Anda di halaman 1dari 4

PENUNTUN LKK 3: TERAPI INHALASI

A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu :
1. Mengetahui dasar dilakukannya terapi inhalasi
2. Mempersiapkan alat dan bahan untuk terapi inhalasi
3. Melakukan terapi inhalasi

B. PELAKSANAAN
I. PANDUAN BELAJAR TERAPI INHALASI
1.1 Landasan Teori
Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara inhalasi ke dalam saluran respiratori.
Pada awalnya, prinsip dasar terapi inhalasi adalah mengubah obat cair menjadi bentuk
aerosol agar dapat langsung melalui sistem respiratori. Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan, terapi inhalasi tidak hanya dalam bentuk aerosol, tetapi dapat juga dalam
bentuk powder (bubuk) yang dihisap. Prinsip farmakologis terapi inhalasi yang tepat untuk
penyakit sistem respiratori adalah obat dapat mencapai organ target dengan menghasilkan
partikel aerosol berukuran optimal agar terdeposisi di paru-paru, awitan kerja cepat, dosis
kecil, efek samping minimal karena konsentrasi obat di dalam darah sedikit atau rendah,
mudah digunakan, dan efek terapeutik segera tercapai yang ditunjukan dengan adanya
perbaikan klinis.
Sistem respiratori memiliki beberapa mekanisme pertahanan yang akan melindungi
dari masuk dan mengendapnya partikel obat. Mekanisme pertahanan tersebut antara lain
refleks batuk, bersin, serta klirens mukosilier. Dengan adanya mekanisme tersebut, harus
dibuat suatu metode agar partikel aerosol yang dihasilkan tidak tereliminasi, yaitu dengan
memperhatikan besar atau ukuran partikel. Ukuran partikel akan mempengaruhi sampai
sejauh mana partikel melakukan penetrasi kedalam sistem respiratori. Obat yang digunakan
adalah bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel di dalam gas, dengan ukuran partikel berkisar
2-10 m atau 1-7 m.
Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa, tidak
mahal, secara selektif mencapai saluran respiratori bawah, hanya sedikit yang tertinggal di
saluran respiratori atas, dan dapat digunakan oleh anak, orang cacat ataupun orang tua.

Tiga sistem inhalasi yang digunakan dalam klinik sehari-hari yakni :


1. Nebulizer
Alat nebulizer dapat mengubah obat berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus
menerus, dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan atau gelombang
ultrasonik, sehingga pada prakteknya dikenal dua jenis alat nebulizer, yaitu ultrasonic
nebulizer dan jet nebulizer. Kelebihan terapi inhalasi menggunakan nebulizer adalah
tidak atau sedikit memerlukan koordinasi pasien, hanya memerlukan pernafasan tidal,
dan dapat berupa campuran beberapa jenis obat (misalnya salbutamol dan ipratropium
bromida). Kekurangannya adalah alat ini cukup besar sehingga kurang praktis,
memerlukan sumber tenaga listrik, dan relatif mahal. Ultrasonic nebulizer
menghasilkan aerosol melalui osilasi frekuensi tinggi dari piezo-electric crystal yang
berada dekat larutan, sehingga cairan memecah menjadi aerosol. Kelebihan jenis
nebulizer ini adalah tidak menimbulkan suara bising dan dapat mengubah larutan
menjadi aerosol secara terus menerus. Kekurangannya adalah mahal dan memerlukan
biaya perawatan yang lebih besar. Jet nebulizer paling banyak digunakan di banyak
negara karena relatif lebih murah dibandingkan ultrasonic nebulizer. Gas jet
berkecepatan tinggi yang berasal dari udara yang dipadatkan dalam silinder, ditiupkan
melalui lubang kecil, dan akan menghasilkan tekanan negatif, yang selanjutnya akan
memecah larutan menjadi bentuk aerosol.
2. Metered dose inhaler (dengan atau tanpa spacer/alat penyambung)
Metered dose inhaler (MDI) merupakan cara inhalasi yang memerlukan teknik
inhalasi yang memerlukan teknik inhalasi tertentu agar sejumlah dosis obat mencapai
saluran respiratori. Dengan teknik inhalasi yang benar, maka 80% aerosol akan
mengendap di mulut dan orofaring karena kecepatan yang tinggi dan ukurannya besar,
10% tetap berada di dalam akuator, dan hanya sekitar 10% dari aerosol yang
disemprotkan akan sampai ke paru.
3. Dry powder inhaler
Inhaler jenis ini tidak mengandung propelan, sehingga mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan MDI. Penggunaan obat serbuk kering pada Dry powder inhaler
(DPI) memerlukan inspirasi yang cukup kuat. Pada anak kecil hal ini sulit dilakukan
mengingat inspirasi kuat belum dapat dilakukan, sehingga deposisi obat pada sistem
respiratori berkurang. Pada anak yang lebih besar, penggunaan obat serbuk ini lebih
mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan MDI. Dengan cara ini,
deposisi obat di dalam paru lebih besar dan lebih konstan dibandingkan dengan MDI
tanpa spacer, sehingga dianjurkan untuk diberikan pada anak berusia >5 tahun.

Parameter klinis peran terapi inhalasi pada asma anak dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Saat serangan
Obat yang digunakan pada saat serangan adalah obat golongan bronkodilator, yang
tersering adalah 2 agonis yang dapat diberikan tersendiri atau bersamaan dengan
ipratropium bromida. Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) menganjurkan
pemberian 2 agonis saja pada serangan asma ringan, sedangkan pada serangan asma
berat diberikan bersamaan dengan ipratropium bromida.
2. Diluar serangan
Penggunaan obat inhalasi diluar serangan asma hanya diberikan bila memelukan obat
pengendali, yaitu pada asma episodik sering dan asma persisten. Obat pengendali
yang biasa digunakan adalah natrium kromoglikat dan golongan steroid. Menurut
PNAA, kromoglikat tidak digunakan lagi karena berdasarkan penelitian efektivitasnya
rendah, selain itu obat ini juga sulit didapat.
1.2 Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 3 Blok XIII FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Pasien simulasi
4. Stetoskop
5. Pulse oximeter
6. Alat Nebulizer
7. MDI dan DPI
8. Obat-obatan:
- 2 agonis
- 2 agonis + antikolinergik
- Cairan NaCl 0,9%

1.3. Langkah Kerja


1. Mahasiswa mengucapkan salam kepada pasien dan memperkenalkan diri sebagai dokter
2. Mahasiswa menanyakan identitas pasien
3. Mahasiswa menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan
4. Mahasiswa meminta izin kepada keluarga pasien untuk melakukan tindakan
5. Menilai derajat serangan sesuai dengan PNAA
6. Mempersiapkan alat dan obat-obatan yang dibutuhkan:
- Memasang alat nebulizer
- Memasukkan obat
- Memasang sungkup
6. Melakukan nebulisasi dengan:
obat 2 agonis 1-2x selang 20 menit.
nebulisasi ketiga ditambah antikolinergik.
Jika serangan berat, nebulisasi 1x + antikolinergik.
7. Menilai perbaikan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan, menilai effort
pernafasan, melakukan auskultasi pada regio toraks pasien dan atau menghitung saturasi
oksigen dengan pulse oximeter.

Daftar Pustaka
1. Supriyatno B, Nastiti K. Terapi Inhalasi pada Penyakit Respiratorik. Buku Ajar
Respirologi Anak 2008. IDAI
2. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. 2009

Anda mungkin juga menyukai