Anda di halaman 1dari 7

Latar belakang

Organisasi sebagai suatu sistem terdiri dari komponen-komponen (subsistem) yang saling
berkaitan atau saling tergantung (interdependence) satu sama lain dan dalam proses
kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu (Kast dan Rosenzweigh, 1974). Sub-sub sistem
yang saling tergantung itu adalah tujuan dan nilai-nilai (goals and values subsystem), teknikal
(technical subsystem), manajerial (managerial subsystem), psikososial (psychosocial
subsystem), dan subsistem struktur (structural subsystem).
Dalam proses interaksi antara suatu subsistem dengan subsistem lainnya tidak ada
jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap
saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar individu maupun antar kelompok dalam
organisasi. Banyak faktor yang melatar - belakangi munculnya ketidakcocokan atau
ketegangan, antara lain: sifat-sifat pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi
yang buruk, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya
membawa organisasi ke dalam suasana konflik. Agar organisasi dapat tampil efektif, maka
individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang
saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi.
Namun, sabagaimana dikatakan oleh Gibson ; selain dapat menciptakan kerjasama,
hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing-masing
komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling
bekerjasama satu sama lain. Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap
organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut. Konflik
tersebut mungkin tidak membawa kamatian bagi organisasi, tetapi pasti dapat menurunkan
kinerja organisasi yang bersangkutan, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa
penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap
pimpinan atau manajer organisasi.
Konflik didefenisikan sebagai sebuah perjuangan antara satu atau dua orang lebih bisa jua satu
kelompok dengan kelompok lain dengan kebutuhan, ide, nilai, dan tujuan yang berbeda. Konflik bisa
membuat organisasi menjadi produktif namun bisa juga membuat organisasi tidak produktif.
Olehkarena itu dibutuhkan manajemen konflik, agar konflik keorganisasian bisa menjaga
keberlangsungan organisasi
Konsekwensi dari konflik yaitu akan muncul perubahan-perubahan, seperti: a) keakraban di
antara kelompok akan meningkat; b) timbulnya pemimpin-pemimpin baru; c) hambatan-hambatan
persepsi kelompoknya dan kelompok lain yang berkonflik; d) munculnya stereotipe yang negatif; e)
seleksi wakil-wakil yang kuat; f) perkembangan akan kebutuhan terhadap diri masing-masing
Konflik merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dalam sebuah organisasi. Maka seorang
pemimpin yang baik, harus tanggap situasi konflik diorganisasinya dan menyelesaikan
berdasarkan ilmu dan seni mengatasi konflik. Karena pentingnya topik konflik dalam Ilmu
Manajemen. Maka makalah ini akan mendiskusikan konflik menurut pandangan Al-Quran,
Faktor yang menyebabkan adanya konflik, tipe konflik, Penyelesaian konflik dan kasus
konflik antar agama.

Rumusan Masalah

Tujuan

Dasar teori
Banyak definisi tentang konflik yang diberikan oleh ahli manajemen. Hal ini tergantung
pada sudut tinjauan yang digunakan dan persepsi para ahli tersebut tentang konflik dalam
organisasi. Namun, di antara definisi yang berbeda itu nampak ada suatu kesepakatan, bahwa
konflik dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan,
status, dan budaya. Konflik merupakan situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat
atau perbedaan cara pandang diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi. Sikap saling
mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang memiliki tujuan dan
pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga mereka berada dalam
posisi oposisi, bukan kerjasama.
Terlepas dari faktor-faktor yang melatarbelakanginya, konflik merupakan suatu gejala
dimana individu atau kelompok menunjukkan sikap atau perilaku bermusuhan terhadap
individu atau kelompok lain, sehingga mempengaruhi kinerja dari salah satu atau semua
pihak yang terlibat.
Keberadaan konflik dalam organisasi, menurut Robbin (1996), ditentukan oleh persepsi
individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari bahwa telah terjadi konflik di dalam
organisasi, maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka
mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah terjadi konflik, maka konflik tersebut
menjadi suatu kenyataan.

Dalam Al-Quran, konflik sinonim dengan kata Ikhtilaf sebagaimana dalam firman Allah
dalam Surat Al-Baqarah: 176.
Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan al-Kitab dengan membawa
kebenaran; dan sesunguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) al-Kitab itu,
benar-benar dalam penyimpangan yang jauh.
Peristiwa penciptaan Nabi Adam A.S mungkin merupakan sebuah peristiwa konflik yang
pertama. Dalam Surat Al-Araf: 11-13 menceritakan percakapan antara Allah dan Iblis yang
menolak untuk bersujud kepada Nabi Adam A.S. Penolakan ini dilakukan oleh iblis,
dikarenakan iblis merasa lebih mulia daripada Nabi Adam. Karena sikap penolakan iblis ini
membuat dia harus keluar dari surga.

(11) Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu,
kemudian kami katakan kepada para malaikat, Bersujudlah kamu kepada Adam, maka
mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud (12) Allah
berfirman, Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku
menyuruhmu? Iblis menjawab, Saya lebih baik daripadanya; Engkau ciptakan saya dari api
sedang dia Engkau ciptakan dari tanah. (13) Allah berfirman, Turunlah kamu dari
surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah,
sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.

Menurut Ibnu Katsir, Surat al Araaf: 11, Allah mengingatkan kepada Bani Adam tentang
kemuliaan bapak mereka, Adam. Allah pun menjelaskan permusuhan yang dilakukan lawan
mereka, iblis, berikut kedengkiannya kepada mereka dan bapak mereka. Hal ini agar manusia
berhati hati terhadapnya dan tidak mengikuti jalannya.
Sedangkan Surat Al Araaf: 12 menjelaskan perkataan iblis Saya lebih baik daripadanya,
adalah sebuah alasan yang merupakan dosa besar. Seolah-olah ia menolak untuk melakukan
ketaatan karena yang lebih mulia tidak diperintahkan untuk bersujud kepada yang lebih
rendah keutamaannya. Maksud iblis adalah bahwa ia lebih mulia daripada Adam, karena ia
diciptakan dari api daripada Adam yang diciptakan dari tanah. Iblis melakukan sikap
pembangkangan di tengah para malaikat karena menolak bersujud.
Akibat pembangkangan iblis tersebut, dalam Surat al Araaf: 13 Allah memerintah iblis
untuk turun dari surga. Ibnu Katsir merujuk pendapat ahli tafsir dhamir (kata ganti) pada kata
minhaa merujuk pada kata surga, bisa juga merujuk pada kedudukan yang dahulu
diperolehnya di surga
BAB II
PEMBAHASAN

C. Asumsi Dasar dan Langkah Penyelesaian Konflik


Suatu konflik sudah pasti tidak bisa dihindari dalam sebuah organisasi atau kepemimpinan.
Konflik datang mengisi bagian-bagian dari sebuah organisasi. Asumsi dasar yang dapat
menguatkan seseorang dalam menyelesaikan konflik sangat dibutuhkan agar dalam
pertemuannya dengan konflik, seorang pemimpin maupun anggotanya tidak panik dan
berujung pada konflik yang lebuh besar. Adapun asumsi dasar tersebut adalah sebagai berikut
1. Konflik itu pasti bisa ditangani
2. Konflik timbul karena ada pemimpinnya (aktor intelektual)yang menyebabkan tik
dierjadinya konflik
3. Bentuk otoritas legislatif seperti penyelesaian konflik melalui jalur hukum formal
sangat ditekankan
4. kambing hitam diterima sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindari

Konflik blh konfla sebuukan hanya masalh yang dipandang destruktif atau negatif. Apabila sebuah
konflik dikelola dengan baik maka konflik itu sendiri akan bersifat konstruktif atau bernilai positif.
Konflik merupakan bagian dinamika dari oranisasi. Konflik adalah bagian komunikasi antara sesama
individu atau kelompok. Oleh karena itu, konflik sebenarnya dapat dijadikan sebagai alat untuk
meningkatkan efektifitas suatu orgaisasi. Seorang pemimpin dituntut untuk dapat mengelola konflik
dengan baik supaya konflik yang sifatnya merugikan dapat dicari solusinya dan konflik yang
menguntungkan dapat dikendalikan untuk tetap dalam titik optimal.

a. Model penyelesaian konflik

Model ini ditujukan untuk menangani konflik disfungsional dalam organisasi.


Menggambarkan sisi pemecahan masalah yang berorientasi pada orang lain (concern for
others) dan pemecahan masalah yang berorientasi pada diri sendiri (concern for self).
Kombinasi dari kedua variabel ini menghasilkan lima gaya penanganan masalah yang
berbeda, yaitu: integrating, obliging, dominating, avoiding, dan compromising.

Integrating (Problem Solving)


Dalam gaya ini pihak-pihak yang berkepentingan secara bersama-sama mengidentifikasikan
masalah yang dihadapi, kemudian mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi alternatif
pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan
oleh salah paham (misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan masalah yang
terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan utamanya adalah memerlukan waktu
yang lama dalam penyelesaian masalah.
Obliging (Smoothing)
Sesuai dengan posisinya dalam gambar di atas, seseorang yang bergaya obliging lebih
memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pihak lain daripada diri sendiri. Gaya
ini sering pula disebut smothing (melicinkan), karena berupaya mengurangi perbedaan-
perbedaan dan menekankan pada persamaan atau kebersamaan di antara pihak-pihak yang
terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya kerjasama.
Kelemahannya, penyelesaian bersifat sementara dan tidak menyentuh masalah pokok yang
ingin dipecahkan.
Dominating (Forcing)
Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang
lain, mendorong seseorang untuk menggunakan taktik saya menang, kamu kalah. Gaya ini
sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan
masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak diterapkan
dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan waktu
untuk mengambil keputusan sudah mepet. Tetapi tidak cocok untuk menangani masalah yang
menghendaki partisipasi dari mereka yang terlibat. Kekuatan utama gaya ini terletak pada
minimalnya waktu yang diperlukan. Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan atau
rasa berat hati untuk menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.
Avoiding
Taktik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sepele
atau remeh, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfrontasi jauh lebih besar
daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk menyelesaikan
masalah - malasah yang sulit atau buruk. Kekuatan dari strategi penghindaran adalah jika
kita menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua (ambiguous situations).
Sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya bersifat sementara dan tidak
menyelesaikan pokok masalah.
Compromising
Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan
antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling
memberi dan menerima (give and take approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Kompromi
cocok digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki
tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama. Misalnya, dalam negosiasi kontrak
antara buruh dan majikan. Kekuatan utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang
demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. Tetapi penyelesaian konflik kadang
bersifat sementara dan mencegah munculnya kreativitas dalam penyelesaian masalah.
b. Langkah yang harus dikerjakan dalam penyelesaian konflik
Ada beberapa hal yang bisa ditempuh dalam penyelesaian konflik yaitu
1. Mempertemukan secara langsung individu-individu atau kelompok kelompok
yang berselisih.
2. Aktif mendengarkan informasi semua pihak.
3. Memisahkan antara fakta dan opini.
4. Memisahkan orang/kelompok dari masalah.
5. Menganjurkan partisipasi sederajat.
6. Menawarkan alternatif solusi.
7. Mengusulkan penangguhan jika diperlukan.
8. Membuat skenario pemecahan atau membuat koalisi.
9. Menaklukkan.
c. Hal yang harus dihindari dalam penyelesaian konflik
Dalam menyelesaikan konflik, seorang pemimpin harus menghindari hal-hal berikut
ini
1. Menghabiskan energi dan waktu untuk isu
2. Menunda penyelesaian masalah
3. Berdebat jika tidak siap
4. Mengajak bertempur jika tidak siap kalah
5. Menjadikan diri sebagai data untuk mengukur orang lain
6. Mengasihani diri sendiri
7. Meremehkan usulan penyelesaian konflik dari manapun datangnya.
Tingkat konflik yang tidak memadai (terlalu rendah) atau terlalu berlebihan (konflik
tinggi) dapat merintangi keefektifan organisasi untuk mencapai kualitas pelayanan publik
yang tinggi. Kedua situasi ektrim ini dapat memunculkan sikap-sikap aparat yang apatis,
absenteisme tinggi, bekerja seadanya, tidak empatik terhadap pengguna jasa, dan sebagainya;
yang pada akhirnya akan memperendah kualitas pelayanan mereka kepada publik. Untuk
itulah diperlukan suatu keahlian untuk mengelola konflik dari setiap pimpinan organisasi
publik. Penggunaan berbagai teknik pemecahan dan motivasi untuk mencapai tingkat konflik
yang diinginkan disebut sebagai manajemen konflik.
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan cara sebagi berikut :
1. Disiplin
Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer
perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi.
Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
2. Pertimbangan pengalaman dalam tahapan kehidupan
Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan
pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi dapat
dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi
perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih
tinggi.
3. Komunikasi
Suatu komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif.
Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan
menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat
dijadikan sebagai satu cara hidup.
4. Mendengarkan secara aktif
Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk
memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar,
mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka
telah mendengarkan.

Anda mungkin juga menyukai