Pada penelitian ini menyelidiki 16.087 pria dan 9569 wanita dengan
ADHD (Lihat tabel 1 untuk data deskriptif pada awal dan selama masa tindak
lanjut). Diantara laki-laki yang telah didiagnosa ADHD, 53.6% telah mendapat
pengobatan ADHD dan 36.6% telah dihukum karena melakukan setidaknya satu
kejahatan selama masa tindak lanjut, angka kejadian sebesar 0.2% dibandingkan
dengan kontrol sebesar 8.9%. Diantara pasien wanita 62.7% telah mendapatkan
pengobatan ADHD dan 15.4% telah dihukum karena melakukan setidaknya satu
kejahatan, angka kejadiannya sebesar 0.1% dibandingkan pada kelompok kontrol
yaitu 2.2%. Total terdapat 689 laki-laki (4.3%) dan 368 perempuan (3.8%) yang
memperoleh pengobatan ADHD selama periode penelitian dan 7468 laki-laki
(46.4%) dan 3573 wanita (37.3%) tidak menerima pengobatan ADHD.
Pada pasien ADHD, kejahatan lebih jarang terjadi pada periode dimana
mereka memperoleh pengobatan ADHD (Gambar 1).
Analisis Sensitivitas
Karena adanya hubngan yang jelas antara penggunaan obat dan tingkat
kriminalitas, peneliti melakukan serangkaian analisis sensitivitas yang mencakup
pria saja, karenakan tingginya prevalensi ADHD dan kriminalitas pada pria
dibanding wanita. Pada pasien yang memperoleh pengobatan dan tidak
memperoleh pengobatan, resiko terpidana atas suatu kejahatan meningkat secara
signifikan yaitu 12.0% (95% CI, 11.8-12.3%) selama periode tanpa pengobatan
dibandingkan dengan masa pengobatan (Tabel 3). Resiko yang meningkat tetap
terjadi pada ketika pasien berpindah dari tanpa pengobatan menjadi periode
pengobata (15.8%) dan juga tetap meningkat saat pasien berpindah dari periode
pengobatan menjadi periode tanpa pengobatan (6.5%). Resiko tersebut tetap
meningkat terlepas dari apakah itu pertama atau kedua kalinya pasien mengubah
regimen pengobatan.
Berbeda dengan hasil penggunaan obat ADHD, tidak ada bukti adanya
hubungan antara tingkat kriminal dengan penggunaan SSRI diantara pasien
dengan diagnosis ADHD dalam register pasien nasional (hazard ratio 1.04, 95%
CI, 0.93 sampai 1.17).
DISKUSI