Anda di halaman 1dari 8

2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia di proklamasikan pada 17 Agustus 1945,
dengan menggunakan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai pedoman utama
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 dengan tegas dan jelas menyatakan, salah satu tujuan negara Indonesia
merdeka adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tercantum jelas
dalam bab XIII pasal 31 UUD 1945 tentang pendidikan disebutkan :(1)
Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran (2) Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang
diatur dengan undang-undang.
Kepribadian nasional bangsa Indonesia terbentuk karena rakyat Indonesia
memiliki pengalaman sejarah yang sama, sehingga setiap generasi mau tidak
mau harus mengalami kembali dan mencari bagi dirinya arti khas
kepribadian nasionalnya dari sejarah. Soedjatmoko menyatakan memang
kepribadian nasional diwujudkan oleh sejarah, oleh arti yang disarikan dari
fakta-fakta sejarah yang dikenal dan dari pengalamansejarah yang tidak tertuang
dalam bentuk fakta-fakta (1983: 65).
Mengaktualisasikan nilai-nilai sejarah, demi terbentuknya kepribadian
nasional, sangat perlu ditumbuh kembangkan dengan apa yang disebut
kesadaran sejarah, sebab menurut Soedjatmoko Kesadaran sejarah akan
membimbing manusia kepada pengertian mengenai diri sendiri sebagai
bangsa, kepada self understanding of a nation, kepada sangkan peran suatu
bangsa, kepada persoalan what we are, why we are (1983: 72).
Pemahaman sejarah bangsa demi terbentuknya kesadaran sejarah
dapat dilakukan di museum, karena museum memiliki fungsi antara
lain : Visualisasi warisan alam dan budaya, pengumpulan dan pengamanan
warisan alam dan budaya, tempat orang melihat cermin pertumbuhan
peradaban manusia. (Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, 1989: 35).

Masyarakat awam memandang museum hanya sebagai tempat menyimpan


3

benda-benda purba sebagai bahan tontonan, tetapi sebenarnya museum merupakan


alat visualisasi dan cermin pertumbuhan peradaban manusia pada masa lampau
merupakan faktor yang menentukan timbulnya kesadaran sejarah. Sartono
Kartodirjo berpendapat Bila sekarang masih ada kesadaran historis, itu
disebabkan rasa ingin tahu mengenai hal-hal yang aneh seperti dipamerkan dalam
museum (1990: 335).
Seseorang akan segera bertanya dalam dirinya ketika mendengar atau
membaca kata museum dengan pertanyaan-pertanyaan seperti : Apa tugas
orang-orang yang bekerja di museum itu ? Apa saja yang orang-orang itu kerjakan
setiap hari? lebih lanjut adapula yang menanyakan : Apakah sesungguhnya tugas
museum dan peran museum sebagai lembaga sosial budaya? dan masih banyak
lagi pertanyaan yang senada dengan itu. Pertanyaan tersebut terdengar biasa-
biasa saja, namun apabila dikaji benar-benar, pertanyaan-pertanyaan tersebut
sangat erat kaitannya antara masalah yang satu dengan yang lainnya, terutama
dalam hubungannya dengan tugas dan fungsi museum di tengah-tengah era
globalisasi seperti sekarang ini.
Masyarakat banyak yang menafsirkan bahwa museum hanyalah tempat
menyimpan barang-barang tua yang aneh dan ajaib, tanpa memberikan
komentar lebih lanjut. Bahkan ada yang beranggapan bahwa museum adalah
tempat yang seram dan menakutkan serta misterius. Deskripsi diatas kebanyakan
diberikan oleh seseorang yang pernah mengunjungi salah satu museum hanya
untuk melihat tanpa adanya bekal pengetahuan sejarah sedikitpun. Namun
pertanyaan orang-orang yang berkunjung di museum itersebut sudah lebih baik
daripada yang belum pernah melihat bahkan mendengar kalimat tentang museum.
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, jelaslah masih banyak orang
yang belum mengenal museum secara teliti, apa arti museum sebenarnya,
apalagi menjaga dan merawat sebagai tempat penyimpanan benda-benda budaya
yang tidak ternilai harganya.
Berdasrkan keadaan tersebut, tugas dan kewajiban museum sesungguhnya
dituntut oleh masyarakat agar semakin meningkat lagi, terutama yang
berkaitan dengan arti, fungsi dan perannya sebagai sumber informasi
4

kebudayaan bangsa. Museum diharapkan agar benar-benar dapat memberikan


informasi dalam hal pembinaan jiwa dan apresiasi serta membina kecintaan
terhadap kebudayaannya sendiri.
Museum memiliki peran untuk menghindarkan bangsa dari kemiskinan
kebudayaan. Di samping itu museum berkewajiban meminta kecintaan
masyarakat terhadap kebudayaan. Seperti diketahui bersama, bahwa museum
adalah suatu lembaga atau badan yang bersifat tetap atau tidak mencari
keuntungan materil, senantiasa melayani masyarakat secara terbuka untuk
umum. Koleksi yang dikumpulkan dirawat dan dipamerkan, umumnya
digunakan untuk kepentingan study ataupun pendidikan dan kesenangan. I
Made Seraya berpendapat Barang-barang yang dikumpulkan itu adalah hasil
pembuktian manusia dan lingkungannya (1983: 70). Pengertian diatas
tercantum dalam rumusan International Council Of Museum (ICOM).
Bertolak dari rumusan ICOM diatas, dapat diketahui bahwa tugas
pokok museum adalah : mengumpulkan, menyimpan, memelihara dan merawat
serta memamerkan koleksinya dengan tehnik, metode, konsep, sistem atau
gagasan tertentu, sehingga benar-benar dapat mengkomunikasikan dengan
masyarakat dan lingkungannya. I Made Seraya berpendapat, Koleksi yang
dikumpulkan akan memberikan gambaran kepada masyarakat dan pengunjung
museum, adanya suatu sistem nilai yang terpancar dari koleksi tersebut, baik
yang berkaitan dengan ujud, tata kehidupan masyarakat, demikian pula ide-
ide atau gagasan yang terkandung pada benda budaya itu(1983: 71). Sehubungan
dengan itu, tugas museum diharapkan dapat menyelamatkan benda-benda budaya
seperti itu, sehingga dapat melindungi bangsa dari kemusnahan kebudayaan.
Di Jawa Timur, peninggalan sejarah tersebar luas di berbagai daerah.
Karena peninggalan sejarah merupakan sumber sejarah, maka keberadaannya
dilindungi oleh undang-undang. Undang-undang yang khusus melindungi
benda-benda peninggalan sejarah dan masih berlaku hingga kini adalah
Monumen Ordonansi 238/1931. Pada pasal 1 Monumen Ordonansi 1931
ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan peninggalan sejarah, yaitu:
Peninggalan sejarah adalah benda-benda atau kelompok benda yang
5

bergerak maupun tidak bergerak, dan juga sisa-sisa peninggalan yang


dibuat oleh tangan manusia, yang pokoknya berumur sedikit-
sedikitnya 50 tahun dan dianggap mempunyai nilai penting bagi
prasejarah, sejarah, atau kesenian (Kumpulan Peraturan Cagar Budaya
Nasional, 1978 : 45).

Museum Situs Trinil adalah salah satu museum yang terletak di


Dusun pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa
Timur. Letak Museum Situs Trinil dari pusat kota Ngawi kira-kira 13 Km dari
jalan raya Surabaya-Solo masuk ke utara sekitar 3 Km. Situs Trinil dalam
penelitian merupakan salah satu tempat kehidupan purba pada Zaman Pleistosen
Tengah sekitar 1 juta tahun yang lalu. Situs Trinil amat penting sebab di situs ini
selain ditemukan fosil manusia purba juga menyimpan bukti konkrit tentang
lingkungannya baik flora maupun fauna.
Situs Trinil sebenarnya sudah mendapat perhatian sejak tahun 1891-1893
oleh Eguene Dubois yang saat itu sedang dalam penelusuran mencari fosil
nenek moyang manusia dan berhasil menemukan fosil manusia purba jenis
Pithecanthropus erectus, selain itu juga ditemukan fosil-fosil gajah, kerbau,
badak, fosil kerang, dan fosil tumbuhan.
Museum-museum di Indonesia mengalami suatu gejala, khususnya
Museum Situs Trinil, keberadaannya sangat memprihatikan. Hal itu terbukti dari
banyaknya kasus penemuan yang seharusnya diserahkan kepada kepada
dinas purbakala untuk selanjutnya dipamerkan pada museum, tetapi oleh
masyarakat malahan dijual kepada perorangan untuk dijadikan koleksi pribadi.
Keberadaan dan keselamatan serta kelestarian peninggalan sejarah banyak
terancam, akibat banyaknya pencurian, perusakan, dan pencemaran. Kalau hal
tersebut tetap dibiarkan berlangsung tanpa adanya usaha penanggulangan yang
selektif, maka pada akhirnya bangsa dan negara pemilik peninggalan sejarah
tersebut banyak dirugikan.
Kerugian materil adalah hilang dan rusaknya peninggalan sejarah. Dengan
hilang dan rusaknya peninggalan sejarah, maka hilang dan rusak pula sumber
sejarah, bukti dan fakta keberadaan bangsa pemilik peninggalan sejarah dari
perjalanan dan percaturan sejarahnya.
6

Berdasarkan kenyataan di atas, maka upaya perlindungan terhadap


peninggalan sejarah, khususnya Museum Trinil perlu ditingkatkan, dengan
harapan agar kerugian yang lebih besar dapat dicegah sedini mungkin.
Pengalaman telah memberi praduga bahwa masih banyaknya pencurian,
perusakan, dan pencemaran peninggalan sejarah adalah kurangnya kesadaran
sejarah. Djoko Surya berpendapat Kesadaran sejarah sebagai suatu persepsi
masyarakat akan bersifat kolektif, merupakan suatu bentuk agregasi dari
berbagai pengalaman bersama suatu komunitas terhadap reaksi mereka pada
situasi kebudayaan, politik, maupun ekonomi dari suatu masa yang
lain(1985:66 ).
Kesadaran sejarah masyarakat yang kurang merupakan salah satu
penyebab lahirnya persepsi masyarakat yang negatif terhadap upaya perlindungan
peninggalan sejarah, khususnya Museum Situs Trinil. Keadaan seperti inilah
yang sebenarnya perlu segera ditanggulangi bersama, sehingga masyarakat
bangkit dan memiliki persepsi yang positif terhadap keberadaan peninggalan
sejarah. Kalau masyarakat pemilik peninggalan sejarah, lebih-lebih masyarakat
yang ada di sekitar lokasi memiliki persepsi yang positif, maka masyarakat
yang ada disekitar lokasi akan merasa memiliki. Kalau masyarakat yang ada di
sekitar lokasi merasa memiliki, maka pada gilirannya dapat dicegah kegiatan
pencurian, perusakan, dan pencemaran terhadap peninggalan sejarah.
Masyarakat memiliki kesadaran yang kurang dalam menjaga dan
merawat peninggalan sejarah, maka untuk menanggulangi hal tersebut
diperlukan adanya perubahan persepsi yang positif dari masyarakat terhadap
peninggalan sejarah yang ada, sehingga nantinya akan lebih menghargai dan
menghayati makna peninggalan sejarah yang ada, dan hal itu dapat
ditempuh melalui jalur pendidikan.
Pendidikan yang ditempuh dalam jenjang-jenjang yang didapat dalam
pendidikan formal mupun non formal dapat menumbuhkan kesadaran sejarah
akan pentingnya benda-benda peninggalan sejarah. Dengan hal ini, maka persepsi
masyarakatpun terhadap museum juga positif dan benar, dan akhirnya masyarakat
akan ikut melestarikan museum.
7

Museum sebagai sumber belajar yang menyimpan benda-benda


bersejarah dan sebagai tempat rekreasi haruslah diupayakan agar museum
dapat dilestarikan keberadaannya. Oleh karena itu, bukan hanya pemerintah saja
yang bertanggung jawab menjaga keberadaannya, akan tetapi semua pihak
termasuk masyarakat pada umumnya dan masyarakat sekitar Museum Situs
Trinil. Begitu juga dengan keberadaan Museum Situs Trinil, bahwa
pelestarian museum tersebut sangat tergantung pada masyarakat desa
disekitar museum tersebut. Meskipun pada kenyataannya persepsi masyarakat
dan tingkat pendidikan masyarakat berbeda-beda. Hal tersebut sangat menarik
untuk diketahui tentang pengaruhnya terhadap pelestariannya.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk meneliti
hubungan antara persepsi masyarakat dan tingkat pendidikan masyarakat dengan
pelestarian Museum Trinil. Penelitian ini diberi judul : Pelestarian Museum
Trinil Sebagai Sumber Sejarah Ditinjau dari Persepsi Masyarakat dan
Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, terdapat
banyak identifikasi masalah, diantaranya adalah tingkat persepsi masyarakat
sekitar museum yang masih rendah dan tingkat pendidikan masyarakat sekitar
museum yang rata-rata strata SD dan SMP. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
benda-benda di dalam museum yang tidak terawat atau hilang. Sikap pelestarian
Museum Trinil dipengaruhi oleh banyak faktor, kemungkinan antara lain faktor
latar belakang budaya, persepsi masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat yang
pernah ditempuh, usia, sosial ekonomi, sikap mental, dan keyakinan masyarakat
dan masih banyak lagi.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, perlu
dilakukan pembatasan terhadap masalah yang telah dipilih agar penelitian
8

yang dilakukan mempunyai arah yang jelas. Masalah dalam penelitian ini dibatasi
tentang pelestarian masyarakat di sekitar Museum Trinil di Desa Kawu,
Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Wilayah Desa Kawu
sangat luas yang terdiri dari enam dusun, tapi pada penelitian ini mengambil
lokasi di salah satu dusun yaitu Dusun Pilang.
Subjek penelitian adalah kepala keluarga yang ada di daerah sekitar
museum Trinil yaitu di Dusun Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah
dikemukakan, maka penelitian ini diharapkan dapat memecahkan masalah-
masalah sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara persepsi masyarakat dengan pelestarian
Museum Trinil?
2. Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan masyarakat setempat
dengan pelestarian Museum Trinil?
3. Apakah ada hubungan antara persepsi masyarakat dan tingkat pendidikan
masyarakat secara bersama-sama dengan pelestarian Museum Trinil?

E. Tujuan Penelitian
Dari penelitian ini dapat dirumuskan beberapa tujuan yang hendak dicapai,
yaitu untuk mengetahui :
1. Hubungan antara persepsi masyarakat dengan pelestarian Museum Trinil.
2. Hubungan antara tingkat pendidikan masyarakat dengan pelestarian Museum
Trinil.
3. Hubungan yang signifikan antara persepsi masyarakat dan tingkat pendidikan
masyarakat secara bersama-sama dengan sikap pelestarian Museum Trinil.
F. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
9

Penelitian ini berguna untuk mengetahui perbedaan persepsi masyarakat


dan tingkat pendidikan masyarakat dengan sikap pelestarian Museum Trinil.
Diharapkan juga dari penelitian ini berkontribusi bagi perkembangan Ilmu
Pengetahuan, khususnya mengenai pentingnya sikap pelestarian Museum Trinil
ditinjau dari persepsi masyarakat dan tingkat pendidikan masyarakat.
2. Secara praktis
a) Bagi penulis, sebagai salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana
Kependidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b) Bagi masyarakat umum, berguna dalam rangka menyebarluaskan informasi
mengenai pentingnya sikap pelestarian Museum Trinil ditinjau dari persepsi
masyarakat dan tingkat pendidikan masyarakat.
c) Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi, menambah dan memberi
masukan pada penelitian-penelitian selanjutnya yang akan meneliti lebih lanjut
mengenai pelestarian Museum Trinil ditinjau dari persepsi masyarakat dan
tingkat pendidikan masyarakat Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

Anda mungkin juga menyukai