Anda di halaman 1dari 4

AIR LAUT SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF

adalah istilah yang merujuk kepada semua energi yang dapat digunakan yang
bertujuan untuk menggantikan bahan bakar konvensional tanpa akibat yang tidak diharapkan
dari hal tersebut. Umumnya, istilah ini digunakan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar
hidrokarbon yang mengakibatkan kerusakan lingkungan akibat emisi karbon dioksida yang
tinggi, yang berkontribusi besar terhadap pemanasan global berdasarkan Intergovernmental
Panel on Climate Change.

Istilah "alternatif" merujuk kepada suatu teknologi selain teknologi yang digunakan
pada bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi. Teknologi alternatif yang digunakan
untuk menghasilkan energi dengan mengatasi masalah dan tidak menghasilkan masalah
seperti penggunaan bahan bakar fosil.

Oxford Dictionary mendefinisikan energi alternatif sebagai energi yang digunakan


bertujuan untuk menghentikan penggunaan sumber daya alam atau pengrusakan lingkungan.

Adapun kriteria-kriteria energi alternatif adalah:

Dapat digunakan berulang-ulang


Jumlahnya berlimpah
Pengolahannya tidak merusak alam
Tidak berbahaya, aman, serata tidak menimbulkan berbagai penyakit akibat
pengolahan/penggunaanya.
Ramah lingkungan Salah satunya pemanfaatan air laut sebagai bahan bakar.

A. Penemuan Air Laut Menjadi Bahan Bakar Alternatif

Bagi masyarakat awam, air laut hanya dianggap air asin yang mungkin hanya
menghasilkan garam. Namun, bagi para ilmuwan yang menekuni ilmu kelautan, air laut
ternyata memiliki kekuatan dahsyat sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak
semisal solar atau premium

Dengan luas lautan yang lebih besar dari daratannya, sudah sepantasnya Indonesia
memaksimalkan air laut sebagai sumber energi alternatif. Selain itu, energi air laut ini ramah
lingkungan karena kita murni memanfaatkan energi potensial dan kinetik yang dimiliki oleh
air laut. Dan tidak ada polutan yang dihasilkan. Serta ketersediaannya pun tidak akan habis-
habis karena mengalami siklus.
Pepatah lama yang mengatakan bahwa air adalah lawan dari api mungkin sudah tidak
relevan lagi digunakan pada zaman modern sekarang. Hal ini secara tidak sengaja ditemukan
oleh seorang peneliti dari USA yang bernama John Kanzius, 63 tahun, yang telah berhasil
menciptakan alternatif bahan bakar dari air laut. Secara kebetulan, teknisi broadcast ini
menemukan sesuatu yang menakjubkan. Pada kondisi yang tepat, air laut dapat menyala
dengan temperatur yang luar biasa. Dengan sedikit modifikasi, tidak menutup kemungkinan
di masa depan, hal ini dapat dijadikan sebagai alternatif bahan bakar untuk kendaraan
bermotor.
Dalam tulisannya yang berjudul Observations of polarised RF radiation catalysis of
dissociation of H2O-NaCl solutions, Kanizius mengatakan bahwa, larutan garam (H2O-
NaCl dengan konsentrasi 1 30%) akan menghasilkan gas hidrogen dan oksigen yang dapat
menimbulkan nyala api, ketika dikenai gelombang radio sebesar 13,56 MHz pada suhu
kamar.

Kenapa air laut bisa terbakar


karena ini semua berhubungan dengan hidrogen. Dalam keadaan normal, air laut
mempunyai komposisi natrium Klorida (garam), Hidrogen, dan oksigen (air) yang stabil.
Gelombang radio dari RFG [ (Radio Frekuensi Generator (RFG) adalah alat yang berfungsi
untuk membangkitkan gelombang sinus dengan range frekuensi RF ] milik Kanzius
mengacaukan kestabilan itu, memutuskan ikatan kimia yang terdapat dalam air laut.
Penggunaan Radiasi elekromagnetic lemah yang berasal dari gelombang radio RFG
mendisosiasi air menjadi hidrogen dan oksigen. Selain itu, larutan garam menunjukkan
bahwa adanya perubahan struktural pada struktur air yang terjadi sebelum dan sesudah
pembakaran dilakukan. Hal ini melepaskan molekul hidrogen yang mudah menguap (volatil),
dan panas yang keluar dari RFG memicu dan membakarnya dengan cepat.

Proses membuat air laut menjadi bahan bakar:


1. Air laut diendapkan dahulu
2. Kemudian disuling dengan alat penyulingan berukuran 0,1 mikron (plankton net).
3. Air laut sulingan itu akan menghasilkan minyak sel
4. Menjadi biodiesel yang berasal dari biota-biota yang hidup di laut

Pemanfaatan energi alternatif berupa air laut diharapkan mampu mengurangi ketergantungan
Indonesia terhadap BBM di masa mendatang, apalagi BBM merupakan sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui dan akan habis seiring perkembangan zaman.

B. Listrik dari Air Laut Untuk Perahu Nelayan

Zainal bersama Robby Rahmatul Hamdi dan Agung Nur Wahid dari ITS menawarkan
energi listrik dari air laut kepada para nelayan di Tanah Air. Mereka mengaplikasikan
teknologi Sea Water Galvani Cell (SWALL) untuk mengubah air laut menjadi bahan bakar
alternatif.

Penelitian yang berhasil meraih juara II Alternatif Energy Competition,Indonesia


Mechanical Innovation Challage 2010, di Surabay tersebut mengungkap kandunga air laut
yang memilki potensi menjadi tenaga listrik pada media sel galvanis. Zainal menjelaskan air
laut mengandung senyawa air (H2o) 96,5 persen dan natrium klorida (NaCI) 3,5 persen.
Bercampurnya NaCI dan H2O menghasilkan Na+ dan CI-.

Natrium klorida atau garam dapat dijadikan larutan elektrolit atau zat yang dapat
membentuk ion-ion atau atom yang memiliki muatan listrik. Dalam keadaan terlarut atau cair,
garam akan membentuk elekrolit (atom bemuatan listrik) setelah melalui proses elektrolisis
dengan reaksi redoks (oksidasi/reduksi spontan). Proses elektrolisis garam itu, jelas Zainal,
menggunakan prinsip reaksi galvinis dengan menggunakan sel volta, sebuah sel elektrolit
yang biasanya memanfaatkan garam sebagai larutannya .Sel volta memilki beberapa
komponan barup, anoda, katoda, jembatan penghubung antar larutan, dan juga volmeter.

Anoda berupa logam seng (Zn) dan katoda berasal dari logamtembaga (Cu) terjadi proses
reaksi oksidasi dan pada katoda terjadi reaksi reduksi bermuatan positi. Proses terjadinya
reaksi karena adanya perbedaan potensial dua elektroda sehingga arus elektron dan listrik
mengalir kedua elektroda.

Pada dasarnya, anoda akan mendesak katoda lewat reaksi oksidasinya. Dengan
demikian , Zn akan mendesak Cu yang memilki sifat mudah tereduksi. Reaksi ini akan
berlangsung terus-menerus jika air garam yang masuk berganti terus, "sedangkan jembatan
garam berfungsi menyetimbangkan ion-ion dalam larutan," jelas Zainal.

Dalam penelitia tiga mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Jurusan Kimia , tersebut,
alat SWALL memilki komponen yang yang hampir mirip dengan sel volta. Untuk elektroda
ppositif di gunakan bahan timbal atau plumbum(Pb). Timbel dipadatkan terlebih dahulu
sebelum diaplikasikan sebagai elektroda. Adapun sebagai penyekat antara elektroda
menggunakan bahan dari plastik taham asam. Elektroda ini cukup kuat baik secara kimia dan
mekanis, untuk mencegah bercampurnya air garam dari anoda ke katoda dan sebaliknnya.

Aplikasi di Perahu

Untuk aplikasi alat elektrolisis di perahu, Zainal dam kedua temannya memenfaatkan
aliran pendingi kapal. Tujuannya agar proses elektrolisis barjalan terus-menerus karena
garam yang menjadi ion tidak mungkin kembali seperti semula dan hanya terionisasi sekali.
Air laut dimasukan ke kapal dengan menggunakan mesin lewat sea chest ( tempat
dialirkan ke mesin agar bisa dipakai SWALL ketika sudah memanas. "Air laut dengan suhu
hangat sangat baik mendukung reaksi kimia," ujar Zainal

Setelah itu, aliran air garam yang panas itu dimasukan ke ruang anoda dan katoda.
Selanjutnya, air garam NaCI dengan bantuan H2O terurai menjadi Na+ dan CI-. Ionisasi pada
garam membuat anoda dan katoda bereaksi.

Ion negatif garam akan mengosidasi anoda timbal.Sedangkan ion positif bersama
katoda melakukan reaksi reduksi. Proses ini menghasilkan perbedaan energi potensial antara
kedua ruang sel sehingga mennyebabkan arus elektroda,sementara arus listrik mengalir dari
katoda ke anoda.

Selanjutnya, arus listrik yang keluar lewat kabel tembaga ini di tangkap oleh
volmeter. Dari ini akan dikatehui berapa listrik yang dihasilkan SWALL untuk kemudian
dipakai sebagai tenaga pada perahu nelayan. Jumlah tenaga listrik yang dihasilkan
bergantung pada jumlah pasangan lempeng atau rangkaian elektroda, yaitu anoda dan katoda.
Jumlah pasangan lempeng banyak akan mengahsilkan tegangan yang semakin meningkat.

Untuk satu pasangan lempeng alat SWALL menghasilkan 0,7 volt dengan kekuatan
arus 0,6 mA. Namun, pada enam pasang lempeng menghasilkan tegangan 4,0 volt dengan
arus meninggkat menjadi 0,65 mA.

Arus yang dihasilkan SWALL kemidian disimpan dalam akumulator. Tegangannya


dapat dipakai untuk keperluan penerangan ketika nelayan mencari ikan di malam hari atau
untuk keperluan lainnya.

Pengoprasian SWALL itu, kata Zainal, tidak memerlukan biaya sama sekali lantaran
aliran air garam nya mendompleng jalannya mesin kapal. "Yang diperlukan adalah biaya
pembuatan alat yang harga nya berkisar 140 ribu rupiah.penerapan teknologi SWALL itu
tentu lebih murah dibandingkan dengan pengadaan ganset yangperlu biaya 2-6 juta rupiah,
tentu sangat mura,." pungkas Zainal. (Koran jakarta, 17 januari 2011 hal 22)

Anda mungkin juga menyukai