 107(17):
2201.
Oldridge, N. B. 1988. Cardiac rehabilitation exercise programme. Sports
Medicine 6: 45.
Williams, M. A. 2001. Exercise testing in cardiac rehabilitation. Exercise
prescription and beyond. Cardiology clinics 19(3): 415.
Deaner, S.L. (1999). Depresive Symptoms And Problem Solving As Predictor Of
Adherence To The Cardiac Medical Regimen.
http://proquest.umi.com/pqdweb?
index=7&did=730298831&SrchMode=2&sid=5&Fmt=6&VInst=PROD&
VType=PQD&RQT=309&VName=PQD&TS=1239704214&clientId=456
25, diperoleh 14 April 2009.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8, Volume 2, Jakarta : EGC.
29