Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik dengan gejala berupa

proteinuria massif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin

sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik 2+), hipoalbuminemia 2,5 g/dL, edema, dan

dapat disertai hiperkolesterolemia. 1,2

Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris

adalah 2-4 kasus baru per 100.000 anak per tahun.1 Di negara berkembang

insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun, dengan

perbandingan pria : wanita = 2 : 1. 1,3

Penyebab pasti SN belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu

penyakit autoimun. Jadi, merupakan suatu reaksi antigen antibodi. Berdasarkan

etiologinya SN dapat dibagi menjadi 1) SN bawaan (kongenital), hal ini jarang

dijumpai dan bersifat autosomal, 2) SN primer/idiopatik yang berhubungan yang

disebabkan oleh penyakit tertentu, seperti; DM, amiloidosis, hepatitis B, malaria,

sckistosoma, lepra, sifilis dan lain-lain. 1,2,3

Pada SN terjadi hipoalbuminemia, hal ini disebabkan oleh meningkatnya

ekskresi albumin dalam urin dan meningkatnya degradasi dalam tubulus renal

yang melebihi daya sintesis hati. 3,4

Ada 2 teori mengenai patofisiologi terjadinya edema pada SN; teori

underfille dan teori overfille. Pada teori underfille dijelaskan pembentukan edema

terjadi karena hipoalbuminemia, akibat kehilangan protein melalui urin.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, yang

1
merupakan transudasi cairan dari ruang inravaskular ke interstitiel. Penurunan

volume intravascular menyebabkan penurunan tekanan perfusi ginjal, sehingga

terjadi pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang merangsang

reabsorpsi natrium di tubulus distal. Penurunan volume intravaskular juga

merangsang pelepasan ADH yang mempertinggi penyerapan air dalam duktus

kolektivus. Karena tekanan onkotik kurang maka cairan dan natrium yang telah

direabsorpsi masuk kembali ke ruang interstitial sehingga memperberat edema. 3,4

Sedangkan pada teori overfille dijelaskan retensi natrium dan air diakibatkan

karena mekanisme intra renal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik

perifer. Serta adanya agen dalam sirkulasi yang meningkatkan permeabilitas

kapiler di seluruh tubuh serta ginjal. Retensi natrium primer akibat defek

intrarenal ini menyebabkan ekspansi cairan plasma dan cairan ekstraselular.

Edema yang terjadi diakibatkan overfilling cairan ke dalam ruang interstitiel. 3,4

Gejala klinis SN adalah edema. Dimana edema merupakan gejala klinis

yang paling menonjol, kadang-kadang mencapai 40% dari pada berat badan dan

didapatkan anasarka. Edema biasanya diawali pada wajah dan palpebra, kemudian

pada perut (asites) karena adanya akumulasi cairan di intraperitoneal dan kaki

serta edema scrotum. Selain itu, dapat pula terjadi sesak napas karena adanya

cairan pada rongga pleura (efusi pleura) ataupun akibat tekanan abdominal yang

meningkat akibat asites. Pada asites yang berat dapat terjadi hernia umbilikalis

dan prolaps ani. 1,5

Seringkali cairan yang menyebabkan edema dipengaruhi oleh gaya gravitasi

sehingga bengkak dapat berpindah-pindah. Saat malam cairan terakumulasi di

2
tubuh bagian atas seperti kelopak mata. Disaat siang hari cairan terakumulasi di

bagian bawah tubuh yaitu tungkai bawah. Selama edema masih banyak, biasanya

produksi urin berkurang. Penderita sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Selain

edema juga dapat dijumpai proteinuria massif (> 50 mg/kgBB), hipoalbuminemia

< 2,5 gr/dl, hiperkolesterolemia (> 250 mg/dl). Selain gejala-gejala tersebut di atas

gejala lain yang dapat dijumpai pada penderita SN adalah anoreksia, fatique, nyeri

abdomen dan berat badan meningkat dari sebelumnya. 1,5,

Pengobatan SN menurut ISKDC (International Study of Kidney Disease in

Children) yaitu; pengobatan dengan kortikosteroid (prednison) dimulai dengan

dosis 2 mg/kgBB/hari dibagi menjadi tiga atau empat dosis. Waktu yang

dibutuhkan untuk berespon dengan prednison sekitar 2 minggu, responnya

ditetapkan pada saat urin bebas protein 3 hari berturut-turut. Jika anak berlanjut

menderita proteinuria (+2 atau lebih) setelah 1 bulan pemberian prednison dosis

terbagi secara terus menerus setiap hari, maka disebut resisten steroid dan

mengindikasi dilakukan biopsi ginjal untuk menentukan penyebab penyakit yang

tepat. Lima hari setelah urin bebas protein (negatif, sedikit sekali atau +1 pada

dipstick) dosis prednison diubah menjadi 60 mg/hari diberikan selang sehari

sebagai dosis tunggal bersamaan dengan makan pagi. Setelah periode selang

sehari tersebut, prednison dapat dihentikan secara mendadak. 1,3

Sedangkan pengobatan suportif pada SN yaitu; 1). Pemberian diit tinggi

protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap kontra indikasi karena akan

menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein

(hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerulus. Jadi cukup

3
diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily

allowances) yaitu 2 g/kgBB/hari. Diit rendah protein akan menyebabkan

malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Diit rendah

garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak penderita edema.2). Pengobatan

terhadap edema; dapat diberikan diuretic (furosemid) dengan dosis 1-2

mg/kgbb/hari, 3). Hiperlipidemia; dapat diberikan obat penghambat HMG-CoA

reduktase seperti simvastatin, lovastatin dan pravastatin. 1,3

Komplikasi dari SN dapat terjadi: (1,3)

1. Infeksi sekunder, dan paling sering adalah selulitis dan peritonitis

2. Hipokalsemia, terjadi karena penggunaan steroid jangka panjang yang

menimbulkan osteoporosis dan karena kebocoran metabolit vitamin D

3. Hipovolemia, akibat pemberian diuretik yang berlebihan dengan gejala

hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin dan sering disertai sakit perut

4. Penyulit lain yang dapat terjadi diantaranya hipertensi, gagal ginjal akut,

gagal ginjal kronik (setelah 5-15 tahun).

Prognosis sindrom nefrotik bervariasi tergantung pada tipe kelainan

histopatologi. Prognosis untuk SN kongenital adalah buruk, pada banyak kasus

dalam 2-18 bulan akan terjadi kematian karena gagal ginjal. Sedangkan prognosis

SN dengan kelainan minimal glomerulus sangat baik. Karena pada kebanyakan

anak berespon terhadap steroid; sekitar 50% mengalami 1-2 kali relaps dalam 5

tahun dan 20% dapat relaps dalam kurun waktu 10 tahun setelah didiagnosis.

Hanya 30% anak yang tidak pernah relaps. 1,3

4
BAB II

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN

a. Nama : An. A
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. umur : 29 Juni 2009/ 8 Tahun 10 blan
d. Agama : Islam
e. Kebangsaan : Indonesia
f. Suku bangsa : Poso
g. Nama ibu : Ny. Bela Umur : 30
h. Nama ayah : Tn. Alamsyah Umur : 33
i. Pekerjaan ayah : Wiraswasta
j. Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga
k. Alamat : Desa Matako Kabupaten Poso
l. No. Telp :-
m. Dikirim oleh : RSUD Poso
n. Masuk dengan diagnose : Sindroma Nefrotik Relaps
o. Tanggal /jam masuk rumah sakit : 26 April 2017 / 22.40
p. Masuk ke ruangan : Nuri Bawah bed 8
q. Diagnosis : Sindroma Nefrotik Idiopatik
r. Anamnesis : oleh ibu pasien
s. Anak : Ke 1 dari 3 bersaudara
t. Tanggal lahir : 29 Juni 2009
u. Partus / oleh : Normal / bidan

22
FAMILY TREE

Ayah Ibu

= Laki- laki
Anak = Perempuan
= Meninggal
Penderita Laki-laki Perempuan

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : bengkak


2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk dengan keluhan bengkak yang dialami sejak 2 minggu yang lalu,
hal ini timbul tiba-tiba dan timbul dipagi hari. Awalnya hanya bengkak pada
kelopak mata dipagi hari tetapi lama kelamaan perutnya juga mulai bengkak dan
sampai dikaki. Ibu pasien juga mengatakan bahwa anaknya hanya kencing sedikit
saja. Awalnya sempat dibawa ke RS Poso dan diberikan vip albumin sachet tetapi
bengkak tidak turun sehingga dirujuk ke RSU Anutapura Palu.
Demam tidak ada, sakit kepala tidak ada, batuk tidak ada, mual tidak ada,
muntah tidak ada, sesak tidak ada, tidak ada nyeri otot dan sendi. Buang air besar
(BAB) seperti biasa. Gejala ini baru pertama kali dialami oleh pasien.

23
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Pasien belum pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya.

4. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga dirumah yang sakit serupa. Tidak ada keluarga yang
memiliki riwayat alergi, asma, diabetes, tekanan darah tinggi serta penyakit
lainnya.

5. Riwayat kebiasaan dan lingkungan :


Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering mengkonsumsi teh gelas > 5
gelas/ hari dan tidak suka minum air putih. Setiap habis makan selalu
minumannya adalah teh gelas.

6. Riwayat Sosial Ekonomi :

Anak tinggal di jalan Niaga. Lingkungan rumah dekat pasar merupakan


lingkungan padat penduduk dan berpolusi tinggi. Status sosial ekonomi anak
masuk dalam kategori menengah. Pembiayaan perawatan di rumah sakit
menggunakan BPJS.

7. Riwayat Kehamilan :
1) Riwayat ANC lengkap
2) Riwayat sakit saat awal kehamilan tidak ada
3) Riwayat sakit dan hipertensi saat kehamilan : -

8. Riwayat Persalinan :
1) Anak lahir spontan dirumah bersalin dengan BB lahir 3000 gr dan PB : 48 cm
2) Saat lahir anak langsung menangis, kebiruan dan kuning patologis saat lahir
(-) dan gerak bebas

24
9. Kemampuan dan kepandaian bayi :
1) Membalik : 3 bulan
2) Tengkurap : 4 bulan
3) Duduk : 6 bulan
4) Merangkak : 8 bulan
5) Berdiri : 1 tahun
6) Berjalan : 1 tahun 2 bulan
7) Tertawa : 1 tahun
8) Berceloteh : 1 tahun 2 bulan
9) Memanggil papa : 11 bulan

10. Penyakit yang sudah pernah di alami:


1) Morbili : (-)
2) Varicella : (-)
3) Pertussis : (-)
4) Diare : (-)
5) Cacing : (-)
6) Batuk / pilek : (+) sering
7) Lain lain : (-)

11. Anamnesis Makanan :


Anak meminum ASI (air susu ibu) sejak lahir sampai berumur 6 bulan. Saat
anak memasuki usia 7 bulan diberikan juga makanan tambahan seperti bubur
saring. Saat anak memasuki umur 1 tahun mulai diberikan makanan padat.

12. Riwayat imunisasi :


1) BCG : 1 kali pemberian (1 bulan)
2) POLIO : 4 kali pemberian (lahir - 2 bulan 4 bulan - 6 bulan)
3) DTP : 3 kali pemberian (2 bulan - 4 bulan 6 bulan)
4) HEPATITIS B : 3 kali pemberian (lahir - 1 bulan 6 bulan)
5) CAMPAK : 1 kali pemberian (9 bulan)
Imunisasi pada pasien ini lengkap.

25
13. Ikhtisar Penyakit menurut status UGD
1) Bengkak seluruh badan sejak 2 minggu yang lalu
2) Sedikit kencing (+)
3) Dirujuk dari RS Poso karena bengkak yang tidak turun setelah pemberian Vip
Albumin sachet

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Sakit sedang


1) Status Gizi : Gizi baik (CDC = 95 %)
2) Sianosis : Tidak ditemukan
3) Ikterus : Tidak ditemukan
4) Kejang : Tidak ditemukan
5) Anemia : Tidak ditemukan
6) Kesadaran : Compos Mentis
7) Denyut nadi : 96 Kali/men
8) Suhu : 36,9o C
9) Respirasi : 26 kali/menit
10) TD : 100/70 mmHg

2. Berat Badan : 23 kg (BB koreksi 20 kg)


3. Tinggi Badan : 125 cm
4. Lingkar Kepala : 58 cm (Normocephal)
5. Kulit
1) Warna : putih
2) Efloresensi : tidak ditemukan
3) Pigmentasi : tidak ditemukan
4) Jaringan parut : tidak ditemukan
5) Lapisan lemak : tidak ditemukan
6) Lain-lain : tidak ditemukan
7) Tonus : baik

26
8) Turgor : < 2 detik
9) edema : Edema periorbita, pretibia, pitting edem (+)
6. Kepala
1) Wajah : Bulat (+), kesan edema, edema periorbital (+)
2) Deformitas : Tidak ada
3) Bentuk : Normocephal
4) Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut
5) Ubun ubun besar : Menutup
7. Mata
1. Exopthalmus : Tidak ditemukan
2. Tekanan Bola Mata : Palpasi normal
3. Konjungtiva : Anemis -/-
4. Sklera : Ikterik -/-
5. Corneal refleks : Positif
6. Pupil : Isokor, RCL+/+, RCTL+/+
7. Lensa : jernih
8. Fundus : tidak dilakukan
9. Visus : tidak dilakukan
10. Gerakan : baik kesegala arah

11. Telinga : Othore (-)


12. Hidung : Rhinore (-)
13. Mulut
1) Bibir : basah
2) Lidah : kotor (-)
3) Gigi : tidak ada kelainan
4) Selaput mulut : basah
5) Gusi : perdarahan (-)
6) Bau pernapasan : tidak berbau
7) Tenggorokan : hiperemis (-)
a. Tonsil : T1/T1 Hiperemis (-)
b. Pharynx : Hiperemis (-)

27
14. Leher
1) Trachea : letak di tengah
2) Kelenjar : pembesaran KGB (-), thiroid (-)
3) Kaku kuduk : tidak dilakukan
4) Dan lain lain : tidak dilakukan
15. Thorax
1) Bentuk : simetris bilateral
2) Rachitic rosary : tidak ditemukan
3) Ruang intercosta : tidak melebar
4) Pericordial bulding : tidak ditemukan
5) Lain-lain : tidak ditemukan
6) Xiphosternum : tidak ditemukan
7) Hamstons grove : tidak ditemukan
8) Pernapasan paradoxal : tidak ditemukan
9) Retraksi : tidak ditemukan
16. Paru-paru
1) Inspeksi : Simetris, retraksi (-), massa (-), sikatriks (-)
2) Palpasi : Vokal fremitus (+) sama kiri kanan, Nyeri tekan (-)
3) Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
4) Auskultasi : Bunyi vesikular (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
17. Jantung
1) Detak jantung : 96 kali / menit
2) Ictus cordis : Ictus Cordis tampak dan teraba pada SIC V linea
midclavicula sinistra
3) Batas kiri : SIC V linea midclavicula sinistra
4) Batas kanan : SIC V linea Parasternal dextra
5) Batas atas : SIC II linea midclavikula sinistra
6) Bunyi jantung apex :
7) Bising jantung : tidak ditemukan

28
18. Abdomen
1) Bentuk : Cembung (+), massa (-), distensi (-), sikatris (-)
2) Lain-lain : peristaltik (+), kesan normal, ascites (+), perkusi
` redup (+) shifting dullnes (+)
3) Lien : tidak teraba
4) Hepar : tidak teraba
19. Genital : Labia mayor edema (-)
20. Kelenjar : tidak ada pembesaran KGB
21. Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat (+).
Edema (+/+) pretibial
22. Tulang belulang : Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-)
23. Otot-otot : Atrofi (-), eutrofi (+)
24. Refleks : Refleks fisiologis normal, patologis (-)

Laboratorium :
Darah Lengkap
RBC = 4,1 x106 /m2 Nilai rujukan 4.8 10.8 106 /m2
WBC = 9,2 x103/ m2 Nilai rujukan 4 10 x103/ m2
HGB = 11,7 g/dl Nilai rujukan 14-18 g/dl
HCT = 31,7 % Nilai rujukan 42-52 %
PLT = 366x103/ m2 Nilai rujukan 150-450 x 103/Ul

Kimia Darah
Lemak :
Kolesterol : 554 Nilai rujukan < 200 mg/dl
Faal ginjal :
Ureum : 21 Nilai rujukan10,0-50,0 mg/dl
Creatinin : 0,38 Nilai rujukan 0,70 1,20 mg/dl
Faal hati :
Total Protein : 2,7 Nilai rujukan6,6 - 8,7 mg/dl

29
Albumin : 1,6 Nilai rujukan 3,4 4,8 mg/dl
Urinalisis
PH 6,0 Nilai rujukan 4,8-8,0
BJ 1,020 Nilai rujukan 1,003-1,022
Protein +3 Nilai rujukan Negatif
Reduksi - Nilai rujukan Negatif
Urobilinogen - Nilai rujukan Negatif
Bilirubin - Nilai rujukan Negatif
Keton - Nilai rujukan Negatif
Nitrit - Nilai rujukan Negatif
Blood - Nilai rujukan Negatif
Leukosit - Nilai rujukan Negatif
Sedimen
- Leukosit 1-2 Nilai rujukan 0-5
- Eritrosit 0-1 Nilai rujukan 0-3
- Kristal Ca Oxalat - Nilai rujukan Negatif
- Granula - Nilai rujukan Negatif
- Epitel sel + Nilai rujukan Negatif
- Hyfa - Nilai rujukan Negatif
- Amoeba - Nilai rujukan Negatif

Resume :
Pasien masuk dengan keluhan edema yang dialami sejak 2 minggu yang lalu,
hal ini timbul tiba-tiba dan timbul dipagi hari. Awalnya hanya edema pada
periorbita, kemudian abdomen dan pretibia.
Pasien juga mengalami oligouri sejak gejala edema dialami, ibu pasien
mengatakan bahwa pasien sering mengkonsumsi teh gelas > 5 tiap hari, dan tidak
suka minum air putih. Gejala ini baru pertama kali dialami dan tidak ada keluarga
yang mengalami hal yang sama.

30
Pada pemeriksaan fisis didapatkan : Keadaan Umum : Sakit Sedang, kesadaran
: kompos mentis, BB : 23 kg (BB koreksi 20 kg), TB : 125 cm, Status gizi : Gizi
baik (CDC = 95%). Pada pemeriksaan fisik kepala : edema palpebra +/+, paru -
paru : auskultasi : vesikuler (+/+), Jantung : auskultasi : BJ I/II Reguler, abdomen
tampak cembung, asites (+), Perkusi : redup (+) Shifting dullness (+),dan
ekstremitas bawah : edema pretibial +/+ ( pitting edema ).

Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin dalam batas normal, Kimia darah
Kolesterol : 554 (kolesterolemia). Faal hati total protein : 2,7 (hipoproteinemia)
dan albumin : 1,6 (hipoalbuminemia) Urinalalisis : protein +3 (proteinuri masif)

Diagnosis Kerja : Sindrom Nefrotik Idiopatik

Diagnosis Banding : Glomerulonefritik akut

Terapi :
- IVFD RL mikrodrip arnet
- Prednison 5 mg 3-3-2 tab
- El kana Cl syr 1 x 1 cth
- Vip albumin 1 x 1 sachset
- Zink 20 mg 1x1 tab

31
FOLLOW UP

TANGGAL 27 APRIL 2017 (Perawatan hari ke-2)

S : Panas (-), batuk (-), sesak (+) kadang-kadang, muntah (-), nyeri
perut (-), dan BAB/BAK lancar

O : Keadaan umum : Sakit sedang


Tanda vital : Suhu : 36,8 0C
Nadi : 92 kali/menit
Pernafasan : 24 kali/menit
TD : 110/70 mmHg
BB : 23 kg (BB koreksi 20 kg)
TB : 125 cm
Status gizi : Gizi baik (CDC = 95%)

Kepala : Palpebra : Edema +/+ berkurang


Abdomen : Inspeksi : Cembung, Asites (+)
Perkusi : Shifting dullness (+) redup (+)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-)

Ekstremitas bawah : Edema pretibial (+/+)

A : Sindrom Nefrotik

P :
- IVFD RL 10 asnet
- Diit Rendah garam tinggi protein 1800 kkal/hari
- Inj. Ceftriaxone 500mg/12mg/IV
- Prednison 5 mg 3-3-2 tab
- Vip Albumin sachet 1/12 jam PO
- Elkana Cl syr 1x1 cth
- Zink 20 mg tab 1x1 tab

32
TANGGAL 28 APRIL 2017 (Perawatan hari ke-3)

S : Panas (-), batuk (-), mual (+), muntah (-),edema (+), kadang sesak
(+), dan BAB/BAK lancar

O : Keadaan umum : Sakit sedang


Tanda vital : Suhu : 3,4 0C
Nadi : 92 kali/menit
Pernafasan : 26 kali/menit
TD : 110/80 mmHg
BB : 23 kg (BB koreksi 20 kg)
Kepala : Palpebra : Edema +/+
Abdomen : Inspeksi : Cembung, Asites (+)
Perkusi : Shifting dullness (+)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-)
Ekstremitas bawah : Edema pretibial +/+ (pitting edema)

A : Sindrom Nefrotik
P :
- IVFD RL mikro drip arnet
- Diit bebas garam tinggi protein 1800 kkal/hari
- Inj. Ceftriaxone 500 mg/12mg/IV
- Prednison 5 mg 3-3-2 tab
- Elkana Cl syr 1x1 cth
- Zink 20 mg tab 1x1 tab (3)
- Inj Ranitidin 25 mg/12 jam K/P mual

TANGGAL 29 APRIL 2017 (Perawatan hari ke-4)

S : Panas (-), batuk (-),mual (-), muntah (-), bengkak (+) ,.


BAB/BAK lancar

O : Keadaan umum : Sakit sedang


Tanda vital : Suhu : 36,8 0C
Nadi : 98 kali/menit
Pernafasan : 24 kali/menit
TD : 100/70 mmHg
BB : 23 kg (BB koreksi 20 kg)

33
Status gizi : Gizi baik (CDC = 95%)
Kepala : Palpebra : Edema +/+
Abdomen : Inspeksi : Cembung, Asites (+)
Perkusi : Shifting dullness (+)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-)
Genitalia : Edema labium (-)
Ekstremitas bawah : Edema pretibial (-)

A : Sindrom Nefrotik

P :

- Diit bebas garam tinggi protein 1800 kkal/hari


- Obs. infus
- Prednison 5 mg 3-3-2 tab
- Elkana Cl syr 1x1 cth
- Zink 20 mg tab 1x1 tab (4)
- Takar urine

TANGGAL 30 APRIL 2017 (Perawatan hari ke-5)

S : Panas (-), batuk (-), mual (-), muntah (-), bengkak sudah turun,
sesak (+). BAB/BAK lancar

O : Keadaan umum : Sakit sedang


Tanda vital : Suhu : 36,5 0C
Nadi : 81 kali/menit
Pernafasan : 24 kali/menit
TD : 110/70 mmHg
BB : 23 kg (BB koreksi 20 kg)
Kepala : Palpebra : Edema (-)
Abdomen : Inspeksi : Asites (-)
Perkusi : Shifting dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-)
Ekstremitas bawah : Edema pretibial -/-

A : Sindrom Nefrotik

34
P :
- Diit bebas garam tinggi protein 1800 kkal/hari
- Obs. infus
- Prednison 5 mg 3-3-2 tab
- Elkana Cl syr 1x1 cth
- Zink 20 mg tab 1x1 tab (5)
- Takar urine

TANGGAL 1 mei 2017 (Perawatan hari ke-6)

S : Bengkak sudah turun, Panas (-), batuk (-), mual (-), muntah (-)
,sesak (-). BAB/BAK lancar

O : Keadaan umum : Sakit sedang


Tanda vital : Suhu : 36,5 0C
Nadi : 81 kali/menit
Pernafasan : 24 kali/menit
TD : 110/70 mmHg
BB : 22 kg (BB koreksi 20 kg)
Kepala : Palpebra : Edema (-)
Abdomen : Inspeksi : Asites (-)
Perkusi : Shifting dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-)
Ekstremitas bawah : Edema pretibial -/-

A : Sindrom Nefrotik Idiopatik

P :
- Diit bebas garam , protein normal sesuai RDA
- Obs. infus
- Prednison 5 mg 3-3-2 tab
- Elkana Cl syr 1x1 cth
- Zink 20 mg tab 1x1 tab (6)
- Cek UL 3 hari berturut-turut

35
Hasil Urinalisis tgl 1 Mei 2017

PH 7,0 Nilai rujukan 4,8-8,0


BJ 1,005 Nilai rujukan 1,003-1,022
Protein - Nilai rujukan Negatif
Reduksi - Nilai rujukan Negatif
Urobilinogen - Nilai rujukan Negatif
Bilirubin - Nilai rujukan Negatif
Keton - Nilai rujukan Negatif
Nitrit - Nilai rujukan Negatif
Blood - Nilai rujukan Negatif
Leukosit - Nilai rujukan Negatif
Sedimen
- Leukosit 2-3 Nilai rujukan 0-5
- Eritrosit 0-1 Nilai rujukan 0-3
- Kristal Ca Oxalat - Nilai rujukan Negatif
- Granula - Nilai rujukan Negatif
- Epitel sel + Nilai rujukan Negatif
- Hyfa - Nilai rujukan Negatif
- Amoeba - Nilai rujukan Negatif

TANGGAL 2 mei 2017 (Perawatan hari ke-7)

S : Bengkak(-), panas (-), batuk (-), mual (-), muntah (-) ,sesak (-).
BAB/BAK lancar

O : Keadaan umum : Sakit sedang


Tanda vital : Suhu : 37,1 0C
Nadi : 98 kali/menit
Pernafasan : 24 kali/menit
TD : 110/80 mmHg
BB : 22 kg (BB koreksi 20 kg)
Kepala : Palpebra : Edema (-)
Abdomen : Inspeksi : Asites (-)

36
Perkusi : Shifting dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-)
Ekstremitas bawah : Edema pretibial -/-

A : Sindrom Nefrotik Idiopatik

P :
- Diit bebas garam , protein normal sesuai RDA
- Obs. infus
- Prednison 5 mg 3-3-2 tab
- Elkana Cl syr 1x1 cth
- Zink 20 mg tab 1x1 tab (7)
- Cek UL (2/5/17)

Hasil Urinalisis tgl 2 Mei 2017

PH 7,0 Nilai rujukan 4,8-8,0


BJ 1,005 Nilai rujukan 1,003-1,022
Protein - Nilai rujukan Negatif
Reduksi - Nilai rujukan Negatif
Urobilinogen - Nilai rujukan Negatif
Bilirubin - Nilai rujukan Negatif
Keton - Nilai rujukan Negatif
Nitrit - Nilai rujukan Negatif
Blood - Nilai rujukan Negatif
Leukosit - Nilai rujukan Negatif
Sedimen
- Leukosit 2-3 Nilai rujukan 0-5
- Eritrosit 0-1 Nilai rujukan 0-3
- Kristal Ca Oxalat - Nilai rujukan Negatif
- Granula - Nilai rujukan Negatif

37
- Epitel sel + Nilai rujukan Negatif
- Hyfa - Nilai rujukan Negatif
- Amoeba - Nilai rujukan Negatif

TANGGAL 3 mei 2017 (Perawatan hari ke-8)

S : Bengkak sudah turun, Panas (-), batuk (-), mual (-), muntah (-)
,sesak (-). BAB (+), BAK(+)

O : Keadaan umum : Sakit sedang


Tanda vital : Suhu : 370C
Nadi : 100 kali/menit
Pernafasan : 22 kali/menit
TD : 110/80 mmHg
BB : 22 kg (BB koreksi 20 kg)
Kepala : Palpebra : Edema (-)
Abdomen : Inspeksi : Asites (-)
Perkusi : Shifting dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-)
Ekstremitas bawah : Edema pretibial -/-

A : Sindrom Nefrotik Idiopatik

P :
- Diit bebas garam , protein normal sesuai RDA
- Obs. infus
- Prednison 5 mg 3-3-2 tab
- Elkana Cl syr 1x1 cth
- Zink 20 mg tab 1x1 tab (8)
- Cek UL (3/5/17), protein (-) BLPL

38
Hasil Urinalisis tgl 3 Mei 2017

PH 7,5 Nilai rujukan 4,8-8,0


BJ 1,005 Nilai rujukan 1,003-1,022
Protein - Nilai rujukan Negatif
Reduksi - Nilai rujukan Negatif
Urobilinogen - Nilai rujukan Negatif
Bilirubin - Nilai rujukan Negatif
Keton - Nilai rujukan Negatif
Nitrit - Nilai rujukan Negatif
Blood - Nilai rujukan Negatif
Leukosit - Nilai rujukan Negatif
Sedimen
- Leukosit 3-5 Nilai rujukan 0-5
- Eritrosit 0-1 Nilai rujukan 0-3
- Kristal Ca Oxalat - Nilai rujukan Negatif
- Granula - Nilai rujukan Negatif
- Epitel sel + Nilai rujukan Negatif
- Hyfa - Nilai rujukan Negatif
- Amoeba - Nilai rujukan Negatif

Pasien boleh pulang setelah keadaan pasien membaik dan hasil urinalisis
proteinuria (-) 3 hari berturut-turut.

39
BAB III

DISKUSI KASUS

Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun masuk RSU. Anutapura Palu pada
tanggal 25 APRIL 2017, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis
didapatkan:
- Keluhan utama berupa bengkak seluruh badan atau sembab
- Lokasi sembab pada daerah kelopak mata (palpebra), perut, lengan, tungkai,
dan genitalia (skrotum)

Berdasarkan hal diatas diagnosis sementara yang dapat ditegakkan pada kasus
ini adalah sindrom nefrotik (SN). Untuk lebih memastikannya maka dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan diperoleh hasil :
- Kadar albumin serum 1,2 gr/dl (hipoalbuminemia)
- Kadar protein total 3.0 gr/dl (hipoproteinemia)
- Kadar kolesterol total 408 mg/dl (hiperkolesterolemia)
- Terdapat protein dalam urin (poteinuria +1)

Pada pasien ini bengkak dimulai dari kelopak mata yang timbul mendadak
dipagi hari, kemudian berlanjut hingga terjadi edema pada seluruh tubuh. Hal ini
menunjukan bahwa bengkak pada pasien ini mengarah pada kelainan ginjal.
Untuk membantu menegakkan diagnosis maka dibutuhkan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah lengkap, kimia darah dan urin
lengkap.

Proteinuria pada sindrom nefrotik terjadi akibat kebocoran glomerulus


(proteinuria glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus
(proteinuria tubular). Perubahan integritas membran basalis glomerulus
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan
protein utama yang dieksresikan dalam urin adalah albumin. Dalam keadaan

40
normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang
untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan
ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge
barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain
itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui
MBG. Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran
molekul protein yang keluar melaui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar
terdiri dari molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila
protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti immunoglobulin. Seletivitas
proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG. 2,3,4

Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan


peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya
meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam
urin), tetapi mungkin normal atau menurun. 2,3,4

Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill.


Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci
terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan
onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskuler ke jaringan intertisium
dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya
cairan plasma terjadi hipovolemi, dan ginjal melakukan kompensasi dengan
meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan
memperbaiki volume intravaskuler tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya
hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.8,9
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama.
Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga
terjadi edema. Penurunan LFG akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi
natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan pada SN. Faktor
seperti asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi
ginjal, jenis lesi gromerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung atau hati
akan menentukan mekanisme mana yang lebih berperan.9,10

41
Proteinuria

Hipoalbuminemia

Tekanan osmotik plasma

Volume plasma

Sistem RAA
ADH ANP N/

Retensi air Retensi Na


Retensi

EDEMA

Gambar 1. Skema mekanisme underfill

Defek tubulus primer

Retensi Na

Volume plasma

ADH/N ANP
Aldosteron

Tubulus resisten
terhadap ANP

EDEMA

Gambar 2. Skema mekanisme overfill

42
Dyslipidemia diakibatkan oleh karena kolesterol serum, very low density
lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat
sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat menurun. Hal ini disebabkan
peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer
(penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density
lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh
penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik. Oleh karena
proteinuria sehingga kompensasi hati untuk meningkatkan kadar protein dalam
darah. 2,3,4

Batasan
1. Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3
hari berturut-turut dalam 1 minggu
2. Relaps: proteinuria 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu
3. Relaps jarang: relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan
4. Relaps sering(frequent relaps): relaps 2 x dalam 6 bulan pertama
setelah respons awal atau 4 x dalam periode 1 tahun
5. Dependen steroid: relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan
(alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan
6. Resisten steroid: tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis
penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
7. Sensitif steroid: remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh
selama 4 minggu. 7,8

Dari hasil pemerikasaan laboratorium didapatkan total protein total 3,0 g/dl,
kolestrol 408 mg/dl, albumin 1,2 g/dl, ureum 26 mg/dl, kreatinin 0,35 mg/dl,
protein urin +1.

43
Hasil pemeriksaan laboratorium ini mendukung ditegakkannya diagnosis
sindrom nefrotik. Hal ini sesuai dengan definisi SN yaitu keadaan klinis yang
terdiri dari edema generalisata (anasarka), hipoalbuminemia, hiperlipidemia
(hiperkolesterolemia) dan proteinuria.

Penyebab utama terjadinya SN pada anak ini tidak dapat diketahui secara
pasti, karena sebenarnya untuk lebih memastikan tipe (penyebab) dari SN ini
dengan melakukan biopsi ginjal. Namun pada anak ini tidak dilakukan
pemeriksaan biopsi ginjal.

SN pada kasus ini didiagnosis banding dengan GNA karena gejala klinis
kedua penyakit ini sama yakni berupa edema, pada GNA didapatkan adanya
hipertensi dan hematuria.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium,


pasien ini didapatkan edema palpebra, ascites dan edema pretibial,
hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan proteinuria masif. Maka pasien ini
didiagnosis Sindrom Nefrotik karena memenuhi semua kriteria berdasarkan
Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak.

Penatalaksanaan pada kasus ini yakni secara non-medikamentosa dengan


bedrest total, diet TKTPRG (tinggi kalori, tinggi protein dan rendah garam).
Sedangkan medikamentosa dengan pemberian protein berupa Vip Albumin 1x1
sachet untuk mengurangi edema. Diberikan juga ceftriaxone 500 mg / 12 jam / IV,
untuk mengatasi infeksi pada kasus ini dan prednison 5 mg = 3-2-2 sebagai anti
inflamasi pada pasien dengan SN.

Pasien ini didiagnosis menderita sindrom nefrotik idiopatik. Dikarenakan


pasien baru mengalami hal ini untuk pertama kalinya. Pada kasus ini, sindroma
nefrotik belum diketahui penyebabnya, dikarenakan secara teori juga sindroma
nefrotik masih idiopatik.

Untuk pengobatan pada pasien ini diberikan steroid full dose sesuai dengan
International Study on Kidney Diseases in Children (ISKDC) diberikan prednison

44
60 mg/m2LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari dalam dosis
terbagi untuk menginduksi remisi). Untuk pemberian dosis prednison sesuai berat
badan ideal (BB terhadap TB) (KDIGO, 2012). Berdasarkan WHO Growth Chart
Standart, pada pasien ini BB ideal nya di umur 4 tahun dengan TB 89 cm, dan BB
koreksi 30% adalah 10,64 kg, sehingga dosis prednison yang diberikan adalah
10,64 kg x 2 mg/kgBB/hari = 21,28 mg/hari, dibulatkan menjadi 25 mg/hari
dikarenakan :
1. Satu tablet prednison mengandung 5 mg sehingga mempermudah dalam
penentuan jumlah tablet yang akan diberikan dan mempermudah dalam
pengkonsumsian obat
2. Dosis pembulatan menjadi 25 mg masih dalam dosis aman prednison yaitu
maksimal 80 mg/hari.

Sehingga pasien ini menggunakan prednison sebanyak 5 tablet sehari dengan


dosis terbagi 2-2-1.

Seharusnya sebelum diberikan terapi prednison, pasien ini dilakukan uji


mantoux terlebih dahulu untuk mengetahui apakah pasien ini terdapat penyakit
tuberkulosis atau tidak, namun pada pasien ini tidak dilakukan. 2,3

Lalu, untuk mengatasi edema pada pasein ini diberikan diuretik furosemide
dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari sehingga dosis yang diberikan pada pasien ini
adalah 10,64g x 2 mg/kgBB/hari jadi 21,8 mg/hari, Pemberian furosemid ini
diindikasikan untuk edema berat, tetapi pada pasien ini tidak diberikan.2,3 Tetapi
diberikan terapi albumin dengan indikasi pemberian albumin 20% 1 g/kgBB.

Pada SN, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada


kontraindikasi. Pengobatan dimulai dengan prednison dengan dosis awal 60
mg/m2/hari atau 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu tiap hari (continuous day). Bila
terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dosis diturunkan 2/3 dosis semula atau 1,5
mg/kgbb/hari, diberikan secara bergantian hari (alternating day) selama 4
minggu.8,9

Bila tidak terjadi remisi selama 4 minggu, maka kasus ini disebut resisten
steroid. Penelitian sekarang memperlihatkan bahwa disebut resisten bila

45
respon sampai 8 minggu. Pada kasus resisten prednisone, maka dapat di
tambahkan obat-obat imunosupresif yang lain seperti siklofosfamid,
siklosporin, atau levamizole. Mengingat obat tersebut mahal dan susah didapat
dipasaran, maka bisa dipakai levamizole yang lebih murah dan mudah didapat
dalam bentuk tablet yaitu askamex.8
Levamizole merupakan derivat tetramizole,immunomodulator dapat
merangsang pembentukan antibody terhadap beberapa antigen melalui
imunitas seluler,lovamizole meningkatkan respon sel T dengan merangsang
aktivitas sel T, mempotensiasi monosit dan makrofag, termasuk
fagositosis,kemotoksis dan lain-lain.8

Pada kasus ini prognosisnya dubia ad bonam dikarenakan pasien didiagnosis


Sindrom Nefrotik yang dalam perjalanan penyakitnya masih sensitif terhadap
pengobatan steroid ditandai dengan kondisi pasien sampai pulang mengalami
perbaikan.4,5
Prognosis makin baik jika dapat di diagnosis segera. Pengobatan segera dapat
mengurangi kerusakan glomerulus lebih lanjut akibat mekanisme kompensasi
ginjal maupun proses autoimun.6,7

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Konsensus Tatalaksana Sindrom


Nefrotik Idiopatik Pada Anak Edisi 2.
2. Cecily L, Sowden, Linda L. 2009. Pediatrik Edisi 5. Jakarta: EGC.
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Pedoman Pelayanan Medik Jilid 1.
4. International Study on Kidney Diseases in Children. 2012. The primary
nephrotic syndrome in children. Identification of patients with minimal
change nephrotic syndrome from initial response to prednisone. J Pediatr ;
98:561-4.
5. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
6. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.
7. Noer MS, 1997. Sindrom Nefrotik. In: Putra ST, Suharto, Soewandojo E,
editors. Patofisiologi Kedokteran. Surabaya : GRAMIK FK Universitas
Airlanggap. 137-46.
8. International Study of Kidney Disease in Children, 2015. Nephrotic
syndrome in children. Prediction of histopathology from clinical and
laboratory chracteristics at time of diagnosis kidney.
9. Trihon PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus Tata Laksana
Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Ed. 2. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. h. 2-15
10. Effendi I. & Pasaribu R., 2006. Edema Patofisiologi dan Penanganan.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta, Pusat Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal. 513-15

47

Anda mungkin juga menyukai