Dokter Pembimbing :
dr. Sri Harto, Sp.M
Disusun Oleh :
Theresia Chlara Esperansa Obisuru
11-2015-355
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan petunjuknya penyusun dapat menyelesaikan referat yang
berjudul Toxoplasmosis Okular dan Penatalaksanaannya ini tepat pada
waktunya.
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan
klinik di bagian Ilmu Mata di rumah sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan
Antariksa. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih
kepada dr. selaku dokter pembimbing dalam kepaniteraan klinik ini dan
ii
rekan-rekan koas yang ikut memeberikan bantuan dan semangat secara
moril.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................v
BAB 1. PENDAHULUAN.......................................................................1
iii
1.1 Latar Belakang ..........................................................................1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................2
2.1 Definisi ......................................................................................2
2.2 Etiologi ......................................................................................2
2.3 Patofisiologi ..............................................................................3
2.4 Epidemiologi .............................................................................4
2.5 Anamnesis .................................................................................6
2.6 Pemeriksaan Fisik .....................................................................6
2.7 Diagnosis ...................................................................................11
2.8 Pencegahan ................................................................................13
2.9 Tatalaksana ................................................................................13
2.10 Komplikasi ..............................................................................16
2.11 Prognosis .................................................................................16
BAB 3. KESIMPULAN ..........................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................18
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Toxopasmosis adalah penyakit zoonosis yang secara alami dapat
menyerang manusia, ternak, hewan peliharaan yang lain seperti hewan liar,
unggas dan lain-lain. Protozoa toxoplasma gondii merupakan salah satu parasit
coccidian, obligate, intracellular, yang berperan terhadap infeksi yang terjadi pada
manusia dan mamalia lain. Toxoplasma gondii merupakan penyebab yang umum
terhadap terjadinya inflamasi intraocular di dunia. Kucing merupakan host
definitive yang terinfekasi akibat memakan ikan mentah, burung liar, atau tikus.
Tiga bentuk protozoa yang hanya terjadi pada tubuh kucing adalah tachyzoit,
bradyzoit, dan sporozoit. Manusia dan mamalia hanya terinfeksi oleh tachyzoit
dan bradyzoit.1,3
2.2 Etiologi.2
Kongenital toksoplasmosis
Ketika wanita dengan pertahanan tubuh yang lemah terinfeksi saat kehamilan,
terjadi tranmisi transplacenta dari T. gondii kepada fetus dan menyebabkan
terjadinya congenital toksoplasmosis
Toksoplamosis didapat
o Memakan kista jaringan yang berasal dari daging sapi, daging
kambing, atau daging babi yang mentah atau setengah matang.
o Memakan ookista yang berasal dari susu, air, atau sayuran.
o Transfuse darah yang terkontaminasi, transplantasi organ, dan
inokulasi yang tidak disengaja saat berada di laboratorium
2.3 Patofisiologi.4,5
Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk trofozoit, kista,
dan Ookista. Trofozoit berbentuk oval dengan ukuran 3 7 um, dapat menginvasi
2
semua sel mamalia yang memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan
selama masa akut dari infeksi. Bila infeksi menjadi kronis trofozoit dalam
jaringan akan membelah secara lambat dan disebut bradizoit. Bentuk kedua adalah
kista yang terdapat dalam jaringan dengan jumlah ribuan berukuran 10 100 um.
Kista penting untuk transmisi dan paling banyak terdapat dalam otot rangka, otot
jantung dan susunan syaraf pusat. Bentuk yang ke tiga adalah bentuk Ookista
yang berukuran 10-12 um. Ookista terbentuk di sel mukosa usus kucing dan
dikeluarkan bersamaan dengan feces kucing.
Dalam epitel usus kucing berlangsung siklus aseksual atau schizogoni dan
siklus atau gametogeni dan sporogoni. Yang menghasilkan ookista dan
dikeluarkan bersama feces kucing. Kucing yang mengandung toxoplasma gondii
dalam sekali exkresi akan mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista ini tertelan
oleha hospes perantara seperti manusia, sapi, kambing atau kucing maka pada
berbagai jaringan hospes perantara akan dibentuk kelompok-kelompok trofozoit
yang membelah secara aktif. Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium
seksual tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista. Bila kucing makan tikus yang
mengandung kista maka terbentuk kembali stadium seksual di dalam usus halus
kucing tersebut.
Infeksi dapat terjadi bila manusia makan daging mentah atau kurang
matang yang mengandung kista. Infeksi ookista dapat ditularkan dengan vektor
lalat, kecoa, tikus, dan melalui tangan yang tidak bersih. Transmisi toxoplasma ke
janin terjadi utero melalui placenta ibu hamil yang terinfeksi penyakit ini. Infeksi
juga terjadi di laboratorium, pada peneliti yang bekerjad dengan menggunakan
hewan percobaan yang terinfeksi dengan toxoplasmosis atau melalui jarum suntik
dan alat laboratorium lainnya yang terkontaminasi dengan toxoplasma gondii.
Infeksi akut ditandai oleh tachyzoit yang menginvasi dan berproliferasi
pada hampir semua tipe sel mamalia kecuali eritrosit yang tidak mempunyai inti.
Saat organisme mencapai mata melalui aliran darah, tergantung pada status imun
host, akan dimulai fase klinis atau subklinis yang terjadi di retina. Jika imun host
memberi respon maka takizoit akan merubah dirinya menjadi bradizoit dan
3
terbentuklah kista. Kista sangat resisten terhadap pertahanan tubuh host, dan akan
terjadi infeksi laten yang menjadikannya kronis.
Jika terjadi infeksi subklinis, tidak ada perubahan yang terjadi pada
pemeriksaan funduskopi. Kista akan menetap pada retina yang nampaknya
normal. Saat status imun host menurun oleh karena sebab apapun, dinding kista
akan hancur, melepaskan organism-organisme tersebut ke retina, dan proses
inflamasi pun dimulai kembali. Jika terjadi lesi klinis aktif, terjadi proses
penyembuhan dan terbentuk chorioretinal scar. Kista seringkali tetap inaktif
diantara atau menempel pada scar.
Parasit toxoplasma jarang teridentifikasi pada sampel aqueous humor dari
pasien dengan ocular toxoplasmosis aktif. Hal ini menunjukkan bahwa proliferasi
parasit terjadi hanya pada fase awal infeksi dan bahwa retinal damage mungkin
disebabkan oleh respon inflamasi lanjutan.
Saat sel epitel berpigmen retina terinfeksi oleh toxoplasma gondii, terdapat
peningkatan produksi sitokin sitokin tertentu termasuk interleukin 1 beta (IL-
1), interleukin 6 (IL-6). Granulocyte macrophage colony stimulating factor
(GM-CSF), dan molekul adhesi intercellular (ICAM). Pasien dengan toxoplasmic
retinochoroiditis didapat mempunyai level IL-1 yang lebih tinggi dibanding
pasien pasien asimptomatis.
2.4 Epidemiologi.1,3
Frekuensi
Amerika Serikat
Berdasarkan studi serologis, diperkirakan seperempat hingga setengah
populasi Amerika serikat telah terinfeksi oleh toxoplasma. Di Amerika serikat, 2
6 dari 1000 ibu hamil menderita toxoplasmosis. Prevalensi toxoplasmosis
kongenital berkisar 1 tiap 10.000 kelahiran hidup.
Manifestasi intraokular toxoplasmosis akibat necrotizing retinochoroiditis
telah dilaporkan pada 1 21 % pasien dengan infeksi sistemik yang didapat. Pada
studi populasi 0,6% penduduk maryland mempunyai scar yang diduga diakibatkan
oleh okular toxoplasmosis.
4
Internasional
Prevalensi serum antibodi melawan toxoplasmosis bervariasi di seluruh
dunia dan tergantung pada kebiasaan makan, hygiene, dan iklim. Toxoplasmosis
nampaknya lebih banyak terjadi pada iklim yang lembab.
Prevalensi toxoplasmosis kongenital berkisar 1 dalam 1000 kelahiran
hidup di Perancis. Dalam empat dekade pertama hidup, 90% populasi Perancis,
12,5% populasi Jepang, dan 60% Populasi Belanda dinyatakan seropositif untuk
toxoplasmosis. Rata- rata insiden di Inggris adalah 0,4 kasus tiap 100.000 orang
per tahun. Di Brazil selatan, hapir 18% penduduk dinyatakan memiliki lesi retina
yang diduga akibat okular toxoplasmosis. Di daerah Quindio Colombia, insidensi
yang dilaporkan berkisar 3 kasus tiap 100.000 penduduk per tahun.
Mortalitas / morbiditas
Toxoplasmosis merupakan penyebab yang umum dari inflamasi
intraokular dan uveitis posterior pada pasien imunokompeten di seluruh dunia.
Toxoplasmosis bertanggung jawab terhadap 30 50% dari semua kasus uveitis
posterior di Amerika serikat.
Ras / sex
Tidak ada predileksi ras dari toxoplasmosis. Begitu pula dilihat dari segi
jenis kelamin.
Usia
Prevalensi reaksi seropositif bertambah sesuai umur. Di Amerika serikat, 5
30 % individu usia dua puluh tahunan dan 10 67% individu berumur lebih dari
lima puluh tahun memiliki antibodi antitoxoplasma.
Okular toxoplasmosis telah dilaporkan paling banyak bermanifestasi pada
individu berusia 20 40 tahun.
2.5 Anamnesis
Faktor resiko terjadinya toxoplasmosis:
5
Imunodefisiensi (misalnya AIDS), pasien dengan imunosupresi misalnya
pada pasien post transplantasi organ atau dengan penyakit keganasan.
Kontak dengan kucing
Riwayat memakan daging mentah atau setengah matang
Gejala:
o Pandangan kabur
o Floaters
o Nyeri
o Mata merah
o Metamorphopsia
o Fotofobia
6
Penemuan paling umum pada toxoplasmosis kongenital adalad retinochoroiditis
yang mempunyai tempat predileksi di kutub posterior. Penemuan ini didapat pada
75-80% kasus dan bilateral pada 85% kasus.
Makular scar sekunder akibat toxoplasmosis kongenital:
Toxoplasmosis didapat
Mengkonsumsi daging sapi, daging kambing atau daging babi yang
mengandung kista jaringan, ookista dari sayuran, atau transfusi darah yang
terkontaminasi, transplantasi organ, atau inokulasi yang tidak disengaja saat
berada di laboratorium dapat mengakibatkan terjadinya toxoplasmosis didapat.
Infeksi yang didapat biasanya subklinis dan asimptomatis. Pada 10 20% kasus
yang menjadi simptomatis, pasien mengalami gejala mirip flu, misalnya demam,
limfadenopati, malaise, mialgia, dan ruam kulit makulopapular yang tersebar di
telapak tangan dan kaki. Pada pasien yang imunokompeten, penyakit ini tidak
membahayakan dan self-limited.
Baru-baru ini diperkirakan hanya 1-3 % pasien dengan infeksi yang
didapat mengalami okular toxoplasmosis. Retinitis makular akut yang
dihubungkan dengan toxoplasmosis ditunjukkan dalam gambar berikut :
7
Gambar 2. Akut macular retinitis.5
Okular toxoplasmosis
8
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa hingga 75% pasien dengan toxoplasmosis
kongenital memiliki chorioretinal scar saat lahir. Sebaliknya, lesi okular pada
pasien yang terinfeksi toxoplasma setelah lahir jarang ditemukan. Oleh karena itu
pasien dengan chorioretinitis aktif yang memiliki chorioretinal scar dipercaya
merupakan reaktifasi dari infeksi sebelumnya. Chorioretinal scar inaktif
ditunjukkan dalam gambar berikut:
9
Retinas merupakan lokasi utama bagi parasit untuk bermultiplikasi,
sementara choroid dan sklera merupakan lokasi dimana inflaasi seringkali
menyebar.
Jika infeksi telah melibatkan nervus optikus, manifestasi khas adalah
neuritis optik atau papillitis ditandai dengan edema, yang ditunjukkan pada
gambar berikut:
10
Antigen toxoplasma bertanggung jawab akan terjadinya reaksi
hipersensitivitas yang pada akhirnya dapat menyebabkan retinal vaskulitis dan
granulomatous atau nongranulomatous uveitis anterior.
Jika terjadi uveitis anterior, dapat disertai komplikasi sinekia posterior dan
terbentuk keratic presipitat.
Saat lesi menyembuh, maka akan nampak sebagai gambaran punched-out
scar, sehingga nampak sklera putih yang dibawahnya.
2.7 Diagnosis.5
Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yang tampak dilihat dengan
funduskopi dan hasil pemeriksaan pada pemeriksaan penunjang.
Hasil laboratorium
Serology
o Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis pada pemeriksaan
fundus. Pemeriksaan serology hanya sebagai pemeriksaan tambahan
o Serum titer antibody antitoksoplasma dapat ditemukan dengan beberapa
tehnik :
Enzyme-Linked immunosorbent assay (ELISA)
Indirect fluorescent antibody test
Indirect hemagglutination test
Complement fixation
Sabin-feldman dye test
o Temuan serology penting untuk menentukan apakah infeksi ini termasuk
akut atau kronik. Infeksi akut didiagnosis dengan seroconversion. Titer
IgG menunjukkan 4-fold dan akan memuncak pada 6-8 minggu setelah
terjadinya infeksi, dan dapat bertahan selama lebih dari 2 tahun
selanjutnya. Antitoxoplasma IgM akan muncul pada minggu pertama
infeksi. Selain IgM yang akan muncul, pada infeksi yang akut juga akan
ditemukan peningkatan IgA dan IgA dapat bertahan hingga 1 tahun.
Imaging Studies
o Flourescein angiography (FA) dari lesi yang aktif akan menunjukkan
hypoflourescent selama infeksi, dan diikuti dengan kebocoran yang
progresif.
11
o USG diiindikasikan untuk memeriksa media penglihatan terutama badan
vitreous. Temuan yang paling banyak ditemukan adalah intravitreal
punctiform echoes, penebalan dari hyaloids posterior, parsial atau total
vitreous detachment, dan penebalan fokal retinokoroid.
Pemeriksaan Histopatologi
o Pemeriksaan ini adalah kriteria standar untuk diagnosis. Pada
pemeriksaan ditemukan, tachyzoite tampak oval atau bulan sabit.
Pewarnaan tachyzoite dengan menggunakan pewarnaan Giemsa. Pada
pewarnaan akan tampak sitoplasma berwarna biru dan nucleus berwarna
merah dan berbentuk sferis.
o Pada bentuk kista, pada dindingnya ditemukan eosinofil, argyrophilic dan
PAS positif. Bentuk kista terdiri dari 50-3000 bradyzoit.
o Peradangan tampak nyata pada retina, vitreous dan koroid. Koroid yang
berdekatan dengan retina menunjukkan inflamasi granulomatosa. Retina
mengalami parsial nekrosis dengan batas yang jelas. Setelah
menyembuh, area retina yang terinfeksi hancur dan terdapat adhesi
corioretina.
Staging
o Zona 1 penderita mempunyai resiko tinggi kehilangan penglihatan
secara permanen. Lesi berlokasi 2 diameter diskus dekat fovea centralis
atau 1500 dari tepi optik disk.
2.8 Pencegahan
Dalam hal pencegahan toxoplasmosis yang penting ialah menjaga
kebersihan, mencuci tangan setelah memegang daging mentah menghindari feces
kucing pada waktu membersihkan halaman atau berkebun. Memasak daging
minimal pada suhu 66oC atau dibekukan pada suhu 20oC. Menjaga makanan
agar tidak terkontaminasi dengan binatang rumah atau serangga.Wanita hamil
trimester pertama sebaiknya diperiksa secara berkala akan kemungkinan infeksi
dengan toxoplasma gondii. Mengobatinya agar tidak terjadi abortus, lahir mati
ataupun cacatbawaan.6
12
2.9 Tatalaksana.6
Terapi Medikamentosa
Karena kondisi ini merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri,
sehingga tatalaksana sistemik dari toksoplasmosis didapat tidak
direkomendasikan. Terjadinya retinokoroiditis tidak selalu merupakan
indikasi pengobatan. Pada umumnya, lesi yang kecil di perifer dapat
menyembuh dengan spontan. Tetapi lesi pada arcade pembuluh darah, lesi
dekat optic disk, lesi dekat papil optic harus diberikan pengobatan.
Sedangkan pada Ocular toxoplasmosis, beberapa regimen terapi telah
direkomendasikan:
Terapi Triple drug antara lain pyrimethamine (dosis inisiasi 75-100mg
pada hari pertama dan diikuti 25-50mg pada hari selanjutnya), sulfadiazine
(dosis inisial 2-4 g selama 24 jam dilanjutkan dengan 1 g q.i.d) dan
prednison.
Terapi Quadruple adalah pyrimethamine, sulfadiazin, klindamycin dan
prednison. Pemakaian pyrimethamine seharusnya dikombinasikan dengan
asam folad untuk menghindari komplikasi hematologi.
Lama pengobatan tergantung pada respon dari tiap individu, tetapi pada
umumnya 4-6 minggu. Pemberian trimetoprim 60 mg dan sulfametoksazole
160mg selama 3 hari digunakan sebagai profilaksis toksoplamosis
retinokoroiditis. Setelah observasi selama 20 bulan, 6,6 % dari pasien
mengalami infeksi rekuren.
Selama kehamilan, spiramycin dan sulfadiazine dapat dikonsumsi selama
trimester pertama. Sedangkan untuk trimester kedua spiramycin, sulfadiazine,
pyrimethamine dan asam folat direkomendasikan. Spiramycin,
pyrimethamine dan asam folat dapat digunakan hingga trimester ketiga.
Penggunaan kostikosteroid adalah sebagai berikut :
Kortikosteroid topikal digunakan apabila terdapat reaksi pada bilik
mata depan
Terapi depot steroid dikontaraindikasikan untuk terapi Ocular
toxoplasmosis. Steroid dosis tinggi yang diberikan pada jaringan mata
13
akan menekan sistem imun dari host, sehingga akan menimbulkan
nekrosis jaringan yang tak terkendali dan potensial menimbulkan
kebutaan.
Kostikosteroid sistemik digunakan sebagai terapi tambahan untuk
meminimalkan reaksi peradangan.
Pemberian terapi sikloplegik juga dapat diberikan apabila terjadi peradangan pada
bilik mata depan dan mengurangi nyeri serta mencegah terjadinya sinekia
posterior.
14
o Azithromycin (250 mg/hari atau 500mg pada hari pertama
dengan pyrimethamine 100mg pada hari pertama diikuti
dengan 50mg/hari pada hari selanjutnya) dapat juga digunakan
sebagai alternatif.
o Kombinasi dari trimethropim (60mg) dan sulfamethoxsazole
(160mg) dapat mengurangi ukuran lesi.
Terapi bedah
Dapat dilakukan fotokoagulasi atau cryoterapi.
Komplikasi yang dapat timbul adalah perdarahan intraretina, perdarahan
badan vitreous, dan ablasio retina.
Pars plana vitrectomy dapat diindikasikan pada ablasio retina sekunder
dari traksi vitreous atau apabila ada kekeruhan pada badan kaca. Dan
dianjurkan dilakukan rawat bersama dengan spesialis penyakit dalam.
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat okular toxoplasmosis antara lain:5
Katarak
Glaukoma
Oklusi vena retina
Oklusi arteri retina
Tractional retinal detachment
2.11 Prognosis.5
Diperkirakan 40% dari pasien memiliki visus 20/100 atau mungkin lebih
buruk, dan 16% pasien memiliki visus antara 20/40 dan 20/80.
15
Retinitis toxoplasma seringkali kambuh, dan berulang dengan rata rata
mencapai 80% dalam 5 tahun.
Pasien dengan penyakit yang rekuren nampaknya lebih beresiko memiliki
cacat visual permanen.
16
BAB 3
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18