Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah RNA retrovirus yang


menyebabkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), di mana terjadi
kegagalan sistem imun progresif. Penyebab terbanyak adalah HIV-1. Virus ini
ditransmisikan melalui hubungan seksual, darah, produk yang terkontaminasi darah
dan transmisi dari ibu ke bayi baik intrapartum, perinatal, atau ASI. 10
Infeksi HIV pada anak merupakan masalah kesehatan yang sangat besar di
dunia, dan berkembang dengan kecepatan yang sangat berbahaya. Pada 2006, ada
kurang lebih 2,3 juta anak terinfeksi HIV di seluruh dunia. Jumlah ini diduga tetap
akan meningkat dalam waktu dekat karena beberapa alasan.1
Saat ini, kurang dari 10% ibu hamil yang terinfeksi HIV di negara
berkembang menerima profilaksis antiretroviral (ARV) untuk pencegahan penularan
HIV dari ibu-ke-bayi (prevention of mother-to-child transmission) PMTCT. Serupa
dengan orang dewasa, anak yang terinfeksi HIV menanggapi ART dengan baik.
Tetapi, pengobatan semacam ini paling efektif apabila dimulai sebelum anak jatuh
sakit (artinya, sebelum pengembangan penyakit lanjut). Tanpa ARV, pengembangan
infeksi HIV sangat cepat pada bayi dan anak. Di rangkaian miskin sumber daya,
kurang lebih 30% anak terinfeksi HIV yang tidak diobati meninggal sebelum ulang
tahunnya yang pertama dan lebih dari 50% meninggal sebelum mereka mencapai usia
dua tahun. Infeksi HIV pada anak yang tidak diobati juga mengakibatkan
pertumbuhan yang tertunda dan keterbelakangan mental yang tidak dapat
disembuhkan oleh ARV. Oleh karena itu penting untuk mendiagnosis bayi yang
terpajan HIV sedini mungkin untuk mencegah kematian, penyakit dan penundaan
pertumbuhan dan pengembangan mental. 1,3

BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Dokter jaga : dr. Irwansyah
Nama : An. K Dokter ruangan : dr. Christina Kolondam, Sp.A
Jenis kelamin : Perempuan Dokter muda : Rani Winda Paramuditha, S.Ked

Tanggal lahir : 30 Desember 2013 (3th 4bln)


Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia Dikirim oleh : IGD Anutapura
Berat badan lahir : 3200 gr Tanggal : 4 Mei 2017 / 22.25
Masuk ke ruangan : Nuri atas
Suku bangsa : Jawa
Keluar Tanggal :-
Nama ibu : (Almh) Ny. Suparta Jumlah hari perawatan : 5 hari
Umur : 26 th Diagnosis : HIV AIDS
CANDIDIASIS ORAL
Nama ayah : (Alm) Tn. Andi
GIZI KURANG
Umur : 28 th Anamnesis (diberikan oleh) :
Pekerjaan ayah : Polisi Tante dan nenek pasien
Anak : Anak pertama (Sulung) (kandung)
Pendidikan ayah : Kepolisian
Tanggal lahir : 30 Desember 2013
Pekerjaan ibu : Bidan Partus / oleh : Normal / Bidan
Pendidikan Ibu : Amd.keb Kehamilan nomor : G1P1A0

Alamat : Poso
No. Telp :-

FAMILY TREE
ANAMNESIS (diberikan oleh : Nenek Pasien/Heteroanamnesis)

Keluhan Utama : Sariawan diseluruh bagian mulut

Keluhan sekarang :
Pasien atas nama An.K usia 3 tahun 4 bulan masuk rumah sakit dengan
keluhan sariawan diseluruh bagian mulut. Keluhan ini dirasakan sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sariawan ini dirasakan sangat perih sehingga pasien tidak mau
makan. Pasien juga merasakan nyeri saat menelan. Keluhan ini disertai demam, yang
dirasakan 1 hari setelah timbul sariawan. Demam dirasakan naik turun, turun hanya
jika diberikan obat penurun panas. Pasien juga mengalami batuk (+) berlendir warna
putih sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak nafas (-), nyeri dada (-), mual (-)
muntah (-), BAB biasa, BAK lancar.

Anamnesis Antenatal dan Riwayat Persalinan:


Bayi lahir cukup bulan, lahir spontan. Bayi lahir ditolong oleh bidan di rumah
dengan berat badan lahir 3200 gram, panjang badan bayi 84 cm lahir langsung
menangis. Pasien merupakan anak pertama.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya. Keluhan seperti ini baru pertama

kali dirasakan

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga:


Ayah: telah meninggal 3 tahun yll karena komplikasi (HIV, TB, HEPATITIS) dan
pernah di rawat di R. Pipit RSU Anutapura
Ibu: telah meninggal 1 bulan yll karena komplikasi (HIV, Typhoid)

Riwayat kebiasaan, Sosial Ekonomi :


Anak tinggal di Poso bersama tante dan neneknya, rumah anak ini bertepatan di
jalan trans luwuk palu, antara rumah satu dengan rumah yang lain di batasi dengan
pagar. Keadaan sosial ekonomi keluarga pasien adalah ekonomi menengah.

Ikhtisar Perjalanan Penyakit :


Pasien baru pertama kali sakit dan ini merupakan hal yang pertama kali di
rasakan yaitu demam naik turun sudah hari disertai sariawan yang tak kunjung
sembuh dengan pemberian obat sejak 4 hari.
Riwayat Makan Sejak Lahir Sampai Sekarang:
Anak meminum ASI (air susu ibu) sejak lahir sampai berumur kurang lebih
umur 2 bulan. Usia 2 bulan sampai sekarang minum susu formula ditambah dengan
bubur susu sampai umur 7 bulan. Usia 7 bulan hingga sekarang telah makan makanan
padat.

Riwayat Imunisasi Dasar :


- BCG : 1 kali pemberian (1 bulan)
- POLIO : 4 kali pemberian (Lahir-2 bulan-4 bulan-6 bulan)
- DTP : 3 kali pemberian (2 bulan-4 bulan-6 bulan)
- HEPATITIS B : 3 kali pemberian (Lahir-1 bulan-6 bulan)
- CAMPAK: 1 kali pemberian (9 bulan)

Riwayat Kemampuan Dan Kepandaian:


Kemapuan dan kepandaian si anak sesuai dengan usiannya :
1. Membalik : 4 bulan
2. Tengkurap : 6 bulan
3. Duduk : 6 bulan
4. Merangkak : 7 bulan
5. Berceloteh : 1 tahun
6. Tertawa : 8 bulan
7. Memanggil papa : 10 bulan
8. Berdiri : 9 bulan
9. Berjalan : 1 tahun 1 bulan

II. PEMERIKSAAN FISIK


Umur : 3 th 4 bln Berat Badan : 10,2 kg Tinggi Badan : 84 cm

Keadaan Umum : Sakit sedang

Gizi : BB/TB Gizi gizi kurang 88,7%,

BB/U= underweight (-3) 68,9%,

TB/U= severe stunted (<-3) 85,7%

Kulit :
Warna : sawo matang Turgor : Baik
Efloresensi :- Tonus : Baik
Pigmentasi :- Oedema : (-)
Jaringan parut : -
Lapisan lemak :-
Lain-lain :-
Kepala :
Bentuk : Normochepal Ubun-ubun besar : Menutup
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut, tebal, alopesia (-)
Mata :
Exophtalmus / Enophtalmus : (-/-)
Tekanan bola mata : Normal (N) Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemia -/- Fundus : tidak
dilakukuan
Sklera : Ikterik -/- Visus : tidak dilakukan
Refleks Kornea : sulit dinilai Gerakan : sulit
dinilai
Telinga : Othore (-)
Hidung : Rhinore (-)
Mulut
Bibir : kering (+) kebiruan (-) Selaput mulu: Stomatitis (+),
moniliasis/candidiasis (+)
Lidah : Kotor (+) Gusi : perdarahan (-)
Gigi : Lubang Bau napas : SDN
Tenggorokan : hyperemia (+) Tonsil : T1 /T1
hiperemia SDN
Pharynx : hyperemia (+)
Leher : Trachea : Letak ditengah
Kelenjar : pembesaran KGB : (-)
Kaku kuduk : (-)
Lain-lain : pembesaran tiroid (-)
Paru-paru
Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-), massa (-), jejas (-),
Palpasi : Vokal fremitus sulit dinilai, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru,
Auskultasi : Bunyi vesikular (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Detik jantung : 114 x / menit
Ictus : Ictus Cordis tidak tampak dan teraba di SIC V linea
midclavicula sinistra
Batas kiri : di SIC V linea midclavicula sinistra
Batas kanan : di linea Parasternal dextra
Batas atas : di SIC II linea midclavicula
Bunyi jantung apex : Bunyi jantung I/II murni regular
Bising : (-)
Abdomen
Bentuk : Kesan datar, massa (-), distensi (-), jejas (-),
Lain-lain : Nyeri Tekan (-), peristaltik kesan normal
Turgor : < 2 detik
Lien : Pembesaran (-)
Hepar : Pembesaran (-)
Genital : Tidak ditemukan kelainan
Kelenjar : Tidak ada pembesaran
Anggota gerak
Ekstremitas atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
Ekstremitas bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
Tulang-belulang : tidak ada kelainan
Otot-otot : Eutrofi nyeri (-)
Refleks-refleks : Fisiologis (+/+/+/+) , patologis (-/-)
Pemeriksaan Penunjang : Laboratotium Darah Rutin Dari IGD : 04-05-
2017
PARAMETER HASIL NILAI
RUJUKAN
WBC 10,5 4,0-10,0 103/ l
RBC 4,25 3,80-6,50 106/l
HGB 10.2 14-18 g/dl
HCT 31,5 37,0-54,0 %
PLT 100 150-500 103/l
MCV 74 80-99 fL
MCH 23,9 27-31 Pg
MCHC 32.4 33-37 g/dL
RDW-CV 14,2 %

RESUME:
Pasien atas nama An.K usia 3 tahun 4 bulan masuk rumah sakit dengan keluhan
sariawan diseluruh bagian mulut. Keluhan ini dirasakan sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sariawan ini dirasakan sangat perih sehingga pasien tidak mau makan.
Pasien juga merasakan nyeri saat menelan. Keluhan ini disertai demam, yang
dirasakan 1 hari setelah timbul sariawan. Demam dirasakan naik turun, turun hanya
jika diberikan obat penurun panas. Pasien juga mengalami batuk (+) berlendir warna
putih sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. BAB biasa, BAK lancar.

Keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis, BB: 10,2, TB: 84,
status gizi: kurang, TD: 110/80, S: 38.2 C, N:123x/m, P: 24x/m, bibir kering, mulut:
stomatitis (+), moniliasis/ candidiasis (+), thorax: dbn, jantung: dbn, abdomen: dbn,
pemeriksaan lab: SGOT : 45 (6-30 U/L), CD4 ABSOLUT : 53 (410-1590), elektrolit
darah N :135.02 (135.38-145.00 mmol/L), RDW-CV 15,7 %, LYM# 4,7,103/l,
LED#1,5 103/l, WBC 10,5 (4,0-10,0 103/ l), RBC 4,4 (3,80-6,50)106/l, HGB 11
(14-18 g/dl)

Diagnosis sementara :
Susp. HIV AIDS + Candidiasis orofaring + Gizi kurang
Anjuran : tes VCT dan DL kontrol

Pengobatan :
Diit nasi lauk + 1000 kkl/ hri
IVFD KAEN 3B 16 tpm
Inj. Ceftriaxone 400 mg/12j/iv (II)
Inj. Santagesik 100 mg/8 j / iv (kp)
Nystatin drop 2x 1cc
Elkana CL syr cth 1/24jm/ p.o

HASIL LAB DL KONTROL 05/05/2017:

PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN


WBC 10,5 4,0-10,0 103/ l
RBC 4,4 3,80-6,50 106/l
HGB 11 14-18 g/dl
HCT 32,6 37,0-54,0 %
PLT 101 150-500 103/l
MCV 74,4 80-99 Fl
MCH 25,1 27-31 Pg
MCHC 33,7 33-37 g/dL
RDW-CV 15,7 %
LYM# 4,7 103/l
MXD# 1,5 103/l

FOLLOW UP
PERIKSA MULAI DARI SINI
Perawatan Hari ke 2
Tanggal : 06 Mei 2017
Subjek (S)
Panas (+) hari ke-3, batuk (+), nyeri menelan (+), Muntah (-), BAB (+) biasa, BAK
(-) lancar
Objek (O)
Tanda Vital
Denyut Nadi : 120 kali/menit
Respirasi : 23 x/m
Suhu : 37,10C
Kesadaran : CM GCS :15
Kulit : Pucat (-), ikterik (-) turgor kembali cepat.
Kepala : konjungtiva hiperemis (-/-), sklera Ikterik (-/-), mata cekung
(-)
Mulut : stomatitis (+), moniliasis/candidiasis (+)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-) Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Paru-paru : Simetris bilateral, Sonor (+), vesikular (+), Rhonki -/-
Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung (-)
Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+), timpani (+)
Assesment (A) : Susp HIV AIDS + Candidiasis orofaring + Gizi
kurang
Planning (P) : Cek CD4,Viral load, Profil lipid, SGOT/SGPT, Ureum /creatinin,
Elektrolit

Diit nasi lauk + 1000 kkl/ hri


IVFD KAEN 3B 16 tpm
Inj. Ceftriaxone 400 mg/12j/iv (III)
Inj. Metronidazole 100mg/8jm /iv(I)
Inj. Santagesik 100 mg/8 j / iv (kp)
Nystatin drop 2x 1cc
Elkana CL syr cth 1/24jm/ p.o

Hasil pemeriksaan Elektrolit darah : 06/05/2017

PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN


DARAH

ELEKTROLIT
1. K 4.19 3.48-5.50 mmol/L
2. N 135.02 135.38-145.00 mmol/L
3. CL 99.57 96.0-106.00 mmol/L
4. CALSIUM 9-11 mg/dl
5. MAGNESIUM 1.8-2.6 mg/dl

Perawatan Hari ke 3
Tanggal : 07 Mei 2017
Subjek (S)
Panas (+) hari ke-3, batuk (+), nyeri menelan (+), Muntah (-), BAB (+) biasa, BAK
(-) lancar
Objek (O)
Tanda Vital
Denyut Nadi : 84 x/m
Respirasi : 22 x/m
Suhu : 38,60C
Kesadaran : CM GCS :15
Kulit : Pucat (-), ikterik (-) turgor kembali cepat.
Kepala : konjungtiva hiperemis (-/-), sklera Ikterik (-/-), mata cekung
(-)
Mulut : stomatitis (+), moniliasis/candidiasis (+)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-) Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Paru-paru : Simetris bilateral, Sonor (+), vesikular (+), Rhonki -/-
Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung (-)
Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+), timpani (+)
Assesment (A) : Susp HIV AIDS + Candidiasis orofaring + Gizi
kurang

Planning (P) :
Diit nasi lauk + 1000 kkl/ hri
IVFD KAEN 3B 16 tpm
Inj.Ceftriaxone 400 mg/12j/iv (IV)
Inj. Metronidazole 100mg/8jm /iv(II)
Inj.Santagesik 100 mg/8 j / iv (kp)
Nystatin drop 4x 1cc
Elkana CL syr 1X1 cth/24jm/ p.o
Milan 1-0-0

Perawatan Hari ke 4
Tanggal : 08 Mei 2017
Subjek (S)
Panas (+) hari ke-3, batuk (+), nyeri menelan (+), Muntah (-), BAB (+) biasa, BAK
(-) lancar
Objek (O)
Tanda Vital
Denyut Nadi : 96 x/m
Respirasi : 2 x/m
Suhu : 37,80C
Kesadaran : CM GCS :15
Kulit : Pucat (-), ikterik (-) turgor kembali cepat.
Kepala : konjungtiva hiperemis (-/-), sklera Ikterik (-/-), mata cekung
(-)
Mulut : stomatitis (+), moniliasis/candidiasis (+)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-) Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Paru-paru : Simetris bilateral, Sonor (+), vesikular (+), Rhonki -/-
Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung (-)
Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+), timpani (+)
Assesment (A) : Susp HIV AIDS + Candidiasis orofaring + Gizi
kurang

Planning (P) :
Diit nasi lauk + 1000 kkl/ hri
IVFD KAEN 3B 16 tpm
Inj.Ceftriaxone 400 mg/12j/iv (IV)
Inj. Metronidazole 100mg/8jm /iv(II)
Inj.Santagesik 100 mg/8 j / iv (kp)
Nystatin drop 4x 1cc
Elkana CL syr 1X1 cth/24jm/ p.o
Milan 1-0-0

Perawatan Hari ke 5
Tanggal : 09 Mei 2017
Subjek (S)
Panas (-), batuk (+), nyeri menelan (+), Muntah (-), BAB (+) biasa, BAK (-) lancar
Objek (O)
Tanda Vital
Denyut Nadi : 102 x/m
Respirasi : 24 x/m
Suhu : 36,90C
Kesadaran : CM GCS :15
Kulit : Pucat (-), ikterik (-) turgor kembali cepat.
Kepala : konjungtiva hiperemis (-/-), sklera Ikterik (-/-), mata cekung
(-)
Mulut : stomatitis (+), moniliasis/candidiasis (+)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-) Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax
Paru-paru : Simetris bilateral, Sonor (+), vesikular (+), Rhonki -/-
Jantung : Bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung (-)
Abdomen : Bentuk datar, peristaltik (+), timpani (+)
Assesment (A) : Susp HIV AIDS + Candidiasis orofaring + Gizi
kurang

Planning (P) :
Diit nasi lauk + 1000 kkl/ hri
Obs infus
Cefixime25mg pulv/12jm(p.o)
Milan 1-0-0
Nystatin drop 5x 1cc
Elkana CL syr 1X1 cth/24jm/ p.o
Milan 1-0-0
BAB III
DISKUSI KASUS

Infeksi HIV merupakan masalah kesehatan anak yang penting di banyak negara. Kasus
penularan transmisi vertikal merupakan penyebab utama kasus HIV pada anak, Infeksi HIV pada
anak menunjukkan gambaran klinis yang sangat bervariasi.
Pada ilustrasi kasus, pasien anak perempuan usia 3th 4bln, BB 10.2 kg dibawa ke RSU dengan
keluhan demam sejak 2 hari SMRS, demam naik turun. Demam dapat disebabkan oleh infeksi
maupun non infeksi. Demam 2 hari, memiliki banyak kemungkinan diantaranya infeksi virus
dengue, campak, chikunguya, malaria, leptospirosis, infeksi saluran nafas, demam tifoid, infeksi
saluran kemih, dehidrasi ataupun imunokompromais.
Keluhan demam, demamnya naik turun 2 hari sebelum masuk RS. Demam tidak
disertai kejang ataupun menggigil, tidak ada tanda-tanda perdarahan (bintik-bintik merah, mimisan,),
Pasien juga mengeluh adanya sariawan yang banyak pada mulut, keluhan ini sudah
dirasakan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien sudah berobat di
puskesmas namun tidak ada perubahan. Keadaan imunokompromais pada pasien dapat
disebabkan oleh infeksi virus HIV, ataupun keganasan Kemungkinan imunokompromais dapat
diperkuat oleh adanya demam (>380C) persisten yang tidak dapat dijelaskan > 1 bulan dan pasien
mengalami infeksi,
Melalui anamnesis, didapatkan bahwa pasien merupakan anak pertama dari perkawinan orang
tuanya. Pasien berasal dari keluarga dengan sosioekonomi baik. Ibu dan ayah pasien pernah
diperiksa tes HIV, dan hasilnya (+), namun belum pernah mendapat ARV sebelumnya. Kedua
orang tua pasien kini sudah meninggal. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa pasien
memiliki risiko tertular infeksi HIV dari ibu pasien. selain itu, risiko tertular infeksi HIV pada pasien
ini semakin diperbesar karena selama kehamilan ibu pasien tidak pernah meminum ARV, pasien
lahir secara pervaginam, sejak lahir pasien mendapat ASI.
Pada literature disebutkan bahwa risiko transmisi vertikal meliputi: risiko saat kehamilan,
persalinan, dan menyusui. Selama kehamilan (tidak minum ARV), risiko transmisi sekitar 5-10%.
Untuk PMTCT (prevention mother to child transmission), semua ibu hamil diberikan ARV
pencegahan tanpa melihat jumlah CD4 atau limfosit, namun pada kasus ini ibu pasien tidak pernah
meminum ARV sebelumnya.
Risiko saat persalinan per vaginam 10-20%. Hal ini dapat terjadi karena saat terjadi kontraksi,
maka akan terjadi penekanan plasenta, sehingga kemungkinan akan terjadi pencampuran darah ibu
dan bayi, resiko meningkat jika ada infeksi (malaria, sifilis,chorioamnitis, dll), selain itu bayi mudah
terpapar dengan darah dan cairan servikovaginal.Paparan jalan lahir tergantung : kadar HIV cairan
vagina ibu & kadar CD4 pada ibu, lesi pada serviks atau vagina, perlukaan dinding vagina, infeksi
cairan ketuban, ketuban pecah dini (risiko meningkat 2 % tiap 1 jam setelah membran rupture,
persalinan premature, prosedur obstetric (amniotomy, episiotomy, forceps) yang dapat meningkatkan
pajanan terhadap darah & secret ibu. Pada kasus ini tidak diketahui status kesehatan ibu saat hamil
dan riwayat rinci persalinan ibu. Dalam literature disebutkan bahwa persalinan pervaginam dapat
dilakukan jika memenuhi persyaratan yaitu ibu minum ARV teratur, atau Muatan Virus/ Viral Load
tidak terdeteksi, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan muatan virus/ viral load pada usia
kehamilan 36 minggu ke atas. Selain itu ibu hamil dengan HIV (+) dianjurkan SC elektif (Sectio
Caesaria terjadwal dan sebelum terjadi tanda-tanda persalinan) karena menurunkan infeksi
HIVsampai 50% tanpa ARV dan sampai 80% dengan ARV (ZDV). Sectio Caesar dapat
menurunkan hingga 50-80% risiko transmisi.
Risiko transmisi dari ASI 10-20%. Pada kasus ini, didapatkan bahwa pada saat lahir lahir hingga
bayi mendapatkan ASI dari ibunya samapai umur 2 bulan. Pada teori disebutkan bahwa risiko
tambahan terhadap penularan HIV melalui pemberian ASI berkisar 10-20%, dan tingkat infeksi pada
bayi yang menyusui meningkat seiring dengan lamanya menyusu. Konsentrasi virus HIV pada
makrofag dan sel T yang terinfeksi, kadarnya lebih tinggi pada kolostrum, juga disebutkan bahwa
kandungan Cathepsin D pada ASI dapat meningkatkan replikasi virus dan modifikasi afinitas gp120
sebagai ko-reseptor. Selain itu risiko transmisi selama pemberian ASI juga tergantung dari status ibu
dan bayinya, apakah ada lesi yang dapat meningkatkan risiko. Jika ibu diketahui HIV (+) dan
status anak tidak diketahui, harus dilakukan konseling bagi ibu mengenai untuk perencanaan
pemberian susu pengganti dengansyarat AFASS. Berdasarkan hal yang disebutkan di atas, dapat
disimpulkan bahwa pasienmemiliki risiko sebesar 25-50% terinfeksi HIV dari ibunya
Dari pemeriksaan fisik lab bahwa Keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis, BB:
10,2, TB: 84, status gizi: kurang, TD: 110/80, S: 38.2 C, N:123x/m, P: 24x/m, bibir kering, mulut:
candidiasis.
Berdasarkan literature bahwa Stadium Klinis WHO untuk bayi dan anak dengan infeksi
HIV/AIDS yang sudah terbukti, (2006) 3
Dari hasil pemeriksaan lab :SGOT : 45 (6-30 U/L, CD4 ABSOLUT : 53 (410-1590), Elektrolit
darah N :135.02 (135.38-145.00 mmol/L), RDW-CV 15,7 %, LYM# 4,7,103/l, MXD# 1,5 103/l,
WBC 10,5 (4,0-10,0 103/ l),RBC 4,4 (3,80-6,50)106/l, HGB 11 (14-18 g/dl),
Selain itu juga didapatkan limfositosis. Limfositosis pada kasus ini masih
mungkin terjadi, karena pada anak umur < 5 tahun kadar limfosit tinggi pada
anak,sehingga pada anak umur < 5 tahun, kadar limfosit tidak ditentukan berdasarkan
jumlah absolute, melainkan berdasarkan persentasenya,
Berdasarkan literature CD4+ adalah parameter terbaik untuk mengukur
imunodefsiensi. Digunakan bersamaan dengan penilaian klinis. CD4+ dapat
menjadi petunjuk dini progresivitas penyakit karena nilai CD4+ menurun lebih
dahulu dibandingkan kondisi klinis. Pemantauan CD4+ dapat digunakan untuk
memulai pemberian ARV atau penggantian obat Makin muda umur, makin tinggi
nilai CD4+. Untuk anak< 5 tahun digunakan persentase CD4+. Bila 5 tahun,
persentase CD4+ dan nilai CD4+ absolut dapat digunakan. Ambang batas kadar
CD4+ untuk imunodefsiensi berat pada anak 1 tahun sesuai dengan risi mortalitas
dalam 12 bulan (5%). Pada anak < 1 tahun atau bahkan < 6 bulan, nilai CD4+ tidak
dapat memprediksi mortalitas, karena risiko kematian dapat terjadi bahkan pada nilai
CD4+ yang tinggi.

Hitung limfosit total (TLC) digunakan bila pemeriksaan CD4+ tidak tersedia
untuk kriteria memulai ART (imunodefsiensi berat) pada anak dengan stadium 2.
Hitung TLC tidak dapat digunakan untuk pemantauan terapi ARV. (Perhitungan TLC
= % limfosit X hitung total leukosit.)

Perjalanan HIV pada Anak


Cara dan waktu penularan infeksi HIV-1 pada anak mungkin selanjutnya
berkontribusi dengan laju progresi penyakit HIV.Autologous neutralizing antibody
(aNab) maternal terlibat sebagai faktor protektif melawan penularan HIV selama intra
uteri. Studi Bryson and colleagues[1] from the University of California at Los Angeles
menilai adanya antibody netralisir diantara 21 transmisi dan 17 non-transmisi ibu
yang tidak menerima sidovudine untuk mencegah transmisi ibu ke anak. Adanya
aNab (autologous neutralizing antibody) juga berhubungan dengan ketiadaan progresi
pada anak yang terinfeksi. Bayi yang mengalami progresi cepat selama 2 tahun
pertama kehidupan memiliki kadar aNab yang sangat rendah bahkan nol untuk
melawan virus yang ada atau yang telah berlalu. Sedangkan penyakit dengan progresi
intermediet awalnya menunjukkan tidak adanya kemampuan aNab, namun setelah 12
bulan menjadi mampu menetralisir virus. Anak dengan progresi lambat menunjukkan
peningkatan kemampuan menetralisir virus pada titer tinggi14.
Infeksi HIV-1 pada anak memiliki variasi, yang menyebabkan gejala dini pada
hampir 20% (progresi cepat).Kebanyakan anak menunjukkan progresi moderat
penyakit, dan sekelompok kecil menunjukkan asimptomatik selama beberapa
tahun.Beberapa faktor yang berpengaruh adalah karakteristik virus dan
pejamu.Mengenai faktor pejamu, literature menekankan pada peran gen CCR5 yang
mengkode permukaan sel, molekul reseptor kemokin yang berperan sebagai ko-
reseptor bagi makrofag-tropik strain HIV.Anak digolongkan ke dalam progressor
cepat, moderat, dan lambat berdasarkan gejala klinis yang timbul dalam 2 tahun
pertama kehidupan, umur 2-8 tahun, dan setelah umur 8 tahun. Multipel faktor dapat
mempengaruhi progresi penyakit HIV-1 pada anak selama infeksi perinatal, seperti
faktor infeksi utero versus intrapartum, status penyakit ibu saat kelahiran, pengobatan
dan profilaksis ibu dan bayi, dan HLA genotip 1115, 16.
Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosis
infeksi HIV. Secara garis besar dapat dibagi menjadi pemeriksaan serologik untuk
mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi
keberadaan virus HIV. Deteksi adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan
dengan isolasi dan biakan virus, deteksi antigen, dan deteksi materi genetik dalam
darah pasien.
Pemeriksaan yang lebih mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan terhadap
antibodi HIV. Sebagai penyaring biasanya digunakan teknik ELISA (enzyme-linked
immunoabsorbent assay), aglutinasi atau dot-blot immunobinding assay. Metode yang
biasanya digunakan di Indonesia adalah dengan ELISA. Hal yang perlu diperhatikan
dalam melakukan tes terhadap antibodi HIV ini yaitu adanya masa jendela. Masa
jendela adalah waktu sejak tubuh terinfeksi HIV sampai mulai timbulnya antibodi
yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan. Antibodi mulai terbentuk 4-8 minggu
setelah infeksi. Jadi jika pada masa ini hasil tes HIV pada seseorang yang sebenarnya
sudah terinfeksi HIV dapat memberikan hasil negatif. Untuk itu, jika kecurigaan akan
adanya resiko terinfeksi yang cukup tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan ulangan
bulan kemudian.
Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis harus
mendapatkan konseling pra tes. Hali ini harus dilakukan agar ia mendapat informasi
yang sejelas-jelasnya mengenai infeksi HIV/AIDS sehingga dapat mengambil
keputusan yang terbaik untuk dirinya serta lebih siap menerima apapun hasilnya
nanti. Untuk membritahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes. Jika hasil
positif akan diberi informasi mengenai pengobatan untuk memperpanjang masa tanpa
gejala dan mencegah penularan. Jika hasil negatif, akan diberikan informasi
bagaimana mempertahankan perilaku yang tidak berisiko.

Bagan penilaian awal dan tatalaksana HIV pada anak


Diagnosis HIV3
Diagnosis definitif infeksi HIV pada bayi dan anak membutuhkan uji
diagnostik yang memastikan adanya virus HIV. Uji antibody HIV mendeteksi adanya
antibody HIV yang diproduksi sebagai bagian respons imun terhadap infeksi HIV.
Pada anak usia 18 bulan, uji antibody HIV dilakukan dengan cara yang sama seperti
dewasa.
.

Bagan Diagnosis HIV Pada Bayi dan Anak 18 Bulan


Simpulan Prosedur Uji HIV
Pada usia 12 bulan, seorang anak yang diuji antibody HIV menggunakan ELISA
atau rapid, dan hasilnya negatif, maka anak tersebut tidak mengidap infeksi HIV
apabila dalam 6 minggu terakhir tidak mendapat ASI. Bila pada umur <18 bulan hasil
pemeriksaan antibody HIV positif. uji antibody perlu diulangi pada usia 18 bulan
untuk menyingkirkan kemungkinan menetapnya antibodi maternal. Bila pada usia 18
bulan hasilnya negatif, maka bayi tidak mengidap HIV asal tidak mendapat ASI
selama 6 minggu terakhir sebelum tes. Untuk anak > 18 bulan, cukup gunakan ELISA
atau rapid test.
Penatalaksanaan17

Bagan pemberian kotrimoksazol pada bayi yang lahir dari ibu HIV
positif

Obat ARV terdiri dari 3 golongan utama:nucleoside reverse transcriptase


inhibitor (NRTI), nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitor (NNRTI), dan protease inhibitor (PI).
Baku pengobatan adalah triple therapy.WHO merekomendasikan bahwa rejimen
lini pertama adalah 2 NRTI ditambah 1 obat NNRTI. EFV (efavirenz) adalah pilihan
NNRTI untuk anak yang diberi rifampisin
Pilihan terapi lini-pertama untuk pasien anak adalah (d4T atau AZT) + 3TC +
suatu NNRTI (NVP atau EFV).dengan alasan sama seperti telah dibahas pada rejimen
awal untuk dewasa. Kelemahannya adalah bahwa EFV tidak dapat digunakan
untuk anak berumur kurang dari 3 tahun karena kurang sesuainya formulasi dan
informasi dosisnya, masalah tersebut masih dalam penelitian.Konsekuensinya, anak
berumur kurang dari 3 tahun atau berat badannya kurang dari 10 kg, pilihan NNRTI
jatuh pada NVP. Penggunaan AZT/3TC/ABC sebagai terapi lini-pertama saat ini
bergeser sebagai alternatif lini-kedua, karena temuan hasil penelitian dari ACTG
A5095 pada dewasa, masih ditunggu data lebih lanjut.
Pilihan NNRTI untuk anak yang butuh ART tetapi juga perlu atau sedang
mendapat obat anti-TB yang mengandung rifampisin jatuh pada EFV. Untuk anak
berumur kurang 3 tahun yang membutuhkan ART dan anti-TB, perlu
menggunakan AZT/3TC/ABC, karena SQV/r tidak tersedia formula yang tepat
untuk anak dalam kelompok umur ini. Diperlukan pemantauan terhadap
hipersensitifitas terhadap ABC. SQV/r terutama untuk anak yang lebih besar yang
dapat menerima dosis dewasa (yaitu anak dengan berat badan >25kg).
Tanda klinis yang penting sebagai respon terhadap pengobatan ARV pada anak
adalah: adanya kemajuan tumbuh kembang anak yang pernah mengalami gangguan,
perbaikan gejala neurologi dan perkembangan anak yang pernah mengalami
keterlambatan perkembangan mental atau ensefalopati, dan/atau menurunnya
frekuensi penyakit infeksi yang dialami (seperti infeksi bakterial, kandidiasis oral,
dan/atau infeksi oportunistik lain). Pemantauan laboratorium pada anak yang
mendapat ART sama dengan yang direkomendasikan pada ODHA dewasa. Dengan
tambahan pada pemantauan klinis terapi ARV pada anak sebaiknya juga dilakukan
pemantauan:
Gizi dan status gizi;
Perkembangan berat badan dan tinggi badan;
Tumbuh kembang anak;
Alasan mengganti ART pada bayi dan anak
Prinsip dasar penggantian terapi pada anak hampir sama dengan yang diterapkan
pada ODHA dewasa, demikian juga penatalaksanaan toksisitas obat. Bila dapat
teridentifikasi obat dalam rejimen yang berhubungan dengan reaksi toksik, maka obat
tersebut dapat diganti dengan obat lain yang tidak memiliki efek samping yang sama.
Tanda klinik untuk kegagalan terapi pada anak adalah: lambatnya tumbuh kembang
anak, atau kemunduran dalam pertumbuhan anak yang awalnya memberikan respon
terhadap terapi; tiadanya perkembangan neurologis anak atau berkembangnya
ensefalopati; dan kambuhnya penyakit infeksi, seperti kandidiasis oral, yang tidak
mempan oleh pengobatan. Penggantian obat jangan didasarkan atas kriteria klinis
semata, seharusnya kesimpulan bahwa ada kegagalan ART diambil setelah anak
mendapatkan terapi yang cukup lama (contoh, anak harus telah mendapatkan rejimen
ARV tersebut paling sedikit 24 minggu).Oleh karena penurunan jumlah mutlak CD4
sangat tergantung pada umur sampai anak berumur 6 tahun, sangat sulit untuk menilai
adanya kegagalan terapi pada anak yang lebih muda. Setelah umur 6 tahun jumlah
CD4 hampir mencapai jumlah dewasa dan CD4 dapat dipakai sebagai dasar
kriteria.Untuk memantau respon terhadap terapi dipakai persentase CD4 oleh karena
variasinya lebih kecil dan tidak tergantung pada umur. Belum ada data yang pasti
tentang penggunaan limfosit total untuk mengevaluasi hasil ART pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, WHO,2008


2. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. Editor Sudoyo AW, dkk. Edisi 4. Jakarta: FKUI; 2006. Hal 1825-
1830.
3. Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di
Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2008
4. Program nasional bagi anak indonesiakelompok
penanggulanganHIV/AIDS. http://www.bappenas.go.id/index.php?
module=filemanager&func=download&pathext=contentexpress/kpp/pnba/buku
%20iii/&view=iv.%20buku%20iii%20penanggulangan%20hiv%20aids%20-
%20final.rtf
5. Widodo J. Artikel: HIV Mengancam Anak Indonesia. Rumah sakit Bunda
Jakarta.15 Jul 2005. http://www.pdpersi.co.id/?
show=detailnews&kode=946&tbl=artikel
6. Fazidah AS. AIDS dan upaya penanggulangannya di Indonesia. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
http://library.usu.ac.id/modules.php?
op=modload&name=Downloads&file=index&req=getit&lid=949.www.medscape
.com/viewarticle/416415_1
7. Whittle H, Ariyoshi K, Rowland-Jones S. HIV-2 and T Cell Recognition. Current
Op in Immunol 1998; 10 : 383.
8. Draft panduan pelayanan medis. Departemen ilmu kesehatan anak RSCM.
2007
9. Bagus Rahmat Prabowo. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari ibu
ke anak terkinni, symposium setengah ahri informasi pengobatan HIV terkini.
Juni 2009. Atmajaya, Jakarta. http://spiritia.or.id/art/bacaart.php?artno=3003
10. Muh.Ilhamy. Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke Bayi. Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Ditjen Bina Kesmas, Depkes RI.
11. Sumber: Presentation : Infant Feeding and HIV & AIDS Preventing Mother to
Child Transmission
12. Suresh Rangarajan. Antiretroviral Therapy for the Prevention of Mother-to-Child
Transmission of HIV-1. UCSD Med-Peds. June 2008
13. Karin A Nielsen. The HIV Cycle and the early life cycle: disease progression in
children. Published: 03/13/2003; Updated: 03/24/2003.
http://cme.medscape.com/viewarticle/450737

Anda mungkin juga menyukai