Anda di halaman 1dari 9

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Pengertian Limbah B3 Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang
dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri,
pertambangan dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau
padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal
sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Definisi dari limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah)
suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat
(toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau
membahayakan kesehatan manusia. Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu,
Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfide, fenol dan sebagainya.

Limbah Beracun Terdiri Dari:

Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan
gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.
Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api,
gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala
akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau
menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia
dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam
tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.
Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit
atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang
diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3


disebutkan bahwa daftar limbah dari jenis kegiatan industri kilang minyak dan gas bumi
dengan kode limbah D221 antara lain sludge minyak (oil sludge), katalis bekas, karbon aktif
bekas, limbah laboratorium dan lain-lain.

Limbah Pertamina (Oil Sludge)

Perindustrian telah mengalami kemajuan yang sangat pesat sejak terjadinya revolusi
industri di daratan Eropa pada abad pertengahan. Seluruh Negara maju di dunia berpacu
untuk mendirikan pabrik-pabrik, tentu saja dengan konsep untuk kemudahan bagi manusia.
Perkembangan yang sangat pesat ini kemudian memberikan efek yang buruk bagi manusia.
Kontrol yang hampir tidak pernah dilakukan terhadap limbah industri telah mengakibatkan
terjadinya pencemaran yang sangat luas dan merupakan limbah yang berbahaya, salah
satunya adalah limbah oil sludge yang dihasilkan pertamina.

Oil Sludge dihasilkan dari berbagai kegiatan operasi perminyakan mulai dari kegiatan
hulu sampai hilir yaitu dari eksplorasi dan produksi, kegiatan pengolahan, kegiatan
pengangkutan dan perkapalan serta pemasaran. Oil Sludge merupakan hasil samping dari
kegiatan tersebut, sehingga jenis limbah ini perlu mendapat perhatian khusus karena limbah
ini termasuk kriteria limbah B3. Minyak hasil penyulingan (refines) dari minyak mentah
biasanya disimpan dalam tangki penyimpanan. Oksidasi proses yang terjadi akibat kontak
antara minyak, udara dan air menimbulkan adanya sedimentasi pada dasar tangki
penyimpanan, endapan ini adalah oil sludge. Oil sludge terdiri dari minyak (hydrocarbon),
air, abu, karat tangki, pasir, dan bahan kimia lainnya. Kandungan dari hydrocarbon antara
lain benzene, toluene, ethylbenzene, xylenes dan logam berat seperti timbal (Pb). Oil Sludge
rata-rata dihasilkan sebanyak 2,11 m3 /hari oleh satu perusahaan minyak dan tidak
memenuhi salah satu persyaratan sebagai feed maupun salah satu produk minyak. Oil Sludge
selama ini hanya dibiarkan menumpuk, dianggap sebagai limbah yang tak bermanfaat dan
harus dimusnahkan. Namun sebenarnya oil sludge adalah salah satu sumber alternatif yang
belum tersentuh oleh kita. Oleh karena itu, harus ada aplikasi teknik pengolahan limbah atau
daur ulang yang tepat dan murah untuk menangani masalah limbah oil sludge tersebut.

Selain limbah padat, proses penyulingan minyak mentah (crude oil) dalam industri
perminyakan juga menghasilkan limbah gas dan cair. Kandungan limbah gas buangan
seperti, volatile hydrocarbon, CO, NOx dan SOx dapat mencemari lingkungan dan berbahaya
bagi kesehatan masyarakat disekitarnya. Begitu pula dengan limbah cair dari sisa proses
penyulingan umumnya memiliki kandungan minyak, bahan-bahan kimia seperti, timbal,
sulphide, phenol dan chloride yang merupakan limbah beracun berbahaya.

Limbah pertamina yang digunakan dalam pembuatan sampel ini berasal dari Pertamina
Pangkalan Susu yang berada di Jalan Samudra. Unit pengolahan pertamina Pangkalan Susu
merupakan sumber minyak yang sudah ada sejak tahun 1883. Penyimpanan limbah dilakukan
dengan sistem blok dan tiap blok terdiri dari bangunan dengan ukuran persegi yang dibuat
dengan lantai yang kedap air, tidak berlubang agar terlindung dari masuknya air hujan dan
memiliki ventilasi udara yang baik.

Unsur-unsur yang terkandung dalam oil sludge

Limbah pertamina (oil Sludge) mengandung unsur-unsur logam berat seperti Pb, Cd dan lain
sebagainya. Logam berat adalah logam dengan massa jenis lima atau lebih, dengan nomor
atom 22 sampai dengan 92. Diantara semua unsur logam berat, Hg menduduki urutan
pertama dalam hal sifat racunnya, dibandingkan dengan logam berat lainnya, kemudian
diikuti oleh logam berat antara lain Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn.

Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan
logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini
berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme tubuh. (Heryando Palar, 2008)

Logam berat dianggap berbahaya bagi kesehatan bila terakumulasi secara berlebihan di
dalam tubuh. Beberapa di antaranya bersifat membangkitkan kanker (karsinogen). Demikian
pula dengan bahan pangan dengan kandungan logam berat tinggi dianggap tidak layak
konsumsi. Kasus-kasus pencemaran lingkungan menyebabkan banyak bahan pangan
mengandung logam berat berlebihan. Kasus yang populer adalah sindrom Minamata, sebagai
akibat akumulasi raksa (Hg) dalam tubuh ikan konsumsi. Berikut adalah tabel komposisi
unsur-unsur logam berat yang terkandung dalam limbah pertamina.

Unsur-unsur logam berat yang terkandung dalam limbah pertamina

No. Parameter mg/l

1 Arsen (As) 0,18


2 Barium (Ba) 80,73
3 Boron (B) 448,64
4 Chromium (Cr) 34,69
5 Cadmium (Cd) 21,76
6 Mercury (Hg) No Detection
7 Timbal (Pb) 407,79
8 Zinkum (Zn) 142,97

Arsen (As)
Arsen, arsenik, atau arsenikum adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang
memiliki simbol As dan nomor atom 33. Ini adalah bahan metaloid yang terkenal beracun
dan memiliki tiga bentuk alotropik; kuning, hitam dan abu-abu. Arsenik dan senyawa
arsenik digunakan sebagai pestisida, herbisida insektisida dan beragam aloy.
Arsenik secara kimiawi memiliki karakteristik yang serupa dengan Fosfor dan
sering dapat digunakan sebagai pengganti dalam berbagai reaksi biokimia dan juga
beracun. Ketika dipanaskan, arsenik akan cepat teroksidasi menjadi oksida arsenik yang
berbau seperti bau bawang putih. Arsenik dan beberapa senyawa arsenik juga dapat
langsung tersublimasi, berubah dari padat menjadi gas tanpa menjadi cairan terlebih
dahulu. Zat dasar arsenik ditemukan dalam dua bentuk padat yang berwarna kuning dan
metalik dengan berat jenis 1,97 dan 5,73.
Arsenik dan sebagian besar senyawa arsenik adalah racun yang kuat. Arsenik
membunuh dengan cara merusak sistem pencernaan yang menyebabkan kematian oleh
karena shock. Beberapa tempat di bumi mengandung Arsen yang cukup tinggi, termasuk
pada penggalian sumber minyak dari dalam tanah yang terkontaminasi.

Barium
Barium adalah salah satu unsur yang termasuk logam alkali tanah, biasanya
ditemukan dalam bentuk barium sulfat (BaSO4). Barium Sulfat dalam bentuk mineral
yang bernama barite dengan bentuk serbuk halus berwarna putih dan kekunigan-kuningan
dan tidak berbau. Barium adalah unsur yang sangat reaktif, artinya mudah bereaksi
dengan unsur lainnya sehingga jarang sekali ditemukan Barium murni di alam. Biasanya
barium akan berbentuk BaO, BaO2, BaCl2. Sifat kimia dan fisikanya hampir mirip
dengan kalsium, yaitu sedikit larut dalam air dan mudah bereaksi.

Boron
Boron adalah suatu unsur esensial yang diperlukan dalam pertumbuhan biota laut
tetapi berakibat toksis jika berlebihan sehingga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan,
reproduksi atau kelangsungan hidup. Konsentrasi maksimum boron total untuk proteksi
bagi kehidupan ekosistem perairan direkomendasikan tidak lebih 1,2 mg/l.
Boron banyak terdapat di batu borax. Ada dua alotrop boron; boron amorfus
adalah serbuk coklat dan boron metalik berwarna hitam. Bentuk metaliknya keras dan
konduktor yang buruk dalam suhu ruang. Tidak pernah ditemukan bebas dalam alam.

Kromium (Cr)
Kromium merupakan logam kristalin yang berwarna putih, bentuknya alloy
dengan logam lain. Umumnya paling banyak berasal dari kegiatan-kegiatan perindustrian
dan rumah tangga. Bentuknya seperti debu atau partikel yang dapat masuk ke dalam
tubuh manusia atau hewan, yang terhirup melalui rongga hidung sehingga dapat
mengganggu peredaran darah di paru-paru. Kromium memiliki titik lebur pada suhu
1765o C. logam ini mengandung karbon yang tinggi sehingga sangat mudah bereaksi
dengan silika yang mempunyai sifat sama dengan pasir.
Logam Cr murni tidak pernah ditemukan bebas di alam. Logam ini ditemukan
dalam bentuk persenyawaan padat atau mineral dengan unsur-unsur lain. Sebagai bahan
mineral, Cr paling banyak ditemukan dalam bentuk Chromite (FeOCr2O3). (Heryando
Palar, 2008)

Kadmium (Cd)
Kadmium merupakan logam lunak berwarna putih seperti putih perak. Logam ini akan
kehilangan kilapnya bila berada dalam udara yang basah atau lembab serta akan cepat
mengalami kerusakan bila dikenai oleh uap ammonia (NH3) dan Sulfur hidroksida
(SO2). (Heryando Palar, 2008).
Penggunaan cadmium sebagian besar untuk alloy dengan tembaga, perak atau
nikel. Dalam jumlah sedikit saja sudah mampu memperbaiki alloy tersebut menjadi lebih
keras, mengurangi perkaratan, tahan geseran dan kuat tekan tinggi sehingga dimanfaatkan
untuk membuat bagian-bagian mesin yang bergerak. Penggunaan lain sebagai bahan
electro plating, batu batere serta bahan chemikalia. (Sukandarrumidi, 2007)
Gejala akut dan kronis akibat keracunan Cd (Kadnium) adalah sesak dada,
kerongkongan kering dan dada terasa sesak (constriction of chest), nafas pendek, nafas
terengah-engah, distress dan bisa berkembang ke arah penyakit radang paru-paru, sakit
kepala dan menggigil, mungkin dapat diikuti kematian, kemampuan mencium bau
menurun, berat badan menurun, gigi terasa ngilu dan berwarna kuning keemasan. Selain
menyerang pernafasan dan gigi, keracunan yang bersifat kronis menyerang juga saluran
pencernaan, ginjal, hati dan tulang.

Merkuri (Hg).
Merkuri merupakan unsur golongan logam transisi yang berwarna keperakan dan
merupakan satu dari lima unsur (bersama cesium, fransium, galium dan brom) yang
berbentuk cair dalam suhu kamar. Raksa banyak digunakan sebagai bahan amalgam gigi,
termometer, barometer dan peralatan ilmiah lain, walaupun penggunaannya untuk bahan
pengisi termometer telah digantikan (oleh termometer alkohol, digital atau termistor)
dengan alasan kesehatan dan keamanan karena sifat toksik yang dimilikinya. Densitasnya
yang tinggi menyebabkan benda-benda seperti bola biliar menjadi terapung jika
diletakkan di dalam cairan raksa.
Keracunan yang disebabkan merkuri bisa berupa gangguan pada pencernaan dan
sistem syaraf. Radang gusi merupakan gangguan yang terjadi pada sistem pencernaan.
Radang gusi akan merusak jaringan penahanan gigi sehingga gigi mudah lepas.
Gangguan terhadap sistem syaraf dapat mengakibatkan gangguan emosional korban,
seperti cepat marah yang diluar kewajarannya dan mental hiperaktif yang berat.

Timbal (Pb)
Timbal merupakan logam yang berwarna abu-abu kebiruan dalam bentuk logam
murni. Timbal sangat tahan pada reaksi kimia, kurang tahan terhadap asam cuka dan
kapur, kurang tahan terhadap getaran, tahan korosi, dan mempunyai titik cair 274o C
dengan titik didih 1560o C. Timbal banyak digunakan untuk kabel listrik dan juga
konstruksi pabrik kimia karena tidak bersifat korosi.
Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata
sangat berbahaya karena dapat memberikan efek racun terhadap fungsi organ yang
terdapat dalam tubuh. Logam ini beracun dan efek dari racun ini antara lain menurunkan
daya ingat otak, menurunkan kuat tekan darah dan berat badan, insomnia dan lain-lain.
Keracunan akut yang cukup berat dapat mengakibatkan koma bahkan kematian.

Zinkum (Zn)
Seng memiliki warna putih kebiruan. Logam ini rapuh pada suhu biasa tetapi
mudah dibentuk pada suhu 100o C - 150o C. Ia dapat mengalirkan listrik walau tidak
seefektif tembaga dan terbakar di udara pada suhu tinggi merah menyala dengan evolusi
awan putih oksida.
Unsur ini juga menunjukkan sifat yang sangat mudah dibentuk (superplasticity).
Seng maupun zirkonium tidak memiliki sifat magnet. Tetapi ZrZn2 menunjukkan sifat
kemagnetan pada suhu dibawah 35 Kelvin. Senyawa ini memiliki sifat-sifat kelistrikan,
panas, optik dan solid-state yang unik tetapi belum sepenuhnya dimengerti.
Seng dipakai sebagai pelindung dari karat, karena lebih tahan terhadap karat
daripada besi. Pelapisan dengan seng dilakukan secara galvanis seperti tembaga. Seng
juga mudah dituang dan sering dipakai sebagai pencampur bahan lain yang sukar dituang,
missal tembaga. (Sumanto, 1996). Seng tidak dianggap beracun, tetapi jika senyawa ZnO
yang baru dibentuk terhirup, penyakit yang disebut oxide shakes atau zinc chills kadang-
kadang bisa muncul. Perlu ventilasi yang cukup untuk ruangan yang menyimpan seng
oksida untuk menghindari konsentrasi yang lebih dari 5 mg/l .

Komponen Minyak Bumi


Minyak bumi atau minyak mentah (crude oil) menurut Muhtar (2001) merupakan
campuran yang komplek dari senyawaan kimia, yang terdiri dari unsur unsur karbon
(C), hidrogen (H), sulfur (S), oksigen (O), nitrogen (N) dan logam (Cu, Fe, Ni dan lain-
lain). Senyawaan yang hanya terdiri dari unsur karbon dan hidrogen dikelompokkan
sebagai senyawaan hidrokarbon. Senyawaan hidrokarbon diklasiikasikan atas
hidrokarbon parain, olein, naften dan aromat. Sedangkan senyawaan campuran antara
unsur karbon, hidrogen dan salah satu unsur atau lebih dari sulfur, oksigen, nitrogen dan
logam dikelompokkan sebagai senyawaan non hidrokarbon.

Karakteristik Minyak Bumi


Menurut Risayekti (2004), minyak bumi merupakan bahan tambang yang terdapat
di dalam perut bumi, komposisinya berupa senyawaan kimia terdiri dari komponen
hidrokarbon dan non hidrokarbon. Minyak bumi berwarna dari coklat kehitamhitaman
sampai hitam pekat dalam bentuk cair dan terdapat gasgas yang melarut didalamnya,
dengan speciic gravity berkisar antara 0,8000 1,0000.
Pada berbagai industri kimia, kilang minyak bumi telah diidentiikasi sebagai
emitter besar dari berbagai polutan. Benzene, toluene, ethylbenzene, dan xylene (BTEX)
membentuk sebuah kelompok senyawa aromatik penting dari senyawa organik volatil
(volatile organic compounds) karena perannya dalam kimia troposfer dan resiko yang
ditimbulkan bagi kesehatan manusia (Baltrenas et al, 2011).

Tumpahan Minyak (Oil Spill)


Menurut Nuryatini dan Edi (2010), pencemaran minyak didalam air dapat terjadi
karena adanya kegiatan eksplorasi minyak bumi, pengilangan minyak bumi kecelakaan
transportasi atau kebocoran pipa. Cemaran minyak ini dapat bermuara di sungai, danau
atau air tanah yang berakibat buruk pada kesehatan manusia karena penurunan kualitas
air baku air minum. Minyak bumi yang mencemari tanah dapat mencapai lokasi air tanah,
danau atau sumber air yang menyediakan air bagi kebutuhan domestik maupun industri
sehingga menjadi masalah serius bagi daerah yang mengandalkan air tanah sebagai
sumber utama kebutuhan air bersih atau air minum. Sedangkan Culbertson et al (2008)
menjelaskan bahwa pencemaran minyak bumi meskipun dengan konsentrasi hidrokarbon
yang sangat rendah sangat mempengaruhi bau dan rasa air tanah. Sisa-sisa dari tumpahan
minyak bumi dapat bertahan selama puluhan tahun dalam sedimen pantai yang dapat
mempengaruhi lora dan fauna lokal, selain itu beberapa studi telah meneliti dampak
jangka panjang dari sisa tumpahan minyak juga mempengaruhi ekosistem pesisir.
Proses pengolahan minyak dan petrokimia di kilang (reinery) menurut Carmen
Marti et al (2009) menghasilkan lumpur minyak kilang (oil sludge), yang berpotensi
mencemari lingkungan. Lumpur minyak merupakan kotoran minyak yang terbentuk dari
proses pengumpulan dan pengendapan kontaminan minyak yang terdiri atas kontaminan
yang memang sudah ada di dalam minyak maupun kontaminan yang terkumpul dan
terbentuk dalam penanganan suatu proses. Secara isik lumpur minyak mempunyai berat
jenis antara : 0,93 1,05, berwarna dari coklat tua sampai hitam, berbau hidrokarbon dan
kelarutan dalam air sangat rendah.
Menurut Aguilera et al (2010) dampak dari tumpahan minyak berpengaruh pada
kesehatan isik dan mental pada populasi yang terkena, terutama mengacu pada gejala
klinis dan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup. Populasi atau individu
dengan derajat paparan yang lebih tinggi atau tinggal di daerah yang paling dekat dengan
tumpahan minyak menunjukkan rendahnya tingkat kesehatan mental dibandingkan
dengan mereka dengan derajat paparan yang rendah atau tinggal di daerah yang jauh dari
tumpahan minyak. Soesanto (1973) menjelaskan akibat-akibat jangka pendek dari
pencemaran minyak bumi sudah banyak dilaporkan. Molekul-molekul hidrokarbon
minyak bumi dapat merusak membran sel yang berakibat pada keluarnya cairan sel dan
berpenetrasinya bahan tersebut ke dalam sel. Ikan-ikan yang hidup di lingkungan yang
tercemar oleh minyak dan senyawa hidrokarbon akan mengalami berbagai gangguan
struktur dan fungsi tubuh. Secara langsung minyak dapat menimbulkan kematian pada
ikan. Hal ini disebabkan oleh kekurangan oksigen, keracunan karbondioksida dan
keracunan langsung oleh bahan beracun yang terdapat dalam minyak. Sedangkan akibat
jangka panjang menurut Sumadhilaga (1973), pencemaran minyak ternyata dapat pula
menimbulkan beberapa masalah yang serius terutama bagi biota yang masih muda.
Mengingat dampak pencemaran minyak bumi baik dalam konsentrasi rendah maupun
tinggi cukup serius, maka manusia terus berusaha untuk mencari teknologi yang paling
mudah, murah dan tidak menimbulkan dampak lanjutan.

Kualitas Air

Menurut Ismoyo (1994) kualitas air adalah suatu keadaan dan sifat-sifat isik,
kimia dan biologi suatu perairan yang dibandingkan dengan persyaratan untuk keperluan
tertentu, seperti kualitas air untuk air minum, pertanian dan perikanan, rumah sakit,
industri dan lain sebagainya. Sehingga menjadikan persyaratan kualitas air berbeda-beda
sesuai dengan peruntukannya. Abdelwahab et al (2010) menjelaskan bahwa fenol pada
limbah kilang minyak dapat dikurangi secara elektrokoagulasi dengan menggunakan sel
dengan katoda aluminium. Pengurangan fenol diselidiki pada berbagai parameter yaitu:
pH, waktu operasi, rapat arus, konsentrasi fenol awal dan penambahan NaCl.
Pengurangan fenol dengan metode elektrokoagulasi adalah merupakan kombinasi dari
koagulasi dan adsorpsi dan dengan metode ini pengurangan fenol dapat mencapai 97%.
Minyak di air dapat berupa minyak terapung dipermukaan, terdispersi secara
mekanik, teremulsi, terlarut (ukuran droplet < 5 mm), dan minyak yang melekat pada
permukaan partikel (Benito J.M, 1998 dalam Nuryatini dan Edi, 2010). Sementara Plebon
M.J (2008) mendeinisikan free-oil sebagai droplet minyak yang berukuran 150 mm yang
akan segera terapung dipermukaan karena ukurannya yang besar, sedangkan emulsi
minyak adalah droplet minyak yang terdispersi di air dengan cukup stabil karena
ukurannya yang lebih kecil.
Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar
atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan
dengan baku mutu air yang ditetapkan. Salah satu metode dalam penentuan status mutu
air adalah dengan menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) mengacu pada Kepmen
LH No 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Metode ini dapat
memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk
suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas air jika terjadi
penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar.
Dapus

Aguilera, F., Mendez, J., Pasaro, E., and Laffon, B., 2010, Review on the Effects of Exposure to Spilled Oils
on Human Health. Journal of Applied Toxicology 10.1002/jat.1521

Kementerian KLH, 2006, Panduan Penghitungan Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan atau Perusakan
Lingkungan, Jakarta.

Kepmen LH No. 115 tahun 2003, tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air

Sugiyono, 2007, Statistik untuk Penelitian, Penerbit Alfabeta, Bandung

Undang Undang No. 22 tahun 2001, tentang Minyak dan Gas Bumi

Undang Undang No. 32 tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 jo PP No. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun )

Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 19 tahun 2010 tentang Baku Mutu Limbah Bagi Usaha
dan/ atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi

Nuryatini dan Edi Iswanto Wiloso, 2010, Uji Metode Analisis Minyak Terdispersi dalam Air, Jurnal
Teknologi Indonesia, No. 262/AU/ P2MBI/05/2010.

Sumadhilaga, K, 1995, p-376, Lingkungan dan Pembangunan, Jakarta

Susanto, V, 1973, Water Pollution, Corespondence-Course-Cetral, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai