Oleh
NIM I1A009096
Pembimbing
PENDAHULUAN
permukaan belakang kelopak mata dan permukaan depan sklera. Karena lokasinya,
konjungtiva sering terpapar oleh banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain
yang mengganggu.1
bakteri, virus, jamur, chlamidia, alergi atau iritasi dengan bahan-bahan kimia.2
kemudian diikuti dengan inflamasi mata kedua seminggu kemudian. Lama sakit
adalah kurang dari empat minggu. Konjungtivitis kronik, yaitu konjungtivitis dengan
paling umum di dunia dan dapat diderita tanpa dipengaruhi usia. Penyakit ini
bervariasi dari hiperemia ringan dengan berair mata sampai konjungtivitis berat
sebesar 135 per 10.000 penderita konjungtivitis bakteri baik pada anak-anak maupun
pada orang dewasa dan juga lansia. Konjungtivitis juga salah satu penyakit mata yang
paling umum di Nigeria bagian timur, dengan insidens rate yaitu 32,9% dari 949
kunjungan di Departemen Mata Aba Metropolis, Nigeria, pada tahun 2004 hingga
2006. 4
mata di Indonesia adalah 10% dari seluruh golongan umur penduduk per tahun dan
pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan bahwa dari 10 penyakit mata
(25,35%).5
lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat
granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda asing dan adenopati
preaulikular.6
Berikut ini akan dijelaskan bentuk konjungtivitis kronis dengan kode ICD 10
H 10.4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI KONJUNGTIVA
belakang merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari
kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola
mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Membran ini berisi banyak pembuluh
darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva divaskularisasi oleh
arteri konjungtiva posterior dan arteri siliaris anterior, dipersarafi oleh nervus
dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.6
Gambar Anatomi Konjungtiva
sesungguhnya.
- Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler. Menempel
ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas. Pada kelopak mata
bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus. Kelenjar tarsal terlihat lewat
dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon. Tepian sepanjang
3mm dari konjungtiva bulbar disekitar kornea disebut dengan konjungtiva limbal.
Pada area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon, dan jaringan episklera bergabung
menjadi jaringan padat yang terikat secara kuat pada pertemuan korneosklera di
bawahnya. Pada limbus, epitel konjungtiva menjadi berlanjut seperti yang ada
dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel
goblet yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-
bulbar dan konjungtiva palpebra. Dapat dibagi menjasi forniks superior, inferior,
Lapisan epitel konjungtiva tediri dari dua hingga lima lapisan sel epitel
silinder bertingkat,superfisial dan basal. Sel epitel superfisial mengandung sel goblet
bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus yang mendorong inti sel goblet ke
tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan
konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi.
Peradangan ini dapat terjadi pada konjungtiva palpebra, konjungtiva forniks, ataupun
konjungtiva bulbi.3
tiga sampai empat minggu.3 Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan
mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental.4
C. ETIOLOGI
seperti mikroorganisme dan faktor stress.8 Permukaan konjungtiva tidak steril karena
dihuni oleh flora normal. Untuk itu, terdapat mekanisme defensi alamiah seperti
komponen aqueous yang melarutkan agen infeksius, mukus yang menangkap debris,
kedipan mata, perfusi yang baik, dan aliran air mata yang membilas konjungtiva. Air
mata sendiri mengandung antibodi dan antibakterial yaitu immunoglobulin (IgA dan
IgG), lisozim, dan interferon. 3,9 Inflamasi dapat terjadi dengan kontak langsung
dengan patogen melalui tangan yang terkontaminasi, handuk, atau kolam renang.
eksogen (infeksius).3
Infeksius:
-
Bakterial
-
Klamidia
-
Viral
-
Riketsia
-
Parasitik
Non-infeksius:
-
Alergi
-
Autoimun
-
Toksik (kimia atau iritan)
-
Penyakit sistemik seperti sindrom Steven-Johnson
-
Iritasi persisten akibat produksi air mata yang kurang.2
D. EPIDEMIOLOGI
Konjungtivitis adalah penyakit mata paling sering di dunia yang dapat terjadi
pada berbagai usia.8 Akan tetapi, terdapat beberapa bentuk konjungtivitis tertentu
yang terjadi pada kelompok usia tertentu. Pada anak, sering terjadi
terjadi pada dewasa muda. Sekitar 1-3% pengguna kontak lensa terkena
dengan insidens yang sama. Namun, konjungtivitis sicca lebih sering terjadi pada
yang berbeda. Gejala konjungtivitis adalah mata merah dengan produksi sekret yang
berlebih sehingga mata terasa lengket pada pagi hari setelah bangun tidur. Selain itu,
pasien dapat mengalami sensasi benda asing, terbakar, atau gatal, serta fotofobia.
Rasa nyeri yang muncul biasanya menandakan kornea juga terkena. Gejala yang
dirasakan oleh pasien dapat bervariasi. Oleh karena itu, penting untuk mengenali
asap.
-
Epifora: lakrimasi yang berlebihan sebagai respons terhadap sensasi benda
asing dan iritan yang harus dibedakan dengan transudat. Transudat ringan
yang timbul akibat pelebaran pembuluh darah dapat bercampur dengan air
mata.
-
Eksudasi: kuantitas dan sifat eksudar (mukoid, purulen, berair, atau
keratokonjungtivitis trakoma.
-
Hipertrofi papiler: reaksi konjungtiva yang tidak spesifik berupa papil
konjungtivitis vernal.
-
Kemosis: pembengkakan konjungtiva yang sering ditemukan pada
adenoviral.
-
Folikel: hiperplasia limfoid lokal konjungtiva yang terdiri dari sentrum
infeksi virus, ditemui pula pada infeksi parasit dan yang diinduksi oleh
terutama oleh karena adanya tear film pada konjungtiva yang berfungsi untuk
melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior. Di samping itu tear film juga
mengandung beta lysine, lysozym, IgA, IgG yang berfungsi untuk menghambat
ditemukan pada anak-anak, dan tidak pernah terlihat pada bayi baru lahir kecuali
bila usia sudah beberapa bulan. Konjungtivitis folikularis kronis ditandai dengan
virus dan alergen toxik seperti iododioksiuridin, fisostigmin, dan klamidia. Folikel
terlihat sebagai benjolan kecil mengkilat dengan pembuluh darah kecil diatasnya.,
yang pada pemeriksaan histologik berupa sel limfoid. Setiap folikel ini merupakan
dianggap normal.6
Konjungtivitis kronis terdapat pada trakoma, toksis obat (kosmetik), bakteri,
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Penyakit ini dapat mengenai segala umur
tapi lebih banyak ditemukan pada orang muda dan anak-anak. Daerah yang banyak
terkena adalah semenanjung Balkan. Ras yang banyak terkena ditemukan pada ras
Yahudi, penduduk asli Australia dan Indian Amerika atau daerah dengan higiene yang
kurang.6
Cara penularan penyakit ini adalah melalai kontak langsung dengan sekret
penderita trakoma atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-
alat kecantikan, dan lain-lain. Masa inkubasi rata-rata 7 hari (berkisar dari 5-15 hari).6
Secara histopatologik pada pemeriksaan kerokan konjungtivitis dengan
pewarnaan giemsa terutama terlihat reaksi sel-sel polimorfonuklear, tetapi sel plasma,
sel leber dan sel folikel (limfoblas) dapat juga ditemukan. Sel leber menyokong suatu
diagnosis trakoma tetapi sel limfoblas adalah tanda diagnostik yang penting bagi
konjungtiva yang bersifat basofil berupa granul, biasanya berbentuk cungkup seakan-
akan menggenggam nukleus. Kadang-kadang ditemukan lebih dari satu badan inklusi
Menurut klasifikasi Mac Callan, penyakit ini berjalan melali 4 stadium, yaitu:6
1. Stadium 1 (hiperplasi limfoid): Terdapat hipertrofi papil dengan folikel
sedikit dan jernih bila tidak ada infeksi sekunder. Kelainan kornea sukar
ditemukan tetapi kadang-kadang dapat ditemukan noevaskularisasi dan
pannus trakoma yang jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat yang
Pannus adalah pembuluh darah yang terletak di daerah limbus atas dengan
infiltrat.
sebagai garis putih yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut
mulai berkurang.
4. Stadium 4: Suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva
dari trakoma. Untuk mengetahui adanya infeksi trakoma, dapat ditentukan jika
dosis selama 3-4 minggu, doxycyclin 100 mg peroral 2x sehari selama 3 minggu atau
erythromycin 1 g/hari peroral dibagi dalam 4 dosis selama 3-4 minggu. Pencegahan
dilakukan dengan higiene yang baik, makanan yang bergizi. Penyulit trakoma adalah
kronis oleh benda asing pada mata. Penyakit ini dapat terjadi pada satu mata
(unilateral), dapat pula bilateral, tergantung bagian yang terpajan. Gejalanya dapat
berupa rasa gatal, berair, dan rasa terbakar. Dari pemeriksaan didapatkan injeksi
konjungtiva palpebra dan bulber, kemosis, folikel dan papil pada konjungtiva
palpebra superior dan atau inferior, serta tidak ditemukannya pembesaran kelenjar
preaurikuler.5
Dari anamnesis didapatkan riwayat penggunaan obat mata topical yang lama.
alergen, seperti obat-obat topical, lensa kontak, debu, ketombe dan lain-lain. Alergen
dan salep mata penyejuk. Dekongestan topical bisa diberikan sebagai vasokontriksi,
mengurangi hiperemis, kemosis dan gejala lainnya karena obat ini bisa mengurangi
pelepasan mediator dari pembuluh darah ke jaringan. Antihistamin oral dan topical
unilateral kronik, keratitis superior, dan pannus superior. Lesi berbentuk nodul bulat,
pseudomembran, dan vesikel. Lesi varicella dapat muncul pada kulit disekitar mata.8
Gejala klinis yang mungkin muncul pada konjungtivitis viral adalah sebagai
berikut : 8
atau membrane
5. Uveitis anterior ringan, namun jarang terjadi
Konjungtivitis viral bisa berkembang menjadi kronis hingga menimbulkan
nodul atau krioterapi. Diberikan antibiotik dan steroid topikal, seperti prednisolone
infeksi Varicella zoster, acyclovir oral dosis tinggi (800mg 5x sehari selama 10 hari)
diberikan jika progresi memburuk. Pada keratitis herpetik dapat diberika acyclovir
3% salep 5x/hari selama 10 hari, atau acyclovir oral 400mg 5x/hari selama 7 hari. 8
sekunder.6
d. Konjungtivitis bakterial kronik
Konjungtivitis yang disebabkan bakteri dapat saja akibat infeksi gonokokus,
ini mudah menular, pada satu mata ke mata sebelahnya dan menyebar ke orang lain
Sebagian besar diagnosis dapat ditegakkan dengan tanda dan gejala. Oleh
untuk mengidentifikasi tipe sel dan morfologi. Kerokan konjungtiva dan kultur
dalam proses penyembuhan, dan lebih jarang menyebabkan ulkus kornea. Ulkus
Adapun terapi empiris yang dapat diberikan adalah Polytrim dalam bentuk topical.
Sediaan topikal yang diberikan dalam bentuk salep atau tetes mata adalah seperti
hidrokortison dapat mengurangi keluhan yang dialami oleh pasien lebih cepat.3,8
Namun, apabila hasil mikroskopik menunjukkan bakteri gram-negatif
diplokokus seperti neisseria, maka terapi sistemik dan topikal harus diberikan
mengenai kornea. Jika ada keterlibatan kornea, maka diberikan seftriakson 1-2 g/hari
secara parenteral selama 5 hari. Pemberian obat tersebut diikuti dengan doksisiklin
100 mg dua kali sehari atau eritromisin 500 mg empat kali sehari selama 1 minggu.
atau gentamisin diberikan 3-4 kali/ hari selama dua minggu untuk mengeliminasi
infeksi kronik.8,11
Selain itu, eksudat dibilas dengan larutan saline pada konjungtivitis purulen
dan mukopurulen akut. Untuk mencegah penyebaran penyakit, pasien dan keluarga
yang adekuat untuk dapat pulih. Oleh karena konjungtiva dapat menjadi port dentry,
meningococcal.8
BAB III
KESIMPULAN
konjungtiva yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi.
Peradangan ini dapat terjadi pada konjungtiva palpebra, konjungtiva forniks, ataupun
berlebih, sensasi benda asing di mata, terbakar, atau gatal, serta fotofobia. Tanda dari
preaurikular.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
DAFTAR PUSTAKA
6. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2013.
7. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000.
8. Ferrer FJG, Schwab IR, Shetlar DJ. Conjunctiva. In Vaughan and Asburys
General Ophthalmology.16th ed. USA: Mc.Graw-Hill companies; 2007.
10. Radjamin, R.K.T., dkk. Konjungtivitis. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Airlangga
University Press, Surabaya: 62-6.
11. Khurana AK. Comprehensive ophtalmology. 4th edition. New Delhi: New Age
Publishers; 2007