Penanda Sonografi
Selama lebih dari dua dekade, para peneliti telah mengetahui bahwa deteksi sonografi
aneuploidi, terutama sindrom Down, dapat ditingkatkan dengan penambahan beberapa penanda
sonografik minor yang secara kolektif disebut sebagai usoft signs". Tanpa aneuploidi atau
malformasi mayor lain, kelainan minor ini biasanya tidak secara signifikan mempengaruhi
prognosis janin. Sejumlah gambaran yang tampak secara sonografis pada sebagian janin sindrom
Down :
Penebalan lipatan nukal
Tidak adanya atau hipopiasia tulang hidung
Brakisefalus atau memendeknya lobus frontalis
Panjang telinga kurang
Fokus intrakardiak ekogenik
Usus ekogenik
Dilatasi pelvis ginjaf ringan
Sudut iliaka melebar
Celah antara jari kaki pertama dan kedua melebar "sandal gap"
Klinodaktili, hipoplasia falang tengah jari tangan kelima
Alur palmar transversal tunggal
Femur pendek
Humerus pendek
Amniosentesis
Amniosentesis untuk diagnosis genetik biasanya dilakukan antara usia 15 dan 20 minggu.
Di Amerika Serikat, prosedur ini paling sering digunakan untuk mendiagnosis aneuploidi dan
penyakit genetik lainnya pada janin. Keamanan amniosentesis telah dipastikan oleh beberapa
studi multisentra (Canadian Early and Mid-Trimester Amniocentesis Trial Group, 1998; NICHD
National Registry for Amniocentesis Study Group, 1976). Tuntunan sonografi digunakan untuk
memasukkan jarum spinal nomor 20 sampai 22 ke dalam kantung amnion sambil menghindari
plasenta, tali pusat, dan janin. Karena 1 sampai 2 mL aspirat awal cairan mungkin tercemar oleh
sel ibu, cairan ini biasanya dibuang atau digunakan untuk pengujian AFP.
Sekitar 20 mL cairan berikutnya kemudian dikumpulkan untuk penentuan kariotipe janin,
lalu jarum dikeluarkan. Secara sonografi, tempat pungsi diamati untuk perdarahan dan gerakan
jantung janin diperiksa pada akhir prosedur.
Penyulit jarang terjadi dan mencakup perdarahan bebercak (spotting) vagina yang
transien atau kebocoran cairan amnion pada 1 sampai 2 persen serta korioamnionitis pada kurang
dari 0,1 persen. Cedera janin akibat jarum jarang terjadi. Sel-sel janin yang diperoleh selama
amniosentesis jarang gagal tumbuh dalam biakan. Namun, kemungkinan ini meningkat jika janin
abnormal. PCR digital amniosit yang belum dibiak dan jaringan vilus korion dapat mendeteksi
aneuploidi dengan cepat dan mungkin akan bermanfaat untuk penggunaan klinis secara luas.
Meskipun studi-studi awal melaporkan kematian janin pada sekitar 0,5 persen, sebuah
penelitian besar yang mencakup 35.003 wanita menyatakan bahwa angka kematian janin adalah
0,06 persen. Berdasarkan penelitian-penelitian terkini, American College of Obstetricians and
Gynecologists (2007a) menyimpulkan bahwa kematian janin terkait-prosedur adalah sekitar 1
dari 300 sampai 500. Sebagian kematian tidak berkaitan dengan amniosentesis tetapi karena
kelainan yang sudah ada sebelumnya, misalnya solusio plasenta, kelainan implantasi plasenta,
anomali janin, anomali uterus, dan infeksi Wenstrom dkk., (1996) menganalisis 66 kematian
janin setelah dilakukannya hampir 12.000, amniosentesis trisemester kedua dan mendapatkan
bahwa 12 persen disebabkan oleh infeksi intrauterus yang sudah ada. Etiologi pada sejumlah
kematian pasca tindakan lainnya tidak diketahui.
Amniosentesis Dini
Tindakan ini dilakukan antara usia 11 dan 14 minggu. Untuk beberapa alasan,
amniosentesis dini kurang memuaskan dibandingkan dengan amniosentesis standar pada
trimester-kedua. Tekniknya sama seperti amniosentesis tradisional, meskipun pungsi kantung
mungkin lebih sulit karena membran belum berfusi dengan dinding uterus. Biasanya jumlah
cairan yang disedot lebih sedikit, sekitar 1 mL untuk setiap minggu gestasi.
Amniosentesis dini memperlihatkan angka penyulit pasca prosedur yang lebih tinggi
lebih tinggi. Salah satu penyulit pada janin yang menonjol adalah talipes ekuinovarus-clubfoot.
Data dari Canadian Early and Mid-Trimester Amniocentesis yang melibatkan hampir 4400
wanita yang menjalani amniosentesis dini memperlihatkan bahwa angka - angka kebocoran
cairan amnion, kematian janin, dan talipes ekuinovarus secara bermakna lebih tinggi pada
amniosentesis dini daripada amniosentesis tradisional. Sebuah uji klinis yang melibatkan 3775
wanita melaporkan bahwa amniosentesis dini berkaitan dengan peningkatan empat kali lipat
angka talipes ekuinovarus dibandingkan dengan pengambilan sampel vilus korion. Masalah lain
pada amniosentesis dini adalah bahwa kegagalan biakan juga lebih tinggi sehingga diperlukan
prosedur kedua. Untuk semua alasan diatas, maka American College of Obstetricians and
Gynecologist (2007a) tidak menganjurkan penggunaan ini.
Teknik :
Dibawah tuntunan sonografi langsung, operator menggunakan sebuah jarum spinal
nomor 22 untuk memungsi vena umbilikalis, biasanya di atau dekat pangkalnya di plasenta, dan
darah disedot. Lengkung bebas talipusat juga dapat diakses untuk pungsi vena. Pungsi arteri
harus dihindari karena dapat menyebabkan vasospasme dan bradikardia janin.
Penyulit:
Penyulit berupa pendarahan talipusat 50%, hematoma tali pusat 17%, perdarahan janin ke
ibu 66% dengan plasenta di anterior dan 17% dengan plasenta di posterior, dan bradikardia janin
3 sampai 12%. Sebagian besar penyulit bersifat sementara diikuti pemulihan sempurna, tetapi
sebagian menyebabkan kematian janin. Angka kematian janin terkait prosedur ini yang
disebutkan adalah 1,4%, tetapi bervariasi bergantung pada indikasi serta status janin.3