Anda di halaman 1dari 13

Afri Risyofa Rahim, Wujud Sapaan

WUJUD SAPAAN DALAM BAHASA BANJAR HULU


(THE FORM OF GREETINGS IN BANJAR HULU)

Afri Risyofa Rahim


Dosen Tetap STAI Darul Ulum Kandangan
E-mail: Afri_risyofarahim@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya


pembinaan dan pengembangan bahasa daerah sebagai salah
satu kekayaan budaya bangsa Indonesia. Hal ini dimaksudkan
agar bahasa daerah tetap lestari dan utuh ditengah
masyarakat dan digunakan sebagai wahana pengungkapan
berbagai aspek kehidupan. Bahasa Banjar Hulu sebagai
bahasa daerah perlu mendapat tempat yang baik dalam
perencanaan pembangunan budaya dan diperkenalkan kepada
masyarakat agar tidak punah dan tergeser dengan masuknya
berbagai jenis bahasa asing. Peneltian ini dilakukan di Desa
Sungai Paring Kecamatan Kandangan Kabupaten Hulu
Sungai Selatan. Wujud sapaan dan penggunaannya dalam
bahasa Banjar Hulu dapat diklasifikasikan ke dalam sebelas
wujud sapaan.

Kata kunci: Wujud sapaan, Fungsi Sapaan, Bahasa.

A. Pendahuluan
Bangsa Indonesia memiliki bahasa nasional yaitu bahasa
Indonesia. Sebagai Negara kepulauan, bangsa Indonesia terdiri
atas berbagai suku bangsa yang mempunyai keanekaragaman
budaya serta latar belakang sosiokultur. Salah satu dari
keanekaragaman yang dimaksud adalah bahasa, dalam hal ini
bahasa daerah. Bahasa daerah tersebut berbeda-beda sistem
pembentukannya dengan yang lain. Dalam perkembangannya

An-Nahdhah, Vol. 9, No. 17, Jan-Juni 2016


1
An-Nahdhah, Vol. 9, No. 17, Jan-Juni 2016

dan pertumbuhannya, bahasa Indonesia saling berinteraksi


dengan bahasa-bahasa daerah. Bahasa daerah bermanfaat
sebagai alat komunikasi bagi pemiliknya. Setiap suku bangsa
memiliki bahasa daerah yang berbeda dengan suku bangsa yang
lain. Sebagai alat komunikasi, bahasa daerah ini dapat
memungkinkan terciptanya saling rasa pengertian, saling
menghargai, saling sepakat, saling menghormati, dan saling
membutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat bagi kelompok
masyarakat yang sama. Sehingga suatu bahasa tertentu hanya
dapat digunakan dan dipahami oleh anggota masyarakat
pemakai bahasa itu.
Bahasa Banjar merupakan salah satu dari sekian banyak
bahasa daerah yang ada di Indonesia yang masih tetap hidup dan
digunakan oleh masyarakat penuturnya. Bahasa ini terdapat di
wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan
Selatan. Bahasa Banjar umumnya dipergunakan oleh masyarakat
Banjar yang berdomisili di daerah Kalimantan Selatan, yaitu di
sepanjang aliran sungai Barito dan sungai Nagara dengan
cabang-cabangnya seperti sungai Martapura yang membelah
kota Banjarmasin dan kota Martapura, sungai Tapin di Rantau,
sungai Amandit di Kandangan, sungai Batang Alay di Barabai,
sungai Balangan di Amuntai dan sungai Tabalong di Tanjung.
Bahasa Banjar disini dapat dibedakan menjadi dua dialek besar
yaitu Bahasa Banjar Dialek Kuala dan Bahasa Banjar Dialek
Hulu.1 Perbedaan dari kedua dialek itu didasarkan atas tiga hal
pokok, yaitu perbedaan pada sistem bunyi vokal, perbedaan
kosa kata tertentu, dan perbedaan aksen atau lagu bicara.
Dalam penelitian ini peneliti akan dijelaskan tentang
sistem sapaan dalam bahasa Banjar dialek hulu. Dikarenakan
daerah yang diteliti menggunakan bahasa Banjar dialek hulu.
Bahasa Banjar dialek hulu dalam kedudukannya sebagai bahasa
daerah sejajar dengan bahasa-bahasa lainnya yang tersebar luas
di Indonesia dan mempunyai fungsi dan peranan yang cukup
1Abdul Djebar Hapip, Tata Bahasa Bahasa Banjar, (Banjarmasin:
CV Rahmat Hafis Al Muboraq, 2008), h. 1.

2 Afri Risyofa Rahim, Wujud Sapaan...


Afri Risyofa Rahim, Wujud Sapaan

besar di kalangan masyarakat pendukungnya. Selain digunakan


sebagai alat komunikasi utama dalam kehidupan sehari-hari,
bahasa Banjar juga digunakan dalam berbagai kegiatan
masyarakat lainnya seperti upacara adat, kegiatan kebudayaan,
keagamaan, bahkan digunakan sebagai bahasa pengantar di
sekolah dasar, SMP dan SMA sebagai muatan lokal.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa perlu pembinaan dan
pengkajian bahasa daerah guna meningkatkan mutu pemakaian
dan memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia serta
kebudayaan nasional. Mengingat begitu pentingnya kedudukan
dan fungsi bahasa daerah sebagai salah satu unsur dalam
pendukung kebudayaan nasional, maka bahasa-bahasa daerah
perlu mendapatkan perhatian agar dapat diselamatkan,
dipelihara, dan dikembangkan. Tindakan ini perlu dilakukan
dalam rangka pelestarian budaya bangsa terutama bahasa-bahasa
daerah yang tersebar luas di seluruh nusantara yang mana
nantinya dapat menambah kekayaan kebudayaan nasional.
Penelitian tentang sistem sapaan menyangkut hubungan
langsung penggunaan bahasa dengan penuturnya. Dengan kata
lain, sistem sapaan memberikan tekanan pada hubungan penutur
dengan bahasa yang dituturkan sesuai dengan kondisi atau
situasi, tempat, dan lingkungan terjadinya sapaaan. Proses
menyapa terjadi antara individu dengan individu atau individu
dengan kelompok. Proses ini baru berlangsung jika pembicara
(penyapa) dan ada lawan bicara (yang disapa), yakni di mana
saja dan kapan saja. Oleh karena itu, penelitian terhadap sistem
penyapa berarti penelitian terhadap penutur bahasa atau dan
bahasa yang dituturkan atau kelompok kata penyapa.
Sehubungan dengan itu, secara umum, masalah yang akan
diteliti yaitu sistem penyapa yang terdapat dalam Bahasa Banjar
Hulu.

B. Landasan Teori

An-Nahdhah, Vol. 9, No. 17, Jan-Juni 2016


3
An-Nahdhah, Vol. 9, No. 17, Jan-Juni 2016

1. Kata Sapaan
Secara sederhana sapaan berarti ucapan atau teguran
yang dipakai untuk menyebut atau memanggil seseorang.
Istilah sapaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
1) ajakan untuk bercakap; teguran; ucapan; 2) kata atau frasa
untuk saling merujuk dalam pembicaraan dan yang berbeda-
beda menurut sifat hubungan di antara pembicara itu, seperti
Anda, Ibu, Saudara, salam, ucapan salam.
Ada beberapa beberapa pendapat yang mengemukakan
definisi kata sapaan antara lain satuan bahasa mempunyai
sistem tutur sapa,2 yakni sistem yang mempertautkan
seperangkat kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang dipakai
untuk menyebut dan memanggil para pelaku dalam suatu
peristiwa bahasa. Oleh karena itu, sapaan merupakan salah
satu cara penyampaian maksud dari yang menyapa kepada
yang disapa, baik secara lisan maupun tulisan dalam bentuk
perangkat kata-kata. Tutur sapa sebagai suatu sistem untuk
menyampaikan maksud mempunyai peranan penting karena
sistem sapaan yang berlaku dalam bahasa-bahasa tertentu
berbeda dengan sistem penyapa yang berlaku dalam bahasa
yang lain. Perbedaan itu tidak hanya terletak pada kosakata
sapaan, tetapi sikap penuturnya ketika proses sapaan
berlangsung.
Pendapat lain mengungkapkan bahwa kata sapaan
adalah kata yang dipergunakan untuk saling merujuk dalam
proses pembicaraan antar satu orang dengan yang lain. Kata
itu digunakan dengan memperhatikan kedudukan lawan
bicara, usia, hubungan keluarga dan juga jenis kelamin. 3 Ada
lagi yang berpendapat bahwa kata sapaan yaitu kata atau
istilah yang dipakai untuk menyapa lawan bicara.4 Sapaan

2 Kridalaksana, Harimurti, Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa, (Universitas


Indonesia: Nusa Indah, 1985) , h. 147.
3 (Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, Yogyakarta: Graha Ilmu,
2009), h.: 20.
4 (Subyakto, Metodologi Pengajaran Bahasa, Jakarta: Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Depdikbud,

4 Afri Risyofa Rahim, Wujud Sapaan...


Afri Risyofa Rahim, Wujud Sapaan

tersebut terdiri atas nama kecil, gelar, istilah kekerabatan


dengan nama seorang kerabatnya, dan kombinasi (seperti
nama gelar dan nama kecil), gelar nama keluarga, istilah
kekerabatan dan nama keluarga, istilah kekerabatan dan nama
kecil.
Dari beberapa pendapat yang telah dijelaskan dapat
disimpulkan bahwa sapaan merupakan kata yang
dipergunakan untuk menyapa seseorang secara langsung, cara
untuk menghormati kepada sesama agar lebih akrab dan
dikaitkan dengan norma dan budaya dalam masyarakat.
Sapaan merupakan budaya dalam masyarakat Indonesia,
salah satu bentuk cara menghargai orang lain. Sapaan juga
merupakan seperangkat nominal tertentu yang dipergunakan
dalam percakapan (dialog) untuk mengundang orang tertentu
sebagai mitra tutur agar memberikan reaksi baik secara
verbal maupun nonverbal. Ada dua macam komunikasi
bahasa, yaitu komunikasi searah dan komunikasi dua arah.
Sapaan merupakan komunikasi dua arah. Dalam komunikasi
yang baik dan agar tercipta adanya saling pengertian,
penyapa harus menggunakan kata sapaan untuk menyapa
mitra tuturnya. Jenis hubungan antar penyapa dan tersapa ini
sangat menentukan pilihan bentuk sapaan yang akan
dipergunakan untuk menyapa lawan bicaranya.
2. Teori Umum Bentuk Sapaan
Bentuk sapaan yang dipakai pada penelitian ini adalah
seperangkat kata atau ungkapan untuk menyebut dan
memanggil para pelaku dalan suatu peristiwa bahasa. Para
pelaku ialah pembicara (pelaku satu) selanjutnya disebut
penyapa, yang diajak berbicara (pelaku kedua) selanjutnya
disebut pesapa dan yang disebut dalam pembicaraan (pelaku
ketiga). Kridalaksana (1985:14), dalam kumpulan karangan

1988), h 38.

An-Nahdhah, Vol. 9, No. 17, Jan-Juni 2016


5
An-Nahdhah, Vol. 9, No. 17, Jan-Juni 2016

yang berjudul Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa


mengklasifikasikan sapaan dalam bahasa Indonesia menjadi 9
macam. Bentuk sapaan ini bisa berbentuk kata ganti, nama
diri, istilah kekerabatan, gelar dan pangkat, bentuk nomina
pelaku, (pe+verba), bentuk nomina+-ku, kata deiksis, bentuk
nomina lain, dan bentuk zero.
1. Kata ganti (seperti aku, engkau, kamu, ia, kami,
mereka, beliau dan sebagainya).
2. Nama diri (nama orang yang dipakai untuk
semua pelaku).
3. Istilah kekerabatan (seperti bapak, ibu, saudara,
paman, adik, dan sebagainya), sebagai kata sapaan, istilah
kekerabatan tidak hanya dipakai pada sebatas orang-orang
yang berkerabat, tetapi juga dengan orang lain.
4. Gelar dan pangkat (seperti professor, doctor,
dokter, bidan, guru, dan suster).
5. Bentuk pe+V (verbal) atau kata pelaku (seperti
pembaca, pendengar, penonton, dan penumpang).
6. Bentuk N (nominal)+ku (seperti Tuhanku,
adikku, pacarku, kekasihku, bangsaku dan sebagainya).
7. Kata-kata dieksis atau penunjuk (yaitu: sini, situ,
ini).
8. Nominal (kata benda atau yang di bendkan) lain
(seperti tuan, nyonya, nona, yang mulia dan sebagainya).
9. Ciri zero atau nol (misalnya: orang yang berkata:
Mau ke mana? kata sapaan saudara itu tidak disebut,
tetapi dimengerti oleh orang yang diajak bicara. Tiadanya
suatu bentuk, tetapi maknanya ada disebut ciri zero).5
Pilihan di antara sembilan kategori yang digunakan itu
dipengaruhi oleh dua hubungan dasar antara pembicara dan
lawan bicara. Hubungan dasar itu adalah jarak sosial dan
status sosial. Jarak sosial atau keterikatan dalam kelompok
5 (Kridalaksana, Harimurti, Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa, (Universitas
Indonesia: Nusa Indah, 1985) , h. 14.

6 Afri Risyofa Rahim, Wujud Sapaan...


Afri Risyofa Rahim, Wujud Sapaan

dengan tiga situasi, yaitu: jauh, menengah, dan dekat. Status


sosial berkaitan dengan identitas lawan bicara. Seperti status
kawin, jenis kelamin, umur, pangkat, jabatan, semuanya
berperan dalam peristiwa ujar dan kemampuan berbahasa.
Alasan utama yang dikemukakan oleh Kridalaksana
dalam pemilihan kata sapaan dari kategori selain kata ganti,
karena jenis itu dalam bahasa Indonesia dianggap tidak dapat
menjalankan semua fungsi yang dituntut dari suatu sistem
sapaan. Kata ganti dalam bahasa Indonesia hanya
mengandung unsur-unsur yang dipakai untuk menyapa orang
kedua akrab dan tidak mempunyai unsur-unsur untuk
menjalankan komunikasi resmi atau komunikasi berjarak
(Kridalaksana, 1985: 93).

C. Metodogi Penelitian
Penelitian mengenai bentuk sapaan dalam bahasa banjar
ini, penulis membuat gambaran secara sistematis mengenai
hubungan-hubungan yang akan diteliti. Penelitian ini bertujuan
membuat deskripsi; gambaran, lukisan secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-
fenomena yang diteliti. Berdasarkan tujuan dari penelitian
tersebut, penelitian ini dikategorikan sebagai jenis penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif ini digunakan untuk
menggambarkan apa adanya hasil dari pengumpulan data yang
telah dilakukan oleh penulis. Penelitian deskriptif dipilih oleh
penulis karena metode ini dapat memberikan gambaran yang
secermat mungkin mengenai individu, keadaan bahasa, gejala
atau kelompok tertentu.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini akan
menggunakan metode cakap dan simak. Tekniknya adalah
teknik rekam dan teknik catat. Dalam pengumpulan data peneliti
akan melakukan percakapan langsung dengan informan. Selama
percakapan berlangsung peneliti akan merekam tuturan-tuturan

An-Nahdhah, Vol. 9, No. 17, Jan-Juni 2016


7
An-Nahdhah, Vol. 9, No. 17, Jan-Juni 2016

berupa variasi bentuk sapaan dan fungsi dalam sapaan bahasa


Banjar dengan menggunakan recorder dan akan mencatat
tuturan-tuturan tersebut yang dianggap berhubungan dengan
masalah peneliti. Teknik rekaman akan digunakan dengan
pertimbangan bahwa data yang akan diteliti adalah data lisan.
Selain itu dalam pengumpulan data, peneliti akan melakukan
pengamatan (metode simak) pada penutur-penutur bahasa
Banjar dalam berkomunikasi. Selama pengamatan peneliti tidak
berperan langsung dalam dialog-dialog yang terjadi. Kehadiran
peneliti hanyalah sebagai pengamat (pasif), kemudian akan
merekam atau mencatat tuturan-tuturan berupa bentuk dan
fungsi dalam sapaan yang berhubungan dengan bentuk dan
fungsi dalam sapaan.
Data yang diperlukan untuk mendeskripsikan sapaan
bahasa Banjar dalam penelitian ini adalah bentuk lisan dengan
memperhatikan unsur-unsur bahasa yang digunakan, adapun
data yang dikumpulkan bervariasi agar memperoleh hasil yang
baik. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah
observasi dan wawancara.
Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah
metode deskriptif yakni menguraikan dan menginterpretasikan
data berdasarkan apa yang ditemukan dalam penelitian.
Pemilihan jenis analisis data sangat ditentukan oleh jenis data
yang dikumpulkan dengan tetap berorientasi pada tujuan yang
hendak dicapai atau hipotesis yang hendak diuji.6 Analisis data
yang akan dilakukan menggunakan pendekatan sosiopragmatik,
sebuah pendekatan yang menelaah tuturan yang dikaitkan
dengan kondisi tertentu, kebudayaan-kebudayaan masyarakat
yang memakai bahasa yang berbeda yang dikaitkan dengan
bentuk dan fungsi dalam sapaan bahasa Banjar. Analisis data
akan dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut ini.
1. Identifikasi data; data yang sudah ada diberi kode sesuai
permasalahan peneliti.
6 Ali Saukah, et.al., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Malang:
Universitas Negeri Malang, 2007), h. 16.

8 Afri Risyofa Rahim, Wujud Sapaan...


Afri Risyofa Rahim, Wujud Sapaan

2. Kalsifikasi data, adalah mengklasifikasikan data


berdasarkan permasalahan peneliti.
3. Interpretasi, maksdunya adalah suatu proses data yang
telah diklasifikasikan.
4. Deskripsi data, maksdunya data yang sudah diklasifikasi
kemudian diinterpretasikan, dirumuskan menjadi sebuah
kesimpulan setiap pokok permasalahan.
Dalam penelitian deskriptif, analisis dilakukan pada saat
data telah terkumpul seluruhnya. Analisis data berarti penataan
dan peringkasan data untuk memperoleh jawaban bagi
pertanyaan penelitian. Kegunaan analisis data adalah mereduksi
data menjadi perwujudan yang dapat dipahami dan ditafsirkan
dengan cara tertentu sehingga relasi masalah penelitian dapat
ditelaah serta diuji dengan baik dan benar.

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Bentuk sapaan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu jenis
kelamin, usia, kedudukan atau posisi penghargaan, sopan
santun, dan kekeluargaan. Pemakaian bentuk-bentuk sapaan
didasarkan pada konvensi yang berlaku di dalam suatu
masyarakat. Setiap bahasa mengenal seperangkat bentuk sapaan
yang penggunaannya terbatas pada msyarakat pemakai bahasa
tertentu.
Sapa-menyapa diantara anggota masyarakat bahasa terjadi
apabila seseorang berkomunikasi dengan orang lain. Dalam
proses komunikasi itu penyapa menggunakan kata sapaan. Kata
sapaan yang digunakan itu bergantung pada hubungan antara
penyapa dengan yang disapanya. Hubungan kerabat atau
hubungan bukan kerabat. Jenis hubungan itu menentukan
pilihan kata sapaan yang digunakan, baik sapaan itu berkaitan

An-Nahdhah, Vol. 9, No. 17, Jan-Juni 2016


9
An-Nahdhah, Vol. 9, No. 17, Jan-Juni 2016

dengan agama, pendidikan, dan status maupun berkaitan dengan


umur dan jenis kelamin.
Sapa-menyapa yang terdapat dalam masyarakat asli Banjar
juga berlangsung dengan penggunaan bentuk sapaan Banjar.
Bentuk sapaan yang digunakan, khusus dalam hubungan sapa-
menyapa, tidak dibatasi oleh pertalian kekerabatan menurut
garis keturunan ayah dan ibu dan kekerabatan yang disebabkan
oleh perkawinan antara keluarga satu dengan keluarga lain. Oleh
karena itu, semua kerabat ayah dan ibu serta kerabat yang
disebabkan oleh perkawinan masuk dalam hubungan
kekerabatan dalam kehidupan masyarakat Banjar. Sejalan
dengan itu, pilihan kata sapaan yang digunakan sama sekali
tidak membedakan bentuk sapaan jenis kerabat tersebut.
Artinya, pada beberapa daerah penggunaan bentuk ini bervariasi
terlihat dalam deskripsi sapaan yang dipakai. Berikut sistem
kekerabatan secara berurutan.
Datung

Kai/nini

Abah/uma

Anak

Cucu

Buyut

Intah

10 Afri Risyofa Rahim, Wujud Sapaan...


Afri Risyofa Rahim, Wujud Sapaan

Cicit

E. Simpulan
Wujud sapaan Bahasa Banjar Hulu merujuk pada kata
atau ungkapan yang dipakai untuk menyebut dan memanggil
para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa. Adapun pelaku yang
dimaksud merujuk pada pembicara, lawan bicara, serta orang
yang sedang dibicarakan. Wujud sapaan disini berfungsi untuk
memperjelas kepada siapa pembicaraan itu ditujukan.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya berbagai
macam wujud sapaan dalam Bahasa Banjar Hulu saat ini adalah
faktor sosial. Wujud sapaan ini tidak akan merusak bahasa jika
digunakan pada tempat dan waktu yang sesuai. Semua bentuk
sapaan yang unik ini merupakan kekayaan bahasa (budaya)
masyarakat Banjar Hulu yang membentuk komunikasi yang
khas dan dapat menciptakan penghargaan antar anggota
masyarakat sekaligus menciptakan keharmonisan hubungan
sebagai sesama anggota masyarakat. Namun sapaan yang
digunakan haruslah benar dan merupakan cara untuk
menghormati orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

An-Nahdhah, Vol. 9, No. 17, Jan-Juni 2016


11
An-Nahdhah, Vol. 9, No. 17, Jan-Juni 2016

Aissari, Yayuk. Kesantunan Berbahasa Pada Masyarakat


Banjar. Banjarbaru: Balai Bahasa Banjarmasin, 2012.
Cuedeyeni, Patrisia. Sistem Sapaan Bahasa Maanyan. Tesis
Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
dan Daerah, 2012.
Effendi, Rustam. Sastra Banjar Teori dan Interpretasi Sebuah
Buku Ajar. Banjarbaru: Scripta Cendekia, 2011.
Hapip, Abdul Djebar. Tata Bahasa Bahasa Banjar. Banjarmasin:
CV Rahmat Hafis Al Muboraq, 2008.
Hestiyana, et.al. Tata Bahasa Praktis Untuk Pengajaran Bahasa
Banjar. Banjarbaru: Balai Bahasa Banjarmasin, 2010.
Jahdiah, et.al. Kata Sapaan Bahasa Banjar Kuala. Banjarbaru:
Pembinaan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah
Kalimantan Selatan, 2003.
Kawi, Djantera. Telaah Bahasa Banjar. Banjarbaru: Scripta
Cendekia, 2011.
Moelong, J Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rosda,
2011.
Musaba, Zulkifli. Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa.
Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2012.
Nadar, F. X, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2009.
Ngalimun. Sapaan Mesra Pinang Habang. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo, 2013.
Rafiek, Muhammad. Dasar-Dasar Sosiolinguistik. Yogyakarta:
Pustaka Prima, 2010.
Saukah, Ali, et.al. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang:
Universitas Negeri Malang, 2000.
Wahyu. Metode Penelitian Kualitatif. Banjarmasin: Universitas
Lambung Mangkurat, 2009.

12 Afri Risyofa Rahim, Wujud Sapaan...


Afri Risyofa Rahim, Wujud Sapaan

Yule, George. Pragmatik. Terjemahan Dalam Bahasa Indonesia


Oleh Jumadi. Banjarmasin: Universitas Lambung
Mangkurat, 2006.

An-Nahdhah, Vol. 9, No. 17, Jan-Juni 2016


13

Anda mungkin juga menyukai