Anda di halaman 1dari 8

Skenario:

Seorang wanita usia 30 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 1
hari yang lalu. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin, didapatkan nilai leukosit
17.000.Dokter bedah menyarankan pemeriksaan USG abdomen dan didapatkan gambaran
struktur yang menebal di daerah dasar caecum dengan ujung buntu dan diameter luar lebih
dari 6 mm yang menegaskan suatu appendicitis akut.Dokter bedah merencanakan
appendektomi perlaparoskopi.Pada saat dilakukan pengisian status MRS, pasien mengaku
sudah terlambat haid 4 minggu.

PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan tindakan laparosokopi?Apa keuntungan prosedur laparoskopi
dibandingan prosedur yang sama dengan operasi terbuka?
Laparoskopi (Peritoneoskopi) merupakan prosedur invasif minimal yang memungkinkan akses
endoskopi ke ruang peritoneal setelah insuflasi gas utnuk meciptakan ruang antara dinding
abdomen anterior dan viscera.Ruang tersebut penting untuk menciptakan situasi aman manipulasi
instrumen terhadap organ.Bedah laparoskopi dapat dilakukan di ekstraperitoneal, dapat dilakukan
tanpa penggunaan gas dengan melakukan retraksi dinding abdomen, menggunakan bantuan
tangan atau robotik.
Keuntungan intraoperatif: penurunan respon stres disertai penurunan reaktan fase akut (C-
reactive protein dan interleukin-6), penurunan repon metabolik disertai penurunan risiko
hiperglikemi dan leukositosis, penurunan pergeseran cairan, fungsi sistem imun yang terjaga
lebih baik dan terhindarnya paparan dan manipulasi isi abdomen dalam waktu yang lama.
Keuntungan paskaoperasi: kurangnya risikonyeri dan kebutuhan analgesi paskaoprasi, fungsi
paru yang lebih baik (dikarenakan rendahnya risiko nyeri, atelektasis dan proses ambulasi yang
lebih dini). Kosmetik yang lebih baik, risiko infeksi yang lebih sedikit, penurunan
risikoterjadinya ileus paskaoperasi, penurunan jangka hospitalisasi, dan kembalinya ke aktivitas
harian yang lebih cepat.

2. Sebutkan 3 pertimbangan utama yang mempengaruhi fisiologis pasien selama laparoskopi?


Pneumoperitoneum, dan masalah-masalah terkait penciptaan, pemeliharaan dan konsekuensi
peningkatan tekanan dan volume intraabdomen.
Karbondioksida, meliputi sifat kimia dan fisiknya serta efek mereka terhadap lokal dan
sistemik
Posisi pasien yang ekstrem di atas meja operasi dan pengaruhnya terhadap sistemik pasien
3. Bagaimana pengaruh posisi pasien (trendelenburg dan reverse trendelenburg) terhadap
fungsi paru dan hemodinamik selama prosedur laparoskopi?
Selama prosedur laparoskopi, pasien diposisikan sedemikian rupa agar isi abdomen berada jauh
dari lokasi operasi untuk memfasilitasi visualisasi pembedahan yang optimal.
Posisi Trendelenburg: curah jantung dan CVP meningkat dan pada pasien yang memiliki refleks
baroreseptor yang intak biasanya akan mengalami vasodilatasi dan bradikardi. Posisi
trendelenburg menurunkan tekanan transmural di organ pelvis, kemungkinan menurunkan
kehilangan darah tetapi meningkatkan risiko emboli gas. Pengaruh pada fungsi paru-paru
meliputi gangguan fungsi diafragma akibat sekunder dari penempatan cephalad viscera abdomen,
yang mengakibatkan penurunan komplians paru, mempredisposisi terjadinya atelektasis. Migrasi
paru-paru dan karina ke arah cephalad dapat menyebabkan pergeseran ETT ke bronkus utama.

Posisi Reverse Trendelenburg: terjadi penurunan preload, mengakibatkan penurunan curah


jantung dan MAP. Darah mengumpul (pooling) di ekstremitas bagian bawah sehingga dapat
meningkatkan kejadian trombosis vena dan emboli paru.Fungsi paru tidak terlalu banyak
terpengaruhi atau justru lebih baik pada posisi ini.

4. Apa pertimbangan pemilihan gas untuk insuflasi pada prosedur laparoskopi? Gas apa
yang lebih direkomendasikan? Bagaimana sifat gas tersebut?
Pemilihan gas insuflasi untuk menghasilkan kondisi pneumoperitoneum dipengaruhi oleh nilai
solubilitas gas-darah, permeabilitas jaringan, kombustibilitas (mudah terbakar), harga dan potensi
efek sampingnya. Gas yang ideal secara fisiologisbersifat inert, tidak berwarna dan mampu
diekskresikan paru-paru. Gas-gas yang dapat digunakan pada teknik insuflasi: CO2, N2O, udara
(air), O2, helium

CO2 lebih direkomendasikan pada prosedur ini dikarenakan banyak keuntungannya:


Keuntungan: tidak berwarna, tidak bau, tidak mahal, tidak bersifat kombustif, penurunan risiko
emboli udara dikarenakan kelarutan darahnya yang tinggi
Kerugian: risiko hiperkarbi, asidosis respiratorik, disritmia jantung, risiko nyeri leher dan bahu
dikarenakan iritasi diafragma.
Pengaruh CO2 terhadap PaCO2:
Insuflasi CO2dapat meningkatkan PaCO2. Derajat peningkatan PaCO2 tergantung pada tekanan
intraabdomen, usia pasien dan kondisi medis yang mendasarinya, posisi pasien, dan mode
ventilasi. Pada pasien sehat, mekanisme utama peningkatan PaCO2 adalah absorpsi oleh
peritoneum.Peningkatan tekanan intraabdomen mengakibatkan disfungsi diafragma dan
peningkatan ruang mati alveolar, yang menyebabkan gangguan ventilasi disertai peningkatan
PaCO2. Ventilasi spontan di bawah anestesi lokal tidak mengakibatkan peningkatan PaCO2.
PaCO2 meningkat 5-10 menit setelah insuflasi CO2, dan biasanya mencapai keadaan plateau
setelah 20-25 menit. Gradien antara tekanan PaCO2 dan tekanan end-tidal CO2 (PETCO2) tidak
berubah signifikan selama insuflasi, tetapi dapat meningkat selama pneumoperitoneum,terutama
pada pasien yang lebih rentan.

5. Apa efek pneumoperitoneum dan peningkatan IAP (intra abdominal pressure) pada
prosedur laparoskopi?
Efek pneumoperitoneum:
Curah jantung awalnya menurun saat induksi anestesi dan pada awal insuflasi CO2; dalam 5-10
menit kemudian curah jantung mulai meningkat, mendekati nilai preinsuflasi. Pada IAP lebih
dari 10mmHg, venous return menurun, tetapi cardiac filling pressure meningkat pada insuflasi
CO2, disebabkan oleh peningkatan tekanan intratorakal. SVR dan MAP juga meningkat
signifikan selama fase awal insuflasi.Meskipun perubahan ini pulih setelah 10-15 menit setelah
insuflasi, perubahan cardiac filling pressure dan SVR meningkatkan stres dinding dinding
ventrikel. Pada pasien sehat, fungsi ventrikel kiri lebih terjaga, tetapi akan menimbulkan bahaya
pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.

Efek IAP:
Rekomendasi IAP selama laparoskopi kurang dari 15 mmHg (range 12-15 mmHg).Pada IAP >
16 mmHg dapat mengakibatkan perubahan fisiologis seperti penurunan curah jantung,
peningkatan SVR, dan peningkatan impedans mekanik paru-paru dan dinding dada.Pada tekanan
> 20 mmHg, terjadi penurunan aliran darah ginal, GFR dan produksi urin.Pada tekanan 30-40
mmHg terjadi efek hemodinamik yang sangat merugikan.Pada keadaan tertentu disarankan
pneumoperitoneum tekanan rendah (7mmHg) dan prosedur tanpa gas untuk menurunkan besaran
gangguan hemodinamik akibat perubahan IAP.

6. Bagaimana penilaian untuk kontraindikasi absolut dan relatif pasien yang akan dilakukan
untuk laparoskopi?
Kebanyakan kontraindikasi dikaitkan dengan keadaan fisik pasien yang tidak mampu
mentoleransi efek fisiologis akibat posisi yang ekstrem, pneumoperitoneum, dan/atau hiperkarbi.
Kontraindikasi absolut :unrestrictedventriculoperitoneal shunt dan adanyashunt intarkardiak
kanan ke kiri
Kontraindikasi relatif (pertimbangan keadaan pasien dan pengalanan operator dan anestetis)
yaitu:
Prosedur laparoskopi sebaiknya dihindari pada pasien dengan keadaan penyerta koagulopati,
hernia diafragmatika, penyakit paru (termasuk bula) dan gangguan kardiovaskular berat,
peningkatan tekanan intrakranial, lepasnya retina, disfungsi ginjal, riwayat operasi dengan
adhesi/perlengketan, massa intraabdominal yang besar, tumor di dinding abdomen, adanya syok
hipovolemi,pasien dengan shunt (ventrikuloperitoneal) karena dapat menyebabkan obstruksi
shunt, emboli gas dan hipertensi intrakranial.
Bagaimana dengan kehamilan?
Pada kehamilan, fisiologis yang terjadi (peningkatan volume darah, peningkatan curah jantung,
dan penurunan SVR, hiperkoagulabilitas,sindrom hipotensi supine, peningkatan volume semenit
respirasi, penurunan volume residual, penurunan FRC, peningkatan konsumsi oksigen,
hipokapnia minimal, peningkatan risiko aspirasi dan penurunan kebutuhan anestetik. Kombinasi
faktor-faktor ini dapat mencetuskan hiperkebi, hipoksemi.Pemberian hiperventilasi yang ekstrem
untuk mengatasi efektersebut dapat mengakibatkan penurunan perfusi uteroplasenta.
Pertimbangan Anestesi pada keadaan laparoskopi dengan kehamilan adalah tetap menjaga
perfusi uterus dan janin harus mendapat monitoring ketat melalui pemantauan gas darah arteri.

7. Apa saja yang dilakukan sebagai persiapan preoperatif pada pasien ini?
Melakukan visite preoperatif, meliputi:
Anamnesis
Meliputi evaluasi keadaan mental dan fisik, pola dan keadaan respirasi (merokok, asma, batuk,
infeksi), aktivitas fisik, keadaan kardiovaskular dan penyakit penyerta lainnya
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan organ respirasi, jantung, ginjal dan fungsi metabolik dan
organ lain yang berpotensi mengalami dampak akibat manipulasi selama laparokopi
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dasar meliputi: hitung darah lengkap, urinalisis, fungsi pembekuan, EKG jika perlu
cross-match darah. Jika ada kecurigaan oliguria: elektrolit, fungsi ginjal. Jika ada permasalahan
paru: radiologi, tes fungsi paru, BGA. Jika ada permasalahan jantung: echokardiogram dan tes
stress fisik.
Informed consent
Pasien diinformasikan mengenai komplikasi prosedur laparoskopi dan kemungkinan perubahan
prosedur menjadi bedah terbuka. Pasien juga diinformasikan kemungkinan adanya nyeri menjalar
di daerah bahu
Persiapan operasi yang penting
Puasa
Persiapan klisma usus
Antibiotik preoperatif tergantung jenis operasi

8. Apa saja yang perlu dinilai selama persiapan intraoperatif:


Teknik anestesi yang dipilih
Pilihan teknik untuk laparoskopi adalah anestesi general dengan tabung endotrakea dengan cuff
dan ventilasi tekanan positif kendali dikarenakan alasan berikut:
Durasi mungkin panjang
Pasien mungkin cemas
Posisi trendelenburg dapat menyebabkan kompromis respirasi dan dyspnea pada pasien sadar
atau pasien yang bernafas spontan dengan isi abdomen di bawah tekanan. Pasien obese
utamanya sangat tidak nyaman dengan posisi ini
Tabung nasogastrik atau orogastrik sulit diinsersikan pada pasien sadar yang diperlukan untuk
medekompresi lambung dan meminimalisasi risiko aspirasi atau perforasi trokar. CO2 dan
N2O berdifusi ke dalam lambung
Alasan yang pentingnya dikarenakan penggunaan pelumpuh otot, dikarenakan tekanan
intraabdomen dan splinting diafragma menyebabkan pernafasan spontan menjadi sulit.
Memfasilitasi prosedur dengan menghasilkan lapangan operasi yang tenang dan baik.
Bucking meningkatkan tekanan negatif di dada, yang akan meningkatkan risiko
pneumothorax atau diseksi gas. Batuk dapat lebih jauh meningkatkan tekanan di abdomen dan
menyebabkan pergerakan dan perforasi oleh instrumen di dalam intraabdomen. Pelumpuh
otot diperlukan untuk mengendalikan dan meningkatkan ventilasi untuk mengkompensasi
hiperkarbi dan asidosis respirasi yang diakibatkan absorpsi CO2.

Teknik Ventilasi
Terjadi penurunan vital capacity dan FRC terutama pada posisi trendelenburg akibat pergeseran
organ abdomen ke arah diafragma dan insuflasi tekanan CO2.Ventilasi menjadi lebih sulit pada
pasien obese. Pada keadaan ini disarankan penggunaan PEEP (positive end-expiratory pressure )
dengan ventilasi menggunakan Kontrol tekanan (pressure-control) untuk mencegah barotrauma.

Obat-obatan
Kombinasi agen amnesia, analgesi dan paralisis apapun dapat digunakan.Karena insisi minimal,
stimulasi rangsangan nyeri yang besar tidak terjadi, kombinasi yang sering digunakan adalah
agen inhalasi, narkotik durasi medium, dan pelumpuh kerja durasi intermediate. Penggunaan
agen hipnotik dan sedatif harus hati-hati pada dewasa tua dikarenakan durasi kerjanya yang dapat
memanjang
Penggunaan antiemetik direkomendasikan untuk mengatasi nausea yang diakibatkan dari
stimulasi peritoneum dan distensi usus (akibat difusi sekunder CO2 ke dalam usus). Agen yang
dapat digunakan droperidol, golongan 5-HT3 yang dapat dikombinasikan dengan dexamethason
Persiapan agen vagolitik, karena peregangan peritoneum dapat menyebabkan refleks bradikardi.
Penggunaan halothane perlu dipertimbangkan dikarenakan risiko terjadinya aritmia pada keadaan
bradikardi.

Bagaimana penggunaan LMA dan teknik regional


Belum ada yang merekomendasikan penggunaan LMA secara luas, meskipun beberapa centre di
british berhasil menggunakan LMA utk laparoskopi. Penggunaan LMA relatif aman pada
prosedur laparoskopi ginekologis sederhana atau pada posisi reverse trendelenburg dengan
penggunaan LMA ProSeal. Keterbatasan LMA pada prosedur laparoskopi: tidak memberikan
perlindungan terhadap aspirasi, keterbatasan memberikan tekanan ventilasi positif dan pada
LMA tertentu mengganggu penggunaan selang nasogastrik.

Teknik anetesi lokal dan anestesi regional dapat saja digunakan pada prosedur laparoskopi.
Permasalahan pada anestesilokal: pasien dapat merasakan penjalaran nyeri bahu akibat iritasi
CO2 pada diafragma dan intraperitoneal, pada keadaan ini gas insuflasi yang digunakan adalah
N2O namun terbatas pada prosedur diagnostik.Penggunaan N2O dapat menyebabkan distensi
peritoneal cepat yang berimbas pada nausea yang diperburuk apabila tidak dilakukan
pemasangan NGT. Pasien menjadi tidak nyaman dan akan mengganggu jalannya prosedur
operasi.

Permasalahan pada anestesi regional: membutuhkan level blokade sensorik yang tinggi,
kemungkinan disebabkab dyspnea akibat posisi trendelenberg. Dapat terjadi hiperventilasi akibat
hiperkarbi yang mengganggu jalannya operasi. Karena respon sistemik terhadap hiperkarbi
dimediasi utamanya melalui stimulasi simpatis, denervasi simpatis yang diakibatkan anestesi
regional yang tinggi akan mengakibatkan hipotensi dan menurunkan curah jantung bukan
hipertensi dan peningkatan curah jantung yang biasanya terlihat pada anestesi general.
Penggunaan adjuvan opioid dan sedasi dapat menyebabkan depresi dan obstruksi pernafasan
terutama pada posisi trendelenberg.Hipoksi disertai hiperkarbi dapat memiliki komplikasi yang
serius.

Monitoring yang digunakan


Monitor ideal yang dapat memantau EKG 5 lead dengan ST trending, tekanan darah sistolik,
pulse oxymetry, kapnograph, nerve stimulator dan indikator fraksi oksigen, ventilasi semenit dan
peak airway pressure, pengukur suhu, pada keadaan pasien dengan kelaian jantung dan paru yang
berat mungkin memerlukan monitoring CVP, PAOP (Pulmonary artery occlusion pressure), dan
curah jantung(CO), tekanan darah invasif,monitoring urine output.

Pertimbangan kebutuhan cairan yang masuk


Peningkatan IAP terkadang menyebabkan oligouri transient yang segera pulih saat
pneumoperitoneum diakhiri
Dalam menghitung kebutuhan cairan: kejadian third-spacing fluid loss adalah minimal, tidak ada
kehilangan cairan akibat evaporasi, selisih cairan dari botol irigasi dan botol suction harus
ditambahkan dalam total cairan intra vena, insensible water loss akibat humidifikasi oleh gas
CO2 dapat diabaikan.

Bagaimana pertimbangan larutan irigasi yang digunakan oleh operator?


Terkadang operator menggunakan cairan irigasi berupa larutan saline yang mengandung heparin
sebagai cairan irigasi. Tujuan adalah untuk menghambat pembentukan clot (bekuan) di dalam
abdomen, untuk membersihkan darah dan asap dari lapangan operasi.
Pertimbangan anestesi: perbedaan antara cairan yang hilang sewaktu diirigasi antara botol irigasi
dan botol suction harus dipertimbangkan sebagai tambahan perhitungan total cairan intravena.
Temperatur larutan salin intraperiteneal dapat mengubah temperatur tubuh.

9. Pada saat kapan perlu diputuskan prosedur laparoskopi berubah manjadi bedah terbuka?
Bedah terbuka harus dilakukan secepatnya pada keadaan perdarahan atau kerusakan organ utama.
Keadaan lain meliputi: paparan yang tidak adekuat, prosedur melebihi kapabilitas ahli bedah,
prosedur yang terlalu lama,ketidakmampuan menciptakan atau mempertahankan
pneumoperitoneum, perburukan pasien, kegagalan alat dan adanya temuan penyakit yang tidak
dicurigai lainnya.

10. Sebutkan Komplikasi dan efek samping laparoskopi?


Cedera akibat instrumen: perdarahan dinding abdomen, punktur pembuluh darah dan viscera,
emphysema subkutan, peritonitis, infeksi luka, herniasi organ, perdarahan.
Komplikasi pneumoperitoneum: iskemi usus, herniasi omentum atau usus, regurgitasi gaster,
kompresi berlebihan vena kava, penurunanvenous return, stasis vena di kaki, hipotensi,
peningkatan tekanan intratoraks, emphysema mediastinum dan subkutan, pneumothorax,
barotrauma, emboli CO2, atelektasis,nausea dan vomitus, bradiaritmia akibat stimulasi vagal dan
distensi peritoneum, disfungsi shunt ventriculoperitoneal dan nyeri menjalar di bahu akibat iritasi
gas CO2 di bawah diafragma
Efek sistemik absorpsi CO2: hiperkarbia, asidosis, peningkatan gejala simpatoadrenal, hipertensi,
takikardi, peningkatan tekanan intrakranial, embolisasi dan krisis sickle cell, aritmia
Efek posisi trendelenberg: kongesti vena di leher dan kepala, peningkatan tekanan intrakranial,
perdarahan retina, lepasnya retina, peningkatan tekanan intraokular dan glukoma,intubasi
endobronkial dan hipoksemi, mismatch ventilasi-perfusi dan hipoksia, neuropati, edema kornea
dan konjungtiva,edema dan obstruksi jalan nafas, cedera saraf
Tanda-tanda emboli gas CO2
Terjadi jika tekanan internal pembuluh darah yang terbuka lebih kecil daripada tekanan eksternal
atau karena saat awal insuflasi terjadi insersi jarum CO2 secara tidak sengaja ke dalam pembuluh
darah besar. Emboli gas ini dapat mengakibatkan peningkatan ventilatory dead space,
peningkatan PVR, peningkatan tekanan aretri pulmonal, dan penurunan curah jantung. Tanda-
tanda awalnya berupa: penurunan mendadak end-tidal CO2 dan PaO2 disertai peningkatan
PaCO2. Pada tahap lanjut dapat terjadi hipotensi, hipoksia, sianosis atau bahkan henti
jantung.Pada aspirasi CVC didapatkan darah berbusa.Pemeriksaan penunjang untuk memastikan
emboli ini adalah dengan alat Doppler atau echocardography. Jika hal ini terjadi, yang harus
segera dilakukan adalah:
Pemberian nitrooksida harus dihentikan dan FIO2 harus ditingkatkan hingga 1.
Segera identifikasi dan oklusi lokasi tempat masuknya gas. Insfulasi gas harus dihentikan
Dapat diberikan teknik ventilasi kendali dengan meningkatkan frekuensi dan volume disertai
PEEP untuk mengurangi jumlah udara yang masuk, tetapi harus hati-hati karena dapat
menurunkan curah jantung, peningkatan tahanan jalan nafas serta PVR dan dapat
menyebabkan embolisasi udara paradoksal
Jika memungkinkan, pasien diposisikan trendelenburg lateral dekubitus kiri untuk mencegah
obstruksi saluran keluar pulmonal dan gagal ventrikel kanan
Pemasangan CVC dapat digunakan sebagai diagnosis dan terapi
Terapi lainnya bersifat suportif meliputi pemberian cairan, vasopresor, pemasangan kateter
arteri pulmonal. Gas dalam volume yang besar dapat ditemukan di dalam atrium kanan yang
dapat menurunkan curah jantung, dapat tersembunyi di dalam paru-paru yang menyebabkan
hipertensi pulmonal, gagal ventrikel kanan dan edema paru. Pada kasus yang jarang akibat
defek dinding jantung, emboli dari vena ini dapat masuk ke sirkulasi arteri.

Anda mungkin juga menyukai