Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA

Diajukan Untuk Memenuhi salah satu Tugas Ujian SP


Mata Kuliah Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya

Disusun Oleh :
Muhamad Dani Ramdani ( 3402120050 )
Taufik Ramadan ( 3402120082 )

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
2016
A. PENGERTIAN PEGADAIAN
1. Pegadaian Syariah
Gadai dalam perspektif islam disebut dengan istilah Rahn, yaitu perjanjian untuk
menahan sesuatu barang sebagai jaminan atau tanggungan utang. Kata Rahn
secara etimologi berarti Tetap, Berlangsung, dan Menahan. Maka Dari segi
bahasa Rahn bisa diartikan sebagai menahan sesuatu dengan tetap. Ar Rahn
Adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman
yang diterimanya.
Rahn merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang
mempunyai nilai harta menurut pandangan syara sebagai jaminan, hingga orang
yang bersangkutan boleh mengambil utang.

2. Pegadaian Konvensional
Pegadaian Konvensional (Umum) adalah suatu hak yang diperbolehkan
seseorang yang mempunyai pitutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak
tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai
utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang, seseorang
yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang
untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang
apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya ada saat jatuh
tempo.
Perusahaan umum Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara
resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa
pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke Masyarakat atas dasar hokum
gadai.

3. Landasan Hukum
Landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu pada syariah yang bersumber
dari Al Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Adapun dasar hokum yang
dipakai adalah QS Al Baqarah : 283
.


.

Artinya
Jika Kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (Oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu
menunaikan amanatnya (Hutangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah
Tuhannya, dan janganlah kamu (Para Saksi) menyembunyikan persaksian, dan
barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia ini adalah yang
berdosa hatinya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Hadits rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah Ra, yang
berbunyi:

dari aisyah berkata : Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang yahudi
dan menggadaikannya dengan baju besi
Dan ada pula hadits Nabi yang maknanya
Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi SAW dengan roti dari
gandum dan sungguh rasulullah SAW menaguhkan baju besi kepada seorang
yahudi di madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang yahudi.
Landasan hokum berikutnya adalah ijma ulama atas hokum bubah (Boleh) dalam
perjanjian Gadai, adapun mengenai prinsip Rahn (Gadai) telah memiliki fatwa
dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indoneseia yaitu fatwa dewan
Syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI//III/2002 tentang rahn dan fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas.
4. Rukun Dan Syarat Transaksi Gadai
Secara Umum syarat sah dan rukun dalam menjalankan transaksi gadai adalah
sebagai berikut :
Rukun Gadai
1. Ada Ijab dan Qabul (Shighat)
2. Terdapat Orang yang berakad yang menggadai (Rahin) dan yang memberi
Gadai (Murtahin)
3. Ada Jaminan (Marhun) berupa barang / Harta
4. Utang (Marhun Bih)
Syarat Sah Gadai
1. Shighat
2. Orang yang Berakal
3. Barang yang dijadikan Pinjaman
4. Utang (Marhun Bih)

5. Hak Dan Kewajiban Pihak Yang Berakad


Hak penerima gada antara lain :
1. Apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo,
murtahin berhak untuk menjual Marhun
2. Untuk menjaga keselamatan marhun, pemegang gadai berhak
mendapatkan penggantian biaya yang dikeluarkan
3. Pemegang gadai berhak menahan barnag gadai dari rahin, selama
pinjaman belum dilunasi.

Kewajiban penerima Gadai antara Lain :


1. Apabila terjadi sesuatu (Hilang ataupun cacat) terhadap marhun akibat dari
kesalahan, maka marhun harus bertanggung jawab
2. Tidak boleh menggunakan marhun untuk kepentingan pribadi
3. Sebelum diadakan pelelangan marhun, harus ada pemberitahuan kepada
rahin

Hak Pemberi Gadai (Rahin)


1. Setelah pelunasan pinjaman, rahin berhak atas barang gadai yang
diserahkan kepada murtahin
2. Apabila terjadi kerusakan atau hilangnya barang gadai akibat kelalaian
murtahin, rahin menuntut ganti rugi atas marhun
3. Setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya biaya yang lainnya, rahin
berhak menerima sisa hasil penjualan marhun
4. Apabila diketahui terdapat penyalahgunaan marhun oleh murtahin, maka
rahin berhak untuk meminta marhunnya kembali
Kewajiban pemberi Gadai antara Lain :
1. Lunasi pinjaman yang telah diterima serta biaya-biaya yang ada dalam
kuruu waktu yang telah ditentukan
2. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat
melunasi pinjamannya, maka harus merelakan atas marhun pemiliknya.

6. Perjanjian Transaksi Gadai


o Qard Al-Hasan
Akad ini digunakan nasabah untuk tujuan konsumtif, oleh karena
itu nasabah (Rahin) akan dikenakan biaya perawatan dan
penjagaan barang gadai (Marhun) kepada Pegadaian (Murtahin,
adapun ketentuannya adalah:
Barang gadai hanya dapat dimanfaatkan dengan jalan
menjual, seperti emas, barang elektronik, dan lain
sebagainya
Karena bersifat social, maka tidak ada pembagian hasil.
Pegadaian hanya diperkenankan untuk mengenakan biaya
administrasi kepada Rahin

o Mudharabah
Akad yang diberikan bagi nasabah yang ingin memperbesar modal
usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif.
Adapun ketentuannya adalah :
Barang gadai dapat berupa barang-barang bergerak maupun
barang tidak bergerak seperti emas, elektronik, kendaraan
bermotor, tanah, Rumah Dll.
Keuntungan dibagi setelah dikurangi dengan biaya
pengelolaan marhun.

o BadI Muwayyadah
Akad ini diberikan kepada nasabah untuk keperluan yang bersifat
produktif, seperti pembelian alat kantor, modal kerja. Dalam hal ini
murtahin juga dapat menggunakan akad jual beli untuk barnag atau
modal kerja yang diinginkan oleh rahin. Barang gadai adalah
barang yang dimanfaatkan oleh rahin atau pun murtahin.

o Ijarah
Objek dari akad ini pertukaran manfaat tertentu, bentuknya adalah
murtahin menyewakan tempat penyimpangan barang.

7. Pemanfaatan Barang Rahn


Mayoritas ulama membolehkan pegadaian memanfaatkan barnag yang
diggadaikannya selama mendapat izin dari murtahin selain itu pegadai harus
menjamin barang tersebut selamat dan utuh.
Dari abu hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : Barang yang
digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya
adalah keuntungan dan tanggung jawabnyalah bila ada kerugian atau biaya (HR.
SyafiI dan Daruqutni).
Mayoritas ulama, selain Madzab Hambali, berpendapat bahwa murtahin
(Penerima Gadai) tidak boleh mempergunakan barang rahan.
Berakhirnya akad rahan :
1. Barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya
2. Rahin membayar hutangnya
3. Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun dengan pemindahan
oleh murtahin
4. Pembatalan oleh murtahin meskipun tidak ada persetujuan dari pihak
rahin
5. Rusaknya barang rahin bukan oleh tindakan atau pengguna murtahin

8. Perbedaan Teknis Pelaksanaan

Mekanisme Pegadaian Konvensional


Dalam pegadaian, obyek yang digadaikan biasanya terdiri dari emas dan perhiasan
lainnya. Meskipun perhiasan berlian kurang diminati oleh pegadaian, karena
beberapa factor dalam prakteknya yaitu adanya penipuan. Jadi yang lebih diminati
adalah emas, karena lebih mudah ditandai keasliannya. Selain perhiasan, diterima
pula kendaraan seperti mobil, motor dll, meskipun tetap yang lebih disukai adalah
emas. Cara kerja pegadaian yang konvensional ini adalah dengan cara: orang yang
perlu uang datang ke tempat pegadaian, mereka akan menyerahkan barang yang
akan digadaikan, barang yang akan digadaikan ini akan ditaksir oleh petugas, dan
nilai taksirannya akan diberikan dalam bentuk uang. Sehingga orang yang
memerlukan uang itu akan menerima sejumlah uang, sesuai nilai taksir barang
yang digadaikannya. Mereka biasanya menggadaikan barangnya selama 4, 6
bulan, sesuai yang disepakati, tapi biasanya tidak lebih dari 1 tahun. Jadi biasanya
kegunaannya ini agak berbeda dari bank yang bisa 2 atau 3 tahun, ini untuk
kegunaan yang mendesak., Layaknya pada lembaga keuangan lainnya, pegadaian
pun mengenakan bunga untuk jasa yang dilakukannya.
Dari jumlah uang yang diberikan tersebut, maka pegadaian akan mengenakan jasa
uang, atau yang di perbankan disebut bunga. Sehingga orang yang menggadaikan
tadi akan membayarkan bunga, dan pada saat jatuh temponya mereka akan
membayar kembali barang tersebut, sehingga mereka memperoleh kembali
barangnya. Secara ringkas itu adalah cara kerja pegadaian yang konvensional.
Mekanisme Pegadaian Syariah
Sedangkan pada pegadaian syariah, proses pinjam-meminjamnya masih sama
dengan pegadaian konvensional. Secara umum tidak ada perbedaan dari sisi
peminjam. Hanya saja, bunga yang dikenakan pada pegadaian konvensional,
diganti dengan biaya penitipan pada pegadaian syariah.
Sedangkan pegadaian syariah mempunyai mekanisme yang sedikit berbeda. Yaitu
yang pertama, apabila ada orang yang membutuhkan uang dan mereka datang ke
pegadaian syariah, maka secara teknis akan dilakukan penaksiran terhadap barang
yang akan digadaikan. Kemudian setelah dilakukan penaksiran terhadap barang
yang digadaikan, orang tersebut akan mendapatkan sejumlah dana sesuai nilai
taksiran tersbut. Sampai sini masih sama dengan pegadaian konvensional, di mana
terjadi proses pinjam-meminjam uang. Bedanya di pegadaian konvensional
dikenakan bunga, yang biasa disebut jasa uang, sedangkan di syariah mereka tidak
bisa mengenakan bunga atau jasa uang. Lalu dari mana pegadaian syariah
mendapatkan keuntungan jika mereka tidak bisa mengenakan bunga atau yang
tadi kita sebut sebagai jasa uang? Barang yang digadaikan tersebut, harus
dtitipkan. Tempat penitipan inilah yang dibayar jasanya. Jadi ada jasa penitipan
barang.. Jasa pentipan ini tidak serta merta dikalikan dari persentase tertentu, tapi
dia dikaitkan dengan suatu rate tertentu. Misalnya kalau barangnya sekian gram
sampai sekian gram, biaya penitipannya sekian. Sehinga yang terjadi di pegadaian
syariah ini, nasabah dikenakan charge berupa biaya tempat pentipian. Jadi mereka
membayar biaya sewa penitipan.
Selain dari biaya sewa penitipan yang menggantikan bunga, dalam pegadaian
syariah peminjam cuma bisa menggadaikan barang dalam bentuk emas, dan
belum bisa dalam bentuk barang yang lainnya seperti pada pegadaian
konvensional.
Di dalam pegadaian syariah juga, perbedaan berikutnya, yang dilakukan sejauh ini
hanya gadai emas saja. Sedangkan gadai perhiasan di luar emas, yang dinilai
emasnya saja. Begitu juga gadai mobil, motor, belum dilakukan di pegadaian
syariah. Sehingga dalam pegadaian syariah ini masih terbatas dalam emas saja dan
dikenakan biaya penyewaan tempat penitipan. Sama dengan konvensional, di
pegadaian syariah pun jangka waktunya tidak panjang. Hanya sekitar 4, 6, 8 atau
12 bulan saja. Tidak melebihi dari itu, karena pegadaian ini harus kita gunakan
secara hati hati untuk keperluan yang betul-betul mendesak dan penting saja.
Untuk kebutuhan lain, pegadaian bukanlah tempat yang cocok untuk memenuhi
kebutuhan yang sifatnya lebih jangka panjang dan nilainya lebih besar.

B. PEGERTIAN ASURANSI
1. Asuransi konvensional
Kata asuransi berasal dari bahasa belanda assurantie, yang dalam hukum
belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. Dari peristilahan
assurantie kemudian timbul istilah assuradeur bagi penanggung, dan geassureerde
bagi tertanggung.
Menurut Robert I. Mehr, asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi
risiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang berisiko agar kerugian
individu secara kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut
kemudian dibagi dan didistribusikan secara proporsional di antara semua unit-unit
dalam gabungan tersebut.
Definisi asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian,Asuransi
atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapakan atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul
dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran
yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
2. Asuransi Syariah
Dalam bahasa Arab Asuransi disebut at-tamin, penanggung disebut
muammin, sedangkan tertanggung disebut muamman lahu atau mustamin. At-
tamin ( )diambil dari kata ( )memiliki arti memberi perlindungan,
ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut.
Al-Fanjari mengartikan tadhamun, takaful, at-tamin atau asuransi syariah
dengan pengertian saling menanggung atau tanggung jawab sosial. Menurut
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN
No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah bagian
pertama menyebutkan pengertian Asuransi Syariah adalah usaha saling
melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad atau perikatan yang
sesuai dengan syariah.
Adapun asuransi syariah harus dalam prinsip umum syariah yang sesuai
dengan Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001:
Asuransi Syariah (tamin, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling
melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru yang menberikan pola
pengembalian untuk mengahadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan)
yang sesuai dengan syariah;
Akad yang sesuai syariah yang dimaksud pada point (1) adalah yang tidak
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba,
zhulm(penganiayaan), risywah(suap), barang haram dan maksiat;
Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan
komersial;
Akad tabarru adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan
kebajikandan tolong menolong, bukan semata untuk tujuan komersial;
Premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana
kepada perusahaan asuransi sesuai kesepakatan dalam akad;
Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan
asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
3. Dasar Hukum Asuransi Syariah
Al-Quran
QS. Al-maidah : 2
Artinya : dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
QS. Al-Hasyr :18
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan).
Dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.
Hadits
Hadis Riwayat At-Turmudzi
Diriwayatkan dari Anas bin malik ra., bertanya sesorang kepada Rasulullah SAW
tentang untanya : apa (unta) ini saya ikat saja atau langsung saya bertakwa
kepada Allah ? Bersabda Rasulullah SAW, pertama ikatlah unta itu, lalu
kemudian bertakwalah kepada Allah SWT.
selain itu, yang menjadi landasan hukum dari asuransi syariah diantaranya yaitu
fatwa-fatwa sahabat, ijma, qiyas dan istihsan.
4. Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional
keterangan Asuransi syariah Asuransi konvensional
Pengawasan dewan Adanya dewan pengawas Tidak ada
syariah syariah. fungsinya
mengawasi produk yang
dipasarkan dan investasi
dana.
Akad Tolong menolong Jual beli
(takafulli)
Investasi dana Investasi dana Investasi dana
berdasarkan syariah berdasarkan bunga
dengan sistem bagi hasil
(mudharabah)
Kepemilikan dana Dana yang terkumpul Dana yang terkumpul dari
dari nasabah (premi) nasabah (premi) menjadi
merupakan milik peserta. milik perusahaan ;
p rusahaan hanya sebagai perusahaan bebas
pemegang amanah untuk menentukan investasinya.
mengelola.
Pembayaran klaim Dari rekening tabarru Dari rekening dana
(dana kebajikan) seluruh perusahaan.
peserta ; sejak awal sudah
diikhlaskan oleh peserta
untuk keperluan tolong
menolong bila terjadi
musibah.
Keuntungan (profit) Dibagi antara perusahaan Seluruhnya menjadi
dengan peserta sesuai milik perusahaan.
prinsip bagi hasil
(mudharabah)
4

5. Produk dan Jasa Asuransi Syariah

1. Produk Takaful Individu


Produk takaful individu dibagi menjadi dua jenis, yaitu produk takaful individu
tabungan dan produk takaful non-tabungan.

Produk-produk Tabungan

Takaful dana investasi

Takaful dana haji

Takaful dana siswa

Takaful jabatan

Produk-produk non-tabungan

Takaful al-khairaat individu

Takaful kecelakaan individu

Takaful kesehatan individu


2. Produk takaful group

Takaful al-khairaat dan tabungan haji

Takaful kecelakaan siswa

Takaful wisata dan perjalanan

Takaful kecelakaan diri kumpulan

Takaful majelis talim

Takaful pembiayaan

3. Produk takaful umum

Takaful kebakaran

Takaful kendaraan bermotor

Takaful rekayasa

Takaful pengangkutan

Takaful rangka kapal

Asuransi takaful aneka

6. Prinsip Akad dan Instrumen Keuangan


Asuransi Syariah memiliki prinsip-prinsip meliputi :
Sesama muslim saling bertanggung jawab. Kehidupan di antara sesama
muslim terikat dalam suatu kaidah yang sama dalam menegakkan nilai-nilai
islam. Oleh karena itu, kesulitan sesorang muslim dalam kehidupan menjadi
tanggng jawab sesama muslim. Sebagaimana disebutkan dalam al-Quran surat
Ali-imran : 103

Sesama manusia saling bekerja sama atau saling membantu. Q.S. at-Taubah : 7
Sesama muslim saling melindungi penderitaan sesama manusia. Q.S. ad-Dhuha

:9-10
Prinsip akad yang dilakukan antara peserta asuransi dengan pihak perusahaan
terdiri atas dua akad, yaitu :
Akad tijarah.
Akad tabbaru
Akad tijarah memiliki arti semua bentuk akad yang dilakukan adalah untuk
tujuan komersial. Akad tabbaru memiliki pengertian semua bentuk akad yang
dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong-menolong, bukan semata-mata
untuk tujuan komersil. Pengaplikasian akad tijarah dalam asuransi syariah lebih
dikenal sebagai akad mudharabah, sedangkan akad tabbaru dikenal dengan hibah.
Posisi Pihak Pelaksana Akad
Dalam akad tijarah atau mudharabah, perusahaan asuransi bertindak sebagai
mudharib atau pengelola dana, dan peserta atau shahibul mal adalah pemegang
polis, seperti halnya terdapat dalam asuransi konvensional. Sedangkan dalam akad
tabbaru, peserta asuransi berkedudukan sebagai pemberi hibah yang digunakan
untuk menolong peserta lain yang terkena musibah, dengan perusahaan asuransi
sebagai penengah serta pengelola dana hibah tersebut.

7. Mekanisme Operasional Asuransi Syariah


Di dalam operasional asuransi syariah yang sebenarnya terjadi adalah saling
bertanggung jawab, membantu dan melindungi diantara para peserta sendiri.
Perusahaan asuransi diberi kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk
mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan
santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi fakta perjanjian tersebut.
C. Pengertian Leasing

Sewa Guna Usaha (Leasing) Menurut Perpres No. 9 Tahun 2009 Pembiayaan
dalam bentuk Penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak
opsi (finance lease) maupun tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan
oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara angsuran.
1. Beberapa Unsur Leasing

Lessor yaitu pihak yang menyewakan aktiva atau barang-barang


modal antara lain perusahaan-perusahaan yang mendapat izin dari
Departemen Keuangan.
Lessee yaitu pihak penyewa aktiva atau pihak-pihak yang
membutuhkan/memakai barang-barang modal.
Objek leasing yaitu barang-barang yang menjadi objek perjanjian
leasing yang meliputi segala macam barang modal mulai dari yang
berteknologi tinggi hingga teknologi menengah ataupun keperluan
kantor.
Pembayaran Uang sewa yaitu secara berkala dalam jangka waktu
tertentu yang bisa dilakukan setiap bulan, setiap kuartal, atau setiap
setentah tahun sekali.
Nilai sisa yang ditentukan sebelum kontrak dimulai.
Adanya hak opsi bagi lessee pada akhir masa leasing dimana
lessee mempunyai hak untuk menentukan apakah ia ingin membeli
barang tersebut dengan harga sebesar nilai sisa atau
mengembalikan pada lessor.
Lease Term adalah suatu periode kontak sewa.

2. Empat Tahap Utama Leasing

a. Perjanjian pihak lessor dengan lessee


b. Lessor mengalihkan hak penggunaan barang pada pihak Lessee
c. Lessee membayar kepada Lessor uang sewa atas penggunaan barang
(asset)
d. Lessee mengembalikan barang tersebut pada Lessor pada akhir
periode yang ditetapkan lebih dahulu dan jangka waktunya kurang
dari umur ekonomi barang tersebut
3. Ketentuan Leasing

Kegiatan Leasing secara remi diperbolehkan beroperasi di


indonesia setelah keluar surat keputusan bersama antara Menteri
Keuangan,Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Nomor Kep.
122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/74 dan Nomor 30/Kpb/I/74
Tanggal 7 Februari 1974 Tentang Perizinan Usaha Leasing di Indonesia.
Wewenang untuk memberikan usaha Leasing di keluarkan oleh Menteri
Keuangan berdasarkan Surat keputusan Nomor 649/MK/IV/5/1974
Tanggal 6 Mei 1974 yang mengatur mengenai ketentuan tata cara
perizinan dan kegiatan usaha leasing di Indonesia.

4. Jenis-Jenis Perusahaan Leasing

Jenis-jenis perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatannya


dibagi kedalam 3 (tiga) kelompok yaitu :
a. Independent Leasing
Merupakan perusahaan leasing yang berdiri sendiri dapat
sekaligus sebagai supplier atau membeli barang-barang modal dari
supplier lain untuk dileasekan.
b. Captive Lessor
Produsen dan supplier mendirikan perusahaan leasing dan
yang merekan leasekan adalah barang-barang milik mereka sendiri.
Tujuan utamanya adalah untuk dapat meningkatkan penjualan,
sehingga mengurangi penumpukan barang di gudang/toko. 3.
c. Lease Broken
Perusahaan jenis ini kerjanya hanyalah mempertemukan
keinginan lessee untuk memperoleh barang modal kepada pihak
lessor untuk dileasekan. Jadi,dalam hal ini lease broken hanya
sebagai perantara antara pihak lessor dengan pihak lessee.
5. Leasing Syariah
Leasing syariah umumnya menggunakan akad ijarah. Ijarah adalah
akad sewa menyewa antara muajjir (lessor) dengan mustajir (lessee) atas
majur (objek sewa) untuk mendapatkan imbalan atas barang yang
disewakan. Obyek transaksi Ijarah adalah jasa. Jasa maksudnya, jasa yang
diberikan oleh barang obyek sewa. Pada masa akhir kontrak sewa, lessor
dapat memberi opsi kpd lessee untuk membeli barang yang disewakan
(Ijarah muntahiya bit-tamlik atau financing lease).

6. Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik

Bahwa dewasa ini dalam masyarakat telah umum dilakukan praktik


sewabeli, yaitu perjanjian sewa-menyewa yang disertai dengan opsi
pemindahan hak milik atas benda yang disewa, kepada penyewa, setelah
selesai masa sewa.
Dewan Syariah Nasional (DSN) memandang perlu menetapkan
fatwa tentang sewa-beli yang sesuai dengan syariah, yaitu akad al-ijarah
al-muntahiyah bi al-tamlik atau al-ijarah wa al-iqtina untuk dijadikan
pedoman.
Akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
o Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa
DSN nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-
Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.
o Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-
Tamlik harus disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani.
o Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.

Anda mungkin juga menyukai