1
Indah Setijawati Sukarnoputri, HACCP yang perlu diketahui (2007)
1
pangan. HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen utama
bahan baku pangan (pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga
sampai kepada pengguna akhir.
Hazard Analysis, adalah analisis bahaya atau kemungkinan adanya risiko bahaya yang
tidak dapat diterima. Bahaya disini adalah segala macam aspek mata rantai produksi pangan
yang tidak dapat diterima karena merupakan penyebab masalah keamanan pangan.
Bahaya tersebut meliputi :
keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi, atau fisik pada
bahan mentah.
Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasil perubahan kimiawi
yang tidak dikehendaki (misalnya nitrosamin) pada produk antara atau jadi, atau pada
lingkungan produksi.
Kontaminasi atau kontaminasi ulang ( cross contamination) pada produk antara atau
jadi, atau pada lingkungan produksi2.
Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah dimana
pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau menghilangkan bahaya
atau menguranginya sampai titik aman .Titik pengendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan
mentah, lokasi, praktek, prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan
untuk mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian kritis:
Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya dapat
dihilangkan
Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana bahaya dikurangi.
B. PRINSIP HACCP
Sistem HACCP sendiri terdiri dari tujuh poin, yang mana antara poin-poin tersebut
saling berkaitan, diantaranya :
1. Analisis bahaya.
Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada
semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan
distribusi, sampai kepada titik produk pangan dikonsumsi. Penilaian kemungkinan
terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan untuk pengendaliannya.
2
Sudarmaji, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis, (Surabaya:Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2005) hlm
184-185
2
2. Mengidentifikasi Critical Control Point (CCP)
Menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan untuk
menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya tersebut.
CCP berarti setiap tahapan didalam produksi pangan dan/atau pabrik yang meliputi
sejak bahan baku yang diterima, dan/atau diproduksi, panen, diangkut, formulasi,
diolah, disimpan dan lain sebagainya.
3
dan fisik pada setiap tahapan dari rantai makanan mulai dari bahan baku sampai
penggunaan produk akhir.
2. HACCP dapat memberikan dasar nuansa statistic untuk mendemontrasikan
kegiatan yang dapat atau mungkin dilakukan untuk mencegah terjadinya bahaya
sebelum mencapai konsumen.
3. Sistem HACCP memfokuskan pada upaya timbulnya bahaya dalam setiap proses
pengolahan makanan.
4. Penerapan HACCP melengkapi sistem pemeriksaan oleh pemerintah sehingga
pengawasan menjadi optimal.
5. Pendekatan HACCP memfokuskan pemeriksaan kepada tahap kegiatan yang kritis
dari proses produksi yang langsung berkaitan dengan konsumsi makanan.
6. Sistem HACCP meminimalkan resiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi
makanan.
7. Dapat meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan dan karena itu
mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan (Sudarmaji, 2005).
D. PENERAPAN HACCP
Operasi pangan harus menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik produk
tertentutersedia untuk pengembangan rencana HACCP yang efektif. Secara
optimal, hal tersebut dapat dicapai dengan pembentukan sebuah tim dari berbagai
disiplin ilmu. Apabila beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan dari
pihak luar. Adapun lingkup dari program HACCP harus diidentifikasi. Lingkup
tersebut harus menggambarkan segmen-segmen mana saja dari rantai pangan
4
tersebut yang terlibat dan penjenjangan secara umum bahaya-bahaya yang
dimaksudkan (yaitu meliputi semua jenjang bahaya atau hanya jenjangtertentu).
2. Deskripsi Produk
Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi mengenai
komposisi, struktur fisika/kimia (termasuk Aw, pH, d1l.), perlakuan-perlakuan
mikrosidal/statis (seperti perlakuan pemanasan, pembekuan, penggaraman,
pengasapan, dll.), pengemasan, kondisi penyimpanan dan daya tahan serta metoda
pendistribusiannya.
3. Identifikasi Rencana Penggunaan
Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan yang diharapkan
dari produk oleh pengguna produk atau konsumen. Dalam hal-hal tertentu,
kelompok kelompok populasi yang rentan, seperti yang menerima pangan dari
institusi, mungkin perlu dipertimbangkan.
4. Penyusunan Bagan Alir
Bagan alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam diagram alir harus memuat
segala tahapan dalam operasional produksi. Bila HACCP diterapkan pada suatu
operasi tertentu, maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah
operasi tersebut.
5. Konfirmasi Bagan Alir
Tim HACCP, sebagai penyusun bagan alir harus mengkonfirmasikan operasional
produksi dengan semua tahapan dan jam operasi serta bilamana perlu
mengadakan perubahan bagan alir.
6. Pencatatan Bahaya Potensial Yang berada di Setiap Tahapan
Tim HACCP, sebagai penyusun bagan alir harus mengkonfirmasikan operasional
produksi Dalam mengadakan analisis bahaya, apabila mungkin seyogyanya
dicakup hal-hal sebagai berikut :
emungkinan timbulnya bahaya dan pengaruh yang merugikan terbadap
kesehatan;
Evaluasi secara kualitatif dan/atau kuantitatif dari keberadaan bahaya;
Perkembangbiakan dan daya tahan hidup mikroorganisme-mikroorganisme
tertentu;
Produksi terus menerus toksin-toksin pangan, unsur-unsur fisika dan kimia;
Tim HACCP harus mempertimbangkan tindakan pengendalian, jika ada yang
dapat dilakukan untuk setiap bahaya.
5
7. Penentuan TKK (Titik Kendali Kritis)
Jika suatu bahaya telah teridentifikasi pada suatu tahap dimana pengendalian
penting untuk keamanan, dan tanpa tindakan pengendalian pada tahap tersebut,
atau langkah lainnya, maka produk atau proses harus dimodifikasi pada tahap
tersebut, atau pada tahap sebelum atau sesudahnya untuk memasukkan suatu
tindakan pengendalian.
8. Penentuan Batas Kritis TKK
Batas kritis harus ditentukan untuk setiap TTK. Dalam beberapa kasus batas kritis
criteria pengukurannya antara lain suhu, waktu, tingkat kelernbaban, pH, Aw dan
ketersediaan chlorine dan parameter yang berhubungan dengan panca indra
(penampakan dan tekstur).
9. Penentuan Sistem Pemantauan terhadap TKK
Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari TKK yang
dibandingkan terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus dapat
menemukan kehilangan kendali pada TKK. Selanjutnya pemantauan seyogianya
secara ideal memberi informasi yang tepat waktu untuk mengadakan penyesuaian
untuk memastikan pengendalian proses untuk mencegah pelanggaran dari batas
kritis.
10. Penetapan Tindakan Perbaikan
Tindakan-tindakan harus memastikan bahwa CCP telah berada dibawah kendali.
Tindakan-tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dan produk yang
terpengaruh. Penyimpangan dan prosedur disposisi produk harus
didokumentasikan dalam catatan HACCP.
11. Penetapan Prosedur Verifikasi
12. Penetapan Dokumentasi dan Pencatatan
6
disease. Timbulnya bahaya dalam pangan dapat diakibatkan oleh unsur fisik,
mikroorganisme, ataupun kimiawi. Penyakit yang ditimbulkannya pun diklasifikasikan
menjadi tiga bentuk, yakni :
1. Penyakit akibat pangan yang disebabkan oleh mikroba yang mencemari pangan
dan masuk ke dalam tubuh, kemudian hidup dan berkembang biak di dalam tubuh.
Dan mikroba ini umumnya mengakibatkan infeksi pada saluran pencernaan.
2. Penyakit pada pangan yang disebabkan oleh adanya toksin yang dihasilkan dari
mikroba dalam bahan pangan. Namun kejadian intoksikasi ini tidak selalu disertai
masuknya mikroba ke dalam tubuh.
3. Penyakit bahan pangan yang penyebabnya bukan akibat mikroba, namun akibat
proses kimiawi atau unsur fisik3.
Bahaya Mikrobiologis
Bahaya mikrobilogis yaitu berupa bakteri, parasit, yang dapat menyebabkan sakit
(pathogen) baik secara infeksi ataupun intoksikasi. Adanya bahaya biologis dapat
terjadi karena organism telah ada dalam bahan makanan atau karena proses
pengolahan ataupun penanganan.
Gangguan kesehatan berupa infeksi terjadi karena mengonsumsi produk yang
mengandung bakteri pathogen sedangkan intoksikasi dapat terjadi karena
mengonsumsi makanana yang mengandung toksik dari mikroorganisme.
Bakteri Salmonella merupakan salah satu bakteri yang sering menjadi contoh
sebagai indicator baik buruknya atau aman tidaknya bahan pangan yang berasal
dari telur dan daging. Banyak produk ekspor dari Indonesia yang ditolak oleh
Negara tujuan ekspor karena ditemukannya Salmonella pada contoh telur dan
daging yang akan diekspor (Legowo,2003).
Tabel 2. Jenis dan Sumber Mikroorganisme pada Produk Pakan
NO Mikrobia Sumber Makanan
1 Clostridium Tanah, organ dalam Makanan kaleng
botulinum ikan, hasil laut berasam rendah
2 Salmonella sp Tanah, insect, Daging unggas,
saluran pencernaan telur dan daging
unggas dan babi sapi
3 Listeria Air, ikan, burung Susu segar, keju,
3
Anang M.L, Analisis Bahaya dan Penerapan Jaminan Mutu Komoditi Olahan Pangan, (Semarang, 2003) hlm 3-
5
7
monocytogenes ikan , sayuran
mentah
4 Staphylococcus Tangan, Daging, susu, telur
aureus tenggorokan, saluran
nafas pekerja
5 Shigella sp Air tercemar, usus Susu, produk susu,
hewan dan manusia daging unggas
Sumber : Legowo (2003)
Bahaya Kimiawi
Bahan kimia berbahaya yang terdapat dalam dalam produk pangan dibedakan menjadi
dua kelompok , yaitu (1) Bahan kimia yang terbentuk secara alami pada bahan pangan ,
dan (2) bahan kimia yang sengaja ditambahkan ke dalam bahan pangan ataupun tak
disengaja
Bahaya kimia pada umunya disebabkan oleh adanya bahan kimia yang dapat
menimbulkan terjadinya intoksikasi. Bahan kimia penyebab keracunan diantaranya logam
berat (timbal/Pb dan raksa/Hg). Cemaran-cemaran tersebut berasal dari cemaran industri,
residu pestisida, hormon, dan antibiotika. Terbentuknya toksin akibat pertumbuhan dan
perkembangan jamur atau kapang penghasil toksin juga termasuk dalam bahaya kimia.
Beberapa jamur atau kapang penghasil toksin (mikotoksin) adalah 3 Aspergillus sp.,
Penicllium sp., dan Fusarium sp., yang dapat menghasilkan aflatoksin, patulin,
okratoksin, zearalenon, dan okratoksin.
Tabel 3. Bahan Kimia Berbahaya dan Sumbernya
No Sumber Bahan Kimia Berbahaya
1 Terbentuk Secara Alami Mikotoksin, Skrombotoksin (histamine),
Ciguatoksin, Toksin Jamur, Toksin Kerang
(Toksin paralitik, toksin diare, toksin amnestik
dan neurotoksin), Alkaloid Pirolozidin,
Fitohemaglutinin,
2 Ditambahkan secara sengaja ataupun Bahan kimia pertanian (pestisida, fungisida,
tidak sengaja insektisida, antibiotic, hormone pertumbuhan),
Logam dan bahan berbahaya (Pb, Zn, As, Hg,
Sianida),, bahan tambahan yang dilarang atau
overdosis (nitrit, sulfit, pewarna buatan)
Sumber : Legowo (2003)
8
Bahaya Fisik
Bahaya fisik yang dapat ditimbulkan dari makanan adalah adanya benda-benda asing
yang masuk ke dalam bahan pakan pada berbagai tahap pengolahan, misalnya pada saat
penyembelihan, proses pengolahan, pengemasan , dan penyimpanan, distribusi, hingga
penyajian pada konsumen
Benda-benda asing yang terdapat pada bahan makanan tersebut selain mengganggu
estetika dari makanan juga dapat membahayakan konsumen, baik dari segi kesehatan
maupun dari segi ekonomi. Apabila konsumen menerima hal tersebut, tentunya tidak
akan mau menerima produk tersebut.
Penggolongan Karakteristik Bahaya (hazard) dan tingkat resiko
1. Penggolongan Karakteristik Bahaya (Hazard)
Berdasarkan National Advisory Committee on Microbiology Criteria for Food (1989),
karakteristik hazard bisa dikelompokkan menjadi (USDA, 1993):
Hazard A: merupakan kelompok yang dapat menyebabkan produkyang didesain dan
ditujukan untuk kelompok berisiko (bayi, lanjut usia, orang sakit, ataupun orang dengan
daya tahan tubuh rendah) menjadi tidak steril.
Hazard B: produk mengandung bahan yang sensitif terhadap Hazard mikrobiologi.
Hazard C: proses yang dilakukan tidak diikuti dengan langkah pengendalian yang
efektif untuk merusak mikroorganisme yangberbahaya.
Hazard D: produk terkontaminasi ulang setelah pengolahan dansebelum pengepakan.
Hazard E: terdapat bahaya yang potensial pada penanganan saatdistribusi atau
penanganan oleh konsumen sehingga menebabkan produk berbahaya jika dikonsumsi.
Hazard F: tidak ada proses pemanasan akhir setelah proses pengepakan atau ketika
dimasak di rumah.
2. Pengukuran Tingkat Resiko Berdasarkan Karakteristik Hazard
Berdasarkan National Advisory Committee on Microbiology Criteria for Food (1989),
karakteristik hazard bisa dikelompokkan menjadi:
Kategori VI : jika produk makanan mengandung hazard A atau ditambah dengan
hazard yang lain.
Kategori V : jika produk makanan mengandung 5 karakteristik hazard
(B,C,D,E,F).
Kategori IV : jika produk makanan mengandung 4 karakteristik hazard
(antara B s/d F).
9
Kategori III : jika produk makanan mengandung 3 karakteristik hazard (antara B
s/d F).
Kategori II : jika produk makanan mengandung dua karakteristik hazard (Bs/d F).
Kategori I : jika produk makanan mengandung satu karakteristik hazard (antara B
- F).
Kategori 0 : jika tidak terdapat bahaya (USDA, 1993).
10
DAFTAR PUSTAKA
Legowo, A.M. 2003. Analisis Bahaya dan Penerapan Jaminan Mutu Komoditi Olahan
Pangan. Badan Bimbingan Massal Ketahanan Pangan Pripinsi Jateng : Semarang
Sudarmaji. 2005. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. Jurnal Kesehatan
Lingkungan, Vol 1, No2, Tahun 2005
BSNi. 1998. SNI 01-4852-1998 : Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis serta
Pedoman Penerapnnya
Sukarnoputri, I.S. 2007. HACCP Yang Perlu Diketahui
USDA. (1993). HACCP Principles for Food Production. USDA.
11