Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN

KONSELING GIZI

DI DESA SEKIP KECAMATAN LUBUK PAKAM

OLEH

DARA ANANDA

P01031214011

POLITREKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN

PRODI D IV GIZI

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan limpahan rahmat
dan karunianya sehingga saya dapat melaksanakan Pengalaman Belajar
Lapangan (PBL) dalam rangka Mata Kuliah Konseling Gizi pada tanggal 13 Juli
2017 di Desa Sekip, Kecamatan Lubuk Pakam.

Terlaksananya program PBL ini dan tersusunnya laporan ini berkat bantuan
fisik maupun non fisik. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Sumardi selaku Kepala Desa Sekip.


2. Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah Konseling Gizi dan Dosen
Pembimbing,
3. Kepala Dusun Desa Sekip, serta Kader Posyandu Anggrek III dan masyarakat
yang telah membantu mahasiswa.
4. Teman-teman PBL , Angkatan III Program Studi D IV Gizi Politeknik
Kesehatan Medan.

Setitik harapan dari saya semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca
khususnya bagi Desa sebagai bahan tindak lanjut untuk mengatasi masalah
kesehatan Gizi Anak Balita. Akhirnya saya memohon maaf sebesar-besarnya
apabila dalam pelaksanaan Kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) ini ada
hal-hal yang kurang berkenan bagi pihak yang terlibat .

Lubuk Pakam, Juli 2017

Penulis
LATAR BELAKANG

Salah satu sasaran pembangunan kesehatan pada Rencana Pembangunan


Jangka Panjang Menengah Nasional Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2015-
2019 yaitu meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat. Dengan beberapa
indikator diantaranya adalah menurunnya prevalensi underweight balita dari 19,6%
(2013) menjadi 17% (2019) dan menurunnya prevalensi stunting pada anak baduta
dari 32,9% (2013) menjadi 28,0% (2019) (Renstra, 2015).

Dalam upaya mendukung keberhasilan program pembangunan kesehatan


maka telah ditetapkan arah dan strategi pembangunan dalam upaya peningkatan
status pangan dan gizi masyarakat seperti yang tercantum dalam Peraturan Presiden
No. 43 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015. Kebijakan dan strategi itu
diantaranya melalui peningkatan pembinaan dan pendidikan gizi masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah peningkatan pemantauan pertumbuhan
balita secara rutin di posyandu, peningkatan integrasi pesan pendidikan tentang
perbaikan gizi dalam gerakan 1000 hari pertama kehidupan seperti Pemberian Makan
Bayi dan Anak (PMBA).

Standar emas PMBA sangat direkomendasikan karena dapat menurunkan


angka kematian anak. Pemberian ASI eksklusif dilanjutkan dengan MP-ASI yang tepat
pada umur 6 bulan sampai 11 bulan dapat menurunkan 13% resiko mortalitas balita
dan pemberian ASI sampai 2 tahun dapat mengurangi kejadian malnutrisi pada bayi
dan anak di negara berkembang (Gupta dan Dadhich dalam Roesli, 2012).

Pemberian makan yang tidak tepat pada bayi dan anak dapat menyebabkan
anak menderita kurang gizi. Growth faltering atau fenomena gagal tumbuh pada
balita di Indonesia mulai terjadi pada bayi usia 4-6 bulan ketika bayi mulai diberikan
MP-ASI dan terus memburuk hingga usia 18-24 bulan.Kekurangan gizi memberi
kontribusi 2/3 kematian balita dan 2/3 kematian tersebut terkait dengan 1 2 praktik
pemberian makan yang tidak tepat pada bayi dan anak usia dini (WHO/UNICEF,
2003). Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa persentase menyusui eksklusif
pada bayi umur 0 bulan adalah 39,8 % dan semakin menurun dengan bertambahnya
umur bayi dimana pada bayi umur 5 bulan hanya 15,3% yang menyusu eksklusif.
Sedangkan untuk pemberian makanan prelakteal kepada bayi baru lahir sebesar
43,6% dengan jenis makanan prelakteal yang banyak diberikan berupa susu formula,
madu dan air putih.

Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) Susenas 2001, hanya


46,6% kader posyandu yang pernah mendapat pelatihan mengenai KMS. Menurut
58,6% kader yang disurvei ditanya tentang penggunaan KMS, adalah untuk
memantau pertumbuhan balita. Akibatnya pemanfaatan KMS sebagai sarana
penyuluhan gizi dinilai masih rendah (Susenas, 2001 dalam Ekawaty, 2009).

Jika pengetahuan dan kemampuan kader posyandu dan orang tua balita dalam
menafsirkan KMS kurang maka akan berakibat terjadinya kesalahan penafsiran
pertumbuhan sehingga tidak diketahui penyimpangan. Gizi buruk yang seharusnya
terdeteksi secara dini tak dapat dilakukan pada akhirnya terjadilah keterlambatan
dalam intervensi dan penatalaksanaanya, Sebaliknya jika keder dan orang tua balita
mampu mengisi dan menafsirkan KMS dengan baik maka keadaan kurang gizi akan
cepat terdeteksi dan cepat tertangani sehingga status gizi balita menjadi baik
(Lenocoly, 2008).

Anda mungkin juga menyukai