Pemeriksaan fisik adalah peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap
system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan
perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi
pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi
tersebut.(Potter dan Perry, 2005)
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya
bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan
komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan
merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)
Tujuan Pemeriksaan Fisik
Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam
riwayat keperawatan.
Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaan.
Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang
akan dijelaskan nanti di setiap bagian tubuh yang akan dilakukan pemeriksaan fisik.
MANFAAT PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi
profesi kesehatan lain, diantaranya:
Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.
Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan
Tindakan:
I = Inspeksi: lihat ada/tidak adanya lesi, hiperpigmentasi (warna
kehitaman/kecoklatan), edema, dan distribusi rambut kulit.
P = Palpasi: di raba dan tentukan turgor kulit elastic atau tidak, tekstur : kasar /halus,
suhu : akral dingin atau hangat.
Rambut:
Untuk mengetahui warna, tekstur dan percabangan pada rambut
Untuk mengetahui mudah rontok dan kotor
Tindakan:
I = disribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak, bercabang
P = mudah rontok/tidak, tekstur: kasar/halus
Kuku:
Untuk mengetahui keadaan kuku: warna dan panjang
Untuk mengetahui kapiler refill
Tindakan:
I = catat mengenai warna : biru: sianosis, merah: peningkatan visibilitas Hb, bentuk:
clubbing karena hypoxia pada kangker paru, beaus lines pada penyakit difisisensi
fe/anemia fe
P = catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien
hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
b. Pemeriksaan Kepala:
Untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala
Untuk mengetahui luka dan kelainan pada kepala
Tindakan:
I = Lihat kesimetrisan wajah jika, muka ka.ki berbeda atau misal lebih condong ke
kanan atau ke kiri itu menunjukan ada parese/kelumpuhan, contoh: pada pasien SH.
P = Cari adanya luka, tonjolan patologik, dan respon nyeri dengan menekan kepala
sesuai kebutuhan
Mata:
Untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan pengelihatan, visus dan
otot-otot mata)
Untuk mengetahui adanya kelainan atau peradangan pada mata
Tindakan:
I = Kelopak mata ada radang atau tidak, simetris ka.ki atau tidak, reflek kedip
baik/tidak, konjungtiva dan sclera: merah/konjungtivitis, ikterik/indikasi
hiperbilirubin/gangguan pada hepar, pupil: isokor ka,ki (normal), miosis/mengecil,
pin point/sangat kecil (suspek SOL), medriasis/melebar/dilatasi (pada pasien sudah
meninggal)
Inspeksi gerakan mata:
Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan
Amati adanya nistagmus/gerakan bola mata ritmis(cepat/lambat)
Amati apakah kedua mata memandang ke depan atau ada yang deviasi
Beritahu pasien untuk memandan dan mengikuti jari anda, dan jaga posisi kepala
pasien tetap lalu gerakkan jari ke 8 arah untuk mengetahui fungsi otot-otot mata.
Inspeksi medan pengelihatan:
Berdirilah didepan pasien
Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan menutup mata yang tidak di periksa
Beritahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada satu titik
pandang, misal: pasien disuruh memandang hidung pemeriksa.
Kemudian ambil benda/ballpoint dan dekatkan kedepan hidung pemeriksa
kemudian tarik atau jauhkan kesamping ka.ki pasien, suruh pasien mengatakan kapan
dan dititik mana benda mulai tidak terlihat (ingat pasien tidak boleh melirik untuk
hasil akurat).
Pemeriksaan visus mata:
Siapkan kartu snllen (dewasa huruf dan anak gambar)
Atur kursi pasien, dan tuntukan jarak antara kursi dan kartu, misal 5 meter (sesuai
kebijakkan masing ada yang 6 dan 7 meter).
Atur penerangan yang memadai, agar dapat melihat dengan jelas.
Tutup mata yang tidak diperiksa dan bergantian kanan kiri
Memulai memeriksa dengan menyuruh pasien membaca dari huruf yang terbesar
sampai yang terkecil yang dapat dibaca dengan jelas oleh pasien.
Catat hasil pemeriksaan dan tentukan hasil pemeriksaan.
Misal: hasil visus:
Tindakan:
I = Amati bibir apa ada klainan kogenital (bibir sumbing), warna, kesimetrisan,
kelembaban, pembengkakkan, lesi.
Amati jumlah dan bentuk gigi, gigi berlubang, warna, plak, dan kebersihan gigi
Inspeksi mulut dalam dan faring:
Menyuruh pasien membuka mulut amati mucosa: tekstur, warna, kelembaban, dan
adanya lesi
Amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi
Untuk melihat faring gunakan tongspatel yang sudah dibungkus kassa steril,
kemudian minta klien menjulurkan lidah dan berkata AH amati ovula/epiglottis
simetris tidak terhadap faring, amati tonsil meradang atau tidak (tonsillitis/amandel).
P = Pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri.
Lakukkan palpasi dasar mulut dengan menggunakkan jari telunjuk dengan
memekai handscond, kemudian suruh pasien mengatakan kata EL sambil
menjulurkan lidah, pegang ujung lidah dengan kassa dan tekan lidah dengan jari
telunjuk, posisi ibu jari menahan dagu. Catat apakah ada respon nyeri pada tindakan
tersebut.
c. Leher
Untuk menentukan struktur integritas leher
Untuk mengetahui bentuk leher dan organ yang berkaitan
Untuk memeriksa sistem limfatik
Tindakkan:
I = Amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan parut
Amati adanya pembengkakkan kelenjar tirod/gondok, dan adanya
massa
Amati kesimeterisan leher dari depan, belakang dan samping ka,ki.
Mintalah pasien untuk mengerakkan leher (fleksi-ektensi ka.ki), dan
merotasi- amati apakah bisa dengan mudah dan apa ada respon nyeri.
P = Letakkan kedua telapak tangan pada leher klien, suruh pasien menelan dan
rasakan adanya kelenjar tiroid (kaji ukuran, bentuk, permukaanya.)
Palpasi trachea apakah kedudukan trachea simetris atau tidak.
d. Dada/Thorax
Paru/Pulmonalis
Untuk mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi paru
Untuk mengetahui frekuensi, irama pernafasan
Untuk mengetahui adanya nyeri tekan, adanya massa, peradangan, edema, taktil
fremitus.
Untuk mengetahui batas paru dengan organ disekitarnya
Mendengarkan bunyi paru / adanya sumbatan aliran udara
Tindakkan:
I = Amati kesimetrisan dada ka.ki, amati adanya retraksi interkosta, amati gerkkan
paru.
Amati klavikula dan scapula simetris atau tidak
P = Palpasi ekspansi paru:
Berdiri di depan klien dan taruh kedua telapak tangan pemeriksa di dada dibawah
papilla, anjurkan pasien menarik nafas dalam, rasakkan apakah sama paru ki.ka.
Berdiri di belakang pasien, taruh telapak tangan pada garis bawah
scapula/setinggi costa ke-10, ibu jari ka.ki di dekatkan jangan samapai menempel,
dan jari-jari di regangkan lebih kurang 5 cm dari ibu jari. Suruh pasien kembali
menarik nafas dalam dan amati gerkkan ibu jari ka.ki sama atau tidak.
Palpasi Taktil vremitus posterior dan anterior:
Meletakkan telapak tangan kanan di belakang dada tepat pada apex paru/stinggi
supra scapula (posisi posterior) .
Menginstrusikkan pasien untuk mengucapkkan kata Sembilan-sembilan (nada
rendah)
Minta klien untuk mengulangi mengucapkkan kata tersebut, sambil pemeriksa
mengerakkan ke posisi ka.ki kemudian kebawah sampai pada basal paru atau setinggi
vertebra thoraxkal ke-12.
Bandingkan vremitus pada kedua sisi paru
Bila fremitus redup minta pasien bicara lebih rendah
Ulangi/lakukkan pada dada anterior
Pe/Perkusi =
Atur pasien dengan posisi supinasi
Untuk perkusi anterior dimulai batas clavikula lalu kebawah sampai intercosta 5
tentukkan batas paru ka.ki (bunyi paru normal : sonor seluruh lapang paru, batas paru
hepar dan jantung: redup)
Jika ada edema paru dan efusi plura suara meredup.
Aus/auskultasi =
Gunakkan diafragma stetoskop untuk dewasa dan bell pada anak
Letakkan stetoskop pada interkostalis, menginstruksikkan pasien untuk nafas
pelan kemudian dalam dan dengarkkan bunyi nafas: vesikuler/wheezing/creckels
Jantung/Cordis
I = Amati denyut apek jantung pada area midsternu lebih kurang 2 cm disamping
bawah xifoideus.
P = Merasakan adanya pulsasi
Palpasi spasium interkostalis ke-2 kanan untuk menentukkan area aorta dan
spasium interkosta ke-2 kiri letak pulmonal kiri.
Palpasi spasium interkostalis ke-5 kiri untuk mengetahui area
trikuspidalis/ventikuler amati adanya pulsasi
Dari interkosta ke-5 pindah tangan secara lateral 5-7 cm ke garis midklavicula kiri
dimana akan ditemukkan daerah apical jantung atau PMI ( point of maximal impuls)
temukkan pulsasi kuat pada area ini.
Untuk mengetahui pulsasi aorta palpasi pada area epigastika atau dibawah
sternum.
Pe =
Perkusi dari arah lateral ke medial untuk menentukkan batas jantung bagian kiri,
Lakukan perkusi dari sebelah kanan ke kiri untuk mengetahui batas jantung kanan.
Lakukan dari atas ke bawah untuk mengetahui batas atas dan bawah jantung
Bunyi redup menunjukkan organ jantung ada pada daerah perkusi.
Aus =
Menganjurkan pasien bernafas normal dan menahanya saat ekspirasi selesai
Dengarkkan suara jantung dengan meletakkan stetoskop pada interkostalis ke-5
sambil menekan arteri carotis
Bunyi S1: dengarkan suara LUB yaitu bunyi dari menutupnya katub mitral
(bikuspidalis) dan tikuspidalis pada waktu sistolik.
Bunyi S2: dengarkan suara DUB yaitu bunyi meutupnya katub semilunaris (aorta
dan pulmonalis) pada saat diastolic.
Adapun bunyi : S3: gagal jantung LUB-DUB-CEE S4: pada pasien hipertensi
DEE..-LUB-DUB.
e. Perut/Abdomen
Untuk mengetahui bentuk dan gerak-gerakkan perut
Untuk mendengarkan bunyi pristaltik usus
Untuk mengetahui respon nyeri tekan pada organ dalam abdomen
Tindakkan:
I = Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi, penonjolan, adanya
ketidak simetrisan, adanya asites.
P = Palpasi ringan: Untuk mengetahui adanya massa dan respon nyeri tekan letakkan
telapak tangan pada abdomen secara berhimpitan dan tekan secara merata sesuai
kuadran.
Palpasi dalam: Untuk mengetahui posisi organ dalam seperi hepar, ginjal,
limpa dengan metode bimanual/2 tangan.
Hepar:
Letakkan tangan pemeriksa dengan posisi ujung jari keatas pada bagian
hipokondria kanan, kira;kira pada interkosta ke 11-12
Tekan saat pasien inhalasi kira-kira sedalam 4-5 cm, rasakan adanya organ hepar.
Kaji hepatomegali.
Limpa:
Metode yang digunakkan seperti pada pemeriksaan hapar
Anjurkan pasien miring kanan dan letakkan tangan pada bawah interkosta kiri dan
minta pasien mengambil nafas dalam kemudian tekan saat inhalasi tenntukkan adanya
limpa.
Pada orang dewasa normal tidak teraba
Renalis:
Untuk palpasi ginjal kanan letakkan tangan pada atas dan bawah perut setinggi
Lumbal 3-4 dibawah kosta kanan.
Untuk palpasi ginjal kiri letakkan tangan setinggi Lumbal 1-2 di bawah kosta kiri.
Tekan sedalam 4-5 cm setelah pasien inhalasi jika teraba adanya ginjal rasakan
bentuk, kontur, ukuran, dan respon nyeri.
Genetalia
Untuk mengetahui adanya lesi
Untuk mengetahui adanya infeksi (gonorea, shipilis, dll)
Untuk mengetahui kebersihan genetalia
Tindakan
Genetalia laki-laki:
I = Amati penis mengenai kulit, ukuran dan kelainan lain.
Pada penis yang tidak di sirkumsisi buka prepusium dan amati kepala penis adanya
lesi
Amati skrotum apakah ada hernia inguinal, amati bentuk dan ukuran
P = Tekan dengan lembut batang penis untuk mengetahui adanya nyeri
Tekan saluran sperma dengan jari dan ibu jari
Genetalia wanita:
I = Inspeksi kuantitas dan penyebaran pubis merata atau tidak
Amati adanya lesi, eritema, keputihan/candidiasis
P = Tarik lembut labia mayora dengan jari-jari oleh satu tangan untuk mengetahui
keadaan clitoris, selaput dara, orifisium dan perineum.
Rektum Dan Anal
Untuk mengetahui kondisi rectum dan anus
Untuk mengetahui adanya massa pada rectal
Untuk mengetahui adanya pelebaran vena pada rectal/hemoroid
Tindakkan
Posisi pria sims/ berdiri setengah membungkuk, wanita dengan posisi
litotomi/terlentang kaki di angkat dan di topang.
Inspeksi jaringan perineal dan jaringan sekitarnya kaji adanya lesi dan ulkus
Palpasi : ulaskan zat pelumas dan masukkan jari-jari ke rectal dan rasakan adanya
nodul dan atau pelebaran vena pada rectum.
Pemeriksaan Muskuloskeletal
- Untuk memperoleh data dasar tentang otot, tulang dan persendian
- Untuk mengetahui mobilitas, kekuatan otot, dan gangguan-gangguan pada daerah
tertentu.
Tindakkan:
Muskuli/Otot:
Inspeksi mengenai ukuran dan adanya atrofi dan hipertrofi (ukur dan catat jika
ada perbedaan dengan meteran)
Palpasi pada otot istirahat dan pada saat otot kontraksi untuk mengetahui adanya
kelemahan dan kontraksi tiba-tiba
Lakukan uji kekuatan otot dengan menyuruh pasien menarik atau mendorong
tangan pemeriksa dan bandingkan tangan ka.ki
Amati kekuatan suatu otot dengan memberi penahanan pada anggota gerak atas
dan bawah, suruh pasien menahan tangan atau kaki sementara pemeriksa menariknya
dari yang lemah sampai yang terkuat amati apakah pasien bisa menahan.
Tulang/Ostium:
Amati kenormalan dan abnormalan susunan tulang
Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan pembengkakkan
Persendiaan/Articulasi:
Inspeksi semua persendian untuk mengetahui adanya kelainan sendi.
Palpasi persendian apakah ada nyeri tekan
Kaji range of mosion/rentang gerak (abduksi-aduksi, rotasi, fleksi-ekstensi, dll)
Pemeriksaan Sistem Neurologi
Untuk mengetahui integritas sistem persyrafan yang meliputi fungsi nervus
cranial, sensori, motor dan reflek.
Tindakkan:
Pengkajian 12 syaraf cranial (O.O.O.T.T.A.F.A.G.V.A.H)
1. I. Olfaktorius/penciuman:
Meminta pasien membau aroma kopi dan vanilla atau aroma lain yang tidak
menyengat. Apakah pasien dapat mengenali aroma.
2. II. Opticus/pengelihatan:
Meminta kilen untuk membaca bahan bacaan dan mengenali benda-benda disekitar,
jelas atau tidak.
3. III. Okulomotorius/kontriksi dan dilatasi pupil:
Kaji arah pandangan, ukur reaksi pupil terhadap pantulan cahaya dan akomodasinya.
4. IV. Trokhlear/gerakkan bola mata ke atas dan bawah:
Kaji arah tatapan, minta pasien melihat k etas dan bawah
5. V. Trigeminal/sensori kulit wajah, pengerak otot rahang:
Sentuh ringan kornea dengan usapan kapas untuk menguji reflek kornea (reflek
nagatif (diam)/positif (ada gerkkan))
Ukur sensasi dari sentuhan ringan sampai kuat pada wajah kaji nyeri menyilang
pada kuit wajah
Kaji kemampuan klien untuk mengatupkan gigi saat mempalpasi otot-otot rahang
6. VI. Abdusen/gerakkan bola mata menyamping:
Kaji arah tatapan, minta pasien melihat kesamping ki.ka
7. VII. Facial/ekspresi wajah dan pengecapan:
Meminta klien tersenyum, mengencangkan wajah, menggembungkan pipi, menaikan
dan menurunkan alis mata, perhatikkan kesimetrisanya.
8. VIII. Auditorius/pendengaran:
kaji klien terhadap kata-kata yang di bicarakkan, suruh klien mengulangi kata/kalimat.
9. IX. Glosofaringeal/pengecapan, kemampuan menelan, gerakan lidah:
Meminta pasien mengidentifikasi rasa asam, asin, pada bagian pangkal lidah.
Gunakkan penekan lidah untuk menimbulkan reflek gag
Meminta klien untuk mengerakkan lidahnya
10. X. Vagus/sensasi faring, gerakan pita suara:
Suruh pasien mengucapkan ah kaji gerakkan palatum dan faringeal
Periksa kerasnya suara pasien
11. XI. Asesorius/gerakan kepala dan bahu:
Meminta pasien mengangkat bahu dan memalingkan kepala kearah yang ditahan
oleh pemeriksa, kaji dapatkah klien melawan tahanan yang ringan
12. Hipoglosal/posisi lidah:
Meminta klien untuk menjulurkan lidah kearah garis tengah dan menggerakkan ke
berbagai sisi.
Pengkajian syaraf sensori:
Tindakkan:
Minta klien menutup mata
Berikkan rasangan pada klien:
Nyeri superficial: gunakkan jarum tumpul dan tekankan pada kulit pasien pada
titik-titik yang pemeriksa inginkan, minta pasien untuk mengungkapkan tingkat nyeri
dan di bagian mana
Suhu: sentuh klien dengan botol panas dan dingin, suruh pasien mengatakkan
sensasi yang direasakan.
Vibrasi: tempelkan garpu tala yang sudah di getarakan dan tempelkan pada
falangeal/ujung jari, meminta pasien untuk mengatakkan adanya getaran.
Posisi: tekan ibu jari kaki oleh tangan pemeriksa dan gerakkan naik-turun
kemudian berhenti suruh pasien mengtakkan diatas/bawah.
Stereognosis: berikkan pasien benda familiar ( koin atau sendok) dan berikkan
waktu beberapa detik, dan suruh pasien untuk mengatakkan benda apa itu.
Pengkajian reflex:
1. Refleks Bisep
Fleksikan lengan klien pada bagian siku sampai 45 derajat, dengan posisi tangan
pronasi (menghadap ke bawah)
Letakkan ibu jari pemeriksa pada fossa antekkubital di dasar tendon bisep dan
jari-jari lain diatas tendon bisep
Pukul ibu jari anda dengan reflek harmmer, kaji refleks
2. Refleks Trisep
Letakkan lengan tangan bawah pasien diatas tangan pemeriksa
Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi
Meminta pasien untuk merilekkan lengan
Raba terisep untuk mmeastikan otot tidak teggang
Pukul tendon pada fossa olekrani, kaji reflek
3. Refleks Patella
Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur/kursi
Rilexkan pasien dan alihkan perhatian untuk menarik kedua tangan di depan dada
Pukul tendo patella, kaji reflex
4. Refleks Brakhioradialis
Letakkan lengan tangan bawah pasien diatas tangan pemeriksa
Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi serta sedikit pronasi
Pukul tendo brakhialis pada radius bagian distal dengan bagian datar harmmer,
catat reflex.
5. Reflex Achilles
Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur/kursi seperti pada
pemeriksaan patella
Dorsofleksikan telapak kaki dengan tangan pemeriksa
Pukul tendo Achilles, kaji reflek
6. Reflex Plantar (babinsky)
Gunakkan benda dengan ketajaman yang sedang (pensil/ballpoint) atau ujung
stick harmmer
Goreskan pada telapak kaki pasien bagian lateral, dimulai dari ujung telapak kaki
sampai dengan sudut telapak jari kelingking lalu belok ke ibu jari. Reflek positif
telapak kaki akan tertarik ke dalam.
7. Refleks Kutaneus
a) Gluteal
Meminta pasien melakukan posisi berbaring miring dan buka celana seperlunya
Ransang ringan bagian perineal dengan benda berujung kapas
Reflek positif spingter ani berkontraksi
b) Abdominal
Minta klien berdiri/berbaring
Tekan kulit abdomen dengan benda berujung kapas dari lateal ke medial, kaji
gerakkan reflek otot abdominal
Ulangi pada ke-4 kuadran (atas ki.ka dan bawah ki.ka)
c) Kremasterik/pada pria
Tekan bagian paha atas dalam menggunakkan benda berujung kapas
Normalnya skrotum akan naik/meningkat pada daerah yang diransang
PEMERIKSAAN PER-SYSTEM
SISTEM CARDIOVASKULER
Inspeksi
a. Jantung, secara topografik jantung berada di bagian depan rongga mediastinum.
b. Lakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau dalam
posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit ditemukan misalnya pada
stenosis mitral dan pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita.
c. Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm,
dengan punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada
waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan
adanya pembesaran ventrikel kiri.
Palpasi
a. Denyut apeks jantung (iktus kordis)
Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus
terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea midclavicularis
sinistra. Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV.
b. Denyutan nadi pada dada
Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan
pada aorta.
Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan,
sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya
dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden.
c. Getaran/Trhill
Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katup bawaan atau penyakit
jantung congenital. Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang
tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir
lebih cepat. Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar
bising jantung.
Perkusi
Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung. Perkusi jantung
mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi pericardium dan
aneurisma aorta.
- Batas kiri jantung
Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai
batas jantung kiri.
Normal: Atas : ICS II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)
Bawah: ICS V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri (tempat iktus)
- Batas Kanan Jantung
Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding
depan thorak
Normal: Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,
di linea parasternalis kanan. Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan
linea parasternalis kanan.
Auskultasi
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :
Dengarkan BJ I pada :
ICS IV line sternalis kiri (BJ I Tricuspidalis)
ICS V line midclavicula/ICS III linea sternalis kanan (BJ I Mitral)
Dengarkan BJ II pada :
ICS II lines sternalis kanan (BJ II Aorta)
ICS II linea sternalis kiri/ICS III linea sternalis kanan (BJ II Pulmonal)
Dengarkan BJ III (kalau ada)
Terdengar di daerah mitral
BJ III terdengar setelah BJ II dengan jarak cukup jauh, tetapi tidak melebihi separo
dari fase diastolik, nada rendah
Pada anak-anak dan dewasa muda, BJ III adalah normal
Pada orang dewasa/tua yang disertai tanda-tanda oedema/dipneu, BJ III adalah tanda
abnormal.
BJ III pada decomp. disebut Gallop Rythm.
Dari jantung yang normal dapat didengar lub-dub, lub-dub, lub-dub. Lub adalah suara
penutupan katup mitral dan katup trikuspid, yang menandai awal sistole. Dub adalah
suara katup aorta dan katup pulmonalis sebagai tanda awal diastole. Pada suara dub,
apabila pasien bernafas akan terdengar suara yang terpecah.
SISTEM PENCERNAAN
Inspeksi
a. Pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh.
b. Inspeksi cavum oris, lidah untuk melihat ada tidaknya kelainan.
c. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk
melemaskan/relaksasi otot- otot abdomen.
d. Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.
e. Pemeriksa berdirilah pada sisi kanan pasien dan perhatikan kulit dan warna
abdomen, bentuk perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena, dan striae serta
bayangan vena dan pergerakkan abnormal.
f. Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus.
g. Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran atau penegangan. Bila
abdomen tampak menegang, minta pasien untuk berbalik kesamping dan inspeksi
mengenai ada tidaknya pembesaran area antara iga-iga dan panggul, tanyakan kepada
pasien apakah abdomen terasa lebih tegang dari biasanya.
h. Bila terjadi penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen dengan memasang tali/
perban seputar abdomen melalui umbilikus. Buatlah simpul dikedua sisi tali/ perban
untuk menandai dimana batas lingkar abdomen, lakukan monitoring, bila terjadi
peningkatan perenggangan abdomen, maka jarak kedua simpul makin menjauh.
i. Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal.
j. Mintalah pasien mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya gerakan peristaltik
atau denyutan aortik.
Palpasi
Abdomen
a. Posisi pasien berbaring terlentang dan pemeriksa disebelah kanannya.
b. Lakukan palpasi ringan di tiap kuadran abdomen dan hindari area yang telah
diketahui sebelumnya sebagai titik bermasalah, seperti apendisitis.
c. Tempatkan tangan pemeriksa diatas abdomen secara datar, dengan jari- jari ekstensi
dan berhimpitan serta pertahankan sejajar permukaan abdomen.
d. Palpasi dimulai perlahan dan hati-hati dari superfisial sedalam 1 cm untuk
mendeteksi area nyeri, penegangan abnormal atau adanya massa.
e. Bila otot sudah lemas dapat dilakukan palpasi sedalam 2,5 7,5 cm, untuk
mengetahui keadaaan organ dan mendeteksi adanya massa yang kurang jelas teraba
selama palpasi
f. Perhatikan karakteristik dari setiap massa pada lokasi yang dalam, meliputi ukuran,
lokasi, bentuk, konsistensi, nyeri, denyutan dan gerakan
g. Perhatikan wajah pasien selama palpasi untuk melihat adanya tanda/ rasa tidak
nyaman.
h. Bila ditemukan rasa nyeri, uji akan adanya nyeri lepas, tekan dalam kemudian lepas
dengan cepat untuk mendeteksi apakah nyeri timbul dengan melepaskan tekanan.
i. Minta pasien mengangkat kepala dari meja periksa untuk melihat kontraksi otot-otot
abdominal
Hepar
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/ dada kanan posterior pasien pada
iga kesebelas dan keduabelas dan tekananlah kearah atas.
d. Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala /
superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular
di bawah batas bawah hati.
e. Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke atas.
f. Minta pasien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
Kandung Empedu
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dibawah dada kanan posterior pasien pada
iga XI dan XII dan tekananlah kearah atas.
d. Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala /
superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular
di bawah batas bawah hati.
e. Kemudian tekan lembut ke dalam dan ke atas.
f. Mintalah pasien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
g. Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus.
h. Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta pasien menarik napas dalam
selama palpasi.
Limpa
a. Posisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
c. Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di bawah pinggang kiri
pasien dan tekanlah keatas.
d. Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi diatas abdomen dibawah
tepi kiri kostal.
e. Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta pasien untuk menarik napas
dalam.
f. Palpasilah tepi limpa saat limpa bergerak ke bawah kearah tangan pemeriksa
g. Apabila dalam posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi pasien berbaring
miring kekanan dengan kedua tungkai bawah difleksikan.
h. Pada keadaan tertentu diperlukan Schuffner test
Aorta
a. Posisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
c. Pergunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan.
d. Palpasilah dengan perlahan namun dalam ke arah abdomen bagian atas tepat garis
tengah.
Pemeriksaan Asites
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Prosedur ini memerlukan tiga tangan.
d. Minta pasien atau asisten untuk menekan perut pasien dengan sisi ulnar tangan dan
lengan atas tepat disepanjang garis tengah dengan arah vertikal.
e. Letakkan tangan pemeriksa dikedua sisi abdomen dan ketuklah dengan tajam salah
satu sisi dengan ujung- ujung jari pemeriksa.
f. Rasakan impuls / getaran gelombang cairan dengan ujung jari tangan yang satunya
atau bisa juga menggunakan sisi ulnar dari tangan untuk merasakan getaran
gelombang cairan.
Colok Dubur
Pemeriksaan abdomen dapat diakhiri dengan colok dubur (sifatnya kurang
menyenangkan sehingga ditaruh paling akhir). Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada
pasien dalam posisi miring (symposisi), lithotomi, maupun knee-chest. Pemeriksaan
dapat dilakukan dengan satu tangan maupun dua tangan (bimanual, satu tangannya di
atas pelvis).
Colok dubur perlu hati-hati karena sifat anus yang sensitif, mudah kontraksi. Oleh
karena itu colok dubur dilakukan serileks mungkin menggunakan lubrikasi. Sebaiknya
penderita kencing terlebih dahulu. Pada posisi lithotomi diagnosis letak kelainan
menggunakan posisi jam yakni jam 3 sebelah kanan, jam 9 sebelah kiri, jam 6 ke arah
sacrum dan jam 12 ke arah pubis.
Auskultasi
a. Pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi.
b. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala.
c. Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma di daerah kuadran kiri bawah. Berikan
tekanan ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit
terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya
bising usus.
d. Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising usus
dan perhatikan frekwensi/karakternya.
e. Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis
dan dengarkan tiap kuadran abdomen.
f. Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian
epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta
torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau
denyutan aorta.
Perkusi
Abdomen
Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat
melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ berongga
seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak
terdapat pada hati, limfa, pankreas, ginjal.
Perkusi Batas Hati
a. Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan pasien.
b. Lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser perlahan
keatas, sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak, tandai batas
bawah hati tersebut.
c. Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah hati.
d. Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.
e. Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke celah tulang
iga ke 7.
f. Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6 12 cm dan pergerakan bagian
bawah hati pada waktu bernapas yaitu berkisar 2 3 cm.
Perkusi Lambung
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium kiri.
d. Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani
PENGKAJIAN SISTEM PERNAFASAN
Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.
3) Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan kondisinya, lesi, massa,
gangguan tulang belakang seperti : kyphosis, scoliosis dan lordosis, jumlah irama,
kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.
4) Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan diafragma,
dan penggunaan otot bantu pernafasan.
5) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase ekspirasi
(E). ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan
adanya obstruksi pada jalan nafas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow
Limitation (CAL)/COPD.
6) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan
diameter lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya berkisar 1:2 sampai 5:7, tergantung
dari cairan tubuh klien.
7) Kelainan pada bentuk dada :
a) Barrel Chest, Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan
diameter AP: T (1:1), sering terjadi pada klien emfisema.
b) Funnel Chest (Pectus Excavatum), Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah
dari sternum. Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang
akibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfans syndrome atau
akibat kecelakaan kerja.
c) Pigeon Chest (Pectus Carinatum), Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan
sternum, dimana terjadi peningkatan diameter AP. Timbul pada klien dengan
kyphoscoliosis berat.
d) Kyphoscoliosis, Terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan
mengganggu pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien dengan osteoporosis dan
kelainan muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thorax.
e) Kiposis ,meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae torakalis
menyebabkan klien tampak bongkok.
f) Skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi vertebral.
8) Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak
adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.
9) Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
Palpasi
1) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi
abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal premitus (vibrasi).
2) Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti :
massa, lesi, bengkak.
3) Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.
4) Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.
Perkusi
1) Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada
disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
2) Jenis suara perkusi:
Suara perkusi normal resonan (sonor): dihasilkan untuk mengetahui batas antara
bagian jantung dan paru.
Auskultasi
1. Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara
nafas normal, suara tambahan (abnormal), dan suara.
2. Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari
laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
3. Suara nafas normal :
a) Bronchial : Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch. Fase
ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase
tersebut.
b) Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih
panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
c) Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular.
Suaranya terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama
panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi
tertutup oleh dinding dada.
SISTEM MUSKULOSKELETAL
Inspeksi
1) Pada saat inspeksi tulang belakang, buka baju pasien untuk menampakkan seluruh
tubuh.
2) Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan amati adanya
atrofi atau hipertrofi. Kelurusan tulang belakang, diperiksa dengan pasien berdiri
tegak dan membungkuk ke depan.
3) Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan
menggunakan meteran.
4) Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur yang
ditunjukkan oleh malposisi suatu bagian tubuh.
5) Amati kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas.
6) Skoliosis ditandai dengan kulvatura lateral abnormal tulang belakang, bahu yang
tidak sama tinggi, garis pinggang yang tidak simetris, dan skapula yang menonjol,
akan lebih jelas dengan uji membungkuk ke depan.
7) Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan Persendian.
8) Inspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian.
9) Inspeksi pergerakkan persendian.
Palpasi
1) Palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif dan pasif
untuk mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba secara involunter
(spastisitas)
2) Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik atau mendorong tangan
pemeriksa, bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dengan ekstremitas kiri.
3) Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan.
4) Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasif akan memberikan informasi
mengenai integritas sendi. Normalnya, sendi bergerak secara halus. Suara gemletuk
dapat menunjukkan adanya ligament yang tergelincir di antara tonjolan tulang.
Permukaan yang kurang rata, seprti pada keadaan arthritis, mengakibatkan adanya
krepitus karena permukaan yang tidak rata tersebut yang saling bergeseran satu sama
lain.
5) Periksa adanya benjolan, rheumatoid arthritis, gout, dan osteoarthritis
menimbulkan benjolan yang khas. Benjolan dibawah kulit pada rheumatoid arthritis
lunak dan terdapat di dalam dan sepanjang tendon yang memberikan fungsi ekstensi
pada sendi biasanya, keterlibatan sendi mempunya pola yang simetris. Benjolan pada
GOUT keras dan terletak dalam dan tepat disebelah kapsul sendi itu sendiri.
6) Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovetts (memiliki nilai 0
5)
0 = Tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = Gerakan kontraksi.
2 = Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
3 = Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = Kekuatan kontraksi yang penuh.
Perkusi
1) Refleks patela, Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae)
dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris
yaitu ekstensi dari lutut.
2) Refleks biceps, lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90, supinasi dan
lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan
pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan
fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3) Refleks triceps, lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 90, tendon triceps
diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai
otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4) Refleks achilles, posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan
refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas tungkai bawah
kontralateral.
5) Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi.
6) Refleks abdominal, dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah
umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah
daerah yang digores.
7) Refleks Babinski, merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian
lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian
jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan
jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
SISTEM ENDOKRIN
Inspeksi
a. (warna kulit): Hiperpigmentasi ditemukan pada klien addison desease atau cushing
syndrom. Hipopigmentasi terlihat pada klien diabetes mellitus, hipertiroidisme,
hipotiroidisme.
b. Wajah: Variasi, bentuk dan struktur muka mungkin dapat diindikasikan dengan
penyakit akromegali mata.
c. Kuku dan rambut : Peningkatan pigmentasi pada kuku diperlihatkan oleh klien
dengan penyakit addison desease, kering, tebal dan rapuh terdapat pada penyakit
hipotiroidisme, rambut lembut hipertyroidisme. Hirsutisme terdapat pada penyakit
cushing syndrom.
d. Inspeksi ukuran dan proporsional struktur tubuh klien : Orang jangkung, yang
disebabkan karena insufisiensi growth hormon. Tulang yang sangat besar, bisa
merupakan indikasi akromegali.
e. Tanda trousseaus dan tanda chvoteks : Peningkatan kadar kalsium tangan dan
jari-jari klien kontraksi (spasme karpal).
Palpasi
a. Kulit kasar, kering ditemukan pada klien dengan hipotiroidisme. Dimana
kelembutan dan bilasan kulit bisa menjadi tanda pada klien dengan hipertiroidisme.
Lesi pada ekstremitas bawah mengindikasikan DM.
b. Palpasi kelenjar tiroid (tempatkan kedua tangan anda pada sisi lain pada trachea
dibawah kartilago thyroid. Minta klien untuk miringkan kepala ke kanan Minta klien
untuk menelan. Setelah klien menelan. pindahkan pada sebelah kiri. selama palpasi
pada dada kiri bawah) : Tidak membesar pada klien dengan penyakit graves atau
goiter.
Auskultasi
Auskultasi pada daerah leher diata tiroid dapat mengidentifikasi bunyi "bruit. Bunyi
yg dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Normalnya tidak
ada bunyi.
SISTEM INTEGUMEN
Inspeksi
a. Kaji integritas kulit warna flushing, cyanosis, jaundice, pigmentasi yang tidak
teratur
b. Kaji membrane mukosa, turgor, dan keadaan umum, kulit
c. Kaji bentuk, integritas, warna kuku.
d. Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus.
Palpasi
a. Adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu.
b. Tekstur kulit.
c. Turgor kulit, normal < 3 detik
d. Area edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi, temperatur, bentuk,
mobilisasi.
e. Palpasi Capillary refill time : warna kembali normal setelah 3 5 detik.
SISTEM NEUROLOGI
Inspeksi
a. Kaji LOC (level of consiousness) atau tingkat kesadaran : dengan melakukan
pertanyaan tentang kesadaran pasien terhadap waktu, tempat dan orang.
b. Kaji status mental.
c. Kaji adanya kejang atau tremor.
Palpasi
a. Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi, tipe dan
pengobatannya.
b. Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami gangguan. Kaji
adanya hilang rasa, rasa terbakar/panas dan baal.
c. Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot, pergerakan dan
postur.
Perkusi
a. Refleks patela, diketuk pada regio patela (ditengah tengah patela).
b. Refleks achilles, dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
SISTEM REPRODUKSI
Inspeksi
1. Keadaan umum, pemeriksaan khusus obstetri, pemeriksaan dalam, dan
pemeriksaan tambahan.
2. Inspeksi tentang status gizi : anemia, ikterus.
3. Kaji pola pernapasan (sianosis, dispnea).
4. Apakah terdapat edema, bagaimana bentuk dan tinggi badan, apakah ada perubahan
pigmentasi, kloasma gravidarum, striae alba, striae lividae, striae nigra,
hiperpigmentasi, dan areola mamma.
Palpasi
1. palpasi menurut Leopold I-IV
2. Serviks, yaitu untuk mengetahui pelunakan serviks dan pembukaan serviks.
3. Ketuban, yaitu untuk mengetahui apakah sudah pecah atau belum dan apakah ada
ketegangan ketuban.
4. Bagian terendah janin, yaitu untuk mengetahui bagian apakah yang terendah dari
janin, penurunan bagian terendah, apakah ada kedudukan rangkap, apakah ada
penghalang di bagian bawah yang dapat mengganggu jalannya persalinan.
5. Perabaan forniks, yaitu untuk mengetahui apakah ada bantalan forniks dan apakah
bagian janin masih dapat didorong ke atas.
Auskultasi
Auskultasi untuk mengetahui bising usus, gerak janin dalam rahim, denyut jantung
janin, aliran tali pusat, aorta abdominalis, dan perdarahan retroplasenter.
SISTEM PERKEMIHAN
Inspeksi
a. Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan
ada/tidaknya sedimen.
b. Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta
riwayat infeksi saluran kemih.
c. Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter, silikon kateter atau
urostomy atau supra pubik kateter.
d. Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait dengan
sistem perkemihan.
Palpasi
a. Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih)
b. Untuk melakukan palpasi Ginjal Kanan: Posisi di sebelah kanan pasien. Tangan kiri
diletakkan di belakang penderita, paralel pada costa ke-12, ujung cari menyentuh
sudut costovertebral (angkat untuk mendorong ginjal ke depan). Tangan kanan
diletakkan dengan lembut pada kuadran kanan atas di lateral otot rectus, minta pasien
menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan kanan dalam-dalam di
bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan (tentukan ukuran,
nyeri tekan ga). Pasien diminta membuang nafas dan berhenti napas, lepaskan tangan
kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali waktu ekspirasi.
c. Dilanjutkan dengan palpasi Ginjal Kiri : Pindah di sebelah kiri penderita, Tangan
kanan untuk menyangga dan mengangkat dari belakan. Tangan kiri diletakkan dengan
lembut pada kuadran kiri atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam,
pada puncak inspirasi tekan tangan kiri dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk
menangkap ginjal di antar kedua tangan (normalnya jarang teraba).
Perkusi
Untuk pemeriksaan ketok ginjal prosedur tambahannya dengan mempersilahkan
penderita untuk duduk menghadap ke salah satu sisi, dan pemeriksa berdiri di
belakang penderita. Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi
vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan
tangan (ginjal kanan). Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi
vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan
tangan (ginjal kiri). Penderita diminta untuk memberiksan respons terhadap
pemeriksaan bila ada rasa sakit.
Evaluasi
Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan dengan
mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik
meningkatkan evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan
fisiologis dan perilaku. Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan untuk
mengkaji kondisi dapat di gunakan sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan diberikan.
Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan objektif
melalui pengkajian fisik. Pengukuran tersebut menentukan tercapainya atau tidak
hasil asuhan yang di harapkan. Perawat tidak bergantung sepenuhnya pada intuisi
ketika pengkajian fisik dapat digunakan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan.
Dokumentasi
Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada pemeriksaan
atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format khusus yang
mempermudah pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil sebelum
membantu klien berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali
informasi atau mendapatkan data tambahan. Temuan dari pengkajian fisik
dimasukkan ke dalam rencana asuhan.
Data didokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama dengan
langkah-langkah proses keperawatan.
Format SOAPIE, terdiri dari:
Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien
Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi oleh perawat.
Assessment (pengkajian) , yaitu diagnosa keperawatan dan pernyataan tentang
kemajuan atau kemunduran klien
Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien
Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan
berdasarkan rencana
Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di
implementasikan.