Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu masalah pokok kesehatan di negara berkembang adalah masalah kekurangan gizi. Di
negara Indonesia masih banyak dijumpai kekuarangan gizi bahkan sampai pada kasus gizi buruk. Gizi
buruk atau malnutrisi dapat diartikan sebagai asupan gizi yang buruk yang disebabkan karena kurangnya
asupan makanan, pemilihan jenis makanan yang tidak tepat ataupun karena sebab lain seperti adanya
penyakit infeksi yang menyebabkan kurang terserapnya nutrisi dari makanan. Secara klinis gizi buruk
ditandai dengan asupan protein, energi dan nutrisi mikro seperti vitamin yang tidak mencukupi ataupun
berlebih sehingga menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan (Puskel, 2011).

Hasil Susenas menunjukkan adanya penurunan prevalensi balita gizi buruk yaitu dari
10,1% pada tahun 1998 menjadi 8,1% pada tahun 1999 dan menjadi 6,3% pada tahun 2001.
Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali prevalensi gizi buruk dari 8,0% menjadi
8,3% pada tahun 2003 dan kembali meningkat menjadi 8,8% pada tahun 2005. Berdasarkan
laporan dari Dinas Kesehatan seluruh Indonesia terjadi penurunan kasus gizi buruk yaitu pada
tahun 2005 terdata 76.178 kasus kemudian turun menjadi 50.106 kasus pada tahun 2006 dan
39.080 kasus pada tahun 2007. Penurunan kasus gizi buruk ini belum dapat dipastikan karena
penurunan kasus yang terjadi kemungkinan juga disebabkan oleh adanya kasus yang tidak
terlaporkan (under reported). Mencuatnya kembali pemberitaan di media massa akhir-akhir ini
mengenai balita gizi buruk yang ditemukan dan meninggal menunjukkan sistem surveilans dan
penanggulangan dari berbagai instansi terkait belum optimal (Krisnansari, 2010).

Kabupaten Nganjuk mempunyai program GENTASIBU dalam meningkatkan cakupan deteksi


dini gizi buruk. Tujuan Millenium Development Goals (MDG)-1 terkait dengan kemiskinan dan
kelaparan, yang paling menentukan adalah prevalensi gizi kurang dan gizi buruk. Prevalensi Gizi
Kurang telah menurun secara signifikan, dari 31.0 % pada tahun 1989 menjadi 17.9 % pada
tahun 2010. Dalam pada itu prevalensi gizi buruk turun dari 12.8% pada tahun 1995 menjadi 4.9
% pada tahun 2010.Untuk mencapai penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk sebesar
15,0 % dan 3,5 % pada tahun 2015. Berbagai upaya perbaikan gizi masyarakat melalui kegiatan
yang mencakup peningkatan program ASI Ekslusif, upaya penanggulangan gizi mikro melalui
pemberian Vitamin A, Taburia, tablet besi bagi bumil, dan iodisasi garam serta tata laksana
kasus gizi buruk dan gizi kurang. (Kemenkes, 2011).

Salah satu program yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten nganjuk adalah dengan
Gerakan Pengentasan Gizi Buruk (Gentasibu). Program ini digagas oleh istri bupati nganjuk dan
disahkan secara resmi melalui Surat Keputusan Bupati No. 188/140/K/411.013/2009. Pada
program ini, penanganan gizi buruk dilakukan secara terintegrasi oleh kader, petugas kesehatan
dan puskesmas setempat.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana peran program program Gentasibu di Puskesmas Ngronggot pada tahun 2016 ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, merubah sikap dan perilaku ibu agar memahami tentang
pentingnya gizi yang baik bagi anak. Melakukan pendeteksian dini, diagnosis, pendeteksian
kegawatan dan penanganan pertama bagi balita dengan gizi buruk.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Terjadinya interaksi dan berbagi pengalaman antara (ibu dengan ibu) dan antar ibu
dengan petugas kesehatan/bidan tentang gizi,tumbuh kembang anak, pola makan yang
baik.
2. Meningkatkan pemahaman, sikap dan perilaku ibu tentang: tumbuh kembang anak
berdasarkan umur, gizi yang baik dan pola makan yang baik.
3. Dengan gizi yang baik diharapkan akan menjadikan pertumbuhan yang baik pula dan
mencetak sumber daya manusia yang berkualitas
4. Dengan gentasibu diharapkan menurunkan angka gizi buruk di ngronggot
5. Mengobati balita gizi buruk jika ada yang sakit.
6. Memberikan bantuan makanan tambahan dan vitamin guna menunjang asupan
makanan dari balita gizi buruk.
1.4 Manfaat
Gentasibu diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Melakukan deteksi awal, penanganan awal, pendeteksian kegawatan pada anak dengan
gizi buruk di ngronggot.
2. Meningkatkan pemahaman, sikap dan perilaku ibu mengenai gizi anak, tumbuh
kembang anak, dan pola makan yang baik menurut usia.

.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gizi Buruk


2.1.1 Definisi dan Epidemiologi
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein (KEP) tingkat berat akibat
kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama.
Ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan/atau hasil pemeriksaan
klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor (Medicastore,
2011).
Hasil Susenas menunjukkan adanya penurunan prevalensi balita gizi buruk yaitu dari
10,1% pada tahun 1998 menjadi 8,1% pada tahun 1999 dan menjadi 6,3% pada tahun 2001.
Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali prevalensi gizi buruk dari 8,0% menjadi
8,3% pada tahun 2003 dan kembali meningkat menjadi 8,8% pada tahun 2005. Berdasarkan
laporan dari Dinas Kesehatan seluruh Indonesia terjadi penurunan kasus gizi buruk yaitu pada
tahun 2005 terdata 76.178 kasus kemudian turun menjadi 50.106 kasus pada tahun 2006 dan
39.080 kasus pada tahun 2007. Penurunan kasus gizi buruk ini belum dapat dipastikan karena
penurunan kasus yang terjadi kemungkinan juga disebabkan oleh adanya kasus yang tidak
terlaporkan (underreported) (Puskel, 2011).
2.1.2 Etiologi
UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro sebagai salah satu
strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka tersebut ditunjukkan bahwa
masalah gizi buruk dapat disebabkan oleh :
a. Penyebab Langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi buruk. Adapun
penyebab langsung gizi buruk antara lain balita tidak mendapat ASI eksklusif, atau mendapat
makanan selain ASI sebelum umur 6 bulan, balita disapih sebelum umur 2 tahun, balita tidak
mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada umur 6 bulan atau lebih, MP-ASI kurang
dan tidak bergizi, balita menderita sakit dalam waktu lama, seperti diare, campak, TBC, dan lain-
lain (Anonim, 2008) .
b. Penyebab tidak langsung
Ada tiga penyebab tidak langsung yang menyebabkan masalah gizi yaitu :
1. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai.
Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota
keluarganya dalam jumlah maupun mutu gizinya.
2. Pola pengasuhan anak kurang memadai.
Setiap keluarga dan masyarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian dan
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, baik fisik,
mental dan sosial.
3. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
Sistem pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih
dan sarana kesehatan dasar (Posyandu) yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan (Anonim, 2008).
2.1.3 Klasifikasi dan Gejala Klinis
Berdasarkan gejala klinisnya gizi buruk diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu
sebagai berikut (Medicastore, 2011) :
a. Marasmus
1. Sangat kurus
2. Tampak tulang terbungkus kulit
3. Wajah seperti orang tua
4. Cengeng dan rewel
5. Kulit keriput
6. Tulang rusuk terlihat
7. Perut cekung
8. Sering disertai penyakit infeksi seperti TBC, diare dan lain-lain.
b. Kwashiorkor
1. Bengkak yang terdapat di seluruh tubuh
2. Wajah sembab dan membulat
3. Mata sayu
4. Rambut tipis dan kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan rontok
5. Cengeng, rewel
6. Pembesaran hati perut terlihat membesar
7. Bercak merah kecoklatan di kulit
8. Kulit mudah terkelupas
c. Campuran
Gabungan tanda-tanda marasmus dan kwashiorkor : sangat kurus, rambut jagung dan
mudah rontok, perut buncit, punggung kaki bengkak, cengeng.

2.1.4 Penemuan Gizi Buruk


Penemuan kasus gizi buruk dapat dilakukan dengan penapisan melalui kegiatan
penimbangan seluruh balita secara serentak di Posyandu yang dikenal dengan istilah Operasi
Timbang (Depkes RI, 2008).
Operasi Timbang adalah kegiatan yang dilakukan di seluruh kabupaten/kota di
Indonesia yang bertujuan untuk menemukan seluruh kasus gizi buruk secara dini. Sasarannya
adalah eluruh balita di wilayah posyandu. Operasi timbang dilakukan serentak secara rutin pada
bulan Agustus setiap tahun di seluruh posyandu. Namun demikian penimbangan balita yang
dilakukan setiap bulan di posyandu harus tetap dilaksanakan. Pelaksana kegiatan operasi timbang
adalah kader PKK/kader posyandu didampingi tenaga kesehatan (Depkes RI, 2008).
Langkah-langkah peaksanaan Operasi Timbang adalah sebagai berikut (Depkes RI,
2008):
a. Kader
1. Menyebarkan informasi sehari sebelum pelaksanaan
2. Melakukan pendaftaran
3. Melakukan penimbangan
4. Mencatat hasil penimbangan pada buku bantu/register
5. Memplotkan pada KMS/buku KIA
6. Melakukan kunjungan ke rumah balita yang tidak hadir (sweeping)
b. Petugas kesehatan
1. Melakukan pengukuran tinggi/panjang badan pada balita 2 T dan atau BGM
2. Mengambil data dari hasil pencatatan kader
3. Menentukan status gizi seluruh balita dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U)
4. Bersama kader melakukan kunjungan ke rumah balita yang tidak hadir

2.1.5 Penentuan Status Gizi Buruk


Penentuan status gizi pada balita sangat penting untuk menegakkan diagnosis gizi
buruk. Hal ini perlu dilakukan secara berkala terhadap balita. Sasaranya adalah seluruh balita 2T
dan atau BGM di wilayah posyandu. Kegiatan ini langsung dilakukan setelah pelaksanaan
penimbangan balita (Anonim, 2008).
Adapun langkah-langkah penentuan balita gizi buruk adalah sebagai berikut (Anonim,
2008) :
1. Melakukan konfirmasi seluruh balita BGM dan 2T yang ditemukan dalam operasi
timbang dengan :
- Memeriksa tanda-tanda klinis marasmus, kwasiorkor, dan marasmik kwasiorkor.
- Apabila tidak ditemukan tanda-tanda klinis, dilakukan pengukuran TB dengan
microtoise dan PB dengan alat ukur panjang badan (length board). Untuk
menentukan status gizi digunakan standar WHO-NCHS. Jika hasilnya <-3 SD
ditetapkan sebagai gizi buruk.
2. Tanda-Tanda Klinis Balita Gizi Buruk.
a. Marasmus:
- Anak sangat kurus - Wajah seperti orang tua
- Cengeng dan rewel - Rambut tipis, jarang dan kusam
- Kulit keriput - Tulang iga tampak jelas
- Pantat kendur dan keriput - Perut cekung
b. Kwashiorkor :
- Wajah bulat dan sembab
- Cengeng dan rewel
- Rambut tipis, jarang, kusan, warna rambut jagung dan bila dicabut tidak sakit.
- Kedua punggung kaki bengkak
- Bercak merah kehitaman di tungkai atau di pantat
c. Marasmik-kwasiorkor :
- Anak sangat kurus, wajah seperti orang tua atau bulat & sembab
- Cengeng dan rewel
- Tidak bereaksi terhadap rangsangan, apatis
- Rambut tipis, jarang, kusan, warna rambut jagung dan bila dicabut tidak sakit.
- Kulit keriput
- Tulang iga tampak jelas (iga gambang)
- Pantat kendur dan keriput
- Perut cekung atau buncit, bengkak pada punggung kaki yang berisi cairan (edema)
dan bila ditekan lama kembali
- Bercak kehitaman di tungkai dan pantat

2.1.6 Perawatan balita Gizi Buruk


Perawatan balita gizi buruk dengan menerapkan 10 Langkah Tata Laksana Balita Gizi
Buruk meliputi : fase stabilisasi, transisi, rehabilitasi dan tindak lanjut (Depkes RI, 2008).
1. Fase Stabilisasi diberikan makanan formula 75 (F75) dengan asupan gizi 80 -100
Kkal /kg BB/hari dan protein 1 1,5 gr/kg BB/hari
2. Fase Transisi diberikan makanan formula 100 (F100) dengan asupan gizi 100 150
Kkal /kg BB/hari dan protein 2 3 gr/kg BB/hr. Perubahan dari F75 menjadi F100.
3. Fase Rehabilitasi diberikan makanan formula 135 (F135) dengan nilai gizi 150- 220
Kkal/kg BB/hari dan protein 3 4 gr/kg BB/hr.
4. Fase tindak lanjut dilakukan di rumah setelah anak dinyatakan sembuh, bila BB/TB
atau BB/PB -2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria sbb:
a. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan,
b. Ada perbaikan kondisi mental,
c. Anak sudah dapat tersenyum,
d. Duduk, merangkak, berdiri atau berjalan sesuai umurnya,
e. Suhu tubuh berkisar antara 36,5 37,7C
f. Tidak muntah atau diare,
g. Tidak ada edema,
h. Terdapat kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-
turut.
2.1.7 Tindak Lanjut Pemulihan Gizi
Tindak lanjut pemulihan status gizi diberikan kepada anak BGM dan 2T yang tidak
perlu dirawat, anak gizi buruk pasca perawatan dan yang tidak mau dirawat, dengan ketentuan
sebagai berikut (Depkes RI, 2008):
o Anak 2 T dan atau BGM tanpa perawatan.
a. Diberi MP-ASI/PMT sesuai umur selama 90 hari
- Diberikan MP-ASI. Bubur diberikan kepada bayi usia 6 11 bulan.
- MP-ASI biskuit diberikan kepada anak umur 12 -24 bulan.
- Anak umur 25 -59 bulan diberikan PMT. Pemberian MP-ASI/PMT bertujuan agar
anak tidak jatuh pada kondisi gizi buruk.
b. Konseling gizi
o Anak gizi buruk pasca perawatan dan yang tidak mau dirawat.
Anak gizi buruk yang telah pulang dari Puskesmas Perawatan atau Rumah Sakit, baik
yang sembuh maupun pulang paksa akan mendapat pendampingan dan pemberian:
a. Makanan formula 100 (F100)/Formula modifikasi selama 30 hari, kemudian
dilanjutkan dengan PMT/MP-ASI selama 90 hari.
b. Konseling gizi
2.1.8 Pendampingan Pasca Perawatan
Adapun langkah-langkah pedampingan pasca perawatan balita dengan gizi buruk yang
dilakukan kader dan atau petugas kesehatan adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2008) :
a. Membuat jadwal untuk kunjungan ke rumah keluarga sasaran, dengan
mempertimbangkan jauh dekatnya sasaran, berat ringannya masalah dll.
b. Melakukan kunjungan ke keluarga sasaran berdasarkan rencana yang telah disusun
dan sesuai kesepakatan dengan keluarga sasaran.
c. Memberikan konseling dengan membawa buku nasehat gizi, KMS/buku KIA,
formulir pencatatan.
d. Memberikan makanan Formula 100/Formula modifikasi, MP-ASI dan PMT.
e. Membantu sasaran menyiapkan makanan Formula 100/Formula modifikasi, MP-ASI/
PMT.
f. Memberikan kapsul Vitamin A kepada balita yang belum mendapat kapsul Vitamin A
pada bulan Februari atau Agustus. Memberikan KMS/buku KIA bagi yang belum
memiliki.
g. Mendorong keluarga untuk membawa balita secara rutin ke posyandu.
h. Kunjungan pendampingan dilakukan secara berkelanjutan.

2.2 Gentasibu
Kabupaten Nganjuk memiliki program andalan yang patut menjadi acuan bagi daerah
lain untuk jenis bidang yang sama, yakni Gerakan Pengentasan Gizi Buruk atau yang lebih
dikenal dengan sebutan GENTASIBU. Program GENTASIBU merupakan sebuah gerakan yang
dalam pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat untuk mengentaskan gizi buruk (berat badan
sangat kurang). Program yang menitikberatkan pada kebersamaan seluruh komponen masyarakat
ini mulai dikenalkan pada masyarakat sejak 3 Juni 2009 yang diprakarsai oleh Dra. Ita
Triwibawati, Ak., Msi, Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Nganjuk (Bhakti W, 2012).
Kegiatan GENTASIBU ini diikuti oleh semua Kecamatan di Kabupaten Nganjuk, termasuk
Kecamatan Ngronggot. Sasaran dari program ini adalah semua balita atau anak-anak yang
berumur 0 sampai 5 tahun di Kabupaten Nganjuk.
Selama ini kader posyandu lebih sering menjadi pelaksana kegiatan saja, bukan sebagai
pengelola posyandu, karena merekalah yang paling memahami kondisi masyarakat di
wilayahnya. Di samping itu, kader dianjurkan untuk menekankan perhatian permasalahan gizi
masyarakat, khusunya pada ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan balita. Hal ini dikarenakan banyak
ditemukannya kasus kemunduran gizi di masyarakat terutama masyarakat miskin. Hal yang
dapat dilakukan oleh kader dalam berpartisipasi menurunkan angka gizi buruk di masyarakat
yaitu : penimbangan balita dan pencatatan hasil timbangan, penyuluhan atas dasar hasil
penimbangan, memberikan penyuluhan pedoman pemberian makan balita, dan melakukan
kunjungan rumah untuk memantau kesehatan balita. Di Kecamatan Ngronggot dalam program
GENTASIBU, di samping kader bertugas mendampingi penderita gizi buruk, kader juga
bertugas sebagai penggerak masyarakat untuk datang menimbang Berat Badan dan mengukur
Tinggi Badan, menilai nafsu makan dan asupan makan balita. Selain itu juga menanyakan dan
menganjurkan orang tua untuk tidak merokok, serta membimbing orang tua balita mengenali
masalah dan memecahkannya (Bhakti W, 2012).
BAB III
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

3.1 Petugas
Petugas yang hadir dalam kegiatan GENTASIBU di Balai Desa Ngronggot ini adalah
dokter Internsip Puskesmas Ngronggot periode Oktober 2016 Februari 2016, Bapak Dwi Narta
dari Puskesmas Ngronggot, Perwakilan Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk serta para kader
GENTASIBU di wilayah Kecamatan Ngronggot.

3.2 Lokasi
Kegiatan GENTASIBU ini bertempat di Balai Desa Ngronggot, Kecamatan Ngronggot,
Kabupaten Nganjuk.

3.3 Waktu
Kegiatan GENTASIBU ini dilaksanakan pada tanggal 5 November 2016 dan 5
Desember 2015 pada pukul 09.00-11.00

3.4 Peserta
Kegiatan GENTASIBU ini diikuti oleh semua balita dengan gizi buruk yang berasal
dari semua desa di wilayah Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk yang sudah rutin
mengikuti GENTASIBU setiap bulannya.

3.5 Metode
Metode kegiatan sebagai berikut:
1. Orang tua balita yang hadir mengisi daftar hadir terlebih dahulu.
2. Penimbangan Berat Badan serta pengukuran Tinggi Badan dan Lingkar Lengan Atas,
yang dilakukan oleh petugas kesehatan, kemudian dicatat.
3. Pemeriksaan dan konsultasi dokter.
4. Pemberian obat bagi balita yang sakit, serta Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
kepada semua peserta yang hadir. PMT yang diberikan dapat berupa: Susu dan MPASI
seperti biskuit, vitamin, serta mineral mix. Selain itu dibagikan uang transport sebesar
Rp 10.000,00 kepada masing masing orang tua balita dan kader.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Kegiatan GENTASIBU ini dilaksanakan pada tanggal 5 November dan 5 Desember
2016 pada pukul 09.00 11.00 WIB, bertempat di Balai Desa Ngronggot, Kecamatan Ngronggot
Kabupaten Nganjuk. Peserta yang hadir merupakan balita dengan gizi buruk yang berasal dari
semua desa di wilayah Kecamatan Ngronggot.
Pelaksanaan Kegiatan sebagai berikut:
1. Orang tua balita yang hadir mengisi daftar hadir terlebih dahulu.
2. Penimbangan Berat Badan serta pengukuran Tinggi Badan dan Lingkar Lengan Atas,
yang dilakukan oleh petugas kesehatan, kemudian dicatat.
3. Pemeriksaan dan konsultasi dokter.
4. Pemberian obat bagi balita yang sakit, serta Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
kepada semua peserta yang hadir. PMT yang diberikan dapat berupa: Susu dan MPASI
seperti biskuit, vitamin, serta mineral mix. Selain itu dibagikan uang transport sebesar
Rp. 10.000,00 kepada masing masing orang tua balita dan kader

Tabel Peserta Gentasibu se - Kecamatan Ngronggot pada 5 November 2016

BB TB LLA
No Nama Anak Umur (Bulan)
(kg) (cm) (cm)

1 Rizal zakaria 51 12.6 96.8 14

2 Alinka Putri 27 7.4 78.8 12.1

3 Bunga Cinta Lestari 42 11.8 95 14.2

4 Zahwa Aqila 29 8.3 79.7 12.3

5 Suci Andayani 59 9.9 88.4 12.8

6 Naura Zahra 29 8.3 82 12.9

7 Dira Ratri 42 10.5 87.7 14.4

8 Ausifa Khairunisa 35 9.1 82.8 12.6


BB TB LLA
No Nama Anak Umur (Bulan)
(kg) (cm) (cm)

M. Andri Dwi
9 24 10.9 84 15
Putra
10 Ica Lafenia 31` 7.4 81.4 12.5

11 Imam Faturrozi 23 8.4 76.4 13.2

12 Naila Jazila 63 12 102.5 14

13 Sabili Muttaqin 27 8.2 80 13

14 Farika 57 9.2 93.5 13.2

Tabel Peserta Gentasibu se - Kecamatan Ngronggot pada 5 Desember 2016

BB TB LLA
No Nama Anak Umur (Bulan)
(kg) (cm) (cm)

1 Rizal zakaria 52 12.6 96.9 14

2 Alinka Putri 28 7.5 79.5 12

3 Bunga Cinta Lestari 43 11.8 95.3 14

4 Zahwa Aqila 30 8.6 80.3 13.1

5 Suci Andayani 60 10.1 89 13

6 Naura Zahra 30 8.4 82.7 12

7 Dira Ratri 43 10.7 88 15

8 Ausifa Khairunisa 36 9.5 83 13.3


BB TB LLA
No Nama Anak Umur (Bulan)
(kg) (cm) (cm)

M. Andri Dwi
9 25 10.4 85 14.8
Putra
10 Ica Lafenia 32` 7.7 81.4 12.5

11 Imam Faturrozi 24 8.5 76.4 13

12 Naila Jazila 64 12 104.3 13.8

13 Sabili Muttaqin 28 8.5 80 13.1

14 Farika 58 10 96.6 13

Dari kecamatan Ngronggot 14 balita hadir semua. Ini menunjukkan tingkat kehadiran
pada gentasibu tanggal 5 November dan 5 Desember 2016 adalah 100%. Hal ini menunjukkan
bahwa perhatian dan antusiasme orang tua dan kader GENTASIBU sangat bagus.

4.2 Pembahasan
Kegiatan diawali dengan pengisian daftar hadir, kemudian dilanjutkan dengan
penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, dan pengukuran lingkar lengan atas oleh
petugas kesehatan dari Puskesmas Ngronggot terhadap seluruh balita yang hadir, dan dilakukan
secara berurutan sesuai daftar hadir. Setelah itu satu persatu balita dibawa untuk berkonsultasi
dengan dokter, yaitu dokter penanggung-jawab program GENTASIBU serta dibantu oleh dokter
Internship Puskesmas Ngronggot, tentang apa saja yang dikeluhkan oleh balita dan orang tuanya.
Misalnya, dalam hal keluhan sakit seperti batuk, pilek, juga tentang nafsu makan balita dan pola
makan sehari - hari. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan fisik terhadap balita tersebut. Jika ada
balita yang sakit, dokter internship memberikan resep kepada orang tua balita tersebut, kemudian
orang tua bias mengambil obat di Puskesmas. Dilakukan pula edukasi mengenai cara pemberian
nutris yang baik pada anak dan screening kegawatan. Setelah kegiatan konsultasi dan
pemeriksaan oleh dokter, dilanjutkan dengan kegiatan pemberian makanan tambahan dan uang
transport kepada kader dan orang tua balita yang hadir.
Tingkat kehadiran 100% pada gentasibu 5 november menunjukkan bahwa perhatian
dan kepedulian masyarakat terhadap gizi anak cukup tinggi. Selanjutnya perlu dilakukan
intervensi lebih lanjut bagi orang tua balita. Intervensi dapat dilakukan dengan meningkatkan
pemahaman orang tua mengenai pentingnya gizi bagi pertumbuhan anak. Diharapkan setelah
pemahaman yang cukup maka orang tua akan lebih antusias dalam mengikuti program ini.
Kenaikan berat badan balita tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti banyaknya
makanan yang dikonsumsi, jenis makanan yang dimakan, banyaknya aktivitas serta ada tidaknya
penyakit pada balita tersebut (Anonim, 2008). Banyaknya makanan yang dikonsumsi
berhubungan dengan nafsu makan anak. Sebagian besar orang tua balita tersebut mengeluh anak
nafsu makannya menurun atau sulit makan. Selain itu ada pula yang mengeluh anak tidak suka
makanan jenis tertentu, dan ada yang mengeluh anak tidak mau minum susu. Hal ini
membutuhkan perhatian dan usaha lebih dari orang tua untuk membujuk anak agar mau makan
makanan yang sehat dan bergizi, sesuai umur anak tersebut.
Sebaliknya, ada juga orang tua yang mengatakan bahwa anak nafsu makan baik, dan
makan banyak, tetapi berat badannya tidak juga bertambah. Untuk kasus seperti ini, pertambahan
berat badan kemungkinan dipengaruhi oleh aktivitas anak. Jika anak sangat aktif, kalori yang
dikeluarkan juga banyak, sehingga kemungkinan asupan masih kurang untuk mengganti kalori
yang hilang tersebut. Selain faktor tersebut, adanya penyakit tertentu juga menetukan
pertambahan berat badan. Orang tua perlu cermat mengamati apakah anak sering sakit, sering
mengalami batuk pilek, panas, diare atau penyakit lainnya. Jadi bisa saja terjadi seorang anak
asupan banyak, akan tetapi sering sakit, sehingga berat badannya tidak bertambah.
Pada tabel bulan November - Desember, dapat dilihat bahwa selain mengalami
penambahan berat badan, sebagian besar balita juga mengalami penambahan tinggi badan.
Tetapi sebagian besar lingkar lengan atas tetap tidak mengalami peningkatan, bahkan ada yang
mengalami penurunan. Hal ini bisa disebabkan karena peningkatan tinggi badan tersebut tidak
diikuti dengan peningkatan berat badan yang signifikan sehingga lingkar lengan atas tidak
mengalami peningkatan yang signifikan.
Secara umum program GENTASIBU di kecamatan Ngronggot dapat dikatakan berhasil
dengan beberapa indikator tersebut. Perlu dilakukan pengawasan untuk kontinuitas program agar
angka kejadian balita gizi buruk di kabupaten Nganjuk khususnya di kecamatan Ngronggot dapat
ditekan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari kegiatan GENTASIBU ini adalah sebagai berikut:
Kegiatan GENTASIBU di kecamatan Ngronggot sudah berjalan efektif dan tepat
sasaran sehingga dapat menekan angka kejadian gizi buruk.
Kegiatan GENTASIBU juga dapat menjadi sarana komunikasi orang tua dengan tenaga
kesehatan mengenai gizi

5.2 Saran
Adapun saran dari penulis diantaranya adalah:
Kegiatan GENTASIBU terus dilaksanakan dan dilakukan pengawasan secara rutin.
Tingkat kehadiran perlu ditingkatkan dengan edukasi pentingnya gizi balita kepada
orang tua oleh kader.
DAFTAR PUSTAKA

Astini, Fatin Nuha. Et al. (2014). Perpaduan Serasi, Penggagas Inovasi. Jurnal administrasi
publik Universitas Brawijaya volume 2, Nomor 1. 2014

Badan Pembangunan Nasional (2007). Laporan Perkembangan Pencapaian Millenium


Development Goals indonesia 2007. Kementerian negara perencanaan pembangunan
nasional/badan perencanaan pembangunan nasional. Jakarta.

Hadiat. Dr, MA. (2013), Lecture handout: Gerakan nasional Percepatan Perbaikan Gizi
(Peraturan Presiden RI No. 42 Tahun 2013). Talkshow Gerakan Nasional 1000 HPK.
Kementrian PPN/Bappenas. Jakarta.

Krisnansari, Diah. (2010). Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health. Volume 4, Nomor 1,
Januari 2010.

Nurani N, Pembahasan Situasi Pangan dan Gizi Kecamatan Wirobrajan Yogyakarta Tahun 2005-

2007, Tidak dipublikasikan. 2007.

DEPKES, 2000 RI, Buku Panduan Pengelolaan Program Perbaikan Gizi. Kabupaten/Kota Jakarta.

Dr. Budihardja, Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Kemenkes RI Jakarta 2011
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai