Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tekanan darah tinggi yang disebut hipertensi sudah sangat umum para penderita
umumnya tidak menyadari bahwa merekan menderita hipertensi. Tetapi bila dibiarkan
tanpa perawatan maka itu akan menimbulkan kerumitan yang membahayakan. Orang
yang berusia lima puluhan adalah masa usia penuh dengan resiko. Oleh sebab itu perlu
pengontrolan tekanan darah untuk penanggulangan lebih dini sehingga tidak berlanjut
pada komplikasi yang lebih parah.
Hipertensi adalah masalah yang umum karena banyak orang yang menderita
walaupun mereka tidak mengetahui sama sekali.
Masalah yang dihadapi pada diagnosa yang agak dini adalah gejala-gejala yang
tidak nyata pada umunya. Kelilahatannya mengherankan tetapi demikianlah
kenyataannya dan hal ini telah ditemukan diberbagai negara barat. Di Australia agak
tinggi presentase penderita hipertensi. Sekalipun ada 10 % penderita hipertensi dari
antara kelompok usia lima puluh sampai lima puluh sembilan tahun, hal itu tidak
ditemukan sebelumnya. Tekanan darah mereka diatas 110 diastolik.
Ini menunjukkan bahwa penyakit yang parah boleh saja tidak diketahui ditengah
tengah masyarakat, dapat pula melumpuhkan kesehatan dan dapat menimbulkan
masalah yang berat tetapi penderita tidak mengetahui samasekali mengenai apa yang
terjadi. Sering sudah terlambat dan berkomplikasi barulah diketahui penyebab utamanya.
Itulah sebabnya sekarang orang mengetahui bahwa hipertensi itu penyakit yang
mempunyai bermacam-macam tingkat sedangkan keadaan yang parah memerlukan
pengetahuan yang agak dini supaya segera mendapatkan perhatian dan perawatan.
Sudah ditemukan bukti yang cukup yang menyatakan bahwa perawatan yang
tepat akan mengurangi jumlah kematian dan hal-hal mengerikan akibat komplikasi dari
hipertensi yaitu stroke, penyakit jantung dan ginjal.

1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambran nyata atau informasi tentang asuhan keperawatan
pada pasien Hipertensi.
2. Tujuan Kusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien hipertensi.
b. Mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien Hipertensi.
c. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien Hipertensi.
d. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pasa pasien Hipertensi.
C. Metode penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam laporan kasus dengan metode deskriptif
dengan teknik pengumpulan data : wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan
study dokumentasi.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Landasan Teori
Defenisi Hipertensi
Sampai saat ini belum ada definisi yang tepat mengenai hipertensi, oleh
karena tidak ada batasan yang jelas yang membedakan antara hipertensi dan
normotensi. Namun bukti menunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah akan
meningkatkan mortalitas dan mordibitas. Secara teoritis, hipertensi sebagai suatu
tingkat tekanan darah, dimana komplikasi yang mungkin timbul menjadi nyata.
Ada beberapa beberapa pendapat lain yang berusaha untuk menjelaskan definisi
hipertensi, diantarannya :
a. Hipertensi didefinisikan oleh joint national committee on detection,
evaluation and treatment of high blood pressure (JNC) sebagai tekanan
yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat
keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi
sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikatagorikan sebagai
primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi
sebagai akibat dari kondisi patologis yang dapat dikenali seringkali dapat
diperbaiki.
b. Definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan
tekanan darah diasatolik 90 mmHg, atau bila pasien obat antihipertensi.
(Kapita Selecta Kedokteran ,2001, hal.518).
c. Menurut WHO, hipertensi adalah kenaikan tekanan darah diatas atau
sama 160/95 mmHg.
d. Menurut Kaplan, Kaplan mendefinisikan hipertensi berdasarkan atas
perbedaan usia dan jenis kelamin :
1. Pria usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila
tekanan darah pada waktu berbaring diatas atau sama dengan
130/90 mmHg.

3
2. Pria usia lebih dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila
tekanan darahnya diatas 145/95 mmHg.
3. Pada wanita tekanan darah diatas atau sama dengan 160/95
mmHg dinyatakan hipertensi.

Etiologi
Menurut penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Hipertensi Primer atau Esensial.
Hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi Taropatik terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak factor yang
mempengaruhi seperti genetic, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf
simpatis, sistim rennin angiostensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan
Na dan Ca Intraseluler dan factor-faktor yang meningkatkan resiko seperti
obesitas, alcohol, merokok serta polisetemia.
2. Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Renal
Hipertensi ini dapat diketahui penyebabnya dan biasnya disertai
keluhan atau gejala-gejala dari penyakit yang menyebabkan hipertensi
tersebut. Penyakit yang dapat menyebabkan hipertensi ini misalnya :
a. Kelainan Hormon
1. Pil KB: kontrasepsi oral yang mengandung estrogen menyebabkan
peningkatan angiostensinogen dan kemudian akan meningkatkan
angiostensin II. Peningkatan angiostensin II ini juga dirangsang oleh
pengeluaran rennin akibart peningkatan stimulasi syaraf simpatis.
Akibat peningkatan angiostensin II ada 2 hal yaitu : aspek konstriktor
arteriola perifer dan peningkatan sekresi aldosteron yang
mengakibatkan reasorbsi Na dan air.
2. Neokromositoma/Tumor Medulla Adrenal atau jaringan pensekresi
ketoalamin di bagian lain tubuh: tumor ini mensekresi epinefrin yang
menyebabkan kadar glukosa plasma dan tingkat metabolisme
meningkat sehinngga memungkinkan terjadinya hipertensi.

4
3. Sindrom Chusing, hipertensi pada penyakit ini diakibatkan oleh
peningkatan ACSH yang kemudian merangsang peningkatan
glukortikod (kortisol) sehingga menyebabkan glukonegenesis dan
perubahan dalam distribusi jaringan adipose. Dua hal tersebut
meningkatkan obesitas.
b. Penyakit Metabolic
Diabetes mellitus : pada DM terjadi netropati diabetic mikroangiopati
diabetic sehingga mengakibatkan nefropati diabetic dan disfungsi filtrasi
glomerulo.
c. Penyakit Ginjal
1. Glomerulo nefritis akut : lesi pada glomerulus menyebabkan retensi air
dan garam sehingga menyebabkan hipertensi.
2. penyempitan arteri renalis
d. Lain-Lain
1. Koarktasio aorta/penyempitan congenital suatu segmen aorta torakalis
hal ini meningkatkan resistensi aliran darah aorta sehingga
mengakibatkan hipertensi berat.
2. Pre eklamsia, pada pre eklamsia terjadi retensi pembuluh darah disertai
dengan retensi garam dan air.

Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul bervariasi, tergantung dari tinggi rendahnya derajat
hipertensi. Pada hipertensi esensial dapat berjalan gejala dan pada umumnya baru
timbul gejala terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak,
dan jantung yang sering dijumpai berupa:
1. Sakit kepala
2. Vertigo
3. Perdarahan retina
4. Gangguan penglihatan
5. Proteinuria
6. Hematuria

5
7. Tachhicardi
8. Palpitasi
9. Pucat dan mudah lelah
Tetapi kebanyakan pula pasien yang menderita hipertensi tidak
mempunyai keluhan. Dan ada juga beberapa pasien mengeluh sakit kepala,
pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran menurun, gelisah, mual,
muntah, epistaksis, kelemahan otot atau perubahan mental.

6
Patofisiologi
DM Penyempitan Koarktasio aorta
Arteri renalis
Mikroangiopati/ Penyempitan congenital segmen
Lesi spesifik diabetic Aliran darah aorta torakalis
pada ginjal
nefropati diabetic Retensi aliran darah aorta
Tekanan filtrasi
glomerolus
Pre eklamsi

Glomerulo Sel-sel kapiler


nefritis akut glomerolus
menyempit
Lesi pada
glomerolus

Disfungsi filtrasi Feokromositoma


glomerulo
Epinefrin
Perbedaan antara tingkat
filtrasi glomerolus dan Kadar glukosa dan
tingkat penyerapan tingkat metabolisme
kembali oleh tubulus

Retensi Na dan air Efek konstriksi Volume plasma


Genetic
Volume plasma

Out put jantung Curah jantung Volume darah


dan sirkulasi
Volume sirkulasi

Efek konstriksi Kerusakan vaskuler


HIPERTENSI
arteriola perifer pembuluh perifer

7
Patofisiologi

HIPERTENSI

Kerusakan vaskuler
Pembuluh pearifer

Perubahan struktur dalam arteri kecil dan arteriola

Penyumbatan pembuluh/vasokontriksi

Resiko kerusakan perfusi jaringan Gangguan sirkulasi

Otak mata ginjal ginjal

Peningkatan tekanan kerusakan sel nekrosis fibrinoid cardiac output


Vaskuler serebral endotel pada pembuluh
*sakit kepala aferen+penebalan
*vertigo robekan/obliterasi intima arteri manifestasi klinis
*tachicardi
*Perdarahan retina *Perdarahan retina nekrosis kapiler *pucat
*Gangguan penglihatan *Gangguan penglihatan glomerolus *mudah lelah
sampai dgn kebutaan sampai dgn kebutaan *protein uria *palpitasi
*hematuria *diaphorosis

Nyeri akut Resiko injuri Intoleransi


Gagal ginjal akut
aktifits
(komplikasi)

8
Patofisiologi

Saraf simpatis

Rennin

Angiostensinogen (hati)

Angiostensin I (paru)

ACE (angiostensin converting enzim)


Angiostensi II

Rangsang saraf Vasokontriksi Aldosteron


Pusat haus

ADH Retensi Na

Over volum TD Over volum

9
Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali
pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada
kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang lebih tinggi atau gejala-
gejala klinis. Pengukuran tekanan darah dialakukan dalam keadaan pasien duduk
bersandar, setelah beristirahat selama lima menit, dengan ukuran pembungkus
lengan yang sesuai (menutupi 80% lengan). Tensimeter dengan air raksa masih
tetap dianggap alat pengukur yang terbaik.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingakat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit
jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah
terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan
penyebab hipertensi, perubahan aktifitas /kebiasaan (seperti merokok) konsumsi
makanan, riwayat obat-obatan bebas, hasil dan efek samping terapi hipertensi
sebelumnya bila ada, dan factor psikososial lingkungan (keluarga, perkerjaan dan
lain-lain).
Dalam pemerikasaan fisik dialkukan pengukuran tekanan darah dua
kali atau lebih dengan jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang pada lengan
kontralateral. Dikaji berat badan dan tinggi pasien. Kemudian dilakukan
pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui adanya retinopati hipertensif,
pemeriksaan leher untuk mengetahui bising carotid, pembesaran vena atau
kelenjar tiroid. Dicari tanda-tanda gangguan gangguan irama dan denyut jantung,
pembesaran ukuran, bising, derap dan bunyi jantung ke tiga atau keempat. Paru
diperiksa untuk mencari ronki dan bronkospasme. Pemeriksaan abdomen
dilakukan untuk mencari adanya masa, pembesaran ginjal dan pulsasi aorta yang
abnormal. Pada ektrimitas dapat ditemukan pulsasi perifer yang menghilang,
edema dan bising. Dilakukan pula pemeriksaan neurology.
Perhimpunan nefrologi Indonesia memilih klasifikasi sesuai
WHO/ISH karena sederhana dan memenuhi kebutuhan, tidak bertentangan
dengan strategi terapi, tidak meragukan karena memiliki sebaran luas dan tidak

10
rumit, serta terdapat pula unsur unsure sistolik yang juga penting dalam dalam
penentuan.

Klasifikasi sesuai WHO/ISH


Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolic (mmHg)
Normotensi <140 <90
Hipertensi ringan 140-180 90-105
Hipertensi perbatasan 140-160 90-95
Hipertensi sedang dan berat >180 >105
Hipertensi sistolik terisolasi >140 >90
Hipertensi sistolik perbatasan 140-160 <90

Hipertensi sistolik terisolasi adalah hipertensi dengan tekanan sistolik sama atau
lebih dari 160 mmHg. Keadaan ini berbahaya dan memiliki peranan sama dengan
hipertensi diastolic, sehingga harus diterapi.
Klasifikasi pengukuran tekanan darah berdasarkan The Sixth Of The Joint
National Commite On Prevention, Detection, Evaluation, And Treatment Of High
Blood Presure, 1997.

Katagori Sistolik(mmHg) Diastolic(mmHg) Rekomendasi


Normal <130 <85 Periksa ulang dalam 2 tahun
Perbatsan 130-139 85-89 Periksa ulang dalam 1 tahun
Hipertensi 140-159 90-99 Konfirmasi dalam 1 atau 2
tingkat 1 bulan
Anjuarkan modifikasi gaya
hidup
Hipertensi 160-179 100-109 Evaluasi atau rujuk dalam 1
tingkat 2 bulan
Hipertensi 180 110 Evaluasi atau rujuk segera
tingkat 3 dalam 1 mingguberdasrkan
kondisi klinis

Catatan : pasien tidak sedang sakit atau minum obat antihipertensi. Jika tekanan sistolik dan
diastolic berada dalam katagori yang berbeda, masukkan kedalam katagori yang lebih tinggi.
Pemerikasaan Diagnostik
1. Hemoglobin/hematrokit : bukan diagnostic tetapi mengkaji hubungan dari
sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat menginsikasikan
factor-faktor resiko seperti hiperkoaagulabilitas, anemia.

11
2. BUN/Kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi /fungsi ginjal.
3. Glukosa : hiperglikemia (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan peningkatan ketoalamin (meningkatkan hipertensi).
4. Kalsium serum : peningkatan kadar kalium serum dapat meningkatkan
hipertensi
5. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic.
6. Kolesterol dan trigleserida serum : peningkatan kadat dapat
mengidikasikan adanya pembentukan plak ateromatosa.
7. Pemriksaan tiroid : hipeartiroidisme dapat menimbulkan vasokontriksi
dan hipertensi.
8. Urinalisa : darah, protein, glukosa mengisayaratkan disfungsi ginjal dan /
adanya diabetes.
9. VMA urin (metabolit ketoalamin) : kenaikan dapat mengidikasikan
adanya adanya feokromositoma (penyebab) : VMA urin 24 jam dilakukan
untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
10. Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai factor resiko
terjadimya hipertensi.
11. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma, atau difungsi pituitary, sindrom cushing, kadar urin
dapat meningkat.
12. Foto thorak : dapat menunjukkan obstruksi pada area katup, deposit pada
dan/ takik aorta, batu ginjal/ureter.
13. CT Scan : mengkaji tumor serebral, CSU, enselopati, atau
feokromositoma.
14. ECG : dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi.

Penatalaksanaan

12
Tujuan deteksi dan penatalakasanaan hipertensi adalah merunkan resiko
penyakit kardiovaskuler dan mortabilitas serta morsibitas yang berkaitan. Tujuan
terapi adalah mencapaij dan mempeartahankan tekanan sistolik dibawah 140
mmHg dan tekanan diastolic dibawah 90 mmHg dan mengontrol factor resiko.
Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat
antihipertensi.
Kelompok resiko dikategorikan menjadi :
1. Pasiien dengan tekanan darah perbatasan, atau tingkat 1, 2 atau 3 tanpa
gejala penyakit kardiovaskuler, kerusakan organ, factor resiko lainnya.
Bila dengan modifikasi gaya hidup tekanan darah belum dapat diturunkan
maka harus diberikan obat antihipertensi.
2. Pasien tanpa penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ lainnya, tapi
memiliki satu atau lebih factor resiko yang tertera diatas, namun bukan
diabaetes militus. Jika terdapat beberapa factor maka harus langsung
diberikan obat antihipertensi.
3. Pasien dengan gejala klinis penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ
jelas.
Factor resiko : usia lebih dari 60 tahun, merokok, disiplidemia, DM, jenis
kelamin (pria atau wanita menopause), riwayat penyakit kardiovaskuler dalam
keluarga.
Kerusakan organ atau penyakit kardiovaskuler : penyakit jantung
(hipertrofi ventrikel kiri, infark miokard, angina pectoris, gagal jantung, riwayat
revaskularisasi koroner, strok, TIA, nefropati, penyakit arteri perifer, dan
retinopati.

Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi resiko:


Tekanan Kelompok Resiko A Kelompok Resiko B Kelompok Resiko C
Darah
130-139/85-89 Modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya hidup Dengan obat
140-159/90-99 Modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya hidup Dengan obat
160/100 Dengan obat Dengan obat Dengan obat

13
Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan resiko
kardiovaskuler dengan biaya sedikit, dan resiko minimal. Tata laksana ini tetap
dianjurkan meski harus dsertai obat antihipertensi karena dapat menurunkan
jumlah dan dosis obat.
Langkah-langkah yang dianjurkan untuk:
1. Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan(indeks masa tubuh
27).
2. Membatasi alcohol.
3. Meningkatkan aktifitas aerobic (30-45 menit/hari).
4. Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na/2,4g Na/6 g NaCl/hari).
5. Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90mmol/hari).
6. Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat.
7. Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jemuh dan kolesterol
dalam makanan.
Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien
dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan
umur, kebutuhan dan usia. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam, dan
lebih disukai dalam dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah,
dapat mengontrol hpertensi terus-menerus dan lancar, dan melindungi pasien
terhadap berbagai resiko dari kematian mendadak, serangan jangtung, atau stroke
akibat peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun tidur. Sekarang ini
terdapat pula obat yang berisi kombinasi dosis rendah obat dari golongan yang
berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektifitas tambahan dan
mengurangi efek samping.
Setelah diputuskan memakai obat antihipertensi dan bila tidak terdapat
indikasi untuk memilih golongan obat tertentu, diberikan deuretik atau beta
bloker. Jika respon tidak baik dengan dosis penuh, dilanjutkan sesuai algoritma.
Dieretik biasanya menjadi tambahan karena dapat meningkatkan efek obat lain.
Jika obat kedua dapat mengontrol tekanan darah dengan baik minimal 1 tahun,
dapat dicoba menghentikan obat pertama melalui penurunan dosis secara
perlahan dan progresif.

14
Pada beberapa pasien mungkin dapat dimulai dengan terapi dengan lebih
dari satu obat secara langsung. Pasien dengan tekanan darah 200/120 mmHg
harus diberikan terapi dengan segera dan jika terdapat gejala kerusakan organ
harus dirawat di rumah sakit.

B. Askep Teori
Pengkajian
Identitas pasien.
Riwayat keperewatan/kesehatan.
1. Keluhan utama : pada pasien hipertensi biasanya ia merasa sakit kepala.
2. Riwayat kesehatan sekarang
3. Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat hipertensi, penyakit jantung, DM
dll.
4. Riwayat kesehatan keluarga : pada klien hipertensi biasa terdapat anggota
keluarga yang mengidap juga (bersifat menurun).
Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pada klien hipertensi terdapat
juga kebiasaan untuk merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-
obatan.
2. Pola aktifitas dan latihan : pada klien hipertensi terkadang
mengalami/merasa lemas, pusing, kelelahan, kelemahan otot dan
kesadaran menurun.
3. Pola nutrisi dan metabolisme : pada pasien hipertensi terkadang
mengalami mual dan muntah.
4. Pola eliminasi : pada pasien hipertensi terkadang mengalami oliguri.
5. Pola tidur dan istirahat.
6. Pola kognitif dan perceptual
7. Pola toleransi dan koping stress : pada pasien hipertensi biasanya
mengalami stress psikologi.
8. Pola seksual reproduktif
9. Pola hubungan dan peran

15
10. Pola nilai dan keyakinan.
Pemeriksaan fisik
Berat badan dan tinggi badan
Mata : Retina, pupil
Leher : JVP, bising
Paru : Pernafasan (irama, frekuensi, jenis suara nafas).
Jantung :
a. Denyut nadi
b. Tekanan darah diukur minimal 2 kali dengan tenggang waktu 2
menit dalam posisi bebaring atau duduk, dan berdiri
sekurangnya setelah 2 menit.
c. Pengukuran sebaiknya dilakukan pada kedua sisi lengan dan
jika nilainya berbeda makan nilai yang tertingi yang diambil.
d. Suara jantung.
e. Bising jantung.
Abdomen : Bising dan peristaltic.
Ekstrimitas : Refleks dan edema.
Pemeriksaan penunjang
EKG : Kemungkinan ada pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri,
adanya peenyakit jantung atau aritmia.
Laboratorium :
Fungsi ginjal: urin lengkap(urinalisis) Ureum, creatinin, BUN dan
asam urat, serta darah lengkap lainnya.
Foto rontgen :
Kemungkinan ditemukan pembesaran jantung, vaskularisasi atau
aorta yang lebar.
Ekokardiogram :
Tampak penebalan dinding ventrikel, mungkin juga sudah terjadi
dilatasi dan gangguan fungsi diastolic dan sistolik.

Diagnosa keperawatan

16
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
a. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan exchange
problem
b. Nyeri akut brehubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik
dan psikologi)
c. Resiko untuk jatuh (injury) berhubungan dengan neuropati
(gangguan penglihatan)
d. Intoleransi aktivitas berhubunga dengan ketidakseimbangan
antara suplai oksigen dengan kebutuhan

Intervensi
a. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan exchange problem.
Rencanan tindakan :
1. Monitor tekanan darah tiap 4 jam, nadi apical dan neurologis
tiap 10 menit.
R: Untuk mengevalusi perkembangan penyakit dan
keberhasilan terapi
2. Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai
tekanan darah dipertahankan pada tingkat yang dapat diterima.
R: Tirah baring membantu menurunkan kebutuhan oksigen,
posisi duduk meningkatkan aliran darah ateri berdasarkan
gaya grafitasi, konstruksi arteriol pada hipertensi
menyebabkan peningkatan darah pada arteri.
3. Pantau data laboratorium misal: GDA, kreatinin
R: Indicator perfusi atau fungsi organ.
4. Anjurkan tidak menggunakan rokok atau nikotin.
R: Meningkatkan vasokontriksi.
5. Kolaborasi pemberian obat-obatan antihipertensi misal
golongan inhibitor simpa (propanolol, atenolol), golongan
vasodilator (hidralazin)

17
R : Golongan inhibitor secara umum menurunkan tekanan
darah melalui efek kombinasi penurunan tahanan perifer,
menurunkan curah jantung, menghambat syaraf simpatis,
dan menekan pelepasan rennin. Golongan vasodilator
berfungsi untuk merilekkan otot polos vaskuler.

Hasil yang diharapkan/evaluasi


Pasien mendemostrasikan perfusi jaringan yang membaik
ditunjukkan:
1. Tekanan darah dalam batas-batas yang dapat diterima
2. Tidak ada keluhan sakit kepala, pusing
3. Nilai laboratorium dalam batas-batas normal
4. Tanda-tanda vital stabil

b. Nyeri akut brehubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik dan
psikologi)
Rencana tindakan :
1. Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit
kepala. Misalkan kompres dingin pada dahi pinjat punggung
dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, teknik relaksasi
(distraksi) dan aktivitas waktu senggang
R: Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan
memperlambat atau memblok respon simpatis, efektif
dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
2. Hilangkan minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala misalkan: mengejang saat BAB,
batuk panjang, membungkuk.
R: Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan
sakit kapala karena adanya peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
3. Anjurkan pasien untuk tirah baring selama fase akut.

18
R: Meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi.
4. Kurangi adanya kurang pengetahuan (jelaskan sebab-sebab
nyeri dan lama nyeri bila diketahui).
R: Meningkatkan pengetahuan
5. Kolaborasi pemberian analgesic (antalgin, asam mefenamat).
R: Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan
rangsang sistim saraf simpatis.

Hasil yang diharapkan :


1. Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala atau sakit
kepala terkontrol.
2. Mengungkapkan metode yang menberikan pengurangan.

c. Resiko untuk jatuh (injury) berhubungan dengan neuropati (gangguan


penglihatan)
Rencana tindakan :
1. Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orng lain.
R: Memberikan peningkatan kenyamanan menurunkan
kecemasan dan mengurangi resiko injury.
2. Pertahankan tirah baring ketat dalam kondisi terlentang yang
ditentukan.
Posisi lateral kanan (bila robekan retina pada posisi nasal
dari mata kiri atau posisi temporal dari mata kanan).
Posisi lateral kiri (bila robekan retina pada posisi nasal
dari mata kanan atau posisi temporal dari mata kiri).
R: Untuk memungkinkan viterus humour bekerja sebagai
kekuatan nemostatsi untuk mengontrol perdarahan.
3. Anjurka pesien untuk mengistirahatkan mata agar tidak terlalu
lelah.

19
R: Mengurangi resiko perlukaan atau pecahnya pembulu
darah retina. Yang akan menyebabkan semakin menurunya
ketajaman penglihatan.
4. Modifikasi lingkungan sekitar pasien, dengan cara :
Pencahayaan yang cukup
Jauhkan benda-benda yang beresiko menyebabkan cidera
Berikan permukaan lantai yang tidak licin
Dekatkan tombol pemanggil
R: Meningkatkan rasa aman, mengurangi resiko injury.

Hasil yang diharapkan :


1. Pasien mampu mengidentifikasi factor-faktor yang
meningkatkan kemungkinan terhadap cidera
2. Menunjukan perubahan perilaku, pola hidup untuk
menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari
cidera
3. Pasien tidak mengalami injury
4. Pasien kan mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk
meningkatkan kenyamanan.

d. Intoleransi aktivitas berhubunga dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen dengan kebutuhan.
Rencana tindakan :
1. Berikan dorongan untuk aktivitas atau perawatan diri bertahap
jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesua kebutuhan.
R: Kamajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja
jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas
kebutuhan dalam melakukan aktivitas.
2. Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi

20
R: Tehnik menghejmat energi mengurangi penggunaan energi,
juga membantu keseibangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
3. Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan prekuensi
nadi lebih dari 20x permenit diatas frekuensi istirahat
meningkatkan tekanan darah yang nyata selama/sesudah
diaforesis, pusing atau pingsan.
R: Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon
psikologi terhadap stres aktivitas dan bila ada merupakan
indicator dari kelebihan kerja yqang berkaitan dengan
tingkat aktivitas.
4. Beri jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk
memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan
waktu istirahat siang atau sore
R: Istirahat kemungkinan adanya penghematan energi
5. Kolaborasi pemberian obat digoxin.
R: Pemberian digoxin untuk memperkuat kerja jantung

Hasil yang diharapkan


1. Meningkatkan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
2. Menunjukan penurunan gejala-gejala intoleran aktivitas

BAB III
TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian

21
a. Identitas pasien
Nama : RD
Umur : 58 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Wlingi
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Perkerjaan : Petani
b. Riwayat keperawatan/kesehatan
Keluhan utama
Pasien mengatakan pusing/sakit kepala
Riwayat kesehatan sekarang
Pada tanggal 9 Februari 2006, pada hari kamis pagi bapak RD berangkat
kesawah untuk melakukan aktifitasnya sehari-hari, dan ketika pulang diwaktu
sore hari dia mulai mengeluh sakit kepala dan leher terasa kaku sekitar pukul 4
sore. Pada waktu itu keadaan umum bapak RD compos mentis, TD 160/90
mmHg, nadi 90x/menit, pernafasan 24x/menit, pasien mengatakan pusing terasa
diseluruh bagian kepala, kualitas nyeri sedang dengan sekala nyeri 5, sifat
terjadinya nyeri kepala hilang timbul dan lamanya keluhan mulai pukul 3 sore.
Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan pernah menderita hipertensi, pasien pernah berobat di
puskesmas 2 bulan yang lalu dan mendapatkan obat antihipertensi yaitu HCT dan
dengan tekanan darah 165/90 mmHg. Pasien tidak pernah masuk kerumah sakit.
Terkadang pasien membeli obat sendiri untuk mengurngi rasa nyeri yaitu
BODREK dan nyeri kepalanya berkurang.

Riwayat kesehatan keluarga


Didalam keluarga pasien terdapat anggota keluarga yaitu ayah bapak RD yang
menderita hipertensi dan meninggal dengan penyakit stroke.

22
Genogram

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Kawin

c. Pola fungsi kesehatan


1. Pola persepsi - pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan bahwa sakit adalah suatu rasa tidak enak pada badan yang
membuat kita menjadi tidak nyaman dan pasien mengatakan bahwa
kesehatan merupakan suatu keadaan dimana dia dapat melakukan aktifitas
tanpa disertai gangguan pada tubuh dan persaannya (rohani). Pasien
mengatakan bahwa merokok juga dpat merugikan kesehatan, tetapi pasien
merupakan perokok aktif dimana tiap harinya habis 8 batang rokok.

2. Pola aktivitas - latihan


Kemampuan pasien dalam menata dirinya sebelum dan selama sakit adalah

Aktifitas 0 1 2 3 4

23
Makan
Mandi
Berpakean
Toileting
Tingkat mobilitas ditempat tidur
Berpindah
Kemampuan ROM
Berjalan
Kekuatan otot

Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Menggunakan alat Bantu
2 : Dibantu orang lain
3 : Dibantu orang dan peralatan
4 : ketergantungan/tidak mampu
Selama sakit pasien mengatakan tidak dapat melakukan aktifitas rutinnya
yaitu pergi ke sawah karena rasa sakit pada kepalanya dan ia merasa lemas/
malaise.
3. Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum sakit, pasien mengatkan bahwa sebelum sakit pasien makan 3x
sehari dengan porsi 1 piring yang isinya nasi, sayur, tempe, tahu, kerupuk dan
ayam terkadang juga makan nasi pecel. Pasien minum sehari 7 gelas/hari,
kadang-kadang pasien minum kopi pada pagi hari. Pasien telah menerapkan
intruksi diet rendah garam.
Selama sakit, pasien tidak mengalami perubahan nafsu makan atau pola
makan, frekuensi makan tetap 3x/hari, minum 6x/hari dan pasien tidak
merasakan adanya mual mual dan muntah.
4. Pola eliminasi
Sebelum sakit, pasien mengatakan bahwa dalam BAB biasbnya 1-3x sehari
dengan konsistensi feses lembek dengan warna kuning dan BAK 3-5x sehari
dengan warna kuning.

24
Selama sakit, pasien mengatakan bahwa dalam BAB frekuensinya 1-3x
sehari dengan konsistensi lembek dan berwarna kuning. Dan BAK 3-4 kali
sehari dengan warna kuning.
5. Pola tidur-istirahat
Sebelum sakit, pasien mengatakan pasien jarang melakukan tidur siang keculi
dalam keadaan lelah/mengalami kelelahan. Biasanya pasien tidur malam
mulai pukul 21.00 WIB sampai pukul 04.30 WIB dam lamanya tidur pasien
8,5 jam.
Selama sakit pasien mengatakan merasa sulit memasuki awal tidur karena
nyeri kepala, terkadang terbangun pada malam hari dan ketika bangun tidur
nyeri kepala berkurang. Dan lamanya tidur 6 jam dan awal tidur malam
mulai pukul 22.00 dan bangun pada pukul 04.00.
6. Pola kognitif perceptual
Pasien selama sakit mampu berkkomunikasi dan mengerti apa yang sedang
dibicarakan, berespon dan berorientasi dengan baik dengan orang lain.
Terdapat gangguan persepsi sensorik berupa nyeri pada dareah kepala.
7. Pola toleransi - koping stress
Selama menyelesaikan masalah pasien selalu terbuka dengan anggota
keluarga yang lain sehingga ketika ada masalah selalu dipecahkan bersama
terutama dengan istrinya dan anak-anaknya.
8. Persepsi diri/konsep diri
Pasien mengatkan bahwa ia merasa tenang menghadapi masalahnya karena ia
percaya bahwa semua masalah pasti ada jalan keluarnya dan kepercayaan
terhadap anak-anaknya yang dapat menggantikan perannya sewaktu
menyelelesaikan masalah yang terdapat dirumah. Tetapi meskipun demikian
pasien juga merasa cemas terhadap penyakitnya apakah bisa sembuh dengan
total dan tidak terjangkit lagi.
9. Pola hubungan dan peran
Hubungan pasien dengan keluarga baik dan dengan masayarakta sekiter juga
baik.
10. Pola nilai dan keyakinan

25
Sebelum sakit, pasien mengatakan bahwa ia dalam menjalankan
ibadah/sholat tidak secara rutin dilakukan.
Selama sakit, sama seperti yang dilakukan sebelum sakit.

d. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Pasien tampak memegang kepalanya, ia mengatakan kepalanya terasa pusing
dan lehernya terasa kaku dan ekpresi wajahnya terlihat menahan rasa nyeri
kepala. Pasien dalam keadaan kompos mentis.
2. Pemeriksaan tanda vital
Nadi : 90x/menit dengan irama regular, cepat agak lemah
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Pernafasan : 24x/menit, irama teratur, suara vesikuler
Suhu tubuh : 36,8C
3. Pemriksaan kulit dan rambut
Kulit : Sianosis (-), ikterus (-), pucat (-), turgor baik, edema (-).
Rambut : Warna hitam keputihan, distribusi merata tidak botak dan
lebat.
4. Pemriksaan kepala dan leher
Kepala : Mata, reflek pupil (+), konjungtiva tidak anemis, kornea
tidak ikterik. Telinga, pada daun telinga, liang telinga,
membrane timpani, mastoid tidak ada tanda adanya
peradangan dan terlihat bersih, pendengaran baik. Mulut,
bibir gusi dan lidah radang (-), tidak memakai gigi
pasangan, kondisi gigi terdapat caries. Hidung, tidak
terdapat polip, sekrer/lendir (-).

Leher : Pasien mengatakan lehernyatersa kaku, massa (-), nyeri


telan (-).
5. Pemeriksaan dada

26
Paru-paru : Bentuk dada simetris, pergerakan nafas teratur, suara nafas
vesikuler.
Jantung : denyut nadi agak cepat dan iramanya regular/teratur,
frekuensi 90x/menit, tidak ada suara jantung tambahan.
Tekanan darah 160/90 mmHg.
6. Pemeriksaan abdomen
Tidak ada lesi pada dinding/kulit perut, ketegangan dinding perut (-), nyeri
tekan (-), bising usus .., peristaltic..
7. Ektrimitas
Edema (-), rentang gerak baik, kekuatan otot 5 5
5 5
e. Pemriksaan penunjang

9 Februari 2006
Pengkaji

(Erick endra cita)

2. Analisa data
Symtom Etiologi Problem
DS : *Pasien mengatakan Peningkatan tekanan Nyeri Akut
bahwa kepala terasa vaskuler serebral.
sakit/nyeri kepala.
*Pasien mengatkan

27
lehernya terasa kaku
DO : Ekspresi wajah terlihat
menahan sakit
TD : 160/90 mmHg
Nadi : 90x/menit

DS : *Pasien mengatakan ia Exchange problem atau Ketidakefektifan perfusi


tidak dapat pergi gangguan sirkulasi jaringan
kesawah untuk (vasokontriksi)
melakukan aktifitas
rutinnya karena
merasa lemah/malaise
(perubahan
kebiasaan).
*Pasien merasa
kawatir penykitnya
tidak dapat sembuh
(perasaan takdir
terancam/impending
doom)
DO : Denyut nadi cepat tapi
agak lemah dengan
frekuensi 90x/menit.
TD : 160/90 mmHg
3. Prioritas masalah
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningakatan tekanan vaskuler serebral
ditandai dengan nyeri kepala, tekanan darah 160/90 mmHg.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan exchange
problem/gangguan sirkulasi.

28
29

Anda mungkin juga menyukai