Anda di halaman 1dari 147

Resume Buku Sedimentology and Stratigraphy

Diajukan untuk memenuhi tugas Sedimentologi

Muhammad Ilham Barustan


NPM 270110120165
Kelas C

Fakultas Teknik Geologi


Universitas Padjajaran
2016
BAB I
Pendahuluan : Sedimentologi dan Stratigrafi

Sedimentologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang proses-proses


pembentukan, transportasi dan pengendapan suatu material di dalam lingkungan
kontinen dan laut hingga membentuk batuan sedimen. Stratigrafi adalah studi batuan
untuk menentukan urutan dan waktu kejadian dalam sejarah bumi. Dua subjek yang
dapat dibahas untuk membentuk rangkaian kesatuan skala pengamatan dan interpretasi.
Studi proses dan produk sedimen dapat membantu kita menentukan lingkungan
pengendapan. Rekaman-rekaman proses ini di dalam batuan sedimen membantu kita
menginterpretasikan batuan ke dalam lingkungan tertentu. Untuk menentukan
perubahan lateral dan temporer di dalam lingkungan masa lampau ini, diperlukan
kerangka kerja kronologi. Kerangka waktu disediakan oleh aspek-aspek stratigrafi yang
berbeda dan memperkenankan kita menginterpretasikan batuan sedimen ke dalam
susunan dinamika lingkungan. Rekaman tektonik dan proses iklim yang berlangsung
sepanjang waktu geologi terdapat di dalam batuan seiring dengan bukti evolusi
kehidupan di bumi. Bab ini memperkenalkan tema-tema umum buku ini.

1.1 Sedimentologi dan Stratigrafi dalam Ilmu Bumi

Ilmu bumi secara tradisional telah dibagi kedalam sub-disiplin ilmu yang
terfokus pada aspek-aspek geologi seperti paleontologi, geofisika, mineralogi, petrologi,
geokimia, dan sebagainya. Di dalam tiap sub-disiplin ilmu ini, ilmu pengetahuan telah
dikembangkan sebagai teknik analitik baru yang telah diaplikasikan dan
dikembangkannya teori-teori inovatif. Diwaktu yang sama karena kemajuan-kemajuan
di lapangan, maka diperkenalkannya integrasi kombinasi ide-ide dan keahlian dari
berbagai disiplin ilmu yang berbeda-beda. Geologi adalah ilmu multidisiplin yang
sangat baik dipahami jika aspek-aspek berbeda terlihat berhubungan antara satu dengan
lainnya.
Sedimentologi dan stratigrafi adalah dua sub-disiplin ilmu geologi yang utama,
sering dibahas terpisah di masa lalu tapi sekarang dikombinasikan dalam proses
pengajaran, penelitian akademik dan aplikasi ekonomi. Dua ilmu ini dapat dibahas
bersama sebagai rangkaian kesatuan proses dan hasilnya, dalam ruang dan waktu.
Sedimentologi perhatiannya tertuju pada pembentukan batuan sedimen. Stratigrafi
mempelajari perlapisan batuan ini dan hubungannya dalam waktu dan ruang (Gambar
1.1). Oleh karena itu masuk akal jika membahas sedimentologi dan stratigrafi
bersamaan. Faktanya, tidak mungkin memisahkan mineralogi komponen batuan dan
evolusi paleontologi dari stratigrafi. Namun bagaimanapun harus dibatasi sampai topik-
topik tertentu.
Bagian pertama buku ini meliputi aspek proses sedimentasi dan produknya di
dalam lingkungan pengendapan yang berbeda-beda. Kemudian batuan sedimen dibahas
hubungan waktu dan ruangnya dalam rangkaian stratigrafi di dalam cekungan-cekungan
sedimen. Tektonik lempeng, petrologi dan paleontologi adalah topik tambahan.

1.2 Stratigrafi dan Sedimentologi

Istilah stratigrafi dimulai oleh dOrbigny di tahun 1852, tapi konsep lapisan-
lapisan batuan, atau strata lebih tua dari itu. Di tahun 1667, Steno mengembangkan
prinsip superposisi: dalam suatu sikuen batuan berlapis, lapisan yang dibawah berumur
lebih tua daripada lapisan di atasnya. Stratigrafi dapat dipertimbangkan sebagai
hubungan antara batuan dan waktu, dan sejarah bumi terekam di dalam lapis-lapis
batuan, meskipun sangat tidak lengkap. Stratigrafer perhatiannya tertuju pada
pengamatan, deskripsi dan interpretasi langsung dan bukti nyata di dalam batuan untuk
menentukan hubungan waktu dan ruang selama sejarah bumi.
Gambar 1.1 Perlapisan
konglomerat dan batupasir
(tengah, kiri) tersigkap di
utara Spanyol, diinterpretasi
sebagai endapan kipas
aluvial (8.4): secara
stratigrafi, perlapisan ini
lebih muda dari perlapisan
batugamping di
belakangnya.

Stratigrafi menikmati kebangkitannya kembali dalam ilmu bumi karena ide-ide


baru yang telah dikembangkan dalam beberapa tahun ini, khususnya konsep sikuen
stratigrafi. Sedangkan tata nama unit stratigrafi di dalam daerah yang berbeda dan
dasar biostratigrafi untuk mendefinisikannya juga masih penting, stratigrafi pada saat ini
sering dimaksudkan sebagai perubahan lingkungan selama perkembangan cekungan
sedimen. Stratigrafi juga dikenal sebagai kunci untuk memahami hampir semua proses
bumi karena analisis stratigrafi menyediakan informasi tentang peristiwa-peristiwa
sepanjang sejarah bumi. Geofisika menyediakan dasar fisika perilaku litosfer tapi
rekaman stratigrafi menyediakan bukti bagaimana cara litosfer berperilaku seiring
dengan waktu.
Sedimentologi hanya ada sebagai cabang ilmu geologi untuk beberapa dekade.
Sedimentologi berkembang karena unsur-unsur stratigrafi fisika menjadi lebih
kuantitatif dan lapis-lapis strata dijelaskan berdasarkan proses fisika, kimia dan biologi
yang membentuknya. Tidak adanya terobosan besar sampai berkembangnya teori
tektonik lempeng. Suatu konsep menginterpretasi batuan dalam proses modern yang
menyokong sedimentologi modern dimulai pada abad 18 dan 19 (present is the key to
the past). Sedimentologi berkembang karena penelitian yang lebih tertuju pada
interpretasi batuan sedimen dan mulai mencakup petrologi sedimen, yang sebelumnya
lebih atau sedikit terpisah dari stratigrafi. Sekarang subjeknya meliputi semua hal dari
analisis sub-mikroskopik butir hingga evolusi paleogeografi seluruh cekungan sedimen.

1.3 Melihat Dunia Hanya dalam Satu Butir Pasir

Ukuran ruang dan waktu dalam sedimentologi dan stratigrafi melibatkan 17


urutan utama (Gambar 1.2). Di satu sisi, perilaku bumi mengelilingi matahari
mengontrol iklim dunia yang mempengaruhi proses sedimen. Di sisi lain, sifat partikel
lempung yang panjangnya mikrometer juga menentukan karakter batuan sedimen.
Skala-waktu stratigrafi adalah keseluruhan sejarah bumi, periodenya 4 milyar tahun,
meskipun begitu peristiwa sedimentasi tunggal dapat terjadi dalam hitungan detik.
Untuk mempertimbangkan semua ini dalam urutan logis, skala-waktu yang besar dan
ruang dapat ditempatkan pertama kali sebagai faktor pengontrol keseluruhan, atau dapat
dimulai dari unsur terkecil dan peristiwa periode-terpendek. Ini tergantung pada pilihan
pribadi dan tiap-tiap pendekatan memiliki keuntungan dan kerugian. Skala yang
berbeda saling berhubungan dan tidaklah mungkin melewati pokok-pokok urutan yang
tegas dari arah manapun.
Pokok awal yang diambil dalam buku ini adalah butir pasir. Unsur terkecil-
partikel pasir, kerakal, mineral lempung, potongan cangkang, filamen alga, endapan
kimia dan penyusun lain yang membuat sedimen-dibahas terlebih dahulu, bersama
dengan proses yang menggerakkan dan mengendapkannya. Kemudian dibahas
lingkungan pengendapan material-material ini, tempat dimana sedimen terakumulasi
membentuk batuan sedimen dan menjadi lapis-lapis stratigrafi. Proses tektonik dan
iklim mengontrol pola-pola skala-besar stratigrafi selama batuan mengisi cekungan
sedimen yang terlihat di saat ini dan dalam batuan di seluruh dunia.
Gambar 1.2 Urutan proses geologi dalam ruang dan waktu.

1.4 Proses dan Produk


Sifat alami material sedimen memiliki keragaman asal usul (origin), ukuran,
bentuk dan komposisi. Partikel seperti butir dan kerakal mungkin berasal dari erosi
batuan yang lebih tua atau langsung disemburkan dari gunungapi. Organisme
membentuk sumber material yang sangat penting, dari filamen mikroba yang mengerak
dengan kalsium karbonat hingga semua atau hancuran cangkang, karang koral, tulang
belulang dan debris tanaman. Dalam beberapa situasi, pengendapan langsung mineral
dari larutan di dalam air juga berkontribusi kepada sedimen.
Pembentukan tubuh sedimen melibatkan transportasi partikel menuju lokasi
pengendapan atau pertumbuhan kimia atau biologi dari material di dalam suatu tempat.
Akumulasi sedimen di dalam suatu tempat dipengaruhi oleh kimiawi, temperatur dan
karakter biologi dari setting tempat tersebut. Proses transportasi yang membawa
material di dalamnya adalah termasuk pergerakan air, udara, es atau aliran massa. Tipe
dan kecepatan media transportasi, dan jumlah dan ukuran material yang dibawa, akan
ditentukan oleh sifat alami sedimen yang kemudian terakumulasi.
Proses transportasi dan pengendapan dapat ditentukan dengan melihat lapisan-
lapisan individu dari sedimen. Ukuran, bentuk dan distribusi partikel semuanya
menyediakan petunjuk bagaimana material terbawa dan terendapkan. Proses juga
melibatkan pembentukan struktur dalam sedimen yang terawetkan dalam batuan.
Struktur sedimen primer seperti riak (ripple) dalam pasir dapat terlihat terbentuknya
saat ini, baik di dalam lingkungan alami maupun dalam tangki laboratorium, dan
kondisi kecepatan aliran dan
Dengan membuat pengamatan batuan sedimen maka memungkinkan membuat
perkiraan kondisi fisika, kimia dan biologi yang ada pada waktu sedimentasi. Kondisi
ini mungkin termasuk salinitas, kedalaman dan kecepatan aliran dalam danau atau air
laut, kekuatan dan arah angin dan rentang pasang-surut (tidal) dalam setting laut
dangkal. Suatu asumsi fundamental dibuat dalam menginterpretasi proses sedimentasi
dari karakter batuan sedimen yang artinya bahwa hukum-hukum proses fisika dan kimia
yang mengaturnya tidak berubah selama waktu itu.

1.5 Lingkungan Sedimen dan Fasies


Lingkungan pada semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi oleh
proses fisika dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah kondisi itu
pada waktu itu. Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat mencirikan
proses-proses ini. Sebagai contoh, lingkungan fluvial (sungai) termasuk saluran
(channel) yang membawa dan mengendapkan material pasiran atau kerikilan di atas bar
di dalam channel (Gambar 1.4). Ketika sungai banjir, air menyebarkan sedimen yang
relatif halus melewati daerah limpah banjir (floodplain) dimana sedimen ini diendapkan
dalam bentuk lapis-lapis tipis. Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh di daerah
floodplain. Dalam satu rangkaian batuan sedimen (Gambar 1.5) channel dapat diwakili
oleh lensa batupasir atau konglomerat yang menunjukkan struktur internal yang
terbentuk oleh pengendapan pada bar channel. Setting floodplain akan diwakili oleh
lapisan tipis batulumpur dan batupasir dengan akar-akar dan bukti-bukti lain berupa
pembentukan tanah.
Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan, istilah
fasies sering digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan yang berciri khusus
yang mencerminkan kondisi terbentuknya (Reading & Levell 1996). Mendeskripsi
fasies suatu sedimen melibatkan dokumentasi semua karakteristik litologi, tekstur,
struktur sedimen dan kandungan fosil yang dapat membantu dalam menentukan proses
pembentukan. Jika cukup tersedia informasi fasies, suatu interpretasi lingkungan
pengendapan dapat dibuat. Lensa batupasir mungkin menunjukkan channel sungai jika
endapan floodplain ditemukan berasosiasi dengannya. Namun bagaimanapun, channel
yang terisi dengan pasir terdapat juga di dalam setting lain, termasuk delta, lingkungan
tidal dan lantai laut dalam. Pengenalan channel yang terbentuk bukanlah dasar yang
cukup untuk menentukan lingkungan pengendapan.

Gambar 1.3 Suatu lingkungan sedimen modern: channel sungai pasiran dan floodplain
bervegetasi (dekat Morondava, di bagian barat Madagascar).
1.6 Lingkungan Sedimen Modern dan Tua

Kombinasi proses fisika, kimia dan biologi yang bekerja dalam setiap tempat
dan setiap waktu adalah hal unik, produk proses-proses ini jenisnya tak terhingga. Dari
sudut pandang ilmu pengetahuan objektif, proses yang menentukan pembentukan
batuan sedimen harus diteliti berurutan untuk menentukan proses fisika yang terdapat di
dalam lingkungan, sifat kimiawi air, dan sebagainya. Untuk tujuan pelatihan kita dapat
mempertimbangkan sejumlah lingkungan prinsip yang memiliki karakterisitk yang
dapat dikenali. Kategori-kategori lingkungan ini terdiri dari anggota-anggota terakhir
dan berada di sepanjang spektrum setting pengendapan. Kemungkinan keberagaman
dari karakter tipikal lingkungan tertentu tidak ada habisnya dan juga mungkin ada
situasi peralihan atau menengah (intermediate) di antara dua setting. Contoh, pada batas
apa sebuah kolam dalam lingkungan floodplain dipertimbangkan sebagai danau?
Bahaya kesalahan interpretasi (pigeon-holing) harus selalu dijaga dalam pikiran kita:
suatu rangkaian batupasir tipis dan lapisan batulumpur mungkin memiliki karakter
umum pengendapan dalam setting laut dalam tapi kehadiran rekahan-rekahan
(dessication crack) dalam batulumpur akan menjadi bukti jelas bahwa singkapan
tersebut adalah singkapan darat (subaerial), tidak konsekuen dengan pembentukan di
dalam air dalam.
Cara untuk membahas lingkungan pengendapan adalah memulainya dari daerah
pegunungan dimana pelapukan dan erosi menghasilkan detritus klastik, dan turun
hingga dasar laut dalam. Karakter lingkungan kontinen, pantai (coastal) dan laut
dangkal diantaranya dipengaruhi oleh suplai detritus klastik, curah hujan, temperatur,
produktivitas biogenik, topografi di darat dan batimetri di laut. Beberapa proses
mungkin sangat umum dalam banyak lingkungan yang berbeda: pengendapan dari
suspensi material berbutir halus membentuk lapis lumpur yang mungkin terdapat di atas
floodplain, di dalam danau, laguna, teluk tersembunyi (sheltered bays), setting paparan
bagian luar dan laut terdalam. Proses-proses yang unik untuk setting tertentu: aliran
bolak-balik (reversal) reguler berkaitan dengan aksi tidal adalah ciri unik lingkungan
laut dangkal dan pantai. Secara umum, kombinasi proses-proses dapat merupakan
karakter tiap-tiap setting pengendapan.
Gambar 1.4 Batuan sedimen yang diinterpretasikan sebagai endapan channel sungai
(lensa batupasir di bawah kaki) yang tergerus hingga batulumpur yang diendapkan di
floodplain (lebih gelap, strata berlapis tipis di bawah dan di sisi lensa batupasir). Batuan
Eosen dekat Roda de Isabena di utara Spanyol.

1.7 Distribusi Geografi Lingkungan dan Fasies


Lingkungan pengendapan dengan jelas memiliki luas lateral yang terbatas. Suatu
sungai dapat menjadi delta dengan kondisi laut dangkal dan laut yang lebih dalam
semakin ke arah lepas pantai (offshore). Di sepanjang garis pantai, mungkin ada pantai
dan mungkin pula ada laguna di belakangnya. Di semua tempat, pada waktunya nanti
akan menjadi tempat terkakumulasinya sedimen, yang mungkin memiliki banyak
kesamaan atau perbedaan di beberapa bagian-bagian bumi yang lain, baik di lingkungan
pengendapan darat maupun laut. Batas antara lingkungan pengendapan mungkin tajam,
seperti tepi beberapa danau, atau bergradasi, dimana kondisinya secara progresif
berubah seiring dengan kedalaman offshore dalam setting laut dangkal. Ada variasi
dalam dimensi dan luas lingkungan ini. Suatu pantai mungkin hanya beberapa meter
lebarnya tapi bentangannya puluhan kilometer di sepanjang garis pantai. Daerah bukit
pasir aeolian di gurun dapat meliputi puluhan hingga ribuan kilometer persegi.
Sedimen yang terendap akan menunjukkan variasi lateral yang mencerminkan
perubahan lingkungan. Contoh, moraine (akumulasi debris batuan yang dibawa oleh
gletser dan berada di depan dan sisi gletser) di hidung gletser akan terdiri dari lumpur,
pasir dan kerikil yang terpilah buruk, tapi sungai es yang mengalir menjauh dari gletser
akan mengendapkan pasir dan kerikil yang terpilah lebih baik. Suatu danau es yang
berada dekatnya kemungkinan merupakan lokasi pengendapan lumpur dan lanau. Oleh
karena itu sedimen yang jelas berbeda ini akan membentuk sub-lingkungan setting es
pada waktu yang sama dan hanya terpisah beberapa meter hingga kilometer. Dalam
rekaman stratigrafi, perbedaan sedimen ini akan terdapat berdampingan: suatu
konglomerat lumpuran, pasiran terbentuk oleh moraine, lensa dan lapisan batupasir dan
kongomerat diendapkan oleh sungai, dan laminasi batulumpur dan batulanau yang
terakumulasi di dalam danau. Oleh karena itu rekonstruksi lingkungan purba
(paleoenvironment) dapat juga termasuk distribusi geografi setting lingkungan
pengendapan yang berbeda-beda.

1.8 Perubahan Lingkungan dan Fasies Seiring dengan Waktu

Permukaan bumi ini dinamis pada semua skala ruang dan waktu. Bentanglahan
(landscape) terus-menerus dimodifikasi oleh batuan yang tererosi dari satu tempat dan
bergerak ke tempat lain oleh gravitasi, air, angin dan es. Semakin lama gunung-gunung
akan tergerus rata dan lautan terisi sedimen. Gunung-gunung baru diciptakan oleh
pergerakan lempeng tektonik di seluruh permukaan planet, dan gerakan lempeng-
lempeng ini menghasilkan daerah baru untuk terakumulasinya sedimen. Proses-proses
ini telah berlangsung ribuan juta tahun. Potongan-potongan kerak bergerak di
permukaan bola bumi dan membawa lingkungan pengendapan bersamanya,
memodifikasi lingkungan pengendapan dan terkadang mengubahnya menjadi daerah
pengangkatan (uplift) dan erosi. Lempeng-lempeng ini bergerak melewati jalur iklim
yang berbeda-beda karena lempeng ini bergerak, dan iklim dunia berubah dalam periode
yang pendek dan panjang.
Oleh karena itu lingkungan pengendapan selalu terus berubah, meskipun tingkat
perubahan terhadap waktu mungkin cukup lambat untuk memperkenankan kondisi agar
tetap selama jutaan tahun. Suatu daerah sedimentasi kontinen di dalam channel sungai,
daerah limpah banjir (overbank) dan danau dapat terbanjiri oleh laut dan menjadi daerah
sedimentasi laut dangkal. Daerah laut dangkal hangat tropis dengan karang koral
mungkin terangkat, tererosi dan ditutupi oleh pasir gurun. Percepatan pembentukan
lapisan es selama periode iklim dingin dapat mengubah rawa pantai bervegetasi menjadi
daerah moraine es. Perubahan lingkungan pengendapan disebabkan oleh proses tektonik
dan iklim yang terekam dalam fasies sedimen batuan. Sedimen terakumulasi dan batuan
terbentuk di dalam lingkungan yang berbeda-beda, menumpuk di atas yang lain,
memberikan rekaman stratigrafi mengenai perubahan-perubahan di dalam lingkungan
ini (Gambar 1.5).

1.9 Rekaman Stratigrafi dan Waktu Geologi

Untuk meraih objektivitas dalam menginterpretasi batuan sedimen ke dalam


dinamika bumi diperlukan kerangka kerja waktu. Kita perlu tahu apa yang terjadi pada
hal-hal tertentu dalam urutan waktu untuk merekonstruksi paleoenvironment dan
paleogeografi. Oleh karena itu diperlukan korelasi batuan yang akan menjelaskan
kepada kita batuan mana yang terbentuk pada waktu yang sama. Urutan-urutan
peristiwa yang terjadi menjelaskan kepada kita bagaimana kondisi dalam suatu daerah
berubah, jadi kita perlu menentukan umur relatif unit-unit batuan yang berbeda, yang
mana yang lebih tua dan yang mana yang lebih muda. Untuk mengetahui tingkat proses
geologi yang bekerja di masa lampau, diperlukan beberapa penanggalan (dating) yang
akan memberikan kita kerangka kerja waktu dalam skala tahunan.
Umur relatif batuan dapat ditentukan oleh hubungan stratigrafi yang sederhana.
Contoh, rangkaian perlapisan yang tidak terdeformasi, lapisan bagian atas lebih muda
daripada lapisan di bawahnya. Di dalam lapisan-lapisan ini terdapat perubahan
kandungan fosil yang dapat diamati. Bentuk organisme berubah seiring waktu, oleh
karena itu tipe-tipe fosil tertentu merupakan karakteristik periode tertentu pula dalam
sejarah bumi. Kita dapat menggunakan kehadiran atau ketiadaan fosil untuk menaruh
batuan dalam urutan stratigrafi. Batuan yang mengandung karakteristik fosil yang sama
dapat dipertimbangkan kira-kira berumur sama. Dalam beberapa keadaan tingkat
peluruhan radioaktif unsur isotop dalam batuan dapat digunakan untuk menghitung
umur isotop untuk batuan. Kombinasi teknik stratigrafi yang berbeda-beda telah
digunakan untuk merekonstruksi kolom statigrafi semua batuan dan peristiwa-peristiwa
dapat dihubungkan dan skala waktu geologi absolut untuk tiap-tiap peristiwa dapat
tersedia.

1.10 Sejarah Bumi, Tektonik Global, Iklim dan Evolusi

Stratigrafi menyediakan rekaman sejarah bumi dan dengan itu banyak bukti-
bukti bagaimana planet bekerja sebagai unit fisika, kimia dan biologi. Rangkaian batuan
sedimen menunjukkan bagaimana daerah akumulasi (cekungan sedimen) terbentuk dan
terisi. Rekaman ini dapat diinterpretasikan sebagai akibat perilaku litosfer ketika
mengalami gaya peregangan (extensional) dan tekanan (compressional) tektonik
lempeng. Besar dan tingkat proses tektonik dapat ditentukan dari rekaman stratigrafi.
Pengamatan geofisika dan interpretasi struktur litosfer, dan aktivitas volkanik dan
seismik pada batas lempeng, telah
dimengerti sebagai dinamika tektonik lempeng, tapi rekaman stratigrafi telah
menyediakan kerangka kerja waktu untuk memahami bagaimana bumi bekerja.
Gambar 1.5 Suatu rangkaian batuan sedimen yang diiterpretasikan ke dalam proses dan
lingkungan pengendapan.

Sebagai tambahan untuk rekaman sejarah tektonik, batuan sedimen mengandung


informasi tentang perubahan iklim lokal dan global sepanjang waktu geologi. Beberapa
lingkungan sedimen sangat sensitif terhadap iklim, khususnya temperatur dan curah
hujan. Contoh, karang koral dipercaya hanya tumbuh subur di dalam laut yang relatif
dangkal dan hangat dan akumulasi mineral evaporit hanya terbentuk di dalam tempat
dimana tingkat penguapan melebihi tingkat curah hujan. Petunjuk yang tidak langsung
fluktuasi iklim datang dari rekaman bukti perubahan muka air laut yang ada di dalam
batuan sedimen. Salah satu penyebab kenaikan muka air laut adalah mencairnya tudung
es kontinen kutub yang terjadi ketika temperatur global mengalami kenaikan. Di dalam
kasus ini rekaman stratigrafi tidak hanya menjelaskan tentang peristiwa masa lampau
tapi juga petunjuk tentang masa depan ketika iklim global berubah.
Fosil dalam batuan sedimen adalah rekaman kehidupan lampau di atas bumi. Fosil ini
menyediakan bukti prubahan dalam bentuk kehidupan seiring waktu dan dari sini
diperoleh banyak informasi teori proses evolusi yang mendasarinya. Rekaman sangatlah
tidak lengkap, tapi kecenderungan umum telah jelas dan peristiwa pembentukan spesies
baru (speciation) dan kepunahan didokumentasi oleh muncul dan hilangnya fosil
spesies, genus dan famili tertentu. Perdebatan tentang penyebab kepunahan kelompok-
kelompok besar seperti dinosaurus semuanya berdasarkan interpretasi bukti fisika,
kimia dan biologi yang ditemukan dalam rekaman stratigrafi.
BAB II
Sedimen Klastik Terrigenous : Kerikil, Pasir dan Lumpur
(Terrigenous clastic sediments : gravel, sand and mud)

Empat kelompok utama batuan dapat dikenali berdasarkan komposisinya;


sedimen klastik terrigenous, sedimen karbonat, endapan evaporasi, dan volkaniklastik.
Komposisi umum dan khusus menentukan sifat sedimen dan karakter batuan sedimen
yang terbentuk. Skema klasifikasi, penamaan, dan deskripsi telah dikembangkan untuk
mengategorikan sedimen dan batuan sedimen melalui ciri-ciri material tertentu.
Deskripsi sedimen dan batuan sedimen termasuk memperkirakan asal mineral dan
penyusun biogenik. Analisis kuantitatif berupa ukuran butir, bentuk, dan distribusi
partikel. Deskripsi litologi dapat dibuat dari material yang lepas atau hand specimen dan
dilengkapi oleh analisis petrografi dengan menggunakan mikroskop. Beberapa
informasi tentang proses dan kondisi pengendapan dapat diperoleh melalui penelitian
sedimen dan batuan serta dengan tambahan data dari lapangan dan data bawah
permukaan. Bab ini membahas sedimen klastik terrigenous (kerikil, pasir, dan lumpur)
dan litifikasinya; tersusun oleh mineral dan fragmen batuan yang berasal dari pelapukan
dan erosi batuan yang lebih tua.

2.1 Komponen Sedimen dan Batuan Sedimen


Sedimen dan batuan sedimen dapat diklasifikasikan berdasarkan penyusunnya
atau asal usul terbentuknya, atau kombinasi keduanya. Pembagian batuan sedimen ada
di bawah ini (Gambar 2.1).

Material Klastik Terrigenous


Material berasal dari partikel atau klastik batuan yang lebih tua. Klastik ini
adalah detritus erosi dari batuan induk dan umumnya tersusun oleh mineral silikat ;
istilah sedimen detrital dan sedimen siliciklastik juga digunakan untuk material ini.
Ukuran klastik mulai dari partikel lempung (mikrometer) hingga bongkah (meter).
Batupasir dan konglomerat menyusun sebanyak 20% - 25% batuan sedimen dalam
rekaman stratigrafi dan batulumpur menyusun 60% dari jumlah total.

Karbonat
Berdasarkan definisi, batugamping adalah batuan sedimen yang mengandung
lebih dari 50% kalsium karbonat (CaCO3). Di lingkungan alam, bagian keras organisme,
khususnya invertebrata seperti moluska, adalah sumber utama kalsium karbonat.
Batugamping menyusun 10% - 15% batuan sedimen dalam rekaman stratigrafi.

Evaporasi
Evaporasi adalah endapan yang terbentuk oleh pengendapan garam-garam dari
air melalui proses penguapan.

Sedimen Volkaniklastik
Hasil dari erupsi volkanik atau hasil dari lapukan batuan volkanik.

Sedimen Lainnya
Sedimen dan batuan sedimen lainnya adalah ironstone, sedimen fosfat, endapan
organik (batubara dan serpih minyak), rijang (chert) (batuan sedimen silikaan). Volume
ini semua hanya 5 % dari rekaman stratigrafi, tapi beberapa memiliki nilai ekonomi.
Sebagaimana dengan kebanyakan sistem klasifikasi, ada tumpang tindih dan
daerah abu-abu pada skema ini. Beberapa lapisan batugamping terbentuk dari
pengendapan kimiawi kalsium karbonat selama proses penguapan, dan dapat disebut
endapan evaporit. Pada kasus lain ada penamaan yang tidak masuk akal ; batuan yang
mengandung 51% butir pasir kuarsa dan 49% fragmen karbonatan diistilahkan batupasir
karbonatan : dengan
perbandingan yang sebaliknya (49% butir pasir kuarsa dan 51% fragmen karbonatan)
disebut batugamping pasiran.
2.2 Klasifikasi dan Penamaan Sedimen dan Batuan Sedimen Klastik Terrigenous

Sedimen klastik terrigenous adalah kumpulan (aggregate) lepas dari material


klastik yang menjadi batuan sedimen klastik terrigenous bila material terlitifikasi
(litifikasi adalah proses pembentukan batuan) (7.21). Lumpur, lanau, dan pasir adalah
aggregate lepas ; tambahan imbuhan batu- (batulumpur, batulanau, batupasir)
menandakan bahwa material telah terlitifikasi dan telah menjadi batuan padat. Material
kerikil lepas dinamakan menurut ukurannya seperti butiran (granule), kerakal (pebble),
berangkal (cobble), dan bongkah (boulder) yang dapat terlitifikasi menjadi konglomerat
(terkadang ditambahkan ukurannya, contoh konglomerat kerakal / pebble
conglomerate).

2.2.1 Sedimen dan Batuan Sedimen Klastik Terrigenous


Pembagian berdasarkan ukuran butir digunakan sebagai awal untuk
mengklasifikasikan dan menamakan sedimen dan batuan sedimen klastik terrigenous ;
kerikil dan konglomerat tersusun oleh klastik berdiameter lebih dari 2 mm, butir
berukuran pasir antara 2 mm sampai 1/16 mm (63 m) ; lumpur (termasuk lempung dan
lanau) terdiri dari partikel berdiameter kurang dari 63 m. Ada beberapa jenis skema
dan pembagian kategori, tetapi sedimentologist cenderung menggunakan Skala
Wentworth (Gambar 2.2) untuk menentukan dan menamakan endapan klastik
terrigenous.

2.2.2 Skala Ukuran Butir Udden Wentworth


Dikenal umum dengan nama Skala Wentworth, skema ini digunakan untuk
klasifikasi materi partikel aggregate ( Udden 1914, Wentworth 1922). Pembagian skala
dibuat berdasarkan faktor 2 ; contoh butiran pasir sedang berdiameter 0,25 mm 0,5
mm, pasir sangat kasar 1 mm 2 mm, dan seterusnya. Skala ini dipilih karena
pembagian menampilkan pencerminan distribusi alami partikel sedimen ; sederhananya,
blok besar hancur menjadi dua bagian, dan seterusnya.
Empat pembagian dasar yang dikenalkan :
1. lempung (< 4 m)
2. lanau (4 m 63 m)
3. pasir (63 m 2 mm)
4. kerikil / aggregate (> 2 mm)
Skala phi adalah angka perwakilan pada skala Wentworth. Huruf Yunani (phi)
sering digunakan sebagai satuan skala ini. Dengan menggunakan logaritma 2, ukuran
butir dapat ditunjukkan pada skala phi sebagai berikut :
= - log 2 (diameter butir dalam mm)
Tanda negatif digunakan karena biasa digunakan untuk mewakili ukuran butir pada
grafik, bahwa ukuran butir semakin menurun dari kanan ke kiri. Dengan menggunakan
rumus ini, butir yang berdiameter 1 mm adalah 0; 2mm adalah -1, 4 mm adalah
-2, dan seterusnya; ukuran butir yang semakin menurun, 0,5 mm adalah +1, 0,25
mm adalah 2, dan seterusnya.

Gambar 2.2 Klasifikasi ukuran butir skala Udden-Wentworth


2.3 Kerikil dan Konglomerat
Klastik berdiameter lebih dari 2 mm dibagi menjadi butiran, kerakal, berangkal,
dan bongkah (Gambar 2.2). Nama yang diberikan untuk kerikil yang terkonsolidasi
tergantung pada ukuran butir yang dominan ; contoh, jika kebanyakan klastik
berdiameter antara 64 mm hingga 256 mm, batuannya disebut konglomerat berangkal
(cobble conglomerate). Istilah breksi umumnya digunakan untuk konglomerat yang
tersusun oleh klastik yang bentuknya menyudut (2.6). Pada beberapa keadaan perlu
dijelaskan bahwa suatu endapan adalah breksi sedimen atau breksi tektonik yang
terbentuk oleh fragmentasi batuan dalam zona sesar akibat gesekan (friction) antara
tubuh batuan yang bergerak. Campuran klastik membundar dan menyudut terkadang
diistilahkan breksi-konglomerat. Terkadang kata benda rudite dan kata sifat ruditan
digunakan; istilah ini sinonim dengan konglomerat dan konglomeratan.

2.3.1 Komposisi Kerikil dan Konglomerat


Deskripsi selanjutnya kerikil dan konglomerat dapat dilihat dari kehadiran
klastik yang ada. Jika semua klastik adalah material yang sama (contoh, granit
semuanya), konglomerat disebut monomik. Konglomerat polimik mengandung klastik
dari berbagai litologi yang berbeda, dan terkadang diistilahkan oligomik jika hanya
terdapat dua atau tiga jenis klastik.
Hampir semua litologi mungkin ditemukan sebagai klastik pada kerikil dan
konglomerat. Litologi yang resistan adalah yang tahan terhadap pelapukan fisika dan
kimia, memiliki peluang besar terdapat sebagai klastik dalam konglomerat. Faktor yang
mengontrol resistansi tipe batuan termasuk mineral yang ada dan kemampuannya
menghadapi pelapukan fisika dan kimia dalam lingkungan. Beberapa batupasir hancur
menjadi fragmen berukuran pasir ketika tererosi karena butiran-butiran ini memiliki
ikatan yang lemah untuk tetap bersatu. Faktor terpenting yang mengontrol jenis klastik
yang ditemukan adalah batuan induk yang tererosi dalam daerah sumber. Kerikil akan
tersusun oleh klastik batugamping jika daerah sumber hanya tersusun oleh
batugamping. Dengan mengetahui jenis klastik dapat ditentukan sumber (atau asal : 5.5)
batuan sedimen konglomeratan.
2.3.2 Tekstur Konglomerat
Lapisan konglomerat jarang tersusun sepenuhnya oleh material berukuran
kerikil. di antara butiran, kerakal, berangkal ,dan bongkah akan sering hadir pasir sangat
halus dan/atau lumpur : material yang lebih halus di antara klastik besar adalah matriks.
Jika matriks berjumlah besar (> 20 %), batuan disebut konglomerat pasiran atau
konglomerat lumpuran, tergantung pada ukuran butir matriks (Gambar 2.3).
Konglomerat intraformasional tersusun dari klastik yang materialnya sama dengan
matriksnya dan terbentuk sebagai hasil tersedimentasikan kembali (reworked) yang
kemudian terlitifikasi setelah pengendapan.
Proporsi kehadiran matriks adalah faktor penting dalam tekstur batuan sedimen
konglomeratan susunan ukuran butir yang berbeda di dalamnya (2.6). Perbedaan yang
umum adalah konglomerat yang clast-supported (maksudnya klastik saling bersentuhan
dengan yang lainnya di seluruh batuan) dan yang matrix-supported (klastik dikelilingi
oleh matriks). Istilah ortokonglomerat terkadang digunakan untuk menunjukkan bahwa
batuan itu clast-supported, dan parakonglomerat untuk tekstur matrix-supported.
Tekstur ini penting untuk menentukan model transportasi dan pengendapan konglomerat
(contoh, pada kipas aluvial : 8.4).
Susunan ukuran klastik dalam konglomerat juga penting dalam interpretasi
proses pengendapan. Dalam aliran air, kerakal lebih mudah bergerak daripada berangkal
dan bongkah. Endapan yang tersusun dari bongkah yang ditutupi oleh berangkal dan
kerakal dapat diinterpretasikan bahwa terbentuk dari aliran yang kecepatannya semakin
menurun. Interpretasi ini adalah salah satu teknik dalam menentukan proses transportasi
dan pengendapan batuan sedimen (4.2).
Gambar 2.3 Tata nama
yang digunakan untuk
sedimen dan batuan
sedimen campuran
klastik terrigenous

2.3.3 Bentuk Klastik


Bentuk klastik dalam kerikil
dan konglomerat ditentukan
oleh sifat pecahan batuan
induk dan sejarah transportasinya (lihat kebundaran dan kebolaan klastik : 2.6). Batuan
yang bidang pecahnya pada semua arah membentuk kubus atau blok yang sama yang
akan membentuk klastik spherical (seperti bola) ketika tepinya terbundarkan (Gambar
2.4). Batuan induk yang hancur, seperti batugamping dan batupasir yang berlapis baik,
membentuk klastik dengan satu sumbu lebih pendek dari dua sumbu lainnya (Krumbein
& Sloss 1951). Diistilahkan bentuk oblate atau piringan (discoid). Bentuk klastik balok
(rod) atau prolate tidak umum, umumnya terbentuk dari batuan metamorf dengan kemas
linear yang kuat.
Ketika klastik discoid bergerak dalam aliran air akan terorientasi dan tertumpuk,
dikenal dengan istilah imbrikasi (Gambar 2.5). Tumpukan ini tersusun dalam pola yang
paling stabil dalam aliran, dengan kemiringan klastik discoid ke arah hulu. Pada
orientasi ini, air dapat mengalir dengan sangat mudah melewati sisi hulu klastik. Ketika
orientasi kemiringan ke arah hilir, aliran pada tepi klastik menyebabkannya terorientasi
kembali. Arah imbrikasi discoid kerakal dalam konglomerat dapat digunakan untuk
menunjukkan arah aliran yang mengendapkan kerikil.
Gambar 2.4 Bentuk-bentuk klastik dapat dibagi ke dalam empat anggota:
equant/spheroid, rod, disc dan blade. Bentuk klastik equant dan disc adalah bentuk yang
paling umum. (menurut Tucker 1991).

Gambar 2.5 Imbrikasi yang dihasilkan oleh reorientasi kerakal dalam alsuatu aliran
(arah aliran dari kiri ke kanan).

2.4 Pasir dan Batupasir


Pasir didefinisikan sebagai sedimen yang mengandung butiran berukuran antara
63 m hingga 2mm. Rentang ukuran ini dibagi ke dalam lima interval : sangat halus,
halus, sedang, kasar, dan sangat kasar (Gambar 2.2). Perlu dicatat bahwa penamaan ini
hanya berdasarkan ukuran partikel. Meskipun banyak batupasir mengandung kuarsa,
istilah batupasir tidak berimplikasi pada jumlah kehadiran kuarsa dalam batuan, dan
beberapa batupasir tidak mengandung butir kuarsa sama sekali. Sama dengan arenite,
yaitu batupasir dengan matriks kurang dari 15% tidak berimplikasi terhadap komposisi
klastik apapun.
2.4.1 Komposisi Batupasir
Butir pasir terbentuk oleh hancuran batuan tua oleh proses pelapukan dan erosi
(6.3, 6.6), dan dari material yang terbentuk di dalam lingkungan transportasi dan
pengendapan. Hasil lapukan terbagi ke dalam dua kategori : butir mineral detrital,
tererosi dari batuan yang lebih tua, dan sedimen-sedimen berukuran pasir dari batuan
atau fragmen batuan. Butiran yang terbentuk di dalam lingkungan pengendapan
umumnya berasal dari biogenik bagian dari tanaman atau hewan tapi ada beberapa
yang terbentuk dari reaksi kimia.
2.4.2 Butiran Mineral Detrital
Sangat banyak mineral yang berbeda yang terdapat dalam pasir dan batupasir, dan
hanya yang paling umum yang akan dijelaskan di sini.

Kuarsa
Kuarsa adalah mineral paling umum yang ditemukan sebagai butiran dalam
batupasir dan batulanau. Sebagai mineral primer, kuarsa adalah penyusun utama batuan
granitik, terdapat dalam beberapa batuan beku berkomposisi menengah (intermediate)
dan tidak ada pada tipe batuan beku basa. Batuan metamorf seperti gneiss terbentuk dari
material granitik, dan banyak batuan metasedimen berbutir kasar mengandung proporsi
kuarsa yang tinggi. Kuarsa adalah mineral sangat stabil yang tahan terhadap pelapukan
kimia di permukaan bumi. Butiran kuarsa dapat hancur dan terabrasi selama
transportasi, tapi dengan kekerasan 7 pada skala Mohs, butir kuarsa masih tersisa
setelah transportasi yang panjang dan lama. Dalam sampel hand specimen butiran
kuarsa menunjukkan sedikit variasi: jenis yang berwarna seperti smoky atau milky
quartz dan amethyst terdapat juga tetapi kebanyakan kuarsa terlihat sebagai butir
bening.

Feldspar
Kebanyakan batuan beku mengandung feldspar sebagai komponen utama.
Feldspar sangat umum dan keluar dalam jumlah yang besar ketika granit, andesit, dan
gabro, beberapa sekis dan gneiss terlapukkan. Namun feldspar terubah secara kimia
selama pelapukan dan menjadi lebih halus daripada kuarsa, cenderung terubah
(alteration) dan hancur selama transportasi. Feldspar hanya umum ditemukan dalam
keadaan dimana pelapukan kimia batuan induk tidak terlalu hebat dan jarak transportasi
ke lokasi pengendapan relatif pendek. K-Feldspar lebih umum sebagai butiran detrital
daripada jenis natrium (Na) dan kaya kalsium karena secara kimia lebih stabil ketika
mengalami pelapukan (6.7.4).

Mika
Dua mineral mika yang paling umum adalah biotit dan muskovit, relatif
berlimpah sebagai butiran detrital dalam batupasir, meskipun muskovit lebih tahan
terhadap pelapukan. Mineral ini berasal dari batuan beku berkomposisi granitik sampai
intermediate dan dari sekis dan gneiss dimana mineral ini terbentuk sebagai mineral
metamorf. Bentuk lempengan (platy) butir mika membuat mereka terlihat berbeda
dalam hand specimen dan di bawah mikroskop. Mika cenderung terkonsentrasi
terkumpul pada bidang lapisan dan sering memiliki daerah permukaan lebih luas
daripada butir detrital lain dalam sedimen. Hal ini dikarenakan butir platy memiliki
kecepatan pengendapan lebih rendah daripada butir mineral berbentuk kotak dengan
massa dan volume yang sama (4.2.5), jadi mika bersuspensi lebih lama daripada butiran
kuarsa atau feldspar yang bermassa sama.

Mineral Berat
Mineral yang umum ditemukan dalam pasir memiliki berat jenis sekitar 2,6
sampai 2,7 gr/cm3; contoh kuarsa memiliki berat jenis 2,65 gr/cm3. Kebanyakan
batupasir mengandung sejumlah kecil, umumnya kurang dari 1% mineral yang memiliki
berat jenis besar. Mineral ini memiliki berat jenis lebih dari 2,85 gr/cm 3 dan secara
tradisional dapat dipisahkan dengan mineral lainnya dengan menggunakan cairan;
mineral umum akan mengambang dan mineral berat akan tenggelam. Mineral ini jarang
terlihat dalam hand specimen dan terlihat pada sayatan tipis batupasir. Biasanya dapat
diteliti setelah dikonsentrasikan dengan teknik pemisahan dengan cairan. Alasan untuk
mempelajarinya adalah karena mineral ini dapat menjadi ciri khas daerah sumber
tertentu dan berharga dalam mempelajari sumber detritus (5.5). Mineral berat yang
umum adalah zircon, turmalin, rutil, apatit, garnet, dan sejumlah mineral asesori batuan
beku dan metamorf.

Mineral Lain
Mineral lain jarang terdapat dalam jumlah yang besar pada batupasir.
Kebanyakan mineral umum dalam batuan beku silikat (contoh: olivin, piroksen, dan
amfibol) hancur oleh pelapukan kimia. Oksida besi relatif berlimpah. Konsentrasi lokal
mineral tertentu mungkin didapatkan jika berada dekat dengan sumber.

2.4.3 Fragmen Batuan


Lapukan batuan yang telah ada sebelumnya, batuan beku, sedimen, dan
metamorf menghasilkan fragmen berukuran pasir. Fragmen batuan berukuran pasir
hanya ditemukan pada batuan berbutir halus sampai sedang karena kristal mineral dan
butir tipe batuan kasar memiliki ukuran pasir yang kasar. Penentuan litologi fragmen
batuan ini biasanya memerlukan sayatan tipis untuk mengidentifikasi mineralogi dan
kemasnya (3.9).
Batuan beku seperti basal dan ryolit mudah terubah secara kimia di permukaan
bumi dan hanya umum ditemukan dalam pasir yang terbentuk dekat dengan sumber
material volkanik. Pantai di sekitar kepulauan volkanik seperti Hawai berwarna hitam,
hampir keseluruhannya terbuat dari butir batuan basal. Batupasir yang berkomposisi
seperti ini jarang dalam rekaman stratigrafi, tapi butir tipe batuan volkanik umum dalam
sedimen yang diendapkan dalam cekungan yang berhubungan dengan busur volkanik
atau volkanisme rift (Bab 23).
Fragmen sekis dan pelitik (berbutir halus) dari batuan metamorf dapat dikenali
di bawah mikroskop dengan kelurusan kemas yang kuat yang dimiliki litologi ini;
tekanan selama metamorfisme menghasilkan butiran mineral terorientasi kembali atau
tumbuh dalam kelurusan yang tegak lurus terhadap gaya stress lapangan. Mika jelas
menunjukkan kemas ini, tapi kristal kuarsa dalam batuan metamorf juga menampilkan
kelurusan yang kuat. Batuan yang terbentuk oleh metamorfisme batuan kaya kuarsa
lapuk menjadi butiran yang relatif tahan dan terdapat dalam batupasir.
Fragmen batuan dari batuan sedimen dihasilkan ketika strata yang lebih tua
terangkat, terlapukkan, dan tererosi. Butiran pasir dapat reworked oleh proses ini dan
butir-butir individu ini dapat mengalami sejumlah siklus erosi dan pengendapan kembali
(6.6). Litologi batulumpur mungkin hancur menjadi butiran berukuran pasir, meskipun
ketahanannya terhadap pelapukan selanjutnya selama transportasi bergantung sekali
pada derajat kekerasan batulumpur (17.2). Potongan-potongan batugamping biasanya
ditemukan sebagai fragmen batuan dalam batupasir meskipun batuan sebagian besar
tersusun oleh butiran karbonatan, akan diklasifikasikan sebagai batugamping (3.1).
Salah satu litologi paling umum yang terlihat sebagai butir pasir adalah rijang (3.4)
yang merupakan silika, material yang resistan.

2.4.4 Partikel Biogenik


Potongan kecil kalsium karbonat ditemukan dalam batupasir, umumnya berupa
hancuran cangkang moluska dan organisme lain yang memiliki bagian keras yang
karbonatan. Diendapkan dalam lingkungan laut dangkal dimana organisme ini lebih
berlimpah. Jika fragmen karbonatan menyusun 50% dari sampel besar (bulk) batuan
maka dianggap sebagai batugamping (lingkungan dan kejadian fragmen biogenik
karbonatan dideskripsikan dalam bab selanjutnya: 3.1.2). Fragmen tulang dan gigi
mungkin ditemukan dalam batupasir dari berbagai jenis lingkungan tapi umumnya
jarang. Kayu, benih dan bagian lain tanaman darat mungkin ada dalam endapan
batupasir dalam lingkungan kontinen dan laut.

2.4.5 Mineral Authigenic


Mineral yang kristalnya tumbuh dalam lingkungan pengendapan disebut mineral
authigenic. Mineral ini berbeda dengan semua mineral yang terbentuk dari proses
batuan beku atau metamorf dan selanjutnya tersedimenkan ke dalam lingkungan
sedimen. Banyak mineral karbonat terbentuk secara authigenic, dan mineral lain yang
penting yang terbentuk dengan cara ini adalah glaukonit, silikat besi berwarna hijau
yang terbentuk dalam lingkungan laut dangkal. Glaukonit adalah petunjuk penting
limgkungan pengendapan (11.6.1). Glaukonit terbentuk ketika kecepatan sedimen
lambat, dan berguna dalam analisis stratigrafi (21.2.4), dan karena terbentuk dalam
lingkungan pengendapan, penanggalan radiometri dari kristal glaukonit dapat digunakan
untuk menentukan umur endapan (20.1).

2.4.6 Ketahanan Mineral dan Klastik


Ketahanan butiran diukur dari kecenderungannya untuk menyisakan bagian yang
tidak terubah selama erosi, transportasi, dan pengendapan. Mineral seperti kuarsa dan
fragmen batuan rijang memiliki ketahanan karena sedikit dipengaruhi oleh proses fisika
dan kimia di permukaan bumi. Feldspar, mika, dan mineral silikat pembentuk batuan
lainnya, dan fragmen batuan cenderung hancur dan tidak resisten.

2.4.7 Penamaan Batupasir dan Klasifikasinya


Deskripsi batupasir meliputi beberapa informasi mengenai tipe butiran yang ada.
Nama informal seperti batupasir mikaan digunakan ketika batuan mengandung
mineral dalam jumlah tertentu, dalam hal ini mika dalam jumlah yang besar. Istilah
seperti batupasir karbonatan dan ferruginous sandstone dapat juga digunakan untuk
menunjukkan komposisi kimia tertentu, dalam hal ini adalah kalsium karbonat dan besi.
Nama-nama ini untuk batupasir sangat berguna dan dianjurkan untuk deskripsi lapangan
dan hand specimen, tapi bila telah menggunakan analisis petrografi yang lengkap,
digunakan nama formal. Biasanya skema klasifikasi Pettijohn (1975) (Gambar 2.6).
Klasifikasi batupasir Pettijohn mengkombinasikan kriteria tekstur (proporsi
matriks lumpuran / muddy matrix) dengan kriteria komposisi (persentase tiga
komponen utama batupasir; kuarsa, feldspar, dan fragmen batuan). Segitiga QFL umum
digunakan dalam sedimentologi klastik. Untuk menggunakan skema ini pada klasifikasi
batupasir, proporsi relatif kuarsa, feldspar, dan fragmen harus ditentukan terlebih dahulu
dengan perkiraan visual atau menghitungnya di bawah mikroskop: komponen lain
seperti mika dan fragmen biogenik tidak diperhitungkan. Dimensi ketiga diagram
klasifikasi digunakan untuk menampilkan tekstur batuan, proporsi relatif klastik dan
matriks.
Dalam batupasir, matriksnya adalah material lanau dan lempung yang
terendapkan bersama dengan butiran pasir. Tahap selanjutnya adalah menghitung
jumlah matriks lumpuran: jika jumlah matriks yang ada kurang dari 15%, batuan
disebut arenite; antara 15% sampai 75% disebut wacke, dan jika volume batuan banyak
tersusun oleh matriks berbutir halus maka diklasifikasikan sebagai batulumpur
(mudstone) (2.5).
Kuarsa adalah tipe butiran paling umum dalam kebanyakan batupasir, jadi
klasifikasi ini mengutamakan kehadiran butiran lain. Hanya 25% feldspar yang
diperlukan dalam batuan agar bisa disebut feldspathic arenite, arkosic arenite atau
arkose (ketiga istilah ini dapat digunakan bila batupasir kaya butiran feldspar). 25%
fragmen batuan dalam batupasir disebut lithic arenite. Lebih dari 95% kuarsa harus ada
dalam batuan agar dapat diklasifikasikan sebagai kuarsa arenite; batupasir dengan
persentase sedang dari butiran feldspar atau fragmen batuan disebut subarkosic arenite
dan sublithic arenite. Wacke juga dibagi ke dalam kuarsa wacke, feldspathic (arkosic)
wacke dan lithic wacke, tapi tanpa subdivisi. Jika tipe butir selain daripada tiga
komponen utama hadir dalam kuantitas penting (sedikitnya 5% atau 10%), kata
imbuhan digunakan seperti kuarsa arenite mikaan: catatan bahwa contoh batuan ini
tidak mengandung 95% butiran kuarsa sebagai proporsi semua butir yang ada, tapi 95%
dari jumlah kuarsa, feldspar, dan fragmen batuan ketika dijumlahkan bersama.
Istilah greywacke terkadang digunakan untuk batupasir yang mungkin juga disebut
feldspathic atau lithic wacke. Greywacke adalah campuran fragmen batuan, kuarsa, dan
butiran feldspar dengan matriks berukuran lempung dan lanau.

Gambar 2.6 Klasifikasi Pettijohn batupasir,sering disebut sebagai Tobleron plot.


(menurut Pettikohn 1975).
2.5 Lempung, Lanau, dan Batulumpur
Batuan sedimen klastik terrigenous berbutir halus cenderung menerima
perhatian yang lebih kecil daripada kelompok endapan lain walaupun fakta bahwa
jumlahnya paling umum dalam semua tipe batuan sedimen. Ukuran butir umumnya
terlalu kecil bagi teknik optik, dan sampai mikroskop elektron (SEM) dan analisis
difraksi sinar X dikembangkan (2.5.4) diketahui sedikit tentang penyusun sedimen ini.
Di lapangan, batulumpur tidak sering menunjukkan struktur sedimen dan biogenik yang
jelas seperti terlihat dalam batuan klastik yang lebih kasar dan batugamping. Singkapan
umumnya sedikit karena tidak membentuk tebing yang curam, dan tanahnya menunjang
pertumbuhan vegetasi yang menutupi singkapan. Kelompok sedimen ini cenderung
untuk tidak terlihat, sebagaimana akan kita lihat dalam bab selanjutnya mengenai
lingkungan pengendapan dan stratigrafi, sedimen ini dapat menyediakan informasi
sebanyak tipe batuan sedimen lainnya.

2.5.1 Pengertian Istilah-Istilah dalam Batulumpur


Lempung adalah istilah tekstur untuk mendefinisikan partikel sedimen klastik
berukuran sangat halus, berdiameter kurang dari 4 m. Partikel individu tidak terlihat
dengan mata telanjang dan hanya dapat dilihat dengan mikroskop optik berkekuatan
tinggi. Mineral lempung adalah kelompok mineral filosilikat (phyllosilicate) yang
penyusun utamanya berukuran lempung. Lanau adalah nama yang diberikan untuk
material yang terdiri dari partikel berdiameter 4 m sampai 62 m (Gambar 2.2).
Rentang ukuran ini dibagi ke dalam kasar, sedang, halus, sangat halus. Butiran kasar
lanau dapat terlihat dengan mata telanjang atau dengan lup. Lanau halus dibedakan dari
lempung dengan sentuhan, akan terasa kesat (gritty) jika digosokkan ke gigi sedangkan
lempung terasa halus atau lembut.
Ketika partikel berukuran lempung dan lanau bercampur dalam proporsi yang
tidak diketahui sebagai penyusun utama dalam sedimen yang tidak terkonsolidasi
disebut material lumpur (mud). Istilah umum batulumpur dapat diaplikasikan untuk
semua sedimen keras yang terbuat dari lanau dan/atau lempung. Jika dapat diketahui
jumlah partikel terbanyak (lebih dari 2/3) berukuran lempung, batuan disebut
batulempung, dan jika dominan berukuran lanau disebut batulanau: campuran yang
terdiri dari lebih dari 1/3 untuk tiap-tiap komponen disebut batulumpur (Folk 1974,
Blatt et al 1980). Istilah serpih (shale) terkadang digunakan untuk batulumpur (contoh,
untuk teknik pemboran) tapi alangkahnya baik menggunakan istilah ini hanya untuk
batulumpur yang menunjukkan belahan (fissillity), memiliki kecenderungan hancur
dalam satu arah, sejajar dengan perlapisan. (Beda antara serpih dan slate: slate adalah
istilah yang digunakan untuk batuan metamorf berbutir halus yang hancur sepanjang
satu atau lebih bidang belahannya).

2.5.2 Lanau dan Batulanau


Parameter tekstur dan mineralogi lanau lebih sulit ditentukan daripada batupasir
karena partikelnya berukuran kecil. Hanya butiran lanau kasar yang dapat dengan
mudah dianalisis dengan menggunakan mikroskop optik. Mineral resisten yang paling
umum pada ukuran ini karena mineral lain akan sering mengalami kehancuran secara
kimiawi sebelum mengalami kehancuran fisika ke ukuran ini. Kuarsa adalah mineral
paling umum terlihat dalam endapan lanau. Mineral lain yang terdapat dalam tingkat
ukuran sedimen ini termasuk feldspar, muskovit, kalsit, dan oksida besi diantara banyak
komponen kecil lainnya. Fragmen batuan berukuran lanau hanya berlimpah dalam
tepung batuan (rock flour) yang terbentuk oleh erosi gletser (glacier) (7.2.1).
Dalam arus air lanau tersuspensi sampai aliran melambat atau hampir berhenti.
Pengendapan lanau adalah karakteristik aliran berkecepatan rendah atau air tenang
dengan gelombang yang kecil (4.2.4). Partikel berukuran lanau dapat tersuspensi di
udara sebagai debu untuk periode yang lama dan mungkin terbawa tinggi sampai ke
atmosfer. Angin yang kuat dapat membawa debu berukuran lanau sejauh ribuan
kilometer dan mengendapkannya dalam lapisan lateral yang luas (Pye 1987). Hembusan
angin lanau membentuk kenampakan endapan loess yang penting selama periode es
(glacial) (7.3.4 24.7.4).

2.5.3 Mineral Lempung


Mineral lempung umumnya sebagai bentuk hasil lapukan feldspar dan mineral
silikat lainnya. Mineral lempung adalah filosilikat yang struktur kristalnya berlapis
serupa dengan mika, dan secara komposisi adalah aluminosilikat. Lapisan-lapisannya
terbuat dari silika dengan ion aluminium dan magnesium, dengan atom oksigen yang
mengikat lembaran-lembarannya (Gambar 2.7). Dua pola perlapisan yang ada, pertama
adalah dua lapis (kelompok kandite) dan yang kedua adalah tiga lapis (kelompok
smectite). Sekian banyak mineral lempung yang berbeda yang terdapat dalam batuan
sedimen (Tucker 1991) namun empat yang terumum dibahas disini (Gambar 2.7).
Kaoliniet adalah anggota terumum kelompok kandite yang terbentuk dalam
profil tanah yang hangat, lingkungan basah (humid) dimana air asam dengan hebat
meluluhkan (leaching) litologi batuan induk seperti granit. Mineral lempung kelompok
smectite termasuk lempung yang dapat mengembang (swelling clays) seperti
montmorilonite yang dapat menyerap air di dalam strukturnya. Montmorilonite adalah
produk kondisi temperatur sedang (moderate) dalam tanah dengan pH netral sampai
alkali. Juga terbentuk dibawah kondisi alkali dalam iklim kering (arid). Mineral
lempung tiga lapis yang lain adalah illite yang berhubungan dengan mika putih
muskovit. Illite adalah mineral lempung terumum dalam sedimen yang terbentuk dalam
tanah pada suatu daerah dimana peluluhan terbatas. Chlorite adalah mineral lempung
tiga lapis yang umum terbentuk dalam tanah dengan pencucian di bawah kondisi air
tanah yang asam, dan dalam tanah di daerah iklim kering. Montmorilonite, illite, dan
chlorite semuanya merupakan hasil pelapukan batuan volkanik, khususnya gelas
volkanik.

Gambar 2.7 Struktur mineral-mineral lempung.(menurut Tucker 1991).


2.5.4 Petrografi Mineral Lempung
Identifikasi dan interpretasi mineral lempung memerlukan pendekatan teknologi
yang lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk sedimen kasar. Ada dua teknik utama,
mikroskop elektron dan analisis difraksi sinar X (Tucker 1988). Gambar dari sampel
dibawah mikroskop elektron dihasilkan dari elektron sekunder yang dihasilkan sinar
elektron halus yang mengamati (scanning) permukaan contoh. Contoh yang berdiameter
hanya beberapa mikrometer dapat digambarkan dengan teknik ini, resolusinya lebih
tinggi daripada mikroskop optik. Ini berguna untuk meneliti mineral lempung dan
hubungannya dengan butiran lain dalam sebuah batuan. Perbedaan antara mineral
lempung yang diendapkan sebagai butiran detrital dan yang terbentuk secara diagenesis
di dalam sedimen dapat dibuat dengan menggunakan mikroskop elektron.
Difraktometer sinar X dioperasikan dengan menembakkan sinar X pada bubuk
mineral lempung atau disagregat lempung dan menentukan sudut yang dibiaskan oleh
kisi-kisi kristal. Pola sudut bias sinar X yang berbeda-beda adalah ciri mineral-mineral
tertentu dan dapat digunakan untuk mengenali mineral yang ada. Analisis difraktometer
sinar X relatif cepat dan mudah untuk menentukan komposisi mineral sedimen berbutir
halus secara semi-kuantitatif. Juga digunakan untuk membedakan mineral karbonat
yang memiliki sifat optik sama (3.1.1).

2.5.5 Sifat Partikel Lempung


Karena ukurannya kecil dan berbentuk lempeng tipis, lempung bersuspensi
dalam aliran fluida yang lemah dan hanya terendapkan ketika aliran melambat atau
diam. Partikel lempung hadir sebagai suspensi dalam kebanyakan arus air dan udara,
dan hanya terendapkan ketika aliran berhenti.
Sekali-sekali mineral-mineral ini membentuk kontak partikel lempung yang cenderung
melekat bersama kohesif. Kohesi ini berkaitan dengan film tipis air di antara dua
partikel lempeng kecil yang memiliki efek gaya permukaan yang kuat (contoh lain
sebagaimana dua lempeng gelas dapat tetap bersama karena film tipis air di antaranya)
tapi adalah juga konsekuensi efek elektrostatis antara mineral lempung berkaitan dengan
lapisan yang tidak sempurna di dalam struktur mineral. Sebagai hasil sifat kohesif
lempung ini, mineral lempung dalam suspensi cenderung untuk mengalami flocculation
(flocculation adalah perubahan yang berlangsung ketika fase penyebaran koloid
membentuk rangkaian partikel tersendiri yang mampu terendapkan dari media dispersi.
Dalam proses geologi, flocculation hampir tidak dapat dielakkan menghasilkan
larutan koloid yang bercampur dengan larutan yang mengandung elektrolit) dan
membentuk agregates kecil partikel individu. Kelompok flocculation ini memiliki
kecepatan tenggelam lebih besar daripada partikel lempung individu dan akan
diendapkan lebih cepat. Flocculation bertambah pada kondisi air asin dan perubahan
dari pengendapan air tawar ke air laut (contoh pada mulut delta atau di dalam estuaria :
12.1, 12.7). Partikel lempung ini kemudian terendapkan, kohesi menyebabkan mereka
tahan terhadap remobilisasi dalam aliran (Gambar 4.6). Hal ini membuat pengendapan
dan terjaganya sedimen halus dalam daerah yang dilalui aliran intermitten.

2.6 Deskripsi Tekstur Batuan Sedimen Klastik Terrigenous


Bentuk klastik, derajat pemilahan dan proporsi klastik dan matriks adalah aspek
tekstur material. Sejumlah istilah digunakan dalam deskripsi tekstur petrografi batuan
sedimen dan sedimen klastik terrigenous.

Klastik dan Matriks


Fragmen yang membentuk batuan sedimen disebut klastik. Rentang ukurannya
dari lanau, pasir, sampai kerikil (butiran, kerakal, berangkal, dan bongkah). Klastik dan
matriks berbeda, matriks adalah material berbutir halus yang ada di antara klastik. Tidak
ada ukuran yang pasti untuk matriks: matriks batupasir dapat berupa material berukuran
lanau dan lempung, matriks konglomerat berupa pasir, lanau, atau lempung.

Pemilahan
Pemilahan adalah deskripsi distribusi ukuran klastik yang ada: sedimen terpilah
baik tersusun oleh klastik yang dominan pada satu kelas skala Wentworth (contoh pasir
sedang): endapan terpilah buruk mengandung besar rentang ukuran butir yang
bermacam-macam. Pemilahan adalah fungsi dari asal dan sejarah transportasi detritus.
Dengan bertambahnya jarak transport atau gerakan (agitation) sedimen yang berulang-
ulang menyebabkan ukuran yang berbeda cenderung untuk terpisah. Perkiraan visual
pemilahan dapat dibuat dengan membandingkannya dengan tabel (Gambar 2.8) atau
menghitung distribusi ukuran butir (2.7).
Gambar 2.8 Grafik perbandingan perkiraan pemilahan. (menurut Harrel 1984).

Kebundaran Klastik
Selama transportasi sedimen, klastik individu akan berulang kali mengalami
kontak dengan klastik yang lain dan dengan obyek yang diam, menyebabkan abrasi.
Tepi yang tajam akan tergerus lebih dahulu, permukaan klastik semakin halus. Semakin
jauh jarak transportasi, kebundaran semakin baik, kebundaran adalah fungsi sejarah
transportasi material. Kebundaran biasanya diperkirakan secara visual (Gambar 2.9),
tapi juga bisa dihitung dari bentuk penampang klastik.

Kebolaan Klastik
Klastik berbentuk discoid atau berbentuk seperti jarum memiliki derajat
kebolaan yang rendah. Sphericity adalah fitur yang dihasilkan-tergantung pada bentuk
fragmen yang terbentuk selama pelapukan. Klastik berbentuk papan (slab) akan menjadi
lebih bundar selama transportasi dan berbentuk disc, satu sumbu lebih pendek dari dua
sumbu lainnya.
Gambar 2.9 Grafik perbandingan perkiraan kebundaran dan kebolaan. (menurut
Pettijohn 1987).

Kemas
Jika batuan mempunyai kecenderungan untuk hancur dalam arah tertentu, atau
mempunyai kelurusan yang kuat dari klastik, disebut sebagai kemas batuan. Batulumpur
yang hancur dalam bentuk platy memiliki kemas menyerpih (dan dapat disebut serpih),
dan batupasir yang hancur kedalam bentuk papan tipis terkadang disebut sebagai
flaggy. Kemas tipe ini berkaitan dengan susunan partikel yang anistropi: batuan
dengan kemas isotropik tidak menunjukkan arah pecahan yang tertentu karena batuan
ini terdiri dari partikel yang berorientasi acak.

2.7.1 Teknik Analisis Granulometri


Teknik yang digunakan akan bergantung pada ukuran butir material yang diteliti.
Kerikil biasanya langsung diukur di lapangan. Sebuah kuadran diletakkan pada material
lepas atau di permukaan konglomerat, dan tiap klastik di dalam daerah kuadran diukur.
Ukuran kuadran yang diperlukan bergantung pada ukuran klastik: kuadran satu meter
persegi untuk material berukuran kerakal dan berangkal.
Contoh pasir yang tidak terkonsolidasi diambil dari potongan batupasir yang semennya
hancur akibat proses mekanik atau kimia. Kemudian timbunan pasir disaring dengan
penyaring yang memiliki satuan interval setengah atau satu (2.2.2). Semua pasir yang
melewati 500m (=1) tapi tertahan oleh jala 250m (=2) memiliki ukuran butir pasir
sedang. Dengan menimbang kandungan tiap saringan, distribusi ukuran butir yang
berbeda dapat ditentukan.
Tidak mudah menyaring material yang lebih halus dari lanau kasar, jadi proporsi
material berukuran lempung dan lanau ditentukan dengan cara lain. Banyak teknik
laboratorium digunakan dalam analisis granulometri partikel berukuran lempung dan
lanau berdasarkan kecepatan pengendapan yang diprediksikan dengan hukum Stoke
(4.2.5). Jenis metode yang menggunakan pipa dan pipet (Krumben & Pettijohn 1938;
Lewis & McConchie 1994), semua berdasarkan prinsip bahwa partikel setiap ukuran
butir akan tenggelam menempuh jarak tertentu di dalam pipa berisi air dengan waktu
yang dapat diperkirakan. Sampel dipindahkan pada suatu interval waktu, dikeringkan
dan ditimbang untuk menentukan proporsi lempung dan lanau. Teknik pengendapan ini
tidak sepenuhnya dapat menghitung efek bentuk butir atau berat jenis pada kecepatan
pengendapan dan perlu hati-hati dalam membandingkan hasil analisis ini dengan data
distribusi ukuran butir yang diperoleh dari teknik yang lebih canggih seperti alat hitung
Coulter, yang menentukan ukuran butir berdasarkan sifat listrik butiran yang tersuspensi
dalam fluida.
Hasil dari analisis diplot dalam salah satu dari tiga bentuk diagram: histogram
persentase berat tiap fraksi ukuran, kurva frekuensi atau kurva frekuensi kumulatif
(Gambar 2.10). Catatan, bahwa ukuran kasar diplot di kiri dan material yang halus
diplot di bagian kanan grafik. Tiap-tiap grafik mewakili distribusi ukuran butir,
memungkinkan menghitung nilai rata-rata ukuran butir dan pemilahan (deviasi standar
dari distribusi normal). Nilai lain yang dapat dihitung adalah kecondongan distribusi,
petunjuk apakah histogram ukuran butir simetri atau condong ke material kasar atau
halus; dan kurtosis, nilai yang menunjukkan apakah histogram memiliki puncak yang
tajam atau datar (Pettijohn 1975: Lewis & McConchie 1994).

2.7.2 Menggunakan Hasil Analisis Granulometri


Distribusi ukuran butir ditentukan oleh proses transportasi dan distribusi.
Sedimen glacial biasanya terpilah sangat buruk, sedimen sungai terpilah sedang dan
endapan pantai serta aeolian sering terpilah baik. Alasan perbedaan ini dibahas dibab
selanjutnya. Dalam banyak kondisi karakter pemilahan dapat ditafsirkan secara
kualitatif, dan bayak fitur seperti struktur sedimen tertentu yang menunjukkan
lingkungan pengendapannya. Analisis granulometri kuantitatif sering tidak diperlukan
dan tidak memberikan banyak informasi dibandingkan dengan bukti-bukti lainnya.
Selanjutnya, penentuan lingkungan pengendapan dari data granulometri dapat
menjerumuskan kita bila ada suatu keadaan dimana material telah tersedimenkan
kembali dari sedimen yang lebih tua. Sungai yang mentransportasikan material dari
singkapan batupasir yang lebih tua yang terbentuk di dalam lingkungan aeolian akan
mengendapkan material terpilah sangat baik. Karakteristik ukuran butir akan
menunjukkan pengendapan oleh proses yang berkaitan dengan angin (aeolian), tapi
bukti lapangan yang dapat dipercaya, yaitu struktur sedimen dan asosiasi fasies akan
lebih baik dalam mencerminkan lingkungan pengendapan sebenarnya (5.2).
Analisis granulometri menyediakan informasi kuantitatif ketika memerlukan
perbandingan karakter dari endapan sedimen di dalam lingkungan yang telah diketahui,
seperti di pantai atau sepanjang sungai. Ini sangat umum digunakan dalam analisis dan
kuantifikasi proses transportasi dan pengendapan masa sekarang.

Gambar 2.10 Histogram, kurva frekuensi distribusi dan frekuensi kumulatif data
distribusi ukuran butir.

2.7.3 Analisis Bentuk Klastik


Telah dicoba menghubungkan bentuk kerakal terhadap proses transportasi dan
pengendapan. Dianalisis dengan mengukur sumbu terpanjang, terpendek, dan menengah
dari klastik dan menghitung indeks bentuknya (mendekati bola, piringan atau batang:
Gambar 2.4). Ada kemungkinan suatu keadaan dimana klastik terpilah menurut
bentuknya, kontrol utama bentuk kerakal adalah bentuk material yang tererosi dari
batuan induk dalam daerah sumber. Jika batuan hancur kedalam bentuk kubus, setelah
transportasi klastik membundar dan akan membola dan jika batuan induk adalah lapisan
tipis dan hancur kedalam bentuk lempengan maka akan menghasilkan klastik yang akan
berbentuk discoid. Kebundaran yang dialami oleh klastik tidak akan mengubah bentuk
(dimensi) dasarnya.
Analisis bentuk klastik lebih memberikan informasi tentang karakter batuan dalam
daerah sumber dan menyediakan sedikit informasi tentang lingkungan pengendapan.

2.8 Kematangan (Maturity) Material Klastik Terrigenous


Sedimen atau batuan sedimen klastik terrigenous dapat dideskripsikan derajat
kematangannya. Maksudnya adalah membandingkan perubahan yang dialami material
sejak dari batuan induk. Kematangan yang diukur adalah tekstur dan komposisi.
Biasanya sedimen yang secara komposisi matang juga matang secara tekstur tapi ada
perkecualian-contoh, pantai di sekitar kepulauan volkanik dimana hanya tersedia
komponen yang secara mineralogi tidak stabil (batuan dan mineral basaltis) tapi
teksturnya mencerminkan suatu lingkungan dimana telah terjadi pergerakan yang jauh
dan abrasi butir oleh gelombang dan arus.

2.8.1 Kematangan Tekstur


Tekstur sedimen atau batuan sedimen dapat digunakan untuk menunjukkan
sesuatu tentang sejarah erosi, transportasi, dan pengendapan. Penentuan kematangan
tekstur sedimen atau batuan sedimen sebaiknya menggunakan diagram alir (Gambar
2.11). Dengan menggunakan skema khusus ini untuk menaksir kematangan, batupasir
yang tergolong wacke secara tekstur belum matang. Arenite dapat dibagi berdasarkan
pemilahan dan bentuk butir. Jika sedimen terpilah sedang sampai buruk digolongkan
agak matang, jika pasir terpilah baik atau sangat baik tapi butir individunya menyudut
sampai agak membundar maka tergolong matang, dan jika butir individunya
membundar sampai sangat membundar tergolong sangat matang. Klasifikasi
kematangan tekstur terpisah dari komposisi pasir. Penafsiran kematangan tekstur dari
sedimen sangat berguna ketika membandingkan material yang berasal dari sumber yang
sama, dapat diperkirakan bahwa kematangan akan meningkat sejalan dengan
meningkatnya energi. Contoh, kematangan sering berkembang pada hilir sungai dan
sedimen yang mencapai pantai kematangannya meningkat karena terkena energi
gelombang yang besar. Hati-hati membandingkan sedimen dari sumber yang berbeda
karena pada awalnya memiliki ukuran butir dan distribusi bentuk yang berbeda-beda.
Sebaiknya jangan langsung dibandingkan.

2.8.2 Kematangan Mineralogi


Terdapat perbedaan kematangan mineralogi yang secara kuat dipengaruhi oleh
komposisi daerah sumber batuan, dan kematangan tekstur, yang lebih berhubungan
dengan sejarah transportasi dan pengendapan. Kematangan mineralogi atau komposisi
adalah penghitungan proporsi mineral resistan atau stabil yang ada dalam sedimen.
Kematangan komposisi dihitung dengan membandingkan proporsi klastik yang sangat
resistan (seperti kuarsa dan fragmen batuan silikaan) dalam batupasir dengan jumlah
klastik yang tidak resistan (seperti feldspar, klastik batuan dan tipe mineral lain).
Batupasir secara komposisi disebut matang jika proporsi butir kuarsa sangat tinggi dan
termasuk dalam kuarsa arenite berdasarkan skema klasifikasi Pettijohn (Gambar 2.6);
jika perbandingan rata-rata komposisi kuarsa, feldspar, dan fragmen batuan jatuh pada
bagian bawah segitiga maka secara mineralogi sedimennya belum matang.
Gambar 2.11 Diagram alir penentuan kematangan tekstur sedimen dan batuan sedimen
klastik terrigenous.

2.8.3 Siklus Sedimentasi


Butiran mineral dan klastik batuan yang tererosi dari batuan beku, seperti granit,
ditransportasikan oleh berbagai jenis proses (bab 4) menuju tempat pengendapan dan
membentuk akumulasi sedimen klastik. Material yang terbentuk dengan cara ini disebut
sebagai endapan siklus pertama karena mengalami satu siklus erosi, transportasi, dan
pengendapan. Bila sedimen ini terlitifikasi menjadi batuan sedimen, kemudian terangkat
oleh proses tektonik maka akan tererosi, tertransportasi, dan terendapkan kembali.
Material redeposisi ini disebut sebagai endapan siklus kedua karena butiran
individunya mengalami dua siklus sedimentasi. Sedimen klastik dapat mengalami
banyak siklus sedimentasi, dan tiap waktu kematangan mineralogi dan tekstur dari
detritus klastik makin meningkat. Tipe klastik yang dapat bertahan terhadap pelapukan,
erosi, transportasi dan pengendapan kembali hanya mineral resistan seperti kuarsa dan
fragmen batuan dari rijang. Mineral berat seperti zirkon (2.4.2) juga resistan dan derajat
kebundaran mineral zirkon dapat digunakan sebagai indeks sejumlah siklus sedimentasi
yang dialami oleh material

2.9 Sedimen Klastik Terrigenous: Rangkuman


Kerikil, pasir, dan lumpur klastik terrigenous menyebar dalam sedimen modern
dan ditemukan berlimpah sebagai konglomerat, batupasir, dan batulumpur dalam
rangkaian batuan sedimen. Tersusun dari hasil lapukan batuan induk (6.5) dan
tertransportasikan oleh berbagai proses (4.1) menuju lingkungan pengendapan (5.1).
Fitur tekstur dan komposisi utama pasir dan kerikil dapat langsung ditentukan di
lapangan dan hand specimen. Dengan begini, memungkinkan untuk menentukan lebih
banyak tentang asal dan sejarah material tanpa memerlukan teknik laboratorium yang
canggih. Penyelidikan batulumpur bergantung pada analisis kimia dan sub-mikroskop
material. Struktur sedimen yang terbentuk dalam sedimen klastik (4.3) merupakan
informasi tentang kondisi ketika material diendapkan; informasi ini adalah kunci
analisis lingkungan purba yang akan dibahas di bab selanjutnya.

BAB III

Sedimen Biogenik, Kimia dan Volkanogenik

Dalam suatu daerah dimana tidak ada suplai detritus klastik dalam jumlah besar,
proses-proses lain sangat penting dalam akumulasi sedimen. Bagian keras dari tanaman
dan hewan, berukuran dari alga mikroskopik sampai tulang vertebrata, membentuk
endapan pada banyak lingkungan yang berbeda. Yang terpenting adalah banyaknya
organisme yang membangun cangkang dan struktur kalsium karbonat ketika hidup, dan
meninggalkan bagian kerasnya ketika mati sebagai sedimen karbonatan yang
membentuk batugamping. Proses kimia juga memainkan bagian dalam pembentukan
batugamping, tapi yang terpenting adalah dalam menghasilkan evaporit yang
merupakan endapan dari air berkonsentrasi garam. Sedimen volkaniklastik adalah
produk besar dari proses volkanik primer yang menghasilkan debu-debu dan
pengendapannya di lingkungan darat atau bawah laut. Dalam daerah volkanik aktif,
endapan ini dapat menutupi semua tipe sedimen yang lain. Endapan kecil yang tidak
termasuk kedalam empat kategori utama adalah, pertama yang berasal dari biogenik
(sedimen silikaan, endapan fosfat dan karbonan) dan yang kedua berasal dari proses
kimia adalah batubesi (ironstones). Bagian terakhir bab ini menyediakan beberapa
panduan dalam deskripsi batuan sedimen dalam hand specimen dan di bawah
pengamatan mikroskop

3.1 Batugamping
Batugamping adalah batuan sedimen kedua yang jumlahnya berlimpah setelah
sedimen klastik terrigenous. Batugamping terbentuk dari material yang membentuk
endapan kalsium karbonat dalam suatu lingkungan (Tucker & Wright 1990). Banyak
batugamping tersusun oleh kalsium karbonat yang terbentuk dari proses biologi
(biomineralized), terbentuk sebagai bagian organisme hidup. Material biogenik juga
dapat terbentuk sebagai endapan kimia dan beberapa endapan terbentuk dari kombinasi
proses biologi dan kimia (Gambar 2.1, Tabel 3.1).

3.1.1 Mineralogi
Secara mineralogi, kalsium karbonat berupa kalsit (bentuk kristal trigonal) dan
aragonit (bentuk kristal ortorombik). Aragonit tidak stabil di permukaan Bumi,
temperatur dan tekanan akan merekristalisasi aragonit menjadi kalsit. Ion-ion lain,
terutama magnesium, mungkin menggantikan kalsium dalam kisi-kisi kristal kalsit, dan
terbentuk dua jenis kalsit, low magnesium calcite (dengan magnesium lebih sedikit dari
4%) dan high magnesium calcite (yang mungkin memiliki 11-19% magnesium). Dari
kedua bentuk ini, low magnesium calcite lebih stabil, dan high magnesium calcite dapat
terekristalisasi. Strontium mungkin menggantikan kalsium dalam kalsit dan aragonit,
meskipun dalam jumlah kecil (kurang dari 1%); ini penting karena penggunaan isotop
strontium dalam penanggalan batuan (20.1.2). Dolomit adalah mineral yang berbeda,
kalsium magnesium karbonat yang pembentukannya hampir semua berasal dari
penggantian kalsit dan aragonit (17.5.2).
3.1.2 Penyusun biomineralized batugamping
Penyusun endapan kalsium karbonat berukuran dari partikel lumpur
berdiameter mikrometer hingga struktur besar yang terbentuk oleh organisme seperti
koloni koral di dalam karang. Fragmen kerangka (skeletal) dalam sedimen karbonat
adalah potongan seluruh atau hancuran bagian tubuh yang keras dari organisme yang
memiliki mineral kalsium karbonat sebagai pembentuk strukturnya. Banyak organisme
ini yang telah dikenal seperti bivalve dan gastropoda yang memiliki

Tabel .3.1 Komponen utama batuan karbonat.

cangkang keras yang mungkin terakumulasi sebagai satuan utuh atau pecahan fragmen
yang masih dapat dikenali sebagai bagian dari hewan tertentu.
Cangkang moluska (bivalve, gastropoda, cephalopoda) memiliki ciri kristal
halus dengan sruktur berlapis. Mineral yang paling umum adalah aragonit, dan karena
rekristalisasi, struktur tidak dapat terlihat lagi dalam fragmen kerangka dalam batuan
sedimen. Hanya moluska tertentu-khususnya tiram (oyster), remis (scallop) dan
pelindung belemnite-memiliki rangka kalsit yang tetap awet. Brachiopoda juga
organisme cangkangan yang seluruh morfologi tubuhnya serupa dengan bivalve.
Keduanya pada saat ini tidak banyak tapi sangat berlimpah pada Paleozoikum dan
Mesozoikum. Cangkangnya terbuat dari low magnesium calcite dan kemungkinan dua-
lapis struktur kristal berserabut terawetkan seutuhnya.
Kelompok lain organisme cangkangan, echinoida (sea urchins), dengan mudah
dikenali karena penyusun bagian keras tubuhnya terdiri dari kristal low magnesium
calcite. Lempengan-lempengan bagian tubuh echinoida terawetkan dalam sedimen
karbonat. Crinoida (sea lilies) termasuk ke dalam filum yang sama dengan echinoida
dan penyusun bagian keras tubuhnya terdiri dari kristal kalsit, dan cakram sendi
penyusun batang crinoida membentuk akumulasi cukup besar dalam sedimen
Carboniferous.
Foraminifera adalah hewan kecil, hewan laut bersel tunggal yang berdiameter dari
beberapa puluh mikrometer hingga puluhan milimeter. Foraminifera hidup melayang di
dalam air (planktonik) atau hidup di atas lantai laut (bentonik), dan hampir semua
foraminifera tua dan modern memiliki bagian luar yang keras (cangkang / test) yang
tersusun dari high magnesium calcite atau low magnesium calcite. Di sedimen modern
dan lapisan batugamping tua telah ditemukan konsentrasi yang sangat banyak dari
Foraminifera dan membentuk sedimen.
Beberapa struktur biogenik kalsium karbonat terbesar dibangun oleh koral yang
mungkin membentuk koloni hinggga terbentang beberapa meter; koral lain hidup
soliter. Kalsit terlihat sebagai kristal utama pembentuk koral Paleozoikum, dan kristal
aragonit membuat kerangka koral yang lebih muda. Koral hermatypic memiliki
hubungan simbiosis dengan ganggang yang memerlukan air laut dangkal, hangat, dan
bersih. Koral ini membentuk bangunan yang sangat penting daripada yang lainnya,
koral ahermatypic yang tidak memiliki ganggang dapat berada pada laut yang lebih
dalam dan lebih dingin. Kelompok lain koloni organisme yang berkontribusi terhadap
endapan karbonat adalah Bryozoa. Protozoa bersel tunggal ini saat ini umumnya terlihat
sebagai organisme yang menjadi kerak tetapi di masa lampau membentuk koloni yang
besar. Strukturnya terbuat oleh aragonit, high magnesium calcite atau campuran
keduanya. Struktur yang terbangun oleh koloni organisme disebut bioherm jika
membentuk gundukan atau tumpukan dan disebut biostrom jika membentuk tubuh
berlembar.
Ganggang dan organisme mikro adalah sumber penting karbonat biogenik dan
merupakan kontributor terpenting sedimen berbutir halus dalam banyak lingkungan
karbonat. Tiga tipe ganggang penghasil karbonat. Ganggang merah (Rhodophyta) atau
dikenal sebagai ganggang koral. Beberapa bentuk ditemukan menjadi kerak permukaan
seperti fragmen cangkang dan kerakal. Ganggang ini memiliki struktur berlapis dan
efektif dalam mengikat substrat lunak. Ganggang hijau (Chlorophyta) memiliki batang
dan cabang kalsiuman dan bersegmentasi, merupakan kontributor butiran halus kalsium
karbonat dalam sedimen ketika organisme itu mati. Nannoplankton, ganggang
planktonik yang termasuk ganggang hijau-kuning, sangat penting sebagai kontributor
sedimen laut sebagai penyusun rekaman stratigrafi. Kelompok ini, chrysophyta,
termasuk coccolith yang bertubuh menyerupai bola berdiameter beberapa puluh
mikrometer. Coccolith adalah penyusun penting batugamping pelagik, termasuk kapur
tulis (15.5.1).
Cyanobacteria diklasifikasikan terpisah dari ganggang. Karpet ganggang (Algal
mat) terbentuk dari organisme ini, yang lebih tepat disebut sebagai bakteri atau karpet
mikrobial. Dikenal juga bentuk sheet-like mat, bentuk columnar dan domal. Permukaan
kawat (filament) lengket cyanobacteria berlaku sebagai perangkap untuk karbonat
berbutir halus, dan pertumbuhan strukturnya membentuk biostrom atau bioherm yang
disebut stromatolit (13..4.3). Oncoid adalah struktur konsentris tidak beraturan,
berukuran milimeter hingga centimeter, terbentuk oleh lapisan-lapisan yang dibatasi
oleh cyanobacteria dan ditemukan sebagai klastik di dalam sedimen karbonat.
Cyanobacteria yang lain membor hingga ke permukaan puing-puing (debris) kerangka
dan mengubah struktur original cangkang ke dalam bentuk mikrit berbutir halus
(micritization).
3.1.3 Penyusun-penyusun lain batugamping
Beragam jenis tipe butiran lain juga umum terdapat di dalam sedimen karbonat
dan batuan sedimen (Gambar 3.1). Ooids adalah tubuh kalsium karbonat menyerupai
bola (spherical) yang berdiameter kurang dari 2 mm. Memiliki struktur internal lapisan-
lapisan konsentris yang diperkirakan terbentuk dari pengendapan (precipitation)
kalsium karbonat mengelilingi permukaan bola. Di pusat ooid terdapat inti yang
kemungkinan adalah fragmen material karbonat lain atau butir klastik pasir. Akumulasi
ooid membentuk kawanan (shoal) dalam lingkungan laut dangkal saat ini (14.5) dan
merupakan komponen batugamping di seluruh Fanerozoikum. Batuan yang tersusun
oleh ooid karbonat adalah batugamping oolitik. Asal ooid masih merupakan subjek
perdebatan, dan konsensus saat ini adalah bahwa ooid terbentuk oleh pengendapan
kimia dari air bergerak yang jenuh kalsium karbonat di lingkungan air hangat (Tucker &
Wright 1990). Bakteri juga memainkan peranan dalam proses ini, khususnya di
lingkungan yang sedikit tenang. Partikel karbonat berlapis konsentris berdiameter lebih
dari 2 mm disebut pisoid. Pisoid juga sering berbentuk tidak beraturan tapi
pembentukannya serupa dengan ooid. Oncoid serupa dengan pisoid dan ooid tetapi
memiliki struktur internal yang tidak beraturan, laminasi mikrit yang tumpang tindih.
Beberapa partikel bundar tersusun oleh kalsium karbonat berbutir halus ditemukan
dalam sedimen dan tidak menampilkan struktur konsentris dan tidak menampakkan
bahwa partikel ini terbentuk dengan cara yang sama dengan ooid dan pisoid. Peloid ini
umumnya adalah faecel pellet organisme laut seperti gastropoda dan kemungkinan
sangat berlimpah di beberapa endapan karbonat, kebanyakan partikelnya berukuran
kurang dari semilimeter.
Intraklastik (intraclast) adalah fragmen material kalsium karbonat yang sebagian
besar telah terlitifkasi dan kemudian hancur dan mengalami proses sedimentasi kembali
(reworked) membentuk klastik yang bergabung ke dalam sedimen. Ini umum terdapat
pada kondisi dimana lumpur gamping (lihat di bawah) tersingkap ke atas permukaan
mudflat dan kemudian mengalami reworked oleh arus. Konglomerat dari serpihan
lumpur karbonat dapat terbentuk melalui cara ini. Setting lain dimana terdapat klastik
kalsium karbonat yang terlitifikasi dan berasosiasi dengan karang-karang dimana
framework karang hancur oleh gelombang dan badai (14.7.2) dan kemudian
terendapkan kembali.
Partikel kalsium karbonat berbutir halus yang berukuran kurang dari 4m (cf.
lempung: 2.5) disebut lumpur gamping (lime mud), lumpur karbonat (carbonate mud)
atau mikrit (micrite). Material halus ini mungkin dihasilkan murni dari pengendapan
kimia dari air jenuh kalsium karbonat, atau hancuran fragmen kerangka, atau berasal
dari ganggang atau bakteri. Partikel berukuran kecil biasanya menyebabkan
ketidakmungkinan dalam menentukan sumbernya. Lumpur gamping ditemukan dalam
banyak lingkungan pembentuk karbonat dan dapat menjadi penyusun utama
batugamping.

Gambar 3.1 Komponen non-kerangka dalam sedimen karbonat.

3.1.4 Klasifikasi batugamping


Kita dapat mengklasifikasikan hampir semua batugamping dengan cara yang
serupa dengan batuan klastik terrigenous, yaitu dengan menggunakan ukuran partikel
yang ada sebagai kriteria utama. Istilah kalsilutit (calcilutite), kalkarenit (calcarenite),
dan kalsirudit (calcirudite) digunakan dalam beberapa keadaan untuk mendeskripsikan
bahwa batugamping secara umum tersusun oleh material berukuran lumpur, detritus
pasiran dan material kerikilan (Tabel 3.2).
Skema klasifikasi lain untuk karbonat lebih berguna dalam mencerminkan terbentuknya
batugamping. Skema dekripsi batugamping yang banyak digunakan di lapangan, hand
specimen, dan sayatan tipis adalah klasifikasi Dunham (Gambar 3.2). Kriteria utama
yang digunakan dalam skema klasifikasi ini adalah tekstur-maksudnya, perbandingan
lumpur karbonat dan framework batuan-akan tetapi sifat alami dari butiran atau material
framework juga bagian dari klasifikasi. Tahap pertama dalam menggunakan klasifikasi
Dunham adalah menentukan apakah kemasnya adalah matrix- atau clast-supported.
Batugamping matrix-supported dibagi ke dalam batulumpur karbonat
(carbonate mudstone) (klastik kurang dari 10 %) dan wackestone (klastik lebih dari
10%). Jika batugamping adalah clast-supported diistilahkan sebagai packestone jika ada
lumpur dan disebut grainstone jika tidak ada matriks. Boundstone memiliki memiliki
framework organik seperti koloni koral. Skema asli (Dunham, 1962) tidak memasukkan
subdivisi boundstone ke dalam bafflestone, bindstone dan framestone yang
mendeskripsikan tipe organisme pembentuk framework. Pada kategori in ditambahkan
rudstone (clast-supported limestone conglomerate) dan floatstone (matrix-supported
limestone conglomerate) oleh Embry dan Klovan (1971)-lihat juga James dan Bourque
(1992). Catat bahwa istilah rudstone dan floatstone digunakan untuk konglomerat
intraformasional karbonat-maksudnya, tersusun oleh material yang terendapkan dalam
suatu bagian dekat lingkungan yang sama dan kemudian terendapkan kembali (contoh,
hancuran bagian depan karang: 14.7.2). Ini harus dibedakan dari konglomerat yang
tersusun oleh klastik batugamping yang
Tabel 3.2 Klasifikasi batuan karbonat berdasarkan ukuran butir.

Grain size Name for carbonate rock

> 2 mm Calcirudite
63 m 2 mm Calcarenite
< 63 m Calcilutite

tererosi dari batuan (bedrock) yang lebih tua dan terendapkan dalam suatu setting yang
sungguh berbeda, misalkan di dalam sungai atau di kipas aluvial (8.4).
Dengan menggunakan kombinasi kriteria tekstur dan komposisi, nama
batugamping pada skema Dunham memberikan informasi tentang kondisi proses
terbentuknya sedimen: coral boundstone terbentuk dibawah kondisi yang sungguh
berbeda dari foraminiferal wackestone (14.6, 14.7). Klasifikasi Folk(Gambar 3.3)
adalah skema alternatif untuk deskripsi sayatan tipis (Folk 1959). Sedimen
dideskripsikan berdasarkan sifat alami butiran framework utama (ooid, bioklastik,
intraklastik, dan lain-lain) dan material di antara butiran, yang mungkin berupa mikrit
atau semen sparry. Nama yang diberikan pada skema ini lebih memberikan informasi
tentang sejarah diagenesis batuan (17.5) namun sedikit memberikan informasi tentang
proses pengendapannya.

Gambar 3.3 Skema klasifikasi


Folk untuk batugamping (Folk
1959, 1962; AAPG 1962),
yang kadang digunakan dalam
deskripsi sayatan tipis
batugamping.
3.1.5 Lingkungan pengendapan sedimen karbonat
Sedimen karbonat sebagian besar merupakan hasil proses biogenik dan
biokimia. Bagian keras organisme besar dan pengendapan karbonat yang berasosiasi
dengan alga dan bakteri menyediakan sejumlah besar sedimen karbonat, khususnya
dalam lingkungan laut dangkal yang hangat. Sedimen karbonat terbentuk pada semua
lokasi dimana ada suplai karbonat biogenik dan terbatasnya jumlah detritus klastik.
Hampir semua lapisan batugamping terbentuk sebagai endapan dalam lingkungan pantai
dan laut dangkal (13.4, 14.5), meskipun pengendapan karbonat juga terdapat di dalam
gua, mata air, tanah (9.7), danau (10.3.4) dan seting laut dalam (15.5.1). Banyak
organisme yang membentuk batuan karbonat terdapat dalam lingkungan tertentu
(spesific) (contoh koral, organisme bentonik, dan tipe-tipe alga yang berbeda), membuat
kemungkinan untuk menentukan lingkungan batugamping dengan tepat berdasarkan
penyusun biogenik. Detail yang lebih jelas didapat dari uji mikroskop batugamping.

3.2 Batuan volkanik dan volkaniklastik


Erupsi volkanik adalah contoh yang sangat nyata dan spektakuler mengenai
pembentukan batuan beku dan sedimen di permukaan bumi. Selama erupsi, gunungapi
menghasilkan sejumlah material, dari batuan leleh, yang membentuk lava yang mengalir
dari celah (fissure) dalam gunungapi, hingga material partikel halus, yang disemburkan
dari lubang (vent) sebagai debu volkaniklastik yang jatuh sebagai sedimen yang berada
jauh dari lokasi erupsi (Cas & Wright 1987). Lava dan debu mungkin terbentuk pada
semua lingkungan pengendapan yang dekat dengan gunungapi dan satuan volkanik dan
volkaniklastik mungkin ditemukan berasosiasi dengan beragam variasi batuan sedimen.
Lokasi gunungapi dapat dihubungkan dengan setting lempeng tektonik, umumnya di
sekitar batas lempeng dan daerah lain yang mengalirkan panas tinggi dalam kerak bumi.
Adanya lapisan yang terbentuk oleh proses volkanik dapat menjadi petunjuk penting
setting tektonik dimana suksesi sedimen terbentuk. Batuan volkanik juga memiliki nilai
stratgirafi karena sering digunakan untuk penanggalan radiometri absolut suksesi
sedimen (20.1).

3.2.1 Tipe batuan volkanik


Lava mengalir dari kawah atau celah menghasilkan lembaran (sheet) batuan
volkanik ketika magma mendingin dan memadat. Lembaran ini mungkin tebalnya
mencapai puluhan centimeter hingga puluhan meter dan membentang menutupi daerah
sepanjang beberapa kilometer hingga ratusan kilometer. Batuannya terdiri dari kristal,
tersusun oleh kristal mineral yang saling mengunci (interlocking crystals) yang
terbentuk dari lelehan silikat, batuan leleh dalam kamar magma gunungapi. Lava
mendingin dengan relatif cepat, memberikan sedikit waktu bagi kristal-kristal individu
untuk tumbuh. Oleh karena itu batuan volkanik ini dicirikan oleh kristal-kristal kecil,
sering terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Bagaimanapun, kristal besar
mungkin saja ada, terbentuk oleh kristalisasi yang lebih lambat dalam kamar magma
dan kemudian terbawa keluar bersama sisa magma. Mineral yang ada tergantung pada
sifat kimia magma. Jumlah SiO2 yang relatif rendah menghasilkan kristalisasi mineral
seperti olivin, piroksen dan feldspar plagioklas dan secara petrografi batuan bersifat
basaltik. Dengan persentase SiO2 yang lebih tinggi, batuan berkomposisi ryolitik
(berbutir halus dan sama dengan granit) mengandung kuarsa, mika dan kalium feldspar.
Komposisi magma mempengaruhi gaya erupsi. Magma basaltik cenderung
membentuk gunungapi yang menghasilkan volume besar lava, tapi sejumlah kecil debu
volkanik. Mauna Loa di Hawaii adalah contoh gunungapi basaltik yang didominasi
lava. Sebaliknya, erupsi gunung St Helens di USA melibatkan magma yang lebih
bersifat silika dan lebih eksplosif, dengan sejumlah besar batuan leleh disemburkan dari
gunungapi sebagai zat particulate. Partikel yang disemburkan dikenal sebagai material
piroklastik, juga secara kolektif disebut sebagai tephra. Catat bahwa istilah piroklastik
digunakan untuk material yang tersembur keluar dari gunungapi sebagai partikel dan
volkaniklastik dimaksudkan sebagai semua endapan yang umumnya tersusun oleh
detritus volkanik (lihat juga epiklastik: 6.5.4). Material piroklastik mungkin berupa
kristal individual, potongan batuan volkanik (fragmen batuan), atau batuapung
(pumice), batu yang sangat vesikuler dan merupakan pendinginan cepat dari batuan
leleh. Ukuran debris piroklastik dari debu halus berukuran beberapa mikrometer hingga
potongan-potongan yang mungkin mencapai beberapa meter.

3.2.2 Tata cara penamaan batuan volkaniklastik


Klasifikasi secara tekstur dari endapan volkaniklastik merupakan modifikasi dari
skema Wentworth (Tabel 3.3). Material kasar (lebih dari 64 mm) dibagi kedalam blok
volkanik, yang padat ketika erupsi, dan bom volkanik, yang sebagian leleh dan
mendingin di udara; jika terkonsolidasi menjadi batuan, maka disebut sebagai breksi
volkanik dan agglomerat. Partikel berukuran butiran hingga kerakal (2-64 mm) disebut
lapili dan membentuk batulapili. Tephra berukuran pasir, lanau dan lempung disebut
debu (ash) jika tidak terkonsolidasi dan disebut tuf jika telah terlitifikasi. Debu/tuf kasar
berukuran pasir dan debu/tuf halus berukuran material lanau dan lempung. Deskripsi
secara komposisi bergantung pada jumlah relatif kristal, fragmen batuan dan material
vitric, yang merupakan fragmen gelas volkanik dan terbentuk ketika batuan leleh
mendingin dengan sangat cepat, terkadang disebut pumice (Gambar 3.4). Proses
transportasi dan lingkungan pengendapan sedimen volkaniklastik selanjutnya dibahas di
bab 16.

Tabel 3.3 Klasifikasi batuan sedimen volkanik.

Unconsolidated Consolidated

Bombs > 64 mm Agglomerate


Blocks Volcanic breccia
Lapilli > 2 64 mm Lapillistone

Coarse ash 0.06 2 mm Coarse tuff


(Volcanic sandstone)

Fine ash < 0.06 mm Fine tuff


(Volcanic mudstone)

Gambar 3.4 Komponen volkanik dan tata nama.


(menurut Pettijohn 1987).

3.3 Mineral evaporit


Mineral ini adalah mineral-mineral yang terbentuk oleh pengendapan larutan
karena ion-ion menjadi lebih terkonsentrasi ketika air menguap. Air laut rata-rata
mengandung 35 gr/L ion terlarut (Tabel 3.4). Kimiawi air danau bervariasi, sering
memiliki ion-ion yang secara umum sama dengan air laut tetapi dengan perbandingan
yang berbeda. Kombinasi anion dan kation ke dalam mineral terjadi karena
terkonsentrasi dan air jenuh oleh senyawa tertentu. Senyawa larut yang paling sedikit,
mengendap pertama kali. Kalsium karbonat pertama kali mengendap dalam air laut,
diikuti kalsium sulfat dan natrium klorida jika air semakin terkonsentrasi; kalium dan
magnesium klorida terendapkan jika air laut sangat terkonsentrasi. Urutan pengendapan
mineral evaporit dari air laut dan jumlah relatifnya ditampilkan pada Gambar 3.5.
Mineral evaporit yang paling umum dijumpai dalam batuan sedimen adalah bentuk
kalsium sulfat, sebagai gipsum atau anhidrit. Kalsium sulfat adalah pengendapan dari
air laut ketika penguapan menyebabkan air terkonsentrasi hingga 19 % dari volume asli.
Gipsum adalah bentuk hydrous (mengandung unsur air atau H2O) dari mineral.
Gipsum terendapkan di permukaan di semua kondisi kecuali kondisi yang sangat kering
dan gipsum juga dapat terdehidrasi menjadi anhidrit ketika tertimbun (17.6). Anhidrit
tidak memiliki air dalam struktur kristalnya dan terbentuk oleh pengendapan langsung
dalam garis pantai yang ada pada daerah kering (13.5) atau sebagai hasil ubahan
gipsum. Anhidrit mungkin mengalami hidrasi menjadi gipsum jika masuk ke air.
Gipsum primer terdapat sebagai kristal memanjang selenit ketika terbentuk dari
pengendapan di air. Jika gipsum terbentuk sebagai hasil hidrasi kembali anhidrit,
gipsum memiliki bentuk kristal kecil dalam nodul-nodul batu marmer yang berwarna
putih (alabaster). Gipsum juga terdapat sebagai bentuk serat (fibrous) dalam urat-urat
sekunder.
Halit terendapkan dalam air laut ketika air laut telah terkonsentrasi hingga kurang dari
10 % volume asli. Halit mungkin terdapat sebagai lapisan kristalin tebal atau sebagai
kristal individu yang memiliki kubus simetri jelas, terkadang hopper crystal. Kelarutan
yang tinggi dari natrium klorida mengartikan bahwa natrium klorida hanya terawetkan
dalam batuan dengan tidak adanya airtanah tawar yang dapat melarutkannya. Singkapan
halit di permukaan dapat ditemukan dalam beberapa daerah kering dimana halit tidak
digerakkan kembali oleh air hujan.
Mineral evaporit yang lain tidaklah umum. Magnesium dan kalium klorida yang
terbentuk pada tahap akhir penguapan air laut begitu mudah larut, maka menyebabkan
mineral ini jarang terawetkan. Mineral evaporit yang berbeda mungkin terdapat dalam
danau air asin (10.4), tergantung pada kimiawi air danau. Umumnya natrium dan
magnesium karbonat dan sulfat seperti trona (Na2CO3.NaHCO3.2H2O), mirabilit
(Na2SO4.10H2O) dan epsomit (MgSO4.7H20).

Tabel 3.4 Perbandingan ion-ion utama dalam air laut


pada salinitas normal dan air sungai rata-rata.
(dari Krauskopf 1979).

Gambar 3.5 Komposisi rata-rata perbandingan mineral yang diendapkan melalui


mekanisme penguapan air laut. (Data dari Krauskopf 1979).

3.4 Rijang
Rijang adalah batuan sedimen silikaan berbutir halus. Batuan keras, kompak
yang terbentuk oleh kristal kuarsa berukuran lanau (mikrokuarsa) dan kalsedon, sebuah
bentuk silika yang terbuat dari serat memancar dengan panjang beberapa puluh hingga
ratusan mikrometer. Lapisan rijang terbentuk sebagai sedimen primer atau oleh proses
diagenesis.
Di atas lantai laut dan danau, kerangka silikaan dari organisme mikroskopik
terakumulasi membentuk ooze silikaan. Organisme ini adalah diatom, terdapat di danau
dan mungkin juga terakumulasi dalam kondisi laut, meskipun radiolaria lebih umum
sebagai komponen utama ooze silikaan di laut. Radiolaria adalah zooplankton (hewan
mikroskopik dengan gaya hidup planktonik) dan diatom adalah fitoplankton (tanaman
mengambang bebas dan alga). Jika terkonsolidasi, ooze ini akan membentuk lapisan
rijang. Silika opalin diatom dan radiolaria adalah metastabil dan terekristalisasi
membentuk silika kalsedon atau mikrokuarsa. Rijang yang terbentuk dari ooze sering
berlapis tipis dengan lapisan yang disebabkan oleh variasi jumlah material berukuran
lempung yang ada. Rijang ini sangat umum dalam lingkungan laut dalam (15.5.2).
Beberapa rijang adalah hasil diagenesis (17.3.1), terbentuk oleh penggantian mineral
lain oleh air kaya silika yang mengalir melalui batuan. Umumnya mengganti
batugamping (contoh sebagai batuapi / flint dalam kapur) dan terkadang terjadi dalam
batulumpur. Rijang ini dalam bentuk nodul-nodul atau lapisan irreguler dan dari sini
dengan mudah dapat dibedakan dari rijang primer. Jasper adalah rijang dengan
pewarnaan merah yang kuat karena adanya hematit.

3.5 Fosfat
Endapan sedimen fosfat disebut sebagai fosforit (phosphorites). Fosfor adalah
unsur umum yang esensial untuk segala bentuk kehidupan dan ada pada semua zat
kehidupan. Secara mineralogi, fosforit tersusun oleh kalsim fosfat, carbonate hydroxyl
fluoroapatite. Jarang sekali sedimen fosforit ditemukan dalam konsentrasi tinggi, dan
sedimen fosforit konsentrasi tinggi ini sering berasosiasi dengan endapan paparan
kontinen laut dangkal (11.6.2). Material fosfatik dalam bentuk tulang, gigi dan sisik
ikan juga terdapat tersebar di dalam banyak batuan sedimen klastik dan biogenik.

3.6 Sedimen batubesi (ironstone)


Logam besi adalah unsur umum dalam sedimen, meskipun keterdapatannya
sedikit pada hampir semua endapan. Batuan sedimen yang mengandung sedikitnya 15
% logam disebut sebagai ironstone, dan ini menarik perhatian karena kepentingan nilai
ekonominya. Besi mungkin dalam bentuk oksida, hidroksida, karbonat, sulfida atau
silikat (Berner 1971) (Tabel 3.5).
Besi ditransportasikan sebagai hidroksida dalam suspensi koloid atau terikat
dengan mineral lempung dan partikel organik. Pengendapan terjadi ketika sifat kimia
lingkungan mendukung pengendapan mineral besi. Jika ada lingkungan beroksigen baik
maka terbentuk hematit, oksida besi, adalah mineral yang paling umum terbentuk, jika
pada kondisi sedikit teroksidasi, terbentuklah goetit, hidroksida besi. Hematit berwarna
merah hingga hitam sedangkan hidroksida berwarna kuning hingga coklat muda. Dalam
lingkungan gurun sepertinya goetit lebih dulu terbentuk dan kemudian hematit, goetit
memberikan warna kekuningan pada pasir gurun. Oksidasi lanjut membentuk hematit
dan warna pasir gurun menjadi merah, ini terlihat dalam beberapa endapan gurun tua
karena proses post-depositional.
Di bawah kondisi reduksi, tipe mineral besi yang terbentuk tergantung pada
ketersediaan ion sulfida atau sulfat. Dalam setting kaya sulfur, umum terbentuk sulfida
besi (pyrite), terdapat sebagai kristal berwarna emas atau lebih umum sebagai partikel
halus yang tersebar dan memberikan warna hitam pada sedimen. Pirit berbutir halus
ditemukan dalam lingkungan reduksi, lingkungan kaya organik seperti tidal mudflat dan
fetid lake. Jika tidak ada sulfida atau sulfat, maka mungkin terbentuk pengnedapan
siderit, karbonat besi: kondisi yang mendukung dalam pembentukan siderit umumnya
terdapat dalam lingkungan lumpuran non-marin seperti danau dan rawa atau paya
(marsh). Mineral autigenik glaukonit (2.4.5) adalah silikat besi, chamosite adalah
mineral yang ditemukan dalam beberapa lapisan ironstone sebagai ooid, terjadi karena
penggantian kalsium karbonat.

Tabel 3.5 Mineral-mineral yang umum pada sedimen ironstone.

Oxides Haematite Fe2O3


Magnetite Fe3O4

Hydroxides Goethite FeO.OH


Limonite FeO.OH.H2O

Carbonate Siderite FeCO3

Sulphide Pyrite FeS2

Silicates Glauconite KMg(FeAl)(SiO3)6.3H2O


Chamosite (Fe5Al)(Si3Al)O10(OH)8
3.7 Endapan karbonan (organik)
Material sedimen dengan sejumlah zat organik diistilahkan karbonan karena
kaya karbon (jangan dibingungkan dengan sedimen kaya karbonat, jika penyusun
utamanya adalah kalsium karbonat, disebut karbonatan). Zat organik biasanya terurai
ketika organisme mati dan hanya terawetkan jika sebagian hancur menjadi senyawa
stabil. Ini hanya terjadi di bawah kondisi ketersediaan oksigen terbatas, disebut sebagai
anaerobik. Lingkungan dimana keadaan ini terjadi adalah kubangan lumpur
(waterlogged mires), rawa (swamp) dan tanah berlumpur (bog), danau bertingkat
(stratified lakes) (10.2.2) dan air laut dengan sirkulasi terbatas.

Tabel 3.6 Maseral batubara dan litotipe batubara

3.7.1 Endapan kaya-organik modern


Akumulasi material organik sangat nyata terdapat dalam tanah sebagai humus,
tapi karena tanah umumnya beroksigen baik karena aktivitas penggalian organisme,
maka material dalam profil tanah ini terawetkan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Kondisi basah mire, bog dan swamp lebih mendukung pengawetan zat organik karena
setting anaerobik dan tebalnya akumulasi gambut (peat) yang mungkin terbentuk.
Komposisi gambut tergantung pada ekosistem tanaman, yang mungkin berkisar dari
lumut di daerah tinggi yang dingin hingga pepohonan di daerah rendah dan rawa.
Gambut terbentuk pada rentang zona iklim yang luas, dari daerah sub-polar boggy di
Siberia dan Kanada hingga rawa hutan bakau (mangrove) di daerah tropis (McCabe
1984; Hazeldine 1989). Endapan gambut tebal sangat umum berasosiasi dengan
floodplain sungai (9.3) tetapi juga terdapat pada bagian atas delta (12.1) dan berasosiasi
dengan dataran pantai (13.2.4). Akumulasi yang terbentuk dari material organik dengan
hanya sedikit jumlah klastik detritus hanya dapat terjadi pada daerah dimana sedikit atau
tidak ada pemasukan klastik. Lapisan tebal gambut murni tidak akan terbentuk pada
lingkungan yang secara reguler dibanjiri oleh air tawar atau air laut yang membawa
sedimen suspensi.
Tidak semua akumulasi zat organik terbentuk dari bagian terurai tanaman besar.
Sisa-sisa alga planktonik yang hidup di danau dan laut terkonsentrasi di dasar air di
bawah kondisi anaerobik. Material organik aquatik ini disebut sapropel dan mungkin
termasuk spora dan detritus comminute halus tanaman yang lebih besar.

3.7.2 Endapan kaya organik tua


Suatu endapan dianggap kaya organik (karbonan) jika mengandung sejumlah
material organik yang signifikan, lebih tinggi dari nilai rata-rata, lebih dari 2 % untuk
batulumpur; untuk batugamping, lebih dari 0,2 % ; dan untuk batupasir, lebih dari 0,05
%. Material organik kemungkinan ada karena diendapkan bersama dengan sedimen
(seperti dalam kasus batubara dan serpih minyak) atau karena fluida hidrokarbon telah
bermigrasi dari tempat lain dan terkonsentrasi dalam sedimen atau batuan yang
poros/sarang (porous). Kemudian menjadi reservoir hidrokarbon yang mengandung
minyak dan gas alam yang dapat dieksploitasi jika ada kuantitas ekonominya (17.8.2).
Jika lebih dari dua pertiga material adalah zat organik padat maka dapat disebut
batubara. Batubara yang paling ekonomis adalah yang memiliki kurang dari 10 % non-
organik, material yang tidak mudah terbakar (non-combustible), sering disebut sebagai
debu (ash). Material karbonan dalam batubara tidaklah homogen dan tipe-tipe berbeda
dari zat organik dapat dikenali, dikenal sebagai maseral (maceral) batubara (Tabel 3.6)
(McCabe 1984). Perbandingan maseral-maseral ini dapat digunakan untuk
mendefinisikan rangkaian litotipe batubara (Tabel 3.6). Batubara humic terbentuk dari
serangkaian proses yang mengubah gambut menjadi lignit dan kemudian batubara
(17.8.2) yang penyusun utamanya adalah vitrain, yang hitam mengkilat. Durain
memiliki kilap pudar (dull), dan batubara yang tersusun dari perselingan lapisan
mengkilat dan pudar disebut clarain. Material batubara lunak dan mudah diremas yang
terbentuk dari maseral inertinit disebut fusain: aini terdapat dalam beragam batuan
sedimen klastik seperti halnya dalam batubara murni dan dalam banyak kasus dapat
dengan jelas dikenali sebagai fosil arang. Batubara sapropelik adalah akumulasi alga,
spora dan material tanaman halus terbentuk di bawah air dan tertimbun. Pembatubaraan
zat karbonan ke dalam maseral dan litotipe adalah serangkaian proses bakteri, kimia,
dan fisika post-depositional (17.8.2).
Batulumpur yang mengandung sejumlah tinggi zat organik yang dapat
digerakkan oleh pengaruh panas dalam bentuk cairan atau gas disebut serpih minyak.
Material organik biasanya berupa sisa-sisa alga yang hancur selama diagenesis (17.8.2)
membentuk kerogen, rantai panjang hidrokarbon yang membentuk petroleum (minyak
dan gas alam) ketika terpanaskan. Oleh karena itu serpih minyak penting sebagai batuan
sumber hidrokarbon yang akhirnya membentuk konsentrasi minyak dan gas, meskipun
tidak semua batuan sumber memiliki kandungan karbonan yang cukup tinggi untuk
disebut serpih minyak. Lingkungan termpat serpih minyak terbentuk harus merupakan
lingkungan anaerobik untuk mencegah oksidasi material organik; kondisi yang sesuai
ditemukan di dalam danau dan lingkungan laut dangkal tertentu yang terbatas (Eugster
1985).

3.8 Deskripsi batuan sedimen dalam hand specimen


Ada beberapa petunjuk yang harus dipertimbangkan dalam pendeskripsian
batuan sedimen di lapangan atau hand specimen. Untuk informasi yang lebih detail
dapat diperoleh dari sayatan tipis batuan.
Sifat-Sifat Umum Batuan
Sifat ini termasuk deskripsi warna, derajat konsolidasi atau berapa baik batuan
tersementasi dan jika terlitifikasi baik, semudah apakah batuan hancur di sepanjang
pecahan yang sejajar (pembelahannya / fissility) dan karakteristik pecahannya (contoh,
pecahan konkoidal rijang).

Penyusun dan Tekstur


Pengujian yang lebih lengkap untuk material penyusun dapat dibuat dengan
sayatan tipis batuan, tapi sejumlah penelitian dapat dilakukan dari hand specimen. Jika
klastik cukup besar, butiran mineral dan fragmen batuan yang ada harus dideskripsikan
dan jumlahnya harus diperkirakan. Dalam batupasir dan konglomerat, karakteristik
tekstur seperti ukuran butir dan pemilahan, kebundaran dan kebolaan klastik dapat
ditentukan. Dalam batugamping, asal dari klastik (ooid, bioklastik, intraklastik, dll) dan
adanya organisme pembentuk framework adalah penting. Jika matriksnya jelas dan
dapat dikenali dalam batuan sedimen, tipe dan jumlahnya harus dicatat.

Struktur Sedimen dan Kemas


Catatan dan sketsa harus memasukkan tipe dan jarak laminasi, skala dan bentuk
cross lamination, cross beding, struktur tapak (sole structure), kelurusan (linemaent),
bioturbation, dan sebagainya (lihat bab selanjutnya). Fitur seperti gradasi, harus
dipertimbangkan orientasi butirannya dan hubungan antara butiran dan matriksnya.
Informasi ini dapat digunakan untuk memberikan nama pada batuan dan untuk
membuat beberapa interpretasi tentang asal dan lingkungan pengendapan batuan dengan
menggunakan informasi dari bab 6 hingga 16. Catat bahwa interpretasi harus dibuat
dengan hati-hati karena lingkungan pengendapan tidak selalu bisa ditentukan dari hand
specimen dan konteks pengendapan, penentuan interpretasi dari hubungan-hubungan
yang terdapat di lapangan seringkali diperlukan.

3.9 Pengujian batuan sedimen di bawah mikroskop


Dengan pengujian batuan sedimen di bawah mikroskop petrografi,
memungkinkan untuk menentukan banyak hal yang mendetail tentang komposisi dan
tekstur bila dibandingkan dengan hanya melihat hand specimen (Cox et al. 1974; Adams
et al. 1984). Irisan tipis batuan (biasanya tebalnya 30 m) ditempelkan pada kaca
mikroskop untuk membuat penampang tipis. Pada ketebalan ini hampir semua mineral
silikat dan karbonat berwarna transparan sedangkan banyak logam oksida dan sulfida
berwarna opak/tidak tembus cahaya (opaque). Mikroskop petrografi dapat digunakan
untuk menentukan sejumlah sifat butiran mineral dan dapat diidentifikasi sebagai tipe
mineral tertentu. Untuk mineral transparan sumber sinar melewati filter polarisasi
diteruskan melewati sayatan tipis dari bawah. Filter polarisasi kedua berarah tegak lurus
terhadap filter yang pertama dan dapat diselipkan di antara sayatan tipis dan lensa mata.
Sifat mineral utama adalah :
1. bentuk mineral, meskipun bisa memiliki bentuk modifikasi akibat erosi selama
transportasi;
2. jumlah bidang belahan yang ada, jika ada, dan sudut di antara bidang tersebut;
3. indeks bias mineral transparan, yang secara kualitatif diukur dengan menentukan
relief antara mineral dan semen dengan menempelkan irisan batuan ke kaca: mineral
dengan indeks bias tinggi memiliki tepi yang tajam, dan relief tinggi;
4. warna pada sayatan tipis dan perubahan warnanya ketika butiran diputar di dalam
cahaya polarisasi (disebut pleokroisme / pleochroism);
5. posisi, berhubungan dengan garis besar bentuk mineral, dimana mineral menjadi
gelap ketika kedua polarisator diselipkan: sudut antara posisi ini dan muka kristal
tertentu, biasanya merupakan tepi terpanjang, disebut sudut pemadaman (extinction
angle);
6. warna yang berkaitan dengan distorsi cahaya polarisasi karena melewati mineral
yang terlihat ketika kedua polarisator digunakan: warna-warna (hue) dan intensitas
warna birefringence adalah karakteristik yang berguna dalam identifikasi mineral.
Dalam identifikasi mineral, pengujian sayatan tipis batuan sedimen juga memberikan
sejumlah sifat tekstur.
1. pemilahan, kebundaran dan kebolaan butir pasir (2.6) dapat ditentukan lebih baik di
sayatan tipis dibanding dalam hand specimen.
2. kemas batuan dapat terlihat lebih jelas-artinya, kecenderungan butiran melurus pada
arah tertentu, lapisan pada skala kecil, dan sebagainya.
3. semua post-depositional, fitur diagenesisnya (17.2) dapat dikenali lebih mudah
dalam sayatan tipis.

BAB IV
Proses Transportasi dan Struktur Sedimen

Bangunan biologi seperti karang-karang, tumpukan cangkang dan karpet


mikroba diciptakan di dalam tempat yang tidak ada transportasi material. Sama halnya,
pengendapan mineral evaporit di dalam danau, laguna dan di sepanjang garis pantai
yang tidak melibatkan semua pergerakan zat particulate (substansi yang terdiri dari
partikel-partikel). Namun bagaimanapun, hampir semua endapan sedimen lainnya
diciptakan oleh transportasi material. Pergerakan material kemungkinan murni
disebabkan oleh gravitasi, tapi yang lebih umum adalah karena hasil dari aliran air,
udara, es atau campuran padat (dense mixtures) sedimen dan air. Interaksi material
sedimen dengan media transportasi menghasilkan berkembangnya struktur sedimen,
beberapa struktur sedimen berkaitan dengan pembentukan bentuk lapisan (bedform)
dalam aliran sedangkan yang lain adalah erosi. Struktur sedimen ini terawetkan dalam
batuan dan menyediakan rekaman proses yang terjadi pada waktu pengendapannya. Jika
proses fisik terjadinya struktur ini di dalam lingkungan modern dapat diketahui, dan jika
batuan sedimen diinterpretasikan berdasarkan kesamaan prosesnya, maka mungkin
untuk mengetahui lingkungan pengendapannya. Di dalam bab ini, dibahas proses fisika
utama yang terdapat di dalam lingkungan pengendapan. Sifat alami endapan dihasilkan
dari proses-proses ini dan akan diperkenalkan struktur sedimen utama yang terbentuk
oleh interaksi media aliran dan detritus. Banyak fitur-fiitur ini terdapat pada lingkungan
sedimen yang berbeda-beda dan harus dipikirkan di konteks lingkungan mana fitur-fitur
ini terbentuk.

4.1 Media Transportasi

Gravitasi
Kasus paling sederhana mengenai transportasi sedimen yang tidak signifikan
melibatkan media di sekitarnya adalah jatuhan partikel dari tebing atau lereng akibat
gravitasi. Jatuhan batuan (rock falls) menghasilkan gundukan sedimen di dasar lereng,
biasanya secara umum terdiri dari debris kasar yang kemudian tidak mengalami proses
sedimentasi kembali (rework). Akumulasi ini terlihat sebagai scree (akumulasi debris
batuan di dasar tebing, bukit, atau lereng gunung, sering membentuk timbunan) di
sepanjang sisi-sisi lembah di daerah pegunungan. Akumulasi ini membentuk kerucut
talus (talus cone) dengan suatu permukaan pada sudut diam (angle of rest) kerikil, sudut
maksimum dimana material akan tetap stabil dan klastik tidak akan jatuh menuruni
lereng. Sudut ini bervariasi dengan bentuk dan distribusi ukuran butir, tetapi biasanya
antara 30 dan 35 derajat dari bidang horizontal. Endapan scree berada di daerah
pegunungan (6.6.1) dan terkadang di sepanjang pantai: endapan ini jarang terawetkan di
dalam rekaman stratigrafi.

Air
Transportasi partikel di dalam air sejauh ini merupakan mekanisme transportasi
yang paling signifikan. Air mengalir di permukaan lahan di dalam channel dan sebagai
aliran permukaan (overland flow). Arus-arus di laut digerakkan oleh angin, tidal dan
sirkulasi samudra. Aliran-aliran ini mungkin cukup kuat untuk membawa material kasar
di sepanjang dasarnya dan material yang lebih halus dalam suspensi. Material dapat
terbawa di dalam air sejauh ratusan atau ribuan kilometer sebelum terendapkan sebagai
sedimen. Mekanisme air yang menggerakkan material ini akan dibahas di bawah.

Udara
Setelah air, udara adalah media transportasi terpenting. Angin berhembus di atas
lahan mengangkat debu dan pasir kemudian membawanya sampai jarak yang jauh.
Kapasitas angin untuk mentransportasikan material dibatasi oleh densitas rendah dari
udara. Seperti yang akan kita lihat di bagian 4.2.6, perbedaan densitas antara media dan
klastik berpengaruh terhadap keefektifan media dalam menggerakkan sedimen.

Es
Air dan udara adalah media fluida yang jelas, tapi kita juga dapat
mempertimbangkan es sebagai media fluida karena selama periode yang panjang es
bergerak melintasi permukaan lahan, meskipun sangat lambat. Es adalah fluida
berviskositas tinggi yang mampu mentransportasikan sejumlah besar debris klastik.
Pergerakan detritus oleh es penting pada daerah di dalam dan di sekitar tudung es kutub
dan daerah pegunungan dengan gletser semipermanen atau permanen (7.2, 7.3). Volume
material yang digerakkan es sangat besar ketika meluasnya es (glaciation).

Sedimen Padat dan Campuran Air


Ketika ada sedimen berkonsentrasi tinggi di dalam air, campurannya akan
membentuk aliran debris (4.6.1), yang dapat kita pikirkan seperti campuran larutan air
dengan material yang tidak dapat terlarut (slurry) yang kekentalannya serupa dengan
beton basah. Campuran padat ini digerakkan oleh gravitasi di permukaan lahan maupun
di bawah air, perilakunya berbeda bila dibandingkan dengan sedimen yang tersebar di
dalam tubuh air. Campuran yang lebih encer juga mungkin digerakkan oleh gravitasi di
dalam air sebagai arus turbidit (4.6.2). Mekanisme aliran yang digerakkan gravitasi ini
adalah mekanisme penting dalam mentransportasikan material kasar hingga ke samudra
dalam.

4.2 Perilaku Fluida dan Partikel di dalam Fluida


Perkenalan singkat mengenai dinamika fluida, perilaku gerakan fluida, dibahas
di bab ini untuk memberikan dasar-dasar pemahaman fisika untuk membahas
transportasi sedimen dan pembentukan struktur sedimen di bagian selanjutnya. Untuk
penjelasan yang lebih menyeluruh mengenai dinamika fluida tersedia di dalam Leeder
(1982), J.R.L. Allen (1985, 1994) dan P.A. Allen (1997).

4.2.1 Aliran Laminar dan Turbulen


Gerakan fluida dapat terbagi ke dalam dua cara yang berbeda. Dalam aliran
laminar, semua molekul-molekul di dalam fluida bergerak saling sejajar terhadap yang
lain dalam arah transportasi. Dalam fluida yang heterogen hampir tidak ada terjadinya
pencampuran selama aliran laminar. Dalam aliran turbulen, molekul-molekul di dalam
fluida bergerak pada semua arah tapi dengan jaring pergerakan dalam arah transportasi.
Fluida heterogen sepenuhnya tercampur dalam aliran turbulen.
Perbedaan antara gerakan laminar dan turbulen pertama kali didokumentasikan oleh O.
Reynold diakhir abad ke-19. Dia melaksanakan percobaan pada aliran yang melalui
tabung, dan tercatat bahwa plot tingkat aliran terhadap tekanan menurun antara saluran
masuk dan saluran keluar, tidak menghasilkan grafik garis lurus. Besarnya tekanan yang
hilang pada tingkat aliran tinggi dapat dihubungkan dengan naiknya gesekan antara
partikel dalam aliran turbulen. Percobaan dengan benang (thread) yang dicelupkan di
dalam tabung menunjukkan bahwa garis aliran sejajar pada tingkat aliran rendah, tapi
pada kecepatan yang lebih tinggi benang berantakan karena fluida tercampur akibat
gerakan turbulen (Gambar 4.1).
Parameter aliran ini disebut angka Reynold (Re). Nilai (tanpa dimensi atau
satuan) yang menunjukkan aliran laminar atau turbulen. Angka Reynold diperoleh dari
hubungan faktor-faktor sebagai berikut: kecepatan aliran (u), rasio densitas fluida dan
viskositas fluida (v, viskositas kinematik fluida) dan karakter panjang atau jarak (l,
diameter pipa atau kedalaman aliran di dalam channel terbuka). Persamaan angka
Reynold tersebut didefinisikan sebagai berikut :

Re = ul / v

Aliran fluida di dalam pipa dan channel ditemukan laminar ketika angka Reynoldnya
rendah (kurang dari 500) dan turbulen pada nilai yang lebih tinggi (lebih besar dari
2000). Dengan meningkatnya kecepatan, aliran akan menjadi turbulen dan di dalam
fluida terdapat peralihan dari laminar menuju turbulen. Fluida dengan viskositas
kinematik yang rendah, seperti udara, mengalir turbulen pada kecepatan rendah, jadi
semua aliran angin alamiah yang dapat membawa partikel dalam suspensi adalah aliran
turbulen. Air hanya mengalir laminar pada kecepatan yang rendah atau kedalaman air
yang sangat dangkal, jadi aliran turbulen sangat umum pada proses transportasi dan
pengendapan sedimen di air (aqueous). Aliran laminasi terjadi pada beberapa aliran
debris, pergerakan es dan aliran lava, dan semua yang memiliki viskositas kinematik
yang lebih besar dari air.

Gambar 4.1 Aliran fluida turbulen dan laminar


Hampir semua aliran di dalam air dan udara yang membawa volume sedimen dalam
jumlah yang signifikan adalah aliran turbulen. Perilaku partikel di dalam aliran ini akan
dibahas sekarang.

4.2.2 Transportasi Partikel di dalam Fluida


Partikel semua ukuran digerakkan di dalam fluida oleh salah satu dari tiga
mekanisme (Gambar 4.2). Pertama, partikel dapat bergerak menggelinding (rolling) di
dasar aliran udara atau air tanpa kehilangan kontak dengan permukaan dasar. Kedua,
partikel dapat bergerak dalam serangkaian lompatan, secara periode meninggalkan
permukaan dasar dan terbawa dengan jarak yang pendek di dalam tubuh fluida sebelum
kembali ke dasar lagi; ini dikenal sebagai saltasi (saltation). Terakhir, turbulensi di
dalam aliran dapat menghasilkan gerakan yang cukup untuk menjaga partikel bergerak
terus di dalam fluida; dikenal sebagai suspensi (suspension).
Ada sejumlah faktor yang mengontrol gerakan partikel di dalam fluida turbulen.
Pertama, karena kecepatan aliran meningkat, energi kinetik di dalam fluida
menjadi lebih besar sehingga mengangkat partikel dari permukaan dasar dan
menggerakkan secara saltasi. Kedua, turbulensi yang meningkat juga menyediakan gaya
yang cukup kuat untuk menjaga partikel tetap tersuspensi. Ketiga, partikel dengan
massa yang lebih besar memerlukan energi lebih untuk terangkat dan tersaltasi dan
menjaga partikel agar tetap tersuspensi. Terakhir, partikel dengan luas permukaan relatif
lebih besar dari massanya (contoh, mineral berbentuk lempengan / platy seperti mika)
memiliki kecepatan pengendapan yang lebih rendah (perlu waktu lebih lama untuk
tenggelam) dan dapat tetap (permanen atau sementara) tersuspensi dengan lebih mudah.

Gambar 4.2
Mekanisme
transportasi partikel
di dalam aliran:
rolling dan saltasi
(bedload); dan
suspensi
(suspended).

Pada kecepatan arus rendah hanya partikel halus (lempung) dan partikel berdensitas
rendah yang tetap tersuspensi, dengan partikel berukuran pasir bergerak rolling dan
beberapa tersaltasi. Pada tingkat aliran yang lebih tinggi semua lanau dan beberapa pasir
dapat tetap tersuspensi, dengan butiran (granules) dan kerakal halus (fine pebble)
tersaltasi dan material lebih kasar bergerak rolling.
Proses-proses ini secara esensial serupa baik di udara maupun di air, tapi di
udara diperlukan kecepatan yang lebih tinggi untuk menggerakkan partikel tertentu
karena densitas dan viskositas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan air (Tabel
4.1). Konsekuensi dari viskositas udara yang rendah adalah butiran yang tersaltasi
mendaratkan efek bantalan (cushioning effect) medium fluida yang relatif sedikit, dan
butir-butir mempunyai momentum yang cukup untuk menumbuk butir-butir ke dalam
aliran yang mengalir bebas. Efek ini tidak begitu nyata di dalam air karena gesekan
antara butir yang bergerak dan fluida energinya telah habis sebelum mendarat. Zat
particulate (substansi yang terdiri dari partikel-partikel yang terpisah) yang terbawa
oleh aliran biasanya diistilahkan bedload (partikel yang rolling dan tersaltasi) dan
suspended load (material dalam suspensi), juga terkadang disebut sebagai washload
(Gambar 4.2).

Tabel 4.1 Densitas dan viskositas media transportasi fluida


4.2.3 Partikel yang Masuk ke dalam Aliran
Tidak dengan seketika terlihat jelas mengapa partikel yang berada di dasar aliran
(contoh, di dasar sungai) lakukan selain dari bergerak terseret (frictional drag). Gerakan
terseret antara air yang mengalir dan objek di dalam aliran adalah mekanisme utama
bagi material kasar tertransportasikan sebagai komponen rolling bedload. Beberapa
partikel bergerak ke atas dari dasar aliran dan sementara waktu memasuki aliran
sebelum terendapkan kembali ketika aliran menurun. Ini adalah partikel saltasi. Aliran
tidak mampu mempertahankan butir-butir ini dalam suspensi karena butir ini jatuh ke
bawah lagi, jadi apa yang pertama kali membuat butir-butir ini bergerak naik?
Jawabannya terdapat pada efek Bernoulli, fenomena yang memperkenankan burung-
burung dan pesawat terbang dapat terbang dan kapal pesiar dapat berlayar dekat
dengan angin.
Efek Bernoulli sangat baik dijelaskan dengan membahas aliran fluida (udara, air
atau semua media fluida) di dalam tabung yang salah satu sisinya menyempit (Gambar
4.3). Luas penampang melintang tabung di satu sisi lebih besar dari sisi lain, tapi untuk
mempertahankan transportasi fluida agar tetap konstan di sepanjang tabung, jumlah
yang sama harus mengalir di satu sisi dan keluar di sisi lain dengan periode waktu
tertentu. Untuk memperoleh jumlah yang sama dari fluida, harus bergerak pada
kecepatan yang lebih tinggi ketika melewati sisi yang sempit. Efek ini lazim dikenal
orang yang memencet ujung selang air taman: air yang menyembur akan semakin cepat
ketika ujung selang air sebagian ditutup.
Gambar 4.3 Efek Bernoulli diilustrasikan oleh fluida yang melintasi tabung
menyempit.

Hal selanjutnya yang dipertimbangkan adalah menjaga massa dan energi di sepanjang
tabung. Variabel-variabel yang dilibatkan dapat dilihat dalam persamaan Bernoulli:

Energi total = gh + (u2 / 2) + P

dimana adalah densitas fluida, u adalah kecepatan, g adalah percepatan gravitasi, h


perbedaan ketinggian dan P adalah tekanan. Tiga istilah dalam persamaan ini adalah
energi potensial (gh), energi kinetik (u2 / 2) dan energi tekanan (P). Persamaan ini
dianggap tidak kehilangan energi karena efek gesekan, jadi dalam kenyataan
hubungannya adalah sebagai berikut:

gh + (u2 / 2) + P + Eloss = konstanta

Energi potensial adalah konstanta karena tidak ada perbedaan ketinggian di antara
tempat dimana fluida bergerak masuk dan keluar. Energi kinetik berubah-ubah
sebagaimana kecepatan aliran meningkat atau menurun. Jika energi total dalam sistem
terjaga, pasti ada beberapa perubahan dalam hal terakhir, energi tekanan. Energi tekanan
dapat diartikan sebagai energi yang tersimpan ketika fluida terkompresi: fluida yang
terkompresi (seperti dalam tromol gas terkompresi) memiliki energi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak terkompresi.
Kembali ke aliran di dalam sisi tabung yang runcing, untuk keseimbangan
persamaan Bernoulli, energi tekanan harus direduksi untuk mengkompensasikan
kenaikan energi kinetik akibat penyempitan aliran di ujung akhir tabung. Artinya bahwa
ada reduksi tekanan pada sisi akhir tabung yang menyempit.
Pindahkan ide ini ke aliran di dalam channel, klastik di dasar channel akan mereduksi
penampang melintang aliran di atasnya. Kecepatan di atas klastik akan lebih besar
daripada ke hulu dan ke hilirnya dan untuk menyeimbangkan persamaan Bernoulli
harus ada reduksi tekanan di atas klastik. Reduksi tekanan ini menyediakan gaya angkat
(lift force) temporer yang menggerakkan klastik di dasar aliran (Middleton & Southard
1978). Selanjutnya klastik sementara waktu naik ke dalam fluida yang bergerak sebelum
jatuh ke dasar channel akibat gravitasi dalam sebuah peristiwa saltasi (Gambar 4.4).

4.2.4 Ukuran Butir dan Kecepatan Aliran


Kecepatan fluida dimana partikel akan naik ke dalam aliran dapat disebut
sebagai kecepatan kritis. Jika gaya yang bekerja pada partikel di dalam aliran telah
dibahas maka hubungan sederhana antara kecepatan kritis dan massa partikel dapat
diperkirakan. Gaya seret (drag force) yang diperlukan untuk menggerakkan partikel di
sepanjang aliran akan meningkat seiring massa, karena akan memerlukan gaya angkat
untuk membawa partikel naik ke dalam aliran. Pada kecepatan sedang (moderate) butir
pasir dapat tersaltasi, butiran bergerak rolling dan kerakal tetap tidak bergerak, tapi jika
kecepatan meningkat gaya yang bekerja pada partikel-partikel ini bertambah dan pasir
lebih halus mungkin tersuspensi, butiran tersaltasi, dan kerakal bergerak rolling.
Hubungan linear sederhana seperti ini juga bekerja untuk material lebih kasar, tapi
ketika ukuran butir halus terlibat maka akan semakin komplek.

Gambar 4.4 Gaya


yang bekerja pada
suatu butir di dalam
aliran. (menurut
Middleton &
Southard 1978;
Collinson &
Thompson 1982).

Diagram Hjulstrm (Gambar 4.5) menunjukkan hubungan antara kecepatan


aliran air dan ukuran butir (Hjulstrm 1939). Ada dua garis utama pada grafik. Garis
yang lebih rendah menunjukkan hubungan antara kecepatan aliran dan partikel yang
siap akan bergerak. Ini menunjukkan bahwa kerakal akan berhenti di sekitar 20-30 cm/s,
butir pasir sedang pada 2-3 cm/s, dan partikel lempung ketika kecepatan aliran adalah
secara efektif nol. Oleh karena itu ukuran butir partikel di dalam aliran dapat digunakan
sebagai petunjuk kecepatan pada waktu pengendapan sedimen jika terendapkan sebagai
partikel-partikel terisolasi. Garis kurva bagian atas menunjukkan kecepatan aliran yang
diperlukan untuk mengerakkan partikel dari kondisi diam. Pada setengah bagian kanan
grafik, garis ini sejajar dengan garis yang pertama tapi untuk ukuran butir tertentu
diperlukan kecepatan yang lebih besar untuk memulai pergerakan daripada untuk
menjaga partikel tetap bergerak. Pada sisi kiri diagram terdapat garis divergen yang
tajam: secara intuisi, partikel lanau yang lebih kecil dan lempung memerlukan
kecepatan yang lebih besar untuk menggerakkannya daripada pasir.
Hal ini dapat dijelaskan melalui sifat mineral lempung yang akan mendominasi
fraksi halus dalam sedimen. Mineral lempung bersifat kohesif (2.5.5) dan sekali
terendapkan akan cenderung merekat bersama, membuatnya lebih sulit untuk naik ke
dalam aliran daripada butir-butir pasir. Catat bahwa ada dua macam untuk material
kohesif. Lumpur tak terkonsolidasi (unconsolidated mud) telah terendapkan tapi tetap
merekat, material plastis. Lumpur terkonsolidasi (consolidated mud) telah lebih
banyak mengeluarkan air darinya dan bersifat kaku atau keras (rigid). Dalam
prakteknya, banyak endapan material lumpuran berada antara dua macam ini.
Gambar 4.5 Diagram Hjulstrm, menunjukkan hubungan antara kecepatan aliran dan
transportasi butir-butir lepas. Ketika butir telah terendapkan, diperlukan energi yang
lebih tinggi untuk mulai menggerakkannya daripada menjaganya tetap bergerak ketika
telah bergerak. Sifat kohesif partikel lempung mengartikan bahwa sedimen berbutir
halus memerlukan kecepatan yang lebih tinggi untuk mengerosi kembali sedimen ini
ketika sedimen ini terendapkan, khususnya ketika terkompaksi. (dari Earth, edisi kedua
oleh Frank Press dan Raymond Siever. 1974, 1978, dan 1986 oleh W.H. Freeman and
Company).

Perilaku partikel halus dalam aliran, sebagaimana yang ditunjukkan oleh


diagram Hjulstrm, memiliki konsekuensi penting untuk pengendapan dalam
lingkungan pengendapan alami. Lempung dapat tererosi dalam semua kondisi kecuali
air yang menggenang, tapi lumpur dapat terakumulasi dalam semua setting dimana
aliran berhenti mengalir dengan waktu yang cukup untuk partikel lempung terendapkan:
aliran yang kembali mengalir tidak akan menaikkan kembali endapan lempung kecuali
kecepatannya relatif tinggi. Perselingan pengendapan lumpur dan pasir terlihat dalam
lingkungan dimana alirannya sebentar-sebentar (intermittent), seperti setting tidal
(11.2.4).

4.2.5 Variasi Ukuran Klastik : Graded Bedding


Jika kecepatan berubah selama suatu periode aliran, ukuran klastik yang
terendapkan akan mencerminkan perubahan dalam kekuatan aliran. Aliran yang
menurun dari 20 cm/s ke 1 cm/s akan diawali pengendapan pasir kasar tapi akan secara
progresif mengendapkan pasir sedang dan halus akibat turunnya kecepatan. Lapisan
pasir yang terbentuk dari penurunan aliran ini akan menunjukkan reduksi dalam ukuran
butir dari kasar di dasarnya hingga halus di bagian atasnya. Pola perubahan ukuran
klastik dalam suatu lapisan tunggal ini disebut sebagai gradasi normal (normal grading).
Sebaliknya, peningkatan dalam kecepatan aliran seiring waktu mungkin menghasilkan
peningkatan ukuran butir ke arah atas pada suatu lapisan, dikenal sebagai gradasi
terbalik (reverse grading). Normal grading lebih umum karena banyak aliran alami
yang dimulai dengan sentakan yang kuat diikuti oleh penurunan secara gradual
kecepatan alirannya. Aliran yang secara gradual bertambah kecepatannya seiring waktu
yang menghasilkan reverse grading jumlah frekuensinya sedikit. Material yang
diendapkan dari air statis juga menampakkan gradasi, perhitungan hubungan antara
ukuran butir dan kecepatan pengendapan dijelaskan dengan hukum Stoke. Partikel yang
lebih besar memiliki kecepatan terminal yang besar dan terendapkan lebih cepat dari
butir-butir yang lebih kecil (lihat Leeder 1982).
Gradasi dapat terjadi di variasi setting lingkungan yang bermacam-macam:
normal grading adalah karakteristik penting dari banyak endapan arus turbidit (4.6.2)
tapi mungkin juga hasil dari badai di paparan kontinen (14.3), limpah banjir di
lingkungan fluvial (9.3) dan setting delta top (12.1.1).
Sangat berguna menggambarkan perbedaan antara gradasi yang ada di dalam suatu
lapisan tunggal dan gradasi yang terdapat pada sejumlah lapisan. Suatu pola beberapa
lapisan yang dimulai dengan ukuran klastik kasar di lapisan terendah dan material lebih
halus di lapisan yang tertinggi disebut sebagai menghalus ke atas (fining-upward). Pola
yang sebaliknya dengan lapisan terkasar di atas adalah rangkaian mengasar ke atas
(corsening-upward) (Gambar 4.6). Catat bahwa mungkin ada keadaan dimana lapisan
individual yang bergradasi normal tapi di dalam lapisan rangkaian coarsening-upward.
Pengenalan dan interpretasi pola coarsening-upward dan fining-upward adalah penting
dalam menganalisis lingkungan sedimen.

4.2.6 Densitas Fluida dan Ukuran Partikel


Gaya yang bekerja pada partikel adalah fungsi dari viskositas dan densitas media
fluida seperti halnya massa partikel. Fluida berviskositas lebih tinggi menggunakan
gaya seret dan angkat yang lebih besar untuk kecepatan aliran tertentu. Dua fluida yang
terpenting di permukaan bumi adalah air dan udara. Aliran air dapat mentransportasikan
klastik sebesar bongkah pada kecepatan yang terekam dalam sungai, tapi bahkan pada
badai dengan kekuatan angin yang sangat tinggi, partikel mineral dan batuan terbesar
yang terbawa kemungkinan besar berukuran sekitar satu milimeter. Pembatasan ukuran
partikel yang terbawa angin adalah satu kriteria yang mungkin digunakan untuk
membedakan material yang diendapkan oleh air dari yang ditransportasikan dan
diendapkan oleh angin (8.2). Fluida berviskositas lebih tinggi seperti es dan aliran
debris (4.6.1) dapat mentransportasikan bongkah berukuran beberapa meter hingga
puluhan meter panjangnya. Klastik besar mungkin terbawa di bagian teratas dari aliran
laminar.
Gambar 4.6 Gradasi normal dan terbalik
dalam lapisan tunggal; pola menghalus ke
atas dan mengasar ke atas dalam rangkaian
lapisan.

4.3 Aliran, Sedimen dan Bentuk Lapisan


(Bedform)
Bedform adalah fitur morfologi yang terbentuk oleh interaksi antara aliran dan
sedimen pada suatu lapisan. Riak air (ripples) di pasir dalam aliran arus dan bukit pasir
(sand dunes) di dalam gurun adalah contoh bedform, yang pertama dihasilkan dari
aliran di dalam air, dan yang kedua dari aliran udara. Untuk menjelaskan bagaimana
bedform ini terbentuk dan mengapa tipe bedform berbeda diperlukan ringkasan
dinamika fluida.
Kehadiran gaya gesekan di dalam aliran telah dicatat ketika membahas persamaan
Bernoulli (4.2.3). Gesekan terbesar pada tepi-tepi aliran-sebagai contoh, di dasar aliran
di dalam channel dimana pusaran perputaran (eddies) aliran turbulen berinteraksi
dengan batas yang padat (solid). Sejumlah lapisan di dalam fluida dapat dikenali
(Gambar 4.7). Pada batas terdapat lapisan serapan (adsorbed layer) dimana partikel
fluida terikat (attached) ke permukaan padat (solid surface); ketebalannya hanya
beberapa molekul. Selanjutnya terdapat lapisan batas (boundary layer), zona yang
menunjukkan gradien kecepatan aliran dari nol di adsorbed layer sampai kecepatan
aliran rata-rata di dalam aliran bebas (free stream), bagian aliran tidak terpengaruh oleh
efek batas (boundary effects). Di dalam boundary layer terdapat viscous sub-layer,
daerah yang biasanya berupa fraksi dengan ketebalan satu milimeter dimana gaya rekat
(viscous forces) penting pada kecepatan rendah.
Hubungan antara ketebalan viscous sub-layer dan ukuran butir di atas aliran
menggambarkan sifat arus. Jika semua partikel berada di dalam viscous sub-layer maka
permukaan hidroliknya lembut (smooth). Jika ada partikel yang terbangun ke atas
(tingginya) melewati lapisan ini maka permukaan alirannya kasar (rough). Di dalam
aliran air (aqueous) yang melebihi kecepatan kritis yang diperlukan untuk
menggerakkan sedimen, permukaan aliran selalu kasar jika diameter butir melebihi 0,6
mm. Kepentingan dari ini akan terlihat ketika hubungan antara ukuran butir dan tipe
bedform didiskusikan di bawah.

Gambar 4.7 Lapisan-lapisan di dalam suatu aliran dan kekasaran permukaan aliran:
suatu lapisan tipis adsorbed layer dimana tidak ada pergerakan fluida, viscous sub-layer
dan boundary layer di dalam aliran.
Bedform di dalam aliran baik di udara maupaun di air dibahas bersama di sisa
bagian ini. Terdapat banyak kesamaan bentuk dan proses antara perilaku pasir di dalam
aliran air dan di dalam arus angin, tapi ada juga beberapa fitur yang unik untuk aeolian
bedform. Proses pengendapan dan struktur sedimen aeolian bedform dibahas lebih
lanjut di bab 8.

4.3.1 Arus Riak (Current Ripples)


Ketika kecepatan aliran kritis untuk mengerakkan butir-butir pasir telah tercapai
maka mulailah terjadi saltasi. Jika aliran melewati suatu lapisan pasir diamati terlihat
bahwa butir-butir mulai tersusun dalam kelompok (clusters). Kelompok-kelompok ini
tingginya hanya beberapa butir, tapi ketika telah terbentuk kelompok ini menciptakan
tingkat-tingkat (steps) yang mempengaruhi aliran di dalam boundary layer. Aliran dapat
divisualisasikan sebagai garis-aliran (streamline) di dalam fluida, garis imajiner yang
menunjukkan arah aliran (Gambar 4.8). Streamline berada sejajar dengan dasar yang
rata atau sisi-sisi pipa silindris, tapi jika terdapat ketidakteraturan (irregularity), seperti
penanggaan (steps) di dasar karena akumulasi butir-butir, streamline berkumpul dan
tingkat transportasi meningkat. Di bagian teratas dari steps, streamline terpisah dari
permukaan dasar dan daerah pemisahan lapisan batas (boundary layer separation)
terbentuk di antara titik pemisahan aliran (flow separation point) dan titik pengikatan
aliran (flow attachment point) di hilirnya (Gambar 4.8). Di bawah streamline ini
terdapat daerah yang disebut gelembung pemisahan (separation bubble) atau zona
pemisahan (separation zone). Perluasan aliran di atas steps menghasilkan peningkatan
tekanan (efek Bernoulli, 4,2,3) dan tingkat transportasi sedimen tereduksi,
menghasilkan pengendapan di atas sisi bawah angin (lee side) dari steps.
Current ripples (Gambar 4.9 & 4.10) adalah bedform kecil yang terbentuk oleh
efek boundary layer separation di atas lapisan pasir. Kelompok kecil butir-butir dengan
cepat membentuk puncak (crest) dari ripples dan pemisahan terjadi dekat titik ini (Allen
1968). Butir-butir pasir bergerak rolling dan tersaltasi ke puncak di sisi hulu atau stoos
side dari ripples. Longsoran butir-butir ke arah hilir atau lee side dari ripples ketika
butir-butir yang terakumulasi menjadi tidak stabil di puncak. Di dalam separation
bubble ada pusaran lemah ( suatu roller vortex: Gambar 4.8). Butir-butir yang longsor di
atas lee slope cenderung untuk berhenti pada sudut yang dekat dengan sudut lereng
kritis maksimum, untuk pasir sekitar 30. Pada flow attachment point ada peningkatan
tekanan (stress) di atas lapisan yang menghasilkan erosi dan pembentukan gerusan
(scour) kecil, lembah atau palung (trough) dari ripples.

Gambar 4.8 Aliran di atas suatu bedform:


streamline imajiner di dalam aliran menggambarkan
pemisahan aliran tepi bedform dan attachment
point dimana streamline bertemu permukaan bedform
dimana ada peningkatan turbulensi dan erosi.
Suatu pusaran pemisahan mungkin terbentuk di lee
dari bedform dan menghasilkan aliran counter-current

Current Ripples dan Laminasi Silang Siur


Migrasi ripples ke arah hilir selama pasir ditambahkan ke puncak dan menjadi
semakin besar di atas lee slope. Hal ini menggerakkan puncak dan dari sini titik
pemisahan (separation point) ke arah hilir. Efek dari ini untuk menggerakkan
attachement point dan lembah ke arah hilir juga. Gerusan di dalam lembah dan di dasar
stoss side menyuplai pasir yang menggerakkan lereng landai stoss side selanjutnya dan
juga semua deretan lembah dan puncak dari ripples maju ke arah hilir. Pasir yang
longsor di atas lee slope selama migrasi ini membentuk rangkaian lapisan-lapisan di
sudut lereng. Lapisan ini tipis, lapisan berlereng (inclined layers) dari pasir disebut
cross laminae; lapisan ini membentuk struktur sedimen yang disebut sebagai cross
lamination (Gambar 4.11).
Ketika dilihat dari atas, current ripples menunjukkan variasi bentuk (Gambar
4.9). Memiliki bentuk puncak yang lurus sampai sinus (straight or sinous ripples) yang
relatif berlanjut atau membentuk pola kurva yang tidak tersambung (unconnected
arcuate) yang disebut linguoid ripples. Pusaran arus dan ketidakteraturannya
tampaknya bertanggung jawab terhadap linguoid ripples yang lebih komplek. Puncak
straight & linguoid ripples memberikan pola yang berbeda dari cross lamination dalam
tiga dimensi. Straight ripples yang sempurna akan menghasilkan cross laminae dengan
kemiringan (dipping) ke arah yang sama dan berada dalam bidang yang sama: ini adalah
planar cross lamination. Sinous & linguoid ripples memiliki permukaan lee slope yang
kurva, menghasilkan lamina dengan dip pada suatu sudut terhadap aliran ke arah hilir.
Selama linguoid ripples bermigrasi curved cross laminae sebagian besar terbentuk
dalam daerah rendah berbentuk-lembah (trough-shaped) di antara bentuk ripples yang
berdekatan, menghasilkan trough cross lamination (Gambar 4.11).

Gambar 4.10 Current ripples terbentuk dalam pasir di estuaria: medan pandang sekitar
1 m.

Cross Lamination
Current ripples bermigrasi oleh perpindahan pasir dari stoss side dan
pengendapan di atas lee slope. Jika ada sejumlah pasir yang tersedia, ripples akan
bermigrasi di atas permukaan sebagai bentuk ripples sederhana, dengan erosi di dalam
lembah menyeimbangi penambahan puncak. Bentuk starved ripples ini terawetkan jika
tertutupi oleh lumpur. Di dalam suatu keadaan dimana ada penambahan pasir dan arus
membawa dan mengendapkan partikel pasir, jumlah pasir yang diendapkan di atas lee
slope akan lebih besar daripada yang dipindahkan dari stoss side. Akan ada penambahan
pasir ke ripples dan akan tumbuh tinggi selama ripples bermigrasi. Hal terpenting,
kedalaman gerusan di lembah tereduksi, menyisakan cross laminae yang tercipta oleh
migrasi ripples yang lebih awal yang terawetkan. Dengan cara ini lapisan pasir cross
lamination dihasilkan (Gambar 4.11).
Ketika tingkat penambahan pasirnya tinggi maka tidak akan ada perpindahan
pasir dari stoss side dan tiap ripples akan memindahkan stoss side ke atas dan
membentuk ripples ke arah depan. Ini disebut climbing ripples (Allen 1972) (Gambar
4.12). Ketika penambahan sedimen dari arus melampaui pergerakan bagian depan
ripples, pengendapan akan terjadi di atas stoss side seperti halnya di atas lee side.
Selanjutnya climbing ripples adalah petunjuk sedimentasi cepat, selama
pembentukannya tergantung pada penambahan pasir ke dalam aliran, dengan tingkat
yang sama atau lebih besar dari tingkat migrasi ripples ke arah hilir.

Current Ripples
Pembentukan current ripples memerlukan kecepatan aliran sedang (moderate) di
atas lapisan yang lembut secara hidrolik (lihat di atas). Current ripples hanya terbentuk
dalam pasir yang dominan berukuran butir kurang dari 0,7 mm (tingkat pasir kasar)
karena kekasaran lapisan diciptakan oleh pasir lebih kasar yang menghalangi skala-kecil
boundary layer separation yang diperlukan untuk pembentukan ripples. Karena
pembentukan ripples dikontrol oleh proses di dalam boundary layer dan tidak ada
batasan kedalaman air dan current ripples mungkin terbentuk dalam air yang
kedalamannya berkisar beberapa centimeter hingga kilometer. Hal ini sangat berbeda
dengan subaqueous bedform yang lain (subaqueous dunes, sand waves, wave ripples)
yang tergantung pada kedalaman air.
Gambar 4.11
Migrasi ripple
berpuncak lurus dan
dune bedform
membentuk planar
cross lamination dan
planar cross
bedding. Sinous atau
isolated (or lunate)
ripple dan dune
bedform
menghasilkan tough
cross lamination dan
trough cross
bedding. (Menurut
Tucker 1991).

Gambar 4.12 Climbing ripple cross


lamination dihasilkan oleh pengendapan
cepat dari aliran yang membawa sejumlah
tinggi pasir. (Menurut Collinsn &
Thompson 1982).

Current ripples bervariasi ketinggiannya dari 5 sampai 30 mm dan panjang


gelombangnya (puncak ke puncak atau lembah ke lembah) berkisar 50 hingga 400 mm
(Allen 1968). Panjang gelombang ripples kira-kira 1000 kali ukuran butir, meskipun
hubungan ini tergantung pada variasinya. Penting untuk mencatat batas bagian atas
dimensi current ripples dan menegaskan bahwa ripples tidak tumbuh menjadi bedform
yang lebih besar.

4.3.2 Bukit-Bukit (Dunes)


Lapisan-lapisan pasir di dalam lingkungan sungai, estuaria, pantai dan laut juga
memiliki bedform yang jelas lebih besar daripada ripples. Bedform besar ini disebut
dunes, meskipun istilah lain seperti, megaripples, sand waves (lihat di bawah) dan
bars juga digunakan (lihat Leeder 1982; Collinson & Thompson 1982; J.R.L. Allen
1994; P.A. Allen 1997). Bukti bahwa bedform yang lebih besar ini bukan sekedar
ripples besar berasal dari pengukuran tinggi dan panjang gelombang semua bedform
(Gambar 4.13). Data yang jatuh ke dalam kelompok-kelompok yang tidak tumpang
tindih, menunjukkan bahwa bedform ini terbentuk dari proses yang berbeda yang bukan
bagian dari rangkaian kesatuan. Morfologi subaqueous dunes serupa dengan ripples:
memiliki stoss side yang diawali dengan puncak dan longsoran pasir menuruni lee slope
menuju lembah. Pemisahan aliran sekali lagi merupakan hal penting, dengan pusaran
arus (roller vortex) yang berkembang di atas lee slope dan penggerusan terjadi pada titik
pengikatan kembali (reattachment point) di dalam lembah. Selain itu, kesamaan dengan
ripples tidak terlalu tampak, terdapat banyak variasi bentuk dan proses dalam
subaqueous dunes.

Dunes dan Cross-Bedding


Migrasi subaqueous dunes menghasilkan konstruksi rangkaian lapisan berlereng
(sloping layer) yang terbentuk oleh longsoran di atas lee slope, yang disebut sebagai
cross beds. Pada kecepatan aliran rendah pusaran arus terbentuk lemah dan ada sedikit
penggerusan pada reattachment point. Cross beds terbentuk hanya pada sudut diam
(angle of rest) pasir, dan ketika terbangun ke arah luar menuju lembah, kontak dasarnya
menyudut (angular). Bedform yang terbentuk pada kecepatan ini biasanya memiliki
puncak bersinusitas rendah, jadi bentuk tiga dimensi struktur ini serupa dengan planar
cross lamination. Ini adalah planar cross bedding, dan permukaan di dasar cross beds
berbentuk datar dan dekat horizontal karena ketiadaan penggerusan di dalam lembah.
Cross beds yang dibatasi oleh permukaan horizontal terkadang disebut sebagai
tabular cross bedding (Gambar 4.11 & 4.14). Cross beds mungkin membentuk sudut
tajam pada dasar lereng longsoran atau mungkin asimtot (tangential) terhadap
horizontal (Gambar 4.15 & 4.16). Pada kecepatan aliran yang tinggi pusaran arusnya
adalah fitur kuat yang menciptakan arus balik (counter-currents) pada dasar muka
gelincir (slip face) yang mungkin cukup kuat untuk menghasilkan ripples (counter-flow
ripples) yang memindahkan ujung (toe) dari lee slope dengan jarak yang dekat (Gambar
4.15).
Dunes memiliki panjang gelombang yang berkisar dari 60 cm hingga ratusan
meter dan tingginya dari 5 cm hingga lebih dari 10 m (Leeder 1982). Dunes yang
terkecil lebih besar dari ripples yang terbesar. Dunes terbentuk dalam pasir halus hingga
sangat kasar dan kerikil tapi tidak ditemukan dalam pasir sangat halus. Ada hubungan
antara ketebalan boundary layer dan panjang gelombang dan tinggi dunes; di dalam
aliran air di sungai, dll, boundary layer adalah kira-kira kedalaman aliran. Dengan
meningkatnya kedalaman aliran dimensi ini biasanya akan menjadi lebih besar tapi sulit
untuk menentukan hubungan ukuran-kedalaman dengan jelas (Alen 1970a). Sebagai
konsekuensi kebergantungan kedalaman ini, subaqueous dunes umumnya ditemukan di
dalam channel sungai, delta, estuaria, dan paparan dengan arus tidal yang kuat (lihat
bab 9, 11, 12 dan 14).

Gambar 4.13 Grafik panjang gelombang dan ketinggian subaqueous ripple dan
subaqueous dune bedform. (Menurut Collinson & Thompson 1982).
Efek lanjut aliran yang lebih kuat adalah penciptaan tanda lubang gerusan pada
reattachment point. Longsoran lee slope maju menuju lembah gerusan ini, jadi dasar
cross beds ditandai oleh permukaan erosi yang bergelombang. Puncak subaqueous
dunes yang terbentuk dibawah kondisi ini akan sangat sinus atau akan pecah menjadi
rangkaian bentuk linguoid dunes. Lembah cross bedding yang terbentuk oleh migrasi
sinous subaqueous dunes biasanya memiliki kontak dasar yang asimtot dan batas bawah
yang bergelombang.
Gambar 4.14 Planar cross bedding di
dalam lapisan batupasir laut dangkal
berumur Eosen, cekungan Bighorn,
Wyoming, USA. Skala dalam inci (1 inch
= 2,54 cm)

Survei paparan laut kontinen telah mengungkapkan kehadiran bedform linier


besar dalam daerah pasiran lantai laut. Fitur ini memiliki panjang gelombang puluhan
hingga ratusan meter dan mungkin melebihi 10 m tingginya. Puncaknya lurus sampai
sinus sedang dan lembahnya tidak memiliki lubang gerusan yang terbentuk baik.
Kehadiran subaqueous dunes di belakang beberapa sand waves ini menunjukkan bahwa
mungkin keduanya berbeda, tapi ada begitu banyak tumpang tindih antara ukuran dan
bentuk sand waves dan subaqueous dunes yang tidak mudah memisahkan keduanya.
Sand wave ini biasanya memiliki tinggi 1 8 m dengan panjang gelombang 50 -300 m
dan terdapat pada paparan dan estuaria yang dipengaruhi tidal. Karakteristik bedform
yang terbentuk dalam lingkungan yang dipengaruhi tidal didiskusikan dalam bab 11.

Gambar 4.16 Cross bedding di


dalam lapisan batupasir laut
dangkal berumur Kapur, cekungan
Morondava, bagian barat
Madagaskar.
Gambar 4.15 Tangential toe di dasar suatu set cross beds.
Counter-current ripples di ujung (toe) subaqueous dune
bedform yang terbentuk oleh aliran terlokalisir dalam
separation bubble.

4.3.3 Cross Stratification, Cross Bedding dan Cross Lamination


Bermanfaat sekali meringkas istilah-istilah yang digunakan dalam konteks untuk
menjamin konsistensi terminologi (Collinson & Thompson 1982). Cross stratification
adalah semua lapisan dalam sedimen dan batuan sedimen yang berorientasi dengan
sudut tertentu terhadap horizontal pengendapan. Strata berlereng (inclined strata) sangat
umum terbentuk di dalam pasir dan kerikil oleh migrasi bedform. Ketika bedform
bermigrasi, pasir diendapkan di atas lee slope dengan sudut sampai 30 dari horizontal,
membentuk lapisan tipis pada sudut ini yang mungkin terawetkan jika ada jaring
akumulasi. Jika bedform adalah ripples maka akan menghasilkan struktur yang disebut
sebagai cross lamination. Ripples dibatasi ketinggian puncaknya sampai sekitar 3 cm,
jadi lapisan cross lamination tidak melampaui ketebalan ini. Migrasi bedform yang
lebih besar seperti dunes dan sand waves membentuk cross bedding yang ketebalannya
mungkin mencapai puluhan centimeter hingga puluhan meter. Cross stratification
adalah istilah yang lebih umum dan digunakan untuk stratifikasi berlereng yang
dihasilkan oleh proses selain dari migrasi bedform-contoh, permukaan berlereng
(inclined surface) yang terbentuk di atas tepi bagian dalam (inner bank) sungai oleh
migrasi point bar (9.2.2). Istilah lain yang telah digunakan adalah current bedding,
festoon bedding dan false bedding, tapi sekarang ini tidak dipakai. Suatu unit tunggal
material cross bedded disebut sebagai set, dan tumpukan set yang sama disebut sebagai
co-set (Gambar 4.18).
Gambar 4.17 Ripple
bedforms di sisi hulu dune
bedform yang tersingkap di
dalam suatu estuaria
(Barmouth , Wales).

4.3.4 Plane Bedding dan Planar Lamination


Plane bedding adalah struktur tersederhana dari semua struktur sedimen. Ini
adalah lapisan sederhana pasir yang terendapkan dari aliran untuk menghasilkan planar
lamination. Suatu diagram stabilitas bedform (Gambar 4.19) memiliki dua daerah
dimana plane beds bersifat stabil. Lower-stage plane beds terbentuk di dalam pasir
ukuran butir kasar dan lebih dari itu (lebih dari 0,7 mm) ketika kecepatan kritis tercapai
dan butir-butir mulai bergerak sepanjang permukaan lapisan. Ripples tidak terbentuk
pada ukuran butir kasar karena permukaan lapisannya kasar (4.3) dan menghalangi
terjadinya pemisahan aliran. Horizontal planar lamination yang dihasilkan di bawah
kondisi keadaan ini cenderung kurang baik terbentuknya.

Gambar 4.18 Set


dan co-set cross
stratification.
(Menurut Collinson
& Thompson 1982).
Pada kecepatan aliran yang tinggi upper-stage plane beds terjadi dalam semua
ukuran butir pasir menghasilkan planar lamination yang terbentuk baik dengan lamina
yang biasanya dengan ketebalan 5-20 ukuran butir (Gambar 4.20). Permukaan lapisan
juga ditandai punggungan (ridge) memanjang dengan tinggi beberapa diameter butir,
terpisahkan oleh alur parit (furrow) yang berorientasi sejajar dengan arah aliran (Allen
1964a). Fitur ini disebut sebagai primary current lineation (sering disingkat pcl) dan ini
adalah karakteristik upper-stage plane bedding. Primary current lineation terbentuk di
atas lapisan sebagai hasil karakteristik aliran di dalam viscous sub-layer (4.3),
pembentukan ledakan (bursts) dan sapuan (sweeps). Ketika aliran turbulen di atas
permukaan yang lembut diperiksa secara detail terlihat bahwa ada lintasan (streaking)
yang sejajar dengan arah aliran. Aliran yang terdiri dari daerah dimana fluida meledak
(bursting) dari viscous sub-layer menuju boundary layer utama dan zona sejajar
sapuan (sweeps) fluida turun ke viscous sub-layer. Efek ini dengan cepat berakhir tapi
pada batas lapisan efek ini menciptakan punggungan dan alur parit yang terlihat sebagai
primary current lineation. Efek ini berkurang ketika permukaan lapisan kasar dan oleh
karena itu tidak terbentuk baik dalam pasir lebih kasar.

Gambar 4.19 Diagram stabilitas bedform


menunjukkan bidang stabilitas dari
bedform yang berbeda-beda yang
terbentuk di dalam sedimen dengan
ukuran butir yang berbeda dan pada
kecepatan aliran yang berbeda.
(Menurut Harms et al. 1975;
Walker 1992b).
Gambar 4.20 Endapan batu pasir berlaminasi sejajar (parallel lamination) di dalam
suatu lingkungan limpah banjir (overbank) (Kapur, Alexander Island, Antartica).

4.3.5 Aliran Cepat (Superctitical)


Aliran mungkin dapat tenang (tranquil), dengan permukaan air yang lembut,
atau cepat (rapid), dengan permukaan yang tidak rata puncak dan lembah
gelombangnya di dalam beberapa keadaan. Keadaan aliran ini dapat dinyatakan dalam
parameter, angka Froude, yang berhubungan dengan kecepatan air yang dapat
meneruskan atau mentransmisikan suatu gelombang melewati air. Dalam bentuk yang
paling sederhana angka Froude dapat dianggap sebagai perbandingan kecepatan aliran
dengan kecepatan gelombang di dalam aliran (Leeder 1982). Ketika nilainya kurang
dari satu, suatu gelombang (terbentuk, contohnya, oleh kerakal yang terjatuh ke dalam
air oleh angin di permukaan: 4.4) dapat menyebar ke hulu karena berjalan lebih cepat
dari aliran. Ini adalah keadaan sub-critical flow atau tenang. Angka Froude yang lebih
besar dari satu menunjukkan bahwa aliran terlalu cepat bagi gelombang untuk menyebar
ke hulu dan alirannya cepat atau supercritical. Sebuah analogi dapat di buat antara
aliran subcritical dan supercritical di dalam air dan pergerakan subsonic dan supersonic
melewati air: maksud yang terakhir adalah gelombang suara yang berbeda bentuknya
dengan gelombang air, tapi baik keduanya ada ambang permulaan (threshold)
pergerakan lebih lambat dari gelombang dan pergerakan yang lebih cepat dari
gelombang sehingga dapat menyebar. Dalam air ambang permulaan (threshold) ini
beasosiasi dengan perubahan pada permukaan aliran yang disebut lompatan hidrolik
(hydraulic jump) yang mungkin terkadang terlihat dalam arus sebagai pemecahan
gelombang yang jelas di antara daerah aliran cepat dan tenang.
Dalam keadaan dimana angka Froude kurang lebih satu, untuk aliran dalam air
di atas lapisan pasir, gelombang tegak lurus mungkin secara temporer terbentuk pada
permukaan air sebelum semakin meninggi (steepening) dan kadang pecah ke arah ke
hulu. Pasir di atas lapisan membentuk punggungan yang disebut sebagai antidunes (atau
in-phase wave) dan ketika gelombang pecah penambahan pasir tejadi di sisi hulu
antidunes. Bila ini terawetkan, antidunes cross bedding akan terlihat sebagai cross
stratification yang miring (dipping) ke arah hulu. Bagaimanapun, pengawetan yang
demikian itu jarang sekali terlihat hanya karena ketika kecepatan aliran menurun
sedimen mengalami rework menjadi upper-stage plane beds oleh subcritical flow.
Keterdapatan antidunes cross stratification yang terdokumentasikan baik diketahui dari
endapan pyroclastic surge (16.3.4) dimana aliran kecepatan yang tinggi disertai oleh
tingkat sedimentasi yang sangat tinggi (Schminke et al. 1975).

4.3.6 Diagram Stabilitas Bedform dan Rezim Aliran (Flow Regimes)


Hubungan antara ukuran butir sedimen dan kecepatan aliran diringkas dalam
Gambar 4.19. Diagram stabilitas bedform ini menunjukkan kemungkinan besar bedform
yang terbentuk pada ukuran butir dan kecepatan tertentu dan telah dikonstruksikan dari
data percobaan (dimodifikasi dari Harm et al. 1975 dan Walker 1992b). Harus dicatat
bahwa batas-batas antara bidang tidak jelas dan ada banyak tumpang tindih dimana
salah satu atau kedua bentuk dua bedform yang mungkin stabil. Catat juga bahwa
skalanya logaritma di kedua sumbunya. Tambahan untuk dasar stabilitas bedform, dua
rezim aliran yang umum dikenali: lower flow regime dimana ripples, sand waves, dunes
dan lower plane beds stabil; dan upper flow regime dimana plane beds dan antidunes
terbentuk. Aliran dalam lower flow regime selalu subcritical dan perubahan ke aliran
supercritical berada di dalam bidang antidunes.
4.4 Gelombang (Waves)
Waves dihasilkan dalam tubuh air oleh angin yang bekerja pada permukaan atau
oleh input energi dari gempabumi, longsoran (landslide) atau fenomena yang serupa.
Semua tubuh air, dari kolam hingga samudra, adalah subjek pembentukan gelombang
yang dihasilkan oleh angin pada permukaan. Tinggi dan energi gelombang ditentukan
oleh kekuatan angin dan fetch (permukaan air yang dilewati ketika gelombang
dihasilkan dari hembusan angin. Waves yang dihasilkan dalam samudra terbuka dapat
berjalan baik diluar daerah dimana waves terbentuk. Bentuk gelombang sederhana
melibatkan pergerakan osilasi (oscillatory) permukaan air; tidak ada jaring pergerakan
air horizontal. Bentuk gelombang bergerak melewati permukaan air dengan perilaku
yang terlihat ketika kerakal dijatuhkan ke dalam air yang tenang. Ketika gelombang
memasuki air yang sangat dangkal amplitudonya meningkat dan gelombang pecah,
menciptakan pergerakan horizontal gelombang yang terlihat di pantai danau dan laut.

Gambar 4.21 Pembentukan


wave ripples dalam sedimen
yang dihasilkan oleh
pergerakan osilasi di dalam
kolom air berkaitan dengan
wave ripples di atas
permukaan air. Catat bahwa
tidak ada sama sekali
pergerakan lateral air, atau
sedimen.

4.4.1 Pembentukan Wave Ripples


Pergerakan osilasi permukaan puncak dari tubuh air dihasilkan oleh gelombang
yang menghasilkan jalan sirkuler bagi molekul air dalam lapisan puncak (Gambar 4.21).
Pergerakan sirkuler ini kumpulan serangkaian sel-sel sirkuler di dalam air di bawah.
Dengan meningkatnya kedalaman gesekan internal mereduksi pergerakan dan efek
gelombang permukaan berakhir. Kedalaman dimana gelombang permukaan
mempengaruhi tubuh air disebut wave base (11.3), Di dalam laut dangkal, dasar tubuh
air berinteraksi dengan gelombang. Gesekan menyebabkan pergerakan sirkuler pada
permukaan menjadi terubah ke dalam bentuk eliptical yang dasarnya merata menjadi
osilasi horizontal. Osilasi horizontal ini mungkin menghasilkan wave ripples dalam
sedimen.

Gambar 4.22 Bentuk wave ripple:


rolling grain ripples dihasilkan
ketika pergerakan osilasi hanya
mampu menggerakkan butir-butir
di permukaan lapisan; dan
vortex ripples terbentuk oleh
gelombang berenergi lebih tinggi
yang berhubungan dengan ukuran
butir sedimen.

Pada energi rendah rolling grain ripples terbentuk (Gambar 4.22) (Bagnold
1946). Kecepatan puncak pergerakan butir adalah pada titik tengah (mid-point) tiap
osilasi, menurun hingga nol pada tepi-tepi. Butir-butir tersapu menjauh dari tengah
dimana lembah terbentuk ke tepi-tepi dimana puncak ripples terbangun. Rolling grain
ripples adalah dicirikan oleh lembah yang luas dan puncak yang tajam. Pada energi
yang lebih tinggi butir-butir dapat terjaga sementara waktu dalam suspensi selama
setiap osilasi. Vortex ripples ini (Gambar 4.22) (Bagnold 1946) memiliki puncak yang
lebih membundar tapi sebaliknya simetri. Dimana gelombang bergerak menuju laut
dangkal pergerakan ke depan dan ke belakang menjadi tak seimbang dan wave ripples
asimetris mungkin terbentuk.

4.4.2 Karakteristik Wave Ripples


Dalam penampang melintang wave ripples umumnya simetri. Lamina di dalam
tiap ripples miring (dip) ke dua arah dan saling tumpang tindih. Karakteristik ini terlihat
dalam cross lamination yang dihasilkan oleh akumulasi sedimen yang dipengaruhi oleh
gelombang (Gambar 4.23). Di lihat dari atas wave ripples memiliki puncak yang
panjang , lurus hingga agak sinus yang mungkin robek atau terbagi dua cabang
(bifurcate) (Gambar 4.24). Karakteristik ini mungkin terlihat pada bidang lapisan. Wave
ripples dapat terbentuk dalam semua sedimen non-kohesif dan secara prinsip terlihat
dalam lanau kasar dan semua ukuran pasir. Jika energi gelombang cukup tinggi wave
ripples dapat terbentuk dalam material bergradasi kerikil (gravel) termasuk endapan
butiran (granule) dan kerakal (pebble). Ripples kerikil ini memiliki panjang gelombang
beberapa meter dan ketinggiannya puluhan centimeter.

4.4.3 Membedakan Wave dan Current Ripples


Dalam interpretasi paleoenvironment, sungguh kritis untuk untuk mengetahui
apakah ripples yang terawetkan pada permukaan lapisan atau cross lamination di dalam
lapisan terbentuk oleh aksi gelombang atau aliran arus. Keduanya dapat dibedakan di
lapangan berdasarkan bentuk masing-masing. Di lihat dari atas wave ripples memiliki
karakteristik yang dideskripsikan di bagian 4.4.2 sedangkan current ripples umumnya
sangat sinus dan pecah menjadi pendek-pendek, puncaknya berbentuk kurva. Ketika
dilihat dari samping, wave ripples asimetris dengan cross laminae miring (dipping) ke
dua arah di kedua sisi puncak. Bedanya, current ripples berbentuk asimetris dengan
cross laminae hanya miring (dipping) ke satu arah, satu-satunya pengecualian climbing
ripples yang memiliki kemiringan (dipping) lamina asimetris yang jelas.
Gambar 4.23 Wave ripple cross lamination
di dalam sedimen berbutir halus
(Karbon, County Clare, Ireland).

Gambar 4.24 Wave ripples di dalam


pasir yang tersingkap di pantai.
Dihasilkan oleh hembusan angin di atas
air dangkal yang tenang

4.5 Struktur Sedimen dalam Campuran Pasir-Lumpur (Sand-Mud Mixtures)


Pasir dan lumpur mungkin terendapkan dalam lingkungan yang bervariasi
aktivitas arus atau gelombangnya atau suplai sedimennya berkaitan dengan kekuatan
arus atau tenaga gelombang. Contoh, setting tidal (11.2) menampilkan perubahan
reguler dalam energi dalam bagian-bagian yang berbeda dari siklus tidal,
memperkenankan pasir tertransportasikan dan terendapkan pada tahap yang sama dan
lumpur terendapkan dari suspensi. Hal ini mungkin mengawali perselingan sederhana
lapisan pasir dan lumpur, tapi jika ripples terbentuk dalam pasir karena arus atau
aktivitas gelombang yang kemudian menyusun struktur sedimen (Gambar 4.25)
mungkin hasilnya tergantung pada perbandingan lumpur dan pasir. Flaser bedding
dicirikan oleh lumpur tipis yang terisolasi diantara cross laminae pasir. Lenticular
bedding disusun oleh ripples pasir yang terisolasi yang keseluruhannya dikelilingi oleh
lumpur. Bentuk menengah tersusun dari perbandingan pasir dan lumpur yang kira-kira
jumlahnya sama disebut wavy bedding (Reineck & Singh 1973).
Gambar 4.25 Campuran-campuran pasir dan
lumpur dalam perbandingan yang berbeda-beda
yang menghasilkan bentuk yang berbeda-beda,
lenticular dan wavy bedding. (Menurut Reineck
dan Singh 1973).

4.6 Aliran Massa (Mass Flows)


Campuran detritus dan fluida yang bergerak di bawah kontrol gravitasi oleh
beberapa mekanisme fisika yang berbeda yang mungkin bekerja secara individual atau
kombinasi. Tipe-tipe aliran ini dikenal secara kolektif sebagai aliran massa atau aliran
gravitasi (gravity flow) (Middleton & Hampton 1973). Semuanya memerlukan lereng
yang menyediakan energi potensial untuk menggerakkannya, tapi ketika aliran telah
dimulai maka mungkin berlanjut dengan pengaruh momentumnya.

4.6.1 Aliran Debris


Aliran ini padat, campuran kental (viscous) sedimen dan air yang mana volume
dan massa sedimen yang ada melebihi airnya (Leeder 1982). Air mungkin menyusun
kurang dari 10 % aliran. Aliran padat, campuran kental jenis ini biasanya memiliki
angka Reynold yang sangat rendah jadi kemungkinan besar alirannya adalah laminar
(4.2.1). Dalam ketiadaan turbulen, tidak ada dinamika pemilahan material ke dalam
ukuran-ukuran yang berbeda yang terjadi selama aliran dan menghasilkan endapan yang
terpilah sangat buruk. Beberapa pemilahan mungkin berkembang oleh pengendapan
yang lambat dan ada kemungkinan gradasi terbalik yang lokal yang dihasilkan oleh
shear (gerusan, gerak pindah yang cepat) pada batas lapisan. Material semua ukuran
dari lempung hingga bongkah besar mungkin saja ada.
Aliran debris terjadi di daratan, umumnya di dalam lingkungan kering dimana suplai air
jarang, dan di dalam lingkungan laut (submarine) dimana transportasi material
menuruni lereng kontinen (continental slope). Ketika aliran debris telah dimulai,
kemiringan lereng yang diperlukan untuk mengatasi gesekan hanya sekitar 1 .
Pengendapan terjadi ketika gesekan internal menjadi terlalu besar dan aliran
membeku. Tidak harus adanya perubahan ketebalan endapan dalam arah proximal
hingga distal dan distribusi ukuran butir mungkin sama di seluruh endapan. Endapan
aliran debris di daratan biasanya matrix-supported conglomerates, meskipun clast-
supported deposit juga terjadi jika klastik besar jumlahnya relatif tinggi di dalam
campuran sedimen. Terpilah buruk dan menunjukkan kemas yang kacau-maksudnya,
biasanya tidak ada orientasi tertentu pada klastik-kecuali di dalam zona shearing yang
mungkin terbentuk di dasar aliran. Klastik besar yang terbawa oleh aliran mungkin tetap
berada di bagian teratas dari unit aliran dan menonjol keluar dari lapisan ketika
terendapkan. Hal ini memberikan bentuk permukaan teratas yang tidak beraturan pada
endapan aliran debris.
Ketika aliran debris berjalan melewati air, kemungkinan sebagiannya bercampur
dengan air dan di bagian teratas aliran mungkin menjadi cair (dilute). Oleh karena itu
bagian teratas dari aliran subaqueous debris dicirikan oleh gradasi semakin ke atas
menjadi terpilah baik, sedimen bergradasi yang mungkin memiliki karakteristik arus
turbidit (4.6.2). Lingkungan pengendapan dimana aliran debris terjadi adalah terutama
pada kipas aluvial (8.4.2) dan aliran arus ephemeral (mengalir sementara waktu) (8.3.1)
di dalam lingkungan kontinen. Di dalam lingkungan laut aliran debris ini terjadi pada
lereng kontinen (continental slope) (15.2.3) dan bagian yang dekat dataran cekungan
serta sekitar gunung laut volkanik dan kepulauan volkanik (16.4.4).

4.6.2 Arus Turbidit (Turbidity Currents)


Arus turbidit adalah campuran sedimen dan air dengan kepadatan kurang dari
aliran debris dan memiliki angka Reynold yang lebih tinggi. Arus turbidit adalah
campuran sedimen dan air yang bergerak di bawah kontrol gravitasi berkaitan dengan
perbedaan densitas dengan media yang kurang padat yaitu air laut atau air tawar.
Hampir semua arus turbidit diawali dengan gerak menuruni lereng yang menyediakan
energi potensial, tapi pergerakan pada permukaan horizontal melewati jarak yang
panjang juga mungkin dengan ketentuan bahwa perbedaan densitas terpelihara. Arus
turbidit mungkin kehilangan densitasnya oleh pengendapan sedimen jika aliran dipenuhi
(overloaded) sedimen, benar begitu bagi semua kasus kecuali arus turbidit yang paling
cair (Allen 1997). Batas aliran arus turbidit tercapai ketika perbedaan densitas tidak
cukup lama memelihara momentum dan berkurang kecepatannya hingga nol pada titik
akhir (point end) aliran. Pemilahan terjadi di dalam aliran turbulen, memisahkan
material lebih kasar yang terendapkan terlebih dulu dari yang lebih halus yang dapat
terjaga dalam suspensi turbulen untuk waktu yang lebih lama. Turbidit (turbidites),
endapan arus turbidit (Gambar 4.26), oleh karena itu hampir semua biasanya bergradasi
(Middleton 1966).

Gambar 4.26 Fitur-fitur arus turbidit.

Secara detail, karakteristik internal turbidit menunjukkan lebih dari sekedar


gradasi sederhana: pola tekstur dan struktur sedimen dalam endapan ini pertama kali
dicatat oleh Bouma (1962) setelah itu karakteristik internal ini dinamai Bouma
sequence. Endapan turbidit ideal mengandung lima divisi (a e) di dalam skema
Bouma (Gambar 4.27), meskipun hampir semua turbidit tidak mengandung semua lima
divisi ini.

DIVISI BOUMA a (Ta)


Bagian terendah terdiri dari pemilahan yang buruk, pasir tanpa struktur. Hal ini
dihubungkan dengan pengendapan dengan menurunnya kecepatan aliran dimana zona
yang dekat dengan dasar memiliki hiperkonsentrasi dan turbulen tereduksi. Terdapat
sedikit pemilahan dalam lapisan dasar (basal) ini dan tidak ada struktur sedimen yang
terbentuk.

DIVISI BOUMA b (Tb)


Laminasi pasir adalah karakteristik lapisan ini: ukuran butir biasanya lebih halus
daripada dalam lapisan a dan materialnya terpilah lebih baik. Lamina sejajar
dihasilkan oleh pemisahan butir-butir dalam transport rezim aliran atas (upper flow
regime) (4.3.6).

DIVISI BOUMA c (Tc)


Laminasi pasir sedang hingga pasir halus, terkadang dengan climbing ripples
lamination, membentuk divisi tengah Bouma sequence. Ripples terbentuk dalam pasir
berbutir halus hingga sedang pada kecepatan aliran sedang (moderate) (Gambar 4.19)
dan mewakili pereduksian kecepatan aliran dibandingkan dengan divisi b dengan
plane bedding-nya. Climbing ripples terbentuk dimana tingkat sedimentasi sebanding
terhadap tingkat migrasi ripples, kondisi yang umumnya tercapai dalam arus turbidit
dimuati sedimen (sediment-laden).

DIVISI BOUMA d (Td)


Pasir halus dan lanau dalam lapisan ini adalah hasil penyusutan aliran arus
turbidit. Lamina horizontal mungkin terjadi berkaitan dengan pemisahan ukuran butir
halus tapi laminasi umumnya kurang baik terbentuk daripada dalam lapisan b.

Gambar 4.27 Pola vertikal


variasi ukuran butir dan
struktur sedimen yang
terbentuk di dalam turbidit
bertipe butir sedang. Ini
adalah Bouma sequence,
terdiri dari lima divisi: a, b,
c, d dan e. (Menurut Bouma
1962).

DIVISI BOUMA e (Te)


Bagian teratas turbidit terdiri dari sedimen berbutir halus berukuran lanau dan
lempung. Material ini terendapkan dari suspensi ketika arus turbidit berhenti mengalir.
Bagian ini sering tidak dapat dibedakan dari sedimentasi berlatarbelakang dari
suspensi dalam tubuh air di sekelilingnya.

PERUBAHAN PROXIMAL HINGGA KE DISTAL DALAM ENDAPAN TURBIDIT


Ketika aliran arus turbidit melewati tubuh air, arus ini menjadi berkurang
densitasnya karena pengendapan sedimen di dasarnya, hilangnya (dissipation) fluida
padat dalam pusaran arus (vortices) pada kepala aliran (Gambar 4.26) dan masuknya
beberapa fluida yang berasal dari sekelilingnya ke dalam aliran. Pereduksian densitas
menyebabkan alian menurun kecepatannya, dan pada kecepatan yang lebih rendah
kapasitas arus turbidit untuk membawa sedimen kasar dan padat tereduksi. Pada tipe ini
hampir semua arus turbidit alirannya menyusut (Middleton & Hampton 1976), dengan
meningkatnya jarak, endapan akan menjadi lebih halus karena material lebih kasar
secara progresif terendapkan dari aliran (Lowe 1982; Stow 1994). Bagian yang lebih
rendah Bouma Sequence hanya ada dalam bagian yang lebih proximal dari aliran.
semakin ke arah distal divisi yang lebih rendah secara progresif semakin menghilang
karena aliran hanya membawa sedimen yang lebih halus (Gambar 4.28) dan hanya
bagian c hingga e atau mungkin saja hanya d dan e Bouma sequence yang
terendapkan. Ketebalan satu endapan arus turbidit tunggal mungkin dari puluhan meter
hingga beberapa milimeter.

Gambar 4.28 Perubahan dari proximal sampai distal di dalam endapan yang terbentuk
oleh arus turbidit.

EROSI DI DALAM RANGKAIAN TURBIDIT


Struktur sedimen di atas dasar turbidit adalah hal umum. Aliran turbulen yang
kuat menggerus hingga ke sedimen yang mendasarinya ketika aliran ini melintas di
atasnya dan menghasilkan flute mark dan groove dan fitur erosi lainnya (4.8). Fitur ini
petunjuk paleocurrent yang berguna di dalam endapan turbidit. Penggerusan mungkin
cukup kuat untuk memindahkan keseluruhan bagian atas lapisan yang terendapkan
sebelumnya, khususnya di bagian aliran yang lebih proximal dimana energi turbulennya
merupakan yang tertinggi. Oleh karena itu kemungkinan ketiadaan divisi d dan e
karena erosi ini. Sedimen yang tererosi mungkin tertransportasikan menjadi endapan
yang menutupi sebagai klastik lumpur.

TURBIDIT BERKONSENTRASI TINGGI


Bouma sequence mencirikan beberapa turbidit, meskipun banyak endapan yang
tidak pas atau sesuai dengan skema. Ini adalah lapisan pasir tak berstruktur yang agak
terpilah buruk yang memiliki lapisan tipis lanau dan lumpur di bagian teratasnya. Dalam
Bouma sequence, divisi b, c dan terkadang d hilang. Lapisan ini diinterpretasikan
sebagai endapan aliran turbidit yang mengandung jumlah sedimen yang lebih tinggi di
dalam campuran (mixtures) daripada arus turbidit yang normal. Suatu divisi ditarik
pada densitas 1,1 g/cm3 di antara turbidit berkonsentrasi rendah dan berkonsentrasi
tinggi, meskipun ada gradasi di antara keduanya (Pickering et al.1989). Efek dari
sedimen yang konsentrasinya lebih tinggi adalah bahwa turbulensinya kurang efektif
pada pemisahan ukuran-ukuran butir. Hampir semua sedimen yang terbawa,
terendapkan serentak sebagai campuran terpilah buruk, dengan hanya material
tersuspensi yang lebih halus memisah pada puncak aliran (Lowe 1982).

KEJADIAN DAN KOMPOSISI TURBIDIT


Arus turbidit mungkin terdapat di dalam semua lingkungan dari danau di darat
hingga samudra terdalam. Hampir semua arus turbidit umum terlihat dalam endapan
danau dalam (deep lakes) (10.3.2) dan lingkungan laut dalam (deep marine) (15.2).
Turbidit klastik terrigenous dengan tekstur lithic wackes (greywackes) adalah
kemungkinan yang paling umum terlihat, tapi endapan turbidit mungkin memiliki
kisaran yang luas dalam tekstur dan komposisi, termasuk turbidit karbonat di dalam
cekungan yang diapit oleh paparan karbonat (carbonate shelves) (14.5). Proses turbidit
juga penting dalam setting volkanik (16.4.3).
WAKTU DAN ARUS TURBIDIT
Arus turbidit adalah peristiwa aliran individual. Arus ini terjadi dengan periode
waktu geologi yang sangat pendek, dengan hampir semua pengendapan terjadi dalam
beberpa jam sampai beberapa hari. Faktanya, dalam konteks waktu geologi endapan
turbidit berlangsung sejenak. Waktu yang diperlukan untuk lapisan tipis dari sedimen
suspensi agar terendapkan di bagian teratas turbidit berlangsung lebih lama (bulanan
hingga ratusan tahun).

4.6.3 Aliran Butir (Grain Flows)


Mekanisme transportasi massa dalam suatu longsoran material yang menuruni
lereng curam adalah grain flow (Leeder 1982). Partikel-partikel terpisah di dalam media
fluida oleh tubrukan yang berulang-ulang. Grain flow dengan segera cepat membeku
ketika energi kinetik partikel jatuh di bawah nilai kritis. Mekanisme ini yang paling
efektif pada material terpilah baik yang jatuh akibat gravitasi, menuruni lereng curam
seperti muka gelincir (slip face) dari aeolian dune atau subaqueous bedform. Grain flow
bertipe gradasi terbalik (reverse graded). Grain flow mungkin terjadi pada sedimen
yang lebih kasar dan berkombinasi dengan proses aliran massa yang lain di dalam
setting subaqueous curam seperti foreset fan delta (12.3).

4.6.4 Liquefied Flowss


Ketika campuran sedimen dan air adalah subjek dari suatu getaran berenergi
tinggi seperti goncangan seismik gempabumi, terjadilah likuifaksi (liquefaction). Dalam
liquefied flow, semua endapan yang berbeda densitasnya di dalam lapisan campuran
fluida-sedimen akan menghasilkan pergerakan ke atas dari material-material yang lebih
ringan (Leeder 1982). Pipa vertikal tempat lolos atau keluarnya fluida membentuk
tiang-tiang (pillars) yang mengganggu pelapisan dalam sedimen hingga remuk
(dishes), dan sedimen mungkin bisa mencapai permukaan dan meletus sebagai
gunungapi pasir (17.1.1).
4.7 Mudcracks
Sedimen kaya-lumpur bersifat kohesif (2.5.5) dan butir individunya cenderung
melekat satu sama lain ketika sedimen mengering. Volume air berkurang dan kelompok
mineral lempung bercerai berai, sehingga menyebabkan terbentuknya rekahan-rekahan
di permukaan. Di bawah kondisi darat (subaerial) pola rekahan poligonal terbentuk
ketika sedimen lumpuran mengering smpurna: ini adalah rekahan akibat pengeringan
(desiccation cracks) (Gambar 4.29). Jarak (spacing) desiccation cracks tergantung pada
ketebalan lapisan lumpur basah, dengan jarak yang lebih luas terjadi dalam endapan
yang lebih tebal. Pada penampang melintang, desiccation cracks meruncing ke arah
bawah dan tepi bagian atasnya dapat tergulung jika semua kelembaban dalam lumpur
berhenti. Tepi-tepi desiccation cracks mudah digerakkan oleh arus yang datang
kemudian dan mungkin terawetkan sebagai kepingan lumpur atau serpihan lumpur
(mud-flakes) di dalam sedimen yang menutupi. Desiccation cracks sangat pasti
terawetkan dalam batuan sedimen jika rekahan-rekahan tersebut terisi dengan lanau atau
pasir yang terbawa air atau angin. Kehadiran desiccation cracks adalah petunjuk yang
terpercaya bahwa singkapan tersebut adalah sedimen kondisi subaerial.
Synaeresis cracks adalah rekahan penyusutan dalam sedimen lempungan yang terbentuk
di bawah air. Ketika lapisan lempung turun mengendap dan terkompaksi maka akan
menyusut membentuk rekahan-rekahan tunggal di permukaan lumpur. Bedanya dengan
desiccation cracks, synaeresis cracks tidak berbentuk poligonal tetapi sederhana, lurus
atau sedikit kurva, rekahan meruncing. Rekahan susut subaqueous ini telah dibentuk
melalui percobaan dan telah dilaporkan ditemukan dalam batuan sedimen, meskipun
beberapa keterdapatan rekahan susut ini telah diinterpretasikan kembali sebagai
desiccation cracks (Astin 1991). Baik desiccation cracks dan synaeresis cracks tidak
terbentuk dari lanau atau pasir karena material kasar ini tidak kohesif.
Gambar 4.29 Dessication cracks yang
terbentuk dalam endapan lumpur di dalam
kolam kecil yang telah mengering.

4.8 Struktur Erosional Sedimen


Struktur sedimen yang dijelaskan dalam bagian terdahulu adalah terbentuk
sebagai hasil transportasi dan pengendapan material. Aliran fluida di atas sedimen yang
baru saja terendapkan dapat menghasilkan pemindahan sebagian atau lokal sedimen dari
permukaan lapisan. Fitur-fitur yang membekas di atas permukaan lapisan disebut
sebagai sole mark (tanda jejak) (Gambar 4.30). Fitur ini terawetkan dalam rekaman
batuan ketika lapisan sedimen lain terendapkan di bagian teratasnya, meninggalkan fitur
di atas bidang perlapisan. Sole mark mungkin dapat dibagi berdasarkan yang terbentuk
sebagai hasil turbulensi di dalam air yang menyebabkan erosi (scour mark) dan jejak
yang terbentuk oleh objek yang terbawa di dalam aliran air (tool mark). Fitur-fitur ini
mungkin ditemukan dalam sejumlah lingkungan pengendapan tapi khususnya umum
dalam rangkaian turbidit (4.6.2) dimana sole mark terawetkan sebagai cetakan di dasar
dari turbidit yang menutupinya.

4.8.1 Scour Marks


Air turbulen yang mengalir di atas permukaan lapisan menghasilkan pusaran
arus (eddies) lokal meskipun permukaan lapisan itu lembut dan datar. Pusaran arus
turbulen ini mengerosi ke dalam lapisan dan menciptakan gerus erosional yang jelas
yang disebut flute cast. Flute cast berbentuk asimetris pada penampang melintangnya,
dengan satu tepi curam berhadapan dengan tepi yang lancip (Gambar 4.30). Dilihat dari
atas flute cast lebih sempit di satu sisi dan di sisi lain melebar ke arah tepi yang lancip.
Sisi curam dan sempit flute mark adalah tempat dimana pusaran arus mulai mengerosi
lapisan dan kemudian melancip,tepi yang lebih lebar menandai lintasan pusaran ketika
tersapu oleh arus. Oleh karena itu flute mark dapat digunakan sebagai petunjuk
paleocurrent (5.4.1). Flute mark bervariasi ukurannya dari 5 hingga 50 cm panjangnya
1 hingga 20 cm lebarnya (Collinson & Thompson 1982). Dengan banyaknya sole mark,
menjadi hal umum menemukan cetakan fitur yang terbentuk oleh pengisian depresi
seperti halnya menemukan depresi itu sendiri (Gambar 4.31).
Suatu rintangan di atas permukaan lapisan seperti kerakal atau cangkang dapat
menghasilkan pusaran arus yang menggerus lapisan (obstacle scour). Fitur linear di atas
permukaan lapisan yang disebabkan oleh turbulensi adalah berbentuk punggungan
(ridges) dan alur parit (furrows) yang memanjang jika pada skala milimeter atau gutter
cast jika lembahnya memiliki lebar beberapa centimeter dan dalam, meluas hingga
beberapa meter sepanjang permukaan lapisan.

4.8.2 Tool Marks


Suatu objek yang terbawa dalam aliran dan melewati lapisan dapat menciptakan
tanda di atas permukaan lapisan. Grooves adalah tanda memanjang yang tajam yang
tercipta oleh objek (tool) yang terseret sepanjang lapisan. Grooves adalah fitur yang
tergambar tajam, berbeda dengan chevron yang terbentuk ketika sedimen masih sangat
lunak. Objek yang tersaltasi (4.4.2) di dalam aliran mungkin menghasilkan tanda yang
dikenal bervariasi sebagai prod, skip, atau bounce mark di titik dimana objek ini
mendarat. Tanda-tanda ini sering terlihat dalam garis-garis di sepanjang bidang
pelapisan. Bentuk dan ukuran tool marks ditentukan oleh bentuk objek yang
menciptakannya dan fragmen berbentuk tak beraturan, seperti fosil, mungkin
menghasilkan tanda yang khusus. Sifat alami tool sering tidak diketahui kecuali
terawetkan pada akhir jalan, kadang terjadi.
Gambar 4.30 Sole marks di dasar aliran: gerusan-gerusan yang dihasilkan oleh pusaran
aliran (flute marks) dan turbulensi di sekitar objek perintang (obstacle scours); dan tool
marks yang terbentuk dari pergerakan objek di sepanjang permukaan lapisan (grooves)
atau bersaltasi di atas permukaan (prod, skip, dan bounce marks).

Gambar 4.31 Flute marks di atas dasar lapisan


batupasir yang dihasilkan oleh gerusan ke dalam
lapisan batulumpur yang mendasarinya yang telah
terpindahkan,; mata pisau menunjukkan arah aliran.

4.8.3 Channel dan Slump Scars

Dapat ditarik perbedaan antara gerusan, yang berupa fitur skala kecil yang disebabkan
oleh aliran turbulen di dalam aliran dan fitur yang lebih besar yaitu channel dan slump
scar. Suatu channel mungkin dianggap sebagai depresi di atas lahan atau permukaan
bawah laut yang keseluruhannya atau sebagiannya membatasi aliran. Channel adalah
komponen fundamental lingkungan fluvial, delta, estuaria dan kipas bawah laut.
Channel dalam semua setting ini jelas lebih besar dari gerusan yang terbentuk di atas
permukaan lapisan yang di sebabkan oleh salah satu atau keduanya, yaitu confined flow
(aliran yang dibatasi) (channelized) atau unconfined flow (contoh sheetfloods, overbank
flow, turbidites).
Gambar 4.32 Slump scars
yang dihasilkan oleh
pergerakan massa material
di atas permukaan yang
gagal.

Slump scars (Gambar 4.32) terbentuk sebagai hasil dari ketidakstabilan gravitasi
dalam tumpukan sedimen. Ketika massa sedimen terendapkan di atas lereng maka
massa ini akan mengalami beberapa peristiwa tidak stabil jika lerengnya curam. Jika
massa sedimen ini menjadi subjek guncangan dari gempabumi atau penambahan muatan
sedimen yang tiba-tiba di atas bagian tumpukan ini, kegagalan mungkin terjadi di
permukaan di dalam tubuh sedimen ini. Hal ini mengawali pemerosotan (slumping)
material. Permukaan yang ditinggalkan ketika material yang merosot ini bergerak
adalah slump scar, yang terawetkan jika kemudian sedimentasi selanjutnya mengisi
scar. Slump scar dapat dikenali dalam rekaman stratigrafi sebagai profil lembut dengan
permukaan berbentuk sendok dalam tiga dimensi, dan bentangannya berkisar dari
beberapa meter hingga ratusan meter. Slump scar umum dalam sikuen delta tapi
mungkin juga terjadi di dalam semua material yang terendapkan di atas suatu lereng.

4.9 Struktur Sedimen dan Lingkungan Sedimen


Persamaan Bernouli, angka Reynld dan Froude mungkin tampaknya jauh
hubungannya dari batuan sedimen yang tersingkap dalam suatu tebing, tapi jika kita
menginterpretasikan batuan itu dalam istilah proses-proses yang membentuknya, sedikit
dinamika fluida sangat berguna. Mengerti apa arti struktur sedimen dalam proses fisika
adalah satu titik awal untuk menganalisis batuan sedimen ke dalam lingkungan
pengendapan. Hampir semua struktur sedimen yang dijelaskan familiar dengan batuan
klastik terrigenous, tetapi penting untuk mengingat bahwa semua zat partikel
berinteraksi dengan media fluida yang mentransportasikannya dan banyak fitur-fitur ini
juga terjadi umumnya dalam sedimen karbonat yang membuat debris bioklastik dan
batuan volkaniklastik. Bab selanjutnya mengenalkan konsep yang digunakan dalam
analisis paleoenvironment dan diikuti dengan bab-bab yang membahas proses dan hasil
lingkungan yang berbeda dengan lebih detail.

BAB V
Sedimentologi di Lapangan, Lingkungan, dan Fasies

Sifat alami material yang diendapkan dimanapun akan ditentukan oleh proses
fisika, kimia dan biologi yang terjadi selama pembentukan, transportasi dan
pengendapan sedimen. Proses-proses ini juga mengartikan lingkungan pengendapan. Di
bab selanjutnya, dibahas proses-proses yang terjadi di dalam tiap-tiap lingkungan
pengendapan yang terdapat di seluruh permukaan bumi dan karakter sedimen yang
diendapkan. Untuk mengenalkan bab ini, konsep lingkungan pengendapan dan fasies
sedimen dibahas di bab ini. Metodologi analisis batuan sedimen, perekaman data dan
menginterpretasikannya ke dalam proses dan lingkungan dibahas di sini secara umum.
Contoh kutipan yang berhubungan dengan proses dan hasil di dalam lingkungan dibahas
dengan lebih detail di bab berikutnya.

5.1 Menginterpretasi Lingkungan Pengendapan Masa Lampau


Setting dimana sedimen terakumulasi dikenal sebagai kesatuan geomorfologi
seperti sungai, danau, pantai, laut dangkal, dan lain-lain. Salah satu tujuan geologi
sedimen adalah untuk menentukan lingkungan dimana rangkaian batuan sedimen
tertentu terendapkan. Agar objektif, sedimentolog mencoba menentukan kondisi di
permukaan bumi pada waktu yang berbeda dan dalam tempat yang berbeda, dan dari
sini membangun gambaran sejarah planet. Tahap pertama adalah penyelidikan batuan
sedimen dengan bantuan metodologi ilmiah yang dikenal sebagai analisis fasies (Walker
1992a; Reading & Levell 1996).

5.2 Konsep Fasies


Alat fundamental dalam deskripsi dan iterpretasi batuan sedimen adalah konsep
fasies sedimen. Kata fasies diartikan sedikit berbeda oleh penulis-penulis yang
berbeda, tapi menurut konsensus adalah bahwa fasies dimaksud sebagai penjumlahan
atau gabungan karakteristik unit sedimen (Middleton 1973). Karakteristik ini mencakup
dimensi, struktur sedimen, ukuran butir dan tipenya, warna dan kandungan biogenik
batuan sedimen. Mengklasifikasikan batuan sedimen dengan cara yang adaptif dan tak
terbatas. Contoh, cross bedded medium sandstone: batuan yang terutama terdiri dari
butir-butir pasir berukuran sedang, menampilkan cross bedding sebagai struktur
sedimen primer. Tidak semua aspek batuan perlu ditunjukkan dalam nama fasies dan di
lain hal mungkin penting untuk menegaskan karakteristik yang berbeda. Fakta bahwa
batuan berwarna merah mungkin lebih penting daripada batuan berwarna kelabu karena
kemungkinan keterdapatan pecahan mika dan membentuk bagian fasies. Di situasi lain
nama fasies batuan red micaceous sandstone digunakan jika warna dan tipe butir
dianggap lebih penting dari daripada ukuran butir dan sruktur sedimennya. Banyak
karakteristik batuan yang bisa disampaikan dalam deskripsi fasies yang akan
membentuk bagian dari semua studi batuan sedimen.
Istilah-istilah berbeda digunakan, dimana beberapa aspek fasies adalah fokus
perhatian: deskripsi litofasies adalah satu batasan karakteristik batuan yang hanya
merupakan hasil dari proses fisika dan kimia; deskripsi biofasies adalah pengamatan
yang tertuju pada kehadiran fauna dan flora; dan deskripsi ichnofasies adalah terfokus
pada fosil-fosil jejak (trace fossils) di dalam batuan. Sebagai contoh, unit tunggal
batuan dideskripsikan dalam istilah litofasies sebagai grey bioclastic packestone,
memiliki biofasies echinoida dan crinoida dan ichnofasies Cruziana: gabungan
karakteristik ini dan karaktersitik yang lainnya akan menyusun fasies sedimen.

5.2.1 Analisis Fasies


Konsep fasies adalah tidak berarti hanya tepat dan sesuai dalam
mendeskripsikan batuan dan mengelompokkan batuan sedimen yang terlihat di
lapangan, konsep ini juga membentuk dasar-dasar interpretasi strata. Karaktersitik
litofasies dihasilkan dari proses fisika dan kimia yang aktif pada waktu pengendapan
sedimen, dan biofasies serta ichnofasies menyediakan informasi tentang paleoecology
selama dan sesudah pengendapan. Dengan pengetahuan kondisi fisika, kimia, dan
ekologi maka memungkinkan untuk merekonstruksi lingkungan pada waktu
pengendapan. Proses analisis fasies ini, interpretasi strata ke dalam istilah lingkungan
pengendapan, dapat dianggap sebagai pusat objektif utama dari sedimentologi dan
stratigrafi yang merekonstruksi masa lampau (Gambar 5.1) (Anderton 1985; Reading &
Levell 1996).
Interpretasi lingkungan sedimen dari fasies dapat diperoleh dengan latihan yang
sederhana atau memerlukan pertimbangan yang kompleks dari banyak faktor sebelum
dapat membuat kesimpulan sementara. Di beberapa kasus ada karakteristik batuan yang
unik untuk lingkungan tertentu. Sejauh yang kita ketahui, hermatypic corals hanya
tumbuh di dalam air laut yang dangkal, bersih dan hangat: kehadiran fosil koral ini
dengan posisi ketika masih hidup di dalam batuan sedimen dapat digunakan untuk
menunjukkan bahwa sedimen terendapkan di dalam air laut yang dangkal, bersih dan
hangat. Dimana ada petunjuk-petunjuk langsung suatu kondisi seperti itu, maka dengan
langsung dapat diinterpretasikan lingkungan masa lampau suatu batuan sedimen.
Berbeda dengan hal berikut, cross bedded sandstone dapat terbentuk selama
pengendapan di gurun, sungai, delta, danau, pantai dan laut dangkal: litofasies cross
bedded sandstone tidak menyediakan petunjuk lingkungan khusus.
Interpretasi fasies harus objektif dan hanya berdasar pada pengenalan proses
yang kemungkinan besar membentuk lapisan-lapisan. Dari kehadiran struktur ripples
simetris dalam batupasir halus dapat disimpulkan bahwa lapisan terbentuk dibawah air
dangkal, dengan angin yang melintas di atas permukaan air yang menciptakan
gelombang yang menggerakkan pasir untuk membentuk symmetrical wave ripples.
Interpretasi air dangkal dibuat karena wave ripples tidak terbentuk di laut dalam
(4.4.1), tapi ripples itu sendiri tidak dapat menunjukkan apakah terbentuk di danau,
laguna atau lingkungan paparan terbuka. Oleh karena itu seharusnya fasiesnya disebut
sebagai symmetrically rippled sandstone atau mungkin wave rippled sandstone, tapi
bukan lacustrine sandstone karena diperlukan informasi yang lebih lanjut sebelum
membuat interpretasi.

Gambar 5.1 Diagram alir analisis fasies


Di kebanyakan kasus, kombinasi litofasies, biofasies dan ichnofasies yang
berbeda menyediakan informasi yang diperlukan untuk menyimpulkan lingkungan
pengendapan dari strata sedimen. Pengamatan pengendapan di dalam channel (a
channel-fill facies) dengan mengamati endapan yang menunjukkan bukti pengendapan
oleh lembaran-lembaran air (sheets of water) yang mengering (an overbank facies) akan
memperkenankan interpretasi batuan sebagai endapan lingkungan channel sungai dan
floodplain (fluvial) (9.4.1). Oleh karena itu pengenalan asosiasi fasies adalah bagian
penting dari analisis fasies karena sangat umum bahwa asosiasi fasies menyediakan
petunjuk-petunjuk lingkungan pengendapan (Collinson 1969; Reading & Levell 1996).

5.2.2 Asosiasi Fasies


Setelah semua perlapisan di dalam suatu rangkaian ditentukan fasiesnya,
selanjutnya pola distribusi fasies-fasies ini dapat diselidiki. Contoh (Gambar 5.2),
apakah perlapisan bioturbated mudstone lebih umum terdapat bersamaan dengan (di
atas maupun di bawahnya) shelly fine sandstone atau medium sandstone with rootlets
? manakah dari tiga di atas yang terdapat dengan fasies batubara ? Ketika berusaha
menentukan asosiasi fasies, sangat berguna jika mengingat proses pembentukannya
masing-masing. Dari empat contoh fasies yang dicontohkan, bioturbated mudstone
dan shelly fine sandstone keduanya mungkin mewakili pengendapan di lingkungan
subaqueous, kemungkinan laut, sedangkan medium sandstone with rootlets dan coal
keduanya terbentuk di setting subaerial. Oleh karena itu dua asosiasi fasies dapat
ditentukan jika, diperkirakan pasangan fasies pengendapan subaqueous cenderung
terdapat bersamaan, begitu juga pasangan fasies subaerial.
Fasies yang jelas, dapat diinterpretasikan proses-proses yang mengawali
pembentukan sedimennya. Sebagaimana dicatat di atas, banyak dari proses-proses ini
tidaklah unik pada lingkungan tertentu tapi satu cara dalam melihat lingkungan
pengendapan adalah dengan memikirkan kombinasi proses-proses yang terjadi di dalam
lingkungan pengendapan. Contoh, estuaria tidal (12.7), adalah setting fisiografi yang
jelas dimana ada channel yang menyuplai air tawar memasuki lingkungan laut, setting
ini dipengaruhi oleh arus tidal dan mudflats yang secara berkala dibanjiri oleh laut: hal
ini mewakili kombinasi yang sangat jelas mengenai proses fisika, kimia, dan biologi.
Hasil dari proses ini terlihat sebagai fasies sedimen yang diendapkan di dalam channel
dan di atas mudflats. Oleh karena itu asosiasi fasies mencerminkan kombinasi proses-
proses yang terjadi di dalam lingkungan pengendapan.
Selanjutnya prosedur analisis fasies dapat dibagi dalam dua tahap proses:
pengenalan fasies dapat diinterpretasikan ke dalam proses-prosesnya; dan menentukan
asosiasi fasies yang mencerminkan kombinasi proses-proses dan selanjutnya lingkungan
pengendapannya (Gambar 5.1). Hubungan waktu dan ruang antara fasies pengendapan
di saat ini dan di rekaman batuan sedimen telah diperkenalkan oleh Walther (1894).
Hukum Walther secara sederhana diringkas sebagai pernyataan bahwa jika satu fasies
ditemukan menindih (superimposed) fasies lain tanpa jeda dalam rangkaian stratigrafi
maka dua fasies itu telah diendapkan berdekatan satu sama lain pada satu waktu.
Tidak semua litofasies dikelompokkan ke dalam asosiasi. Suatu fasies tunggal mungkin
telah dibentuk oleh proses-proses yang jelas berbeda maka tidaklah tepat
memasukkannya ke dalam asosiasi fasies lain. Sebagai contoh, rangkaian endapan yang
terbentuk di dalam daerah kering (arid region) (8.1) memiliki fasies kerikilan yang
berbeda yang mungkin dikelompokkan ke dalam asosiasi endapan kipas aluvial dan
asosiasi danau playa (dasar suatu cekungan pengaliran gurun pasir) yang terdiri dari
fasies evaporit dan batulumpur: fasies batupasir sedang terpilah baik, berstruktur cross
bedding tidak sesuai ke dalam asosiasi kipas aluvial dan danau playa dan oleh karena itu
harus dipertimbangkan sebagai suatu kesatuan yang tersendiri (hasil dari pengendapan
aeolian dune: 8.2.3).

5.2.3 Sikuen Fasies


Sikuen fasies secara sederhana adalah asosiasi fasies dengan kejadian fasies
dalam suatu urutan tertentu (Reading & Levell 1996). Sikuen fasies terjadi ketika ada
pengulangan rangkaian proses sebagai respon atau tanggapan dari perubahan reguler
suatu kondisi. Contoh, jika fasies bioclastic wackestone selalu ditutupi oleh fasies
bioclastic packestone dan selanjutnya fasies ini selalu ditutupi oleh bioclastic
grainstone (Gambar 5.2), tiga fasies ini dapat dianggap menjadi sikuen fasies. Pola-pola
seperti itu mungkin dihasilkan dari pendangkalan ke atas yang berulang-ulang (repeated
shallowing upward) berkaitan dengan pengendapan di atas kumpulan pasir dan lumpur
bioklastik di dalam lingkungan laut dangkal (14.6.2). Pengenalan sikuen fasies dapat
didasarkan pada peninjauan visual grafik log sedimen atau dengan menggunakan
pendekatan statistik untuk menentukan urutan kejadian fasies dalam suatu rangkaian,
seperti analisis Markov (Till 1974; Swan & Sandilands 1995). Teknik ini memerlukan
kisi-kisi (grid) transisi untuk ditempatkan dengan semua fasies di sepanjang kedua
sumbu tabel, vertikal dan horizontal: tiap waktu terjadi transisi dari satu fasies ke fasies
lain (contoh dari fasies bioclastic wackestone ke bioclastic packestone) di dalam
rangkaian vertikal, masukkanlah ke grid. Sikuen fasies muncul ketika lebih tinggi dari
transisi rata-rata dari satu fasies ke fasies lain.
Gambar 5.2 Asosiasi fasies, sikuen fasies dan kode fasies.

5.2.4 Nama Fasies dan Kode Fasies


Dalam proses menyelesaikan analisis fasies suatu rangkaian batuan sedimen
muncul pertanyaan tentang penamaan fasies dan asosiasi fasies. Salah satu pilihan
sederhana adalah dengan memberi nomor atau huruf sesuai urutan alfanumerik.
Kekurangan pendekatan ini adalah bahwa fasies 1, fasies 2, asosiasi fasies A dan
sebagainya, tidak menyampaikan informasi deskriptif dan petunjuk-petunjuk karakter
sedimen. Cara yang lebih baik adalah dengan memberi nama deskriptif, singkat bagi
setiap fasies-contoh, laminated grey siltstone facies, foraminiferal wackestone facies
atau cross bedded pebbly conglomerate facies. Suatu kompromi harus dicapai
sedemikian rupa sehingga nama yang ditentukan cukup menguraikan fasies tetapi
bukanlah yang terlalu susah. Diperlukan kata sifat (adjectives) secukupnya untuk
membedakan fasies satu dengan yang lain. Contoh, mudstone facies telah cukup
sempurna jika hanya terdapat satu fasies batulumpur di dalam rangkaian. Di lain hal,
perbedaan antara trough cross bedded coarse sandstone facies dan planar cross
bedded medium sandstone facies mungkin penting dalam analisis rangkaian batupasir
laut dangkal.
Nama untuk fasies harus deskriptif dan sungguh bisa diterima serta mengacu
pada asosiasi fasies dalam kaitannya dengan interpretasi lingkungan pengendapan.
Suatu asosiasi fasies seperti symmetrically rippled fine sandstone, black laminated
mudstone dan grey graded siltstone telah diinterpretasikan sebagai endapan di dalam
danau berdasarkan karaktersitk fasiesnya, dan mungkin beberapa informasi biofasies
menunjukkan fauna air tawar. Oleh karena itu asosiasi fasies ini dikenal sebagai
lacustrine association facies dan telah dibedakan dari asosiasi fasies kontinen yang
lain yang terendapkan di dalam channel sungai (fluvial channel association facies)
dan endapan overbank (floodplain facies association).
Untuk membuat nama fasies yang panjang menjadi lebih mudah, sistem
singkatan kode sering digunakan ketika meringkas sejumlah besar informasi fasies
(Gambar 5.2). Hal ini membantu jika kode-kodenya mudah diinterpretasi dan
berhubungan dengan nama fasies. Satu ketentuan yang digunakan dalam deskripsi fasies
dalam sedimen klastik terrigenous adalah sistem yang berdasar ukuran butir ditunjukkan
oleh huruf pertama diikuti oleh akhiran atau sufiks yang mendeskripsikan struktur
sedimen (Miall 1978). Berdasarkan skema ini, konglomerat memiliki huruf utama G
(untuk kerikil), S untuk pasir dan F untuk batulumpur berbutir halus; sufiks atau
akhiran mungkin menyediakan informasi lebih lanjut mengenai ukuran butir (contoh,
Sc menunjukkan pasir, kasar), struktur sedimen (Gx untuk cross stratified
conglomerates, huruf x adalah singkatan umum untuk cross), warna atau karakter-
karakter berbeda lainnya. Tidak ada aturan untuk huruf kode yang digunakan, dan ada
banyak ragam pada tema ini (contoh, beberapa pekerja menggunakan huruf Z untuk
lanau) termasuk skema serupa untuk batuan karbonat yang berdasarkan klasifikasi
Dunham (3.1.4). Sebagai garis besar umum, sangat baik jika mengembangkan sistem
yang memiliki pola konsisten (contoh, semua fasies batupasir diawali dengan huruf S)
dan menggunakan singkatan yang mudah dipahami.

5.3 Distribusi Paleoenvironment dalam Waktu dan Ruang


Setelah paleoenvironment sederetan batuan sedimen telah ditentukan oleh
analisis fasies, hubungan batuan yang terendapkan pada waktu yang sama di tempat
yang berbeda dapat dipikirkan seperti halnya perubahan dalam paleoenvironment
seiring waktu di tiap tempat. Hal ini hanya dapat diselesaikan setelah kerangka kerja
waktu telah ditentukan dengan menggunakan teknik korelasi stratigrafi yang diuraikan
di bab 18-21. Selanjutnya analisis paleoenvironment dikombinasikan dengan stratigrafi
ke dalam bidang studi yang dikenal sebagai analisis cekungan, yang dibahas singkat di
bab 23.
Satu unsur studi paleoenvironment yang penting dalam analisis cekungan adalah
menentukan arah aliran sungai, terbentuknya delta, garis pantai, sebaran kipas bawah
laut, dan sebagainya. Untuk beberapa macam informasi yang bersifat langsung ini
adalah sangat berguna dan hal ini dapat diperoleh dari batuan sedimen dengan
menggunakan petunjuk arus purba (paleocurrent).

5.4 Arus Purba (Paleocurrent)


Petunjuk paleocurrent adalah bukti arah aliran pada waktu sedimen diendapkan.
Keuntungan dari mengetahui arah aliran ini adalah bahwa petunjuk ini membuat
kemungkinan untuk memulai merekonstruksi paleogeographic. Fasies dan asosiasi
fasies yang diendapkan di dalam lingkungan pengendapan yang berbeda dapat
dihubungkan berdasarkan hubungan yang ditunjukkan oleh data paleocurrent (Potter &
Pettijohn 1977). Sebagai contoh, pengetahuan tentang arah aliran di dalam channel
endapan fluvial membuat kemungkinan untuk menghubungkan endapan ini dengan
sedimen delta atau estuaria, dengan mengetahui arah hilirnya. Interpretasi seperti ini
sungguh sangat berguna dalam membuat prediksi tentang karakteristik batuan yang
tidak dapat terlihat karena tertutup oeh strata yang lebih muda. Oleh karena itu analisis
paleocurrent merupakan bagian penyelesaian analisis fasies untuk mempelajari lebih
banyak tentang paleoenvironment.

5.4.1 Petunjuk-Petunjuk Paleocurrent


Struktur sedimen tertentu yang terbentuk oleh aliran air atau udara dapat
digunakan sebagai petunjuk paleocurrent atau aliran purba (paleoflow). Dua kelompok
petunjuk paleocurrent dapat dibedakan sebagai berikut.
Petunjuk satu arah (unidirectional indicators) adalah fitur yang memberikan arah aliran.
1 Cross lamination (4.3.1) dihasilkan oleh ripples yang bermigrasi ke arah aliran arus.
Arah kemiringan (dip direction) cross laminae pada batuan sedimen diukur.
2 Cross bedding (4.3.2) terbentuk oleh migrasi aeolian dan subaqueous dunes, dan arah
kemiringan lee slope adalah kira-kira arah aliran. Dalam batuan sedimen, arah
kemiringan cross strata di dalam cross bedding diukur.
3 Cross bedding dan cross stratification berskala besar terbentuk oleh bar besar di
dalam channel sungai (9.2.1) dan setting laut dangkal (14.4), atau progradasi foreset
delta tipe Gilbert (12.3), adalah petunjuk arah aliran. Arah kemiringan cross strata
diukur. Suatu perkecualian adalah epsilon cross stratification yang dihasilkan oleh
akumulasi point bar yang berada tegak lurus terhadap arah aliran (9.2.2).
4 Imbrikasi klastik terbentuk ketika klastik kerikil berbentuk cakram (discoid)
terorientasi oleh aliran yang kuat ke dalam posisi yang stabil, dengan satu dari dua
sumbu yang lebih panjang miring ke arah hulu ketika dilihat dari samping. Catat bahwa
ini berlawanan dengan pengukuran arah dalam cross stratification.
5 Flute casts (4.8.1) adalah gerusan lokal di dalam substrata yang dihasilkan oleh
pusaran arus di dalam aliran. Setelah pusaran turbulen terbentuk, pusaran ini dibawa
oleh aliran dan terangkat ke atas menjauh dari permukaan dasar, meninggalkan tanda
asimetris di atas lantai aliran dengan tepi curam di sisi hulu. Ukurlah arah sepanjang
sumbu gerusan yang menjauh dari sisi yang curam.
Petunjuk sumbu aliran (flow axis indicators) adalah struktur yang menyediakan
informasi tentang sumbu arus tapi tidak membedakan antara arah hulu dan hilir.
Meskipun begitu struktur ini berguna jika dikombinasikan dengan petunjuk satu arah-
contoh, grooves dan flutes mungkin berasosiasi dengan turbidit (4.6.2).
1 Primary current lineation (4.3.4) pada bidang perlapisan diukur dengan menentukan
orientasi bentuk atau barisan butir.
2 Groove casts (4.8.1) adalah gerusan memanjang disebabkan oleh takikan (indentation)
partikel yang terbawa di dalam aliran yang memberikan sumbu aliran.
3 Orientasi klastik berbentuk memanjang dapat menyediakan informasi jika mineral
seperti jarum (needle-like), fosil memanjang seperti belemnite, atau potongan-potongan
kayu menunjukkan barisan sejajar atau penjajaran dalam aliran.
4 Batas gerusan dan channel dapat digunakan sebagai petunjuk karena bagian tepi
channel berada sejajar dengan arah aliran.

5.4.2 Mengukur Paleocurrent dari Cross Stratification


Pengukuran arah kemiringan (dip) permukaan berlereng (inclined surface) tidak
selalu langsung, khususnya jika permukaannya berbentuk kurva dalam tiga dimensi,
seperti kasus trough cross stratification. Normalnya, diperlukan suatu penyingkapan
cross bedding yang memiliki dua wajah yang menyiku (Gambar 5.3). Dimana
permukaan horizontal memotong melewati trough cross bedding, menentukan arah
paleoflow lebih mudah dan hanya memerlukan permukaan horizontal (Gambar 5.4).
Menentukan arah paleoflow dari planar cross stratification dapat dilakukan langsung
karena bidangnya hanya miring ke satu arah. Di semua kasus suatu potongan vertikal
tunggal yang melewati cross stratification, tidak memberikan hasil yang memuaskan
karena hanya memberikan kemiringan semu (apparent dip) yang tidak menunjukkan
arah aliran sebenarnya.

Gambar 5.3 Arah dip bidang (contoh planar cross beds)


tidak dapat ditentukan dari wajah vertikal tunggal (muka
A atau B): dip sebenarnya dapat dihitung dari pengukuran
dua apparent dip yang berbeda atau diukur langsung dari
permukaan horizontal (T)

Gambar 5.4 Trough cross bedding tersingkap di permukaan


lapisan batupasir, berumur Kambrium, Sinai Peninsula,
Mesir. Jejak lekukan atau cekungan lembah di atas
permukaan lapisan menunjukkan arah aliran yang menjauh
dari pandangan.

5.4.3 Menampilkan dan Menganalisis Data yang Berhubungan dengan Arah


Data arah umumnya dikumpulkan dan digunakan dalam geologi. Paleocurrent
adalah data yang tersering ditemui dalam sedimentologi tetapi data yang serupa juga
dikumpulkan dalam analisis struktur dan studi paleoecological. Setelah data
dikumpulkan akan berguna untuk menentukan parameter seperti arah rata-rata dan
penyimpangan rata-rata (standard deviation). Dalam menghitung rata-rata kumpulan
data arah tidak bisa dilakukan secara langsung, contoh, menentukan rata-rata
pengukuran ketebalan kumpulan perlapisan. Paleocurrent yang diukur dimasukkan ke
dalam lingkaran 360 derajat. Menentukan rata-rata suatu set dengan menambahkan
bersama dan kemudian membaginya, tidak memberikan hasil yang berarti : untuk
mengilustrasikan mengapa begitu, dua posisi (bearing) 010 dan 350 jelas sekali
memiliki arti 000/360, tapi dengan menambahkan dan kemudian membaginya akan
diperoleh jawaban 180, arah yang berlawanan. Penghitungan rata-rata sirkuler dan
perbedaan atau varian sirkuler suatu set data paleocurrent dapat diselesaikan dengan
kalkulator atau program komputer. Dasar-dasar matematika untuk perhitungan (Till
1974; Swan & Sandilands 1995) ini ditulis di bawah.
Untuk menangani data arah secara matematika, terlebih dahulu menerjemahkan posisi
(bearing) ini ke dalam koordinat empat persegi panjang (rectangular) dan menampilkan
semua nilai ke dalam sumbu x dan y. Untuk tiap posisi , tentukan nilai x dan y dengan
cara :

x = cos

y = sin

Kemudian tambahkan semua nilai x dan tentukan rata-ratanya x, kemudian


tambahkan semua nilai y dan tentukan nilai rata-ratanya y. Hasilnya akan berarti nilai
arah rata-rata yang ditampilkan dalam koordinat segiempat, dengan nilai x dan y di
antara -1 dan +1. Untuk menentukan posisi itu, hitung :

= tan-1 (y/x)

Nilai akan berada di antara +90 dan -90. Untuk mengoreksi nilai ini menjadi
nilai sebenarnya, perlu menentukan di kuadran mana nilai rata-rata ini berada. Dapat
ditentukan dengan mengambil sinus dan cosinus : jika keduanya positif, posisinya
adalah 000-090, cosinus negatif maka posisinya 090-180, keduanya negatif maka
posisinya adalah 180-270 dan jika sinusnya negatif adalah 270-360.
Sebaran data disekitar nilai rata-rata sebanding dengan panjang garis, R. Jika nilai
akhirnya berada sangat dekat dengan garis keliling lingkaran, dan ketika semua data
berada sangat berdekatan, R akan memiliki nilai mendekati 1. jika garis R sangat pendek
karena data memiliki sebaran yang luas: contoh ekstrimnya, rata-rata 000, 090, 180,
dan 270 akan menghasilkan suatu garis dengan panjang 0 karena nilai rata-rata x da y
untuk kelompok ini berada di pusat lingkaran. Panjang dari garis R dihitung dengan
menggunakan teorema Pythagoras:

R = (x 2+ y 2)

Data paleocurrent biasanya diletakkan pada diagram rose (Gambar 5.5). Ini
adalah histogram sirkuler dimana data arah diplot. Hitungan rata-rata dapat juga
ditambahkan. Dasar penggunaannya adalah membagi lingkaran menjadi interval 10
atau 20 dan mengandung rangkaian lingkaran konsentris. Terlebih dahulu data-data
dikelompokkan ke dalam blok-blok 10 atau 20 (000-019, 020-039, dan lain-lain).
dan jumlah yang jatuh di dalam tiap-tiap rentang ditandai oleh gradasi semakin ke luar
dari pusat histogram lingkaran. Di contoh ini (Gambar 5.5) tiga pembacaan adalah di
antara 260 dan 269, lima di antara 250 dan 259, dan selanjutnya. Skala dari pusat ke
garis tepi lingkaran harus ditunjukkan, dan jumlah total, N, ditunjukkan dalam set data.

Gambar 5.5 Diagram rose yang digunakan sebagai satu


cara menampilkan data paleocurrent (N=33, skala dari
pusat adalah satu divisi untuk tiap pembacaan).
Data paleocurrent yang dikumpulkan dari strata yang telah terdeformasi secara tektonik
dan miring harus diorientasikan kembali ke horizon pengendapan. Manipulasi data arah
memerlukan teknik stereonet yang umum digunakan dalam geologi struktur.

5.5 Asal-Usul (Provenance)


Data paleocurrent menyediakan petunjuk arah transportasi sedimen, yang
akhirnya memberikan petunjuk darimana detritus klastik berasal. Informasi lanjut
tentang sumber sedimen, atau provenance material, dapat diperoleh dari pengujian tipe
klastik yang ada (Pettijohn 1975). Jika klastik yang hadir dalam sedimen dapat dikenali
sebagai karakteristik daerah sumber tertentu melalui petrologi atau kimianya, maka
asal-usulnya dapat ditentukan. Dalam beberapa keadaan, hal ini membuat kemungkinan
untuk menentukan lokasi paleogeografi daerah sumber dan menyediakan informasi
tentang waktu dan proses erosi dalam daerah yang terangkat (uplifted areas) (Dickinson
& Suczex 1979).
Studi provenance umumnya relatif mudah untuk diselesaikan pada sedimen
klastik lebih kasar (coarser) karena kerakal dan berangkal mungkin dapat langsung
dikenali sebagai hasil erosi dari litologi batuan (bedrock) tertentu. Banyak tipe batuan
yang memiliki karakteristik tekstur dan komposisi yang memperkenankan batuan
tersebut dikenali dengan yakin. Lebih sulit untuk menentukan provenance jika semua
klastiknya berukuran pasir karena banyak butir-butir yang mungkin mineral-mineral
individu yang dapat berasal dari sumber-sumber yang beragam. Butir-butir kuarsa
dalam batupasir mungkin berasal dari bedrock granit, sejumlah batuan metamorf yang
berbeda atau sedimentasi kembali (rework) dari litologi batupasir yang lebih tua, jadi
meskipun sangat umum, kuarsa sering hanya bernilai kecil dalam menentukan
provenance. Mineral-mineral berat tertentu (2.4.2) adalah petunjuk yang sangat baik
mengenai asal pasir (Tabel 5.1). Oleh karena itu studi provenance dalam batupasir
sering diselesaikan oleh pemisahan material dari sampel besar (bulk) butir-butir dan
mengenalinya secara individual (Mange & Maurer 1992). Prosedur ini disebut analisis
mineral berat, dan dapat menjadi cara efektif untuk menentukan sumber sedimen.
Analisis mineral lempung juga terkadang digunakan dalam studi provenance karena
mineral-mineral lempung tertentu terbentuk dari pelapukan tipe bedrock tertentu (Blatt
1985): contoh, pelapukan batuan basaltis menghasilkan mineral lempung dalam
kelompok smectite (2.5.3).

Tabel 5.1 Mineral-mineral berat yang


digunakan sebagai petunjuk sumber
(provenance) detrital sedimen.

5.6 Grafik Log Sedimen


Log sedimen adalah metode grafik untuk menampilkan rangkaian perlapisan
sedimen atau batuan sedimen. Log ini juga merupakan metode efektif mengumpulkan
data secara sistematis. Ada banyak skema berbeda yang digunakan, tetapi masih satu
tema. Format yang ditampilkan di sini (Gambar 5.6) dekat sekali dengan skema Tucker
(1982, 1996); format lain yang sering digunakan diilustrasikan dalam Collinson dan
Thompson (1982). Tujuan dari semua grafik log sedimen harus menampilkan data
sedemikian rupa hingga mudah dikenali dan diinterpretasikan dengan menggunakan
simbol-simbol sederhana dan singkatan yang dapat dimengerti tanpa kata kunci
(meskipun kata kunci harus selalu dimasukkan untuk menghindari ambigu). Analisis
fasies dan analisis paleoenvironment dapat dibuat berdasarkan informasi yang
ditampilkan dalam grafik log sedimen.

5.6.1 Menggambar Grafik Log Sedimen


Skala vertikal yang digunakan ditentukan oleh kedetailan atau ketelitian yang
diperlukan. Jika informasi pada perlapisan hanya memerlukan beberapa centimeter
ketebalan maka skala 1 : 10 menjadi pilihan. Suatu log yang ditarik melewati puluhan
atau ratusan meter dapat digambar pada skala 1 : 100 jika lapisan-lapisan dengan tebal
kurang dari 10 cm tidak perlu direkam secara individu. Log ringkasan yang hanya
menyediakan garis besar rangkaian strata dapat digambarkan dengan skala 1 : 1000.
Skala menengah juga digunakan, dengan menggunakan kelipatan 2 atau 5 agar konversi
skalanya lebih mudah.
Kebanyakan simbol-simbol litologi yang umum digunakan adalah kurang lebih standar:
titik-titik (dots) digunakan untuk pasir dan batupasir, susunan kotak-kotak batubata
(bricks) untuk batugamping, dan sebagainya. Skemanya dapat dimodifikasi agar cocok
atau sesuai dengan rangkaian yang dideskripsikan, contoh, dengan
menumpangtindihkan (superimposition) huruf G untuk menunjukkan batupasir
glaukonit, penambahan titik-titik pada susunan kotak-kotak batubata mewakili
batugamping pasiran, dan sebagainya. Dalam kebanyakan skema, litologi ditampilkan
dalam kolom tunggal. Di sepanjang sisi kolom litologi (kanannya) ada ruang untuk
informasi tambahan tentang tipe sedimen dan untuk merekam struktur sedimen (lihat di
bawah). Skala horizontal digunakan untuk menunjukkan ukuran butir dalam sedimen
klastik. Klasifikasi Dunham untuk batugamping (3.1 4) juga dapat ditampilkan dengan
menggunakan tipe skala ini. Skema ini memberikan kesan visual yang cepat mengenai
semua kecenderungan dalam ukuran butir, lapisan bergradasi normal atau terbalik,
rangkaian perlapisan yang mengasar ke atas atau menghalus ke atas.
Dengan konvensi, simbol-simbol yang digunakan untuk menampilkan struktur
sedimen mirip sekali dengan kenampakan fitur itu di lapangan atau di dalam inti bor
(core) (Gambar 5.7). Penampilan ini agak disesuaikan demi kepentingan kesederhanaan
dan untuk menjelaskan interpretasi struktur. Sekali lagi, simbol-simbol ini dapat
diadaptasi untuk disesuaikan dengan kondisi-kondisi tertentu. Jika ruangnya
mengizinkan, simbol-simbol diletakkan di dalam lapisan tapi juga dapat digambar di
sisinya. Batas-batas perlapisan mungkin tajam, erosional, atau transisi/gradasi,
perubahan secara gradasi antara satu litologi ke litologi lain.
Detail-detail lain tentang rangkaian perlapisan dapat juga direkam pada grafik
log (Gambar 5.8). Data paleocurrent mungkin ditampilkan sebagai rangkaian panah
berorientasi ke arah paleoflow yang diukur atau dapat diringkas menjadi satu unit
sebagai diagram rose (5.4.3) di sisi log. Warna biasanya direkam dalam kata-kata atau
singkatan, dan keterangan atau pengamatan lanjut dapat ditulis di sisi log ditempat yang
telah tersedia.
Interpretasi informasi berkenaan dengan proses-proses dan lingkungan biasanya
diselesaikan kembali di dalam laboratorium. Jika semua analisis fasies telah dilakukan,
fasies harus diidentifikasi dan semua interval atau selingan-selingan pada grafik log
ditempatkan pada satu dari fasies-fasies ini. Hubungan antara fasies dapat lebih mudah
terlihat pada grafik log daripada bentuk tampilan data yang lain.
Tampilan grafik log dengan bantuan komputer telah menjadi terkenal pada tahun-tahun
terakhir ini. Penggunaan yang luas dari paket menggambar komputer telah
menghasilkan kecenderungan untuk simbol-simbol pada log menjadi lebih standar dan
sesuai. Menggambar log dengan cara biasa juga masih digunakan. Kekurangan dari
menggambar dengan komputer adalah menghasilkan grafik log yang tidak mengandung
informasi sebanyak grafik log yang digambar dengan tangan. Variasi yang hampir tak
kentara dalam bentuk struktur sedimen dapat dimasukkan dalam log yang digambar
dengan tangan tapi akan hilang jika mengunakan simbol standar (Anderton 1985).
Masih ada tempat untuk menggambar dengan pena atau pensil pada grafik log, dan log
yang digambar di lapangan masih harus dianggap sebagai data pokok mentah.

Gambar 5.6 Suatu contoh bentuk grafik log sedimen.


Gambar 5.7 Simbol-simbol yang umum digunakan pada grafik log sedimen

Gambar 5.8 Contoh grafik log sedimen


5.6.2 Tampilan Grafik yang Lain : Sketsa dan Foto
Grafik log adaah tampilan satu-dimensi perlapisan batuan sedimen yang hanya
mungkin menampilkan inti bor (drill-core) dan cukup sempurna untuk strata kue lapis
(layer-cake) (perlapisan yang tidak memiliki ketebalan atau karakter lateral). Jika suatu
singkapan perlapisan memiliki variasi lateral yang penting-contoh, endapan channel
sungai dan overbank dalam lingkungan fluvial-suatu log vertikal tunggal tidak cukup
mewakili kondisi alami endapan. Tampilan dua-dimensi diperlukan dalam bentuk
gambar penampang singkapan alami atau buatan di tebing (Gambar 5.9).
Gambar sketsa menampilkan semua fitur sedimen utama (perlapisan, cross
stratification, dan lain-lain) yang biasanya ditambah dengan foto. Dalam kasus ideal,
foto yang diambil dapat digunakan sebagai acuan sketsa lapangan. Foto tidak
seharusnya menjadi pengganti sketsa lapangan: fitur-fitur sedimen tidak pernah terlihat
jelas dalam foto sebagaimana di lapangan dan banyak informasi dapat hilang jika fitur
yang penting dan hubungannya tidak digambar waktu itu. Sketsa geologi yang bagus
tidak harus berseni. Fitur geologi harus jelas ditonjolkan sedangkan objek lain yang
kebetulan ada seperti pepohonan dan semak-semak dapat diabaikan. Semua sketsa dan
foto harus memasukkan skala beberapa bentuk dan orientasi pandangan harus direkam.
Informasi lebih lanjut mengenai deskripsi lapangan batuan sedimen dapat dilihat di
buku Tucker (1996).
Gambar 5.9 Contoh sketsa lapangan. Variasi lateral yang kompleks hadir dalam
beberapa fasies, seperti endapan fluvial yang disketsakan di sini, tidak cukup hanya
ditampilkan dengan grafik vertikal tunggal.

5.7 Ringkasan : Fasies dan Lingkungan


Pendekatan ilmiah dan objektif adalah dasar dari keberhasilan analisis fasies.
Suatu rangkaian strata sedimen harus dideskripsikan dahulu berkenaan dengan litofasies
(dan terkadang biofasies dan ichnofasies) yang ada, dimana tahap interpretasi proses-
proses pengendapan dapat dibuat. Selanjutnya fasies dapat dikelompokkan ke dalam
asosiasi litofasies yang dapat diinterpretasikan lingkungan pengendapannya berdasarkan
kombinasi proses fisika, kimia, dan biologi yang telah dikenali melalui analisis fasies.
Terdapat asosiasi fasies dan sikuen yang umum terjadi di dalam lingkungan tertentu,
dan ini diilustrasikan di bab berikutnya sebagai tipikal lingkungan tertentu. Namun
bagaimanapun, masih mungkin terdapat kesalahan berbahaya yaitu pigeon-holing,
maksudnya adalah mencoba mencocokkan rangkaian batuan ke model fasies tertentu.
Sedangkan karakteristik umum biasanya memberikan petunjuk yang baik kepada
lingkungan pengendapan, detail-detail kecil dapat menjadi hal vital dan jangan
diabaikan. Analisis data paleocurrent adalah keterangan tambahan yang sangat berguna
untuk interpretasi fasies, dan membentuk dasar-dasar dalam menentukan lingkungan
pengendapan masa lampau. Untuk memperoleh semua analisis ini, diperlukan metode
efektif dalam menampilkan data dari batuan sedimen : hal ini disediakan oleh grafik log
sedimen.
Analisis fasies harus objektif untuk menentukan lingkungan pengendapan suatu
rangkaian batuan dalam rekaman sedimen. Suatu kesimpulan umum yang telah dibuat
adalah bahwa lingkungan sedimen yang ada saat ini (Gambar 5.10) telah ada juga di
masa lampau. Secara garis besarnya seperti itu, tapi ada bukti dari rekaman stratigrafi
mengenai kondisi yang ada selama periode sejarah bumi yang tidak terdapat pada
lingkungan modern.
Gambar 5.10 Lingkungan pengendapan sedimen.

BAB VI

Daratan : Sumber daripada Sedimen

Sumber daripada batuan sedimen klastik dan kimiawi adalah dari kontinen,
dimana pelapukan dan erosi terjadi menghasilkan endapan sedimen yang dibawa dengan
mekanisme bedload ataupun suspensi yang kemudian terendapkan. Suhu dan proses
tektonik di Bumi lah yang menyebabkan pengangkatan dan pembebanan sebagai
sumber dan ruang bagi sedimen untuk terakumulasi. Iklim dan control perubahan iklim
dalam vegetasi memegang peranan penting dalam sistem bumi ini, yang berhubungan
langsung dengan tektonik, iklim dan proses denudasi.

6.1 Dari Sumber Sedimen Ke Strata Formasi


Dalam terbentuknya sedimen dan batuan sedimen di bumi, sumber dari kebanyakan
adalah lapisan yang terekspos ke daratan. Hal ini dimulai ketika adanya pengangkatan
terhadap batuan yang sudah ada sebelumnya seperti batuan beku , metamorf maupun
batuan sedimen itu sendiri. Setelah batuan ini terangkat dan terlapukan di daratan ntuk
membuat detritus klastik. Setelah itu terjadi erosi dan mentransportasi material dengan
berbagai mekanise. Tentu saja sedimen ini akan terdepositkan dengan proses fisika,
kimia maupun biogenic dalam lingkungan pengendapannya.
Proses akhirnya adalah litifikasi dimana endapan sedimen ini akan berubah menjadi
batuan sedimen dimana akan terekpos ke permukaan akibat proses tektonik.
Keseluruhan proses ini adalah suatu sikuen yang biasa disebut siklus batuan.
`

Gambar 6.11 Proses pembentukan batuan sedimen

6.2 Proses Pembentukan Gunung


Teori tektonik lempeng memberikan suatu kerangka kerja dalam pemahaman bahwa
pergerakan lempeng dan asosiasinya dengan dengan aktivitas gunung berapii membuat
topografi kontuur dipermukaan bumi yang dipengaruhi oleh erosi dan deposisi. Area
yang berada pada daerah lebih tinggi dipermukaan dapat direlasikan dengan batas
lempeng. Sebagai contoh pegunungan Himalaya sebagai sabuk orogenik, dimana
pegunungan ini terbentuk akibat adanya koolisi antara lempeng benua antara India dan
Asia , lalu pegunungan Andes yang direlasikan akibat subduksi dari lempeng samudera.

Gambar 6.2
Batas dari pergerakan lempeng tektonik saat ini
6.3 Proses Pelapukan
Pelapukan adalah proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah pada
dan/atau dekat permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik, kimia dan/atau
biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal (source) dari batuan sedimen dan
tanah (soil). Kiranya penting untuk diketahui bahwa proses pelapukan akan
menghacurkan batuan atau bahkan melarutkan sebagian dari mineral untuk kemudian
menjadi tanah atau diangkut dan diendapkan sebagai batuan sedimen klastik. Sebagian
dari mineral mungkin larut secara menyeluruh dan membentuk mineral baru. Inilah
sebabnya dalam studi tanah atau batuan klastika mempunyai komposisi yang dapat
sangat berbeda dengan batuan asalnya. Komposisi tanah tidak hanya tergantung pada
batuan induk (asal) nya, tetapi juga dipengaruhi oleh alam, intensitas, dan lama
(duration) pelapukan dan proses jenis pembentukan tanah itu sendiri (Boggs, 1995).
Di alam pada umumnya ke tiga jenis pelapukan (fisik, kimiawi dan biologis) itu
bekerja bersama-sama, namun salah satu di antaranya mungkin lebih dominan
dibandingkan dengan lainnya. Walaupun di alam proses kimia memegang peran yang
terpenting dalam pelapukan, tidak berarti pelapukan jenis lain tidakpenting.
Berdasarkan pada proses yang dominan inilah maka pelapukan batuan dapat dibagi
menjadi pelapukan fisik, kimia dan biologis.

6.4.1 Pelapukan Fisik


Pelapukan fisik adalah proses dimana batuan pecah menjadi kepingan yang lebih
kecil, tetapi tanpa mengalami perubahan komposisi kimia dan mineral yang berarti.
Pelapukan fisik ini dapat menghasilkan fragment/kristal kecil sampai blok kekar (joint
block) yang berukuran besar.

Jenis pelapukan fisik


1. Stress release: batuan yang muncul ke permukaan bumi melepaskan stress
menghasilkan kekar atau retakan yang sejajar permukaan topografi. Retakan-retakan
itu membagi batuan menjadi lapisan-lapisan atau lembaran (sheet) yang sejajar
dengan permukaan topografi. Proses ini sering disebut sheeting. Ketebalan dari
lapisan hasil proses sheeting ini semakin tebal menjauhi dari permukaan. Proses
pelapukan jenis ini sering terjadi pada batuan beku terobosan yang dekat permukaan
bumi.

2. Frost action and hydro-fracturing: pembekuan air dalam batuan. Air atau larutan
lainnya yang tersimpan di dalam pori dan/atau retakan batuan akan meningkat
volumenya sekitar 9% apabila membeku, sehingga ini akan menimbulkan tekanan
yang cukup kuat memecahkan batuan yang ditempatinya. Proses ini tergantung:
1.keberadaan pori dan retakan dalam batuan
2.keberadaan air/cairan dalam pori
3.temperatur yang turun naik dalam jangka waktu tertentu.

3. Salt weathering: pertumbuhan kristal pada batuan. Pertumbuhan kristal pada pori
batuan sehingga menimbulkan tekanan tinggi yang dapat merusak/memecahkan
batuan itu sendiri.

4. Insolation weathering: akibat pemanasan dan pendinginan permukaan karena


pengaruh matahari. Tentu saja pelapukan jenis ini akan besar pengaruhnya di daerah
yang mengalami perbedaan suhu cukup besar, misalnya siang (panas) dan malam
(dingin).

5. Alternate wetting and drying: pengaruh penyerapan dan pengeringan dengan cepat.

6.4.2 Pelapukan Kimia

Pelapukan kimia membuat komposisi kimia dan mineralogi suatu batuan dapat
berubah. Mineral sebagaian dari mineral itu menjadi larutan. Selain itu, bagian unsur
mineral yang lain dapat bergabung dengan unsur setempat membentuk kristal mineral
baru.
Pada pelapukan kimia air dan gas terlarut memegang peran yang sangat penting.
Sedangkan pelapukan kimia sendiri mempunyai peran terpenting dalam semua jenis
pelapukan. Hal ini disebabkan karena air ada pada hampir semua batuan walaupun di
daerah kering sekalipun. Akan tetapi pada suhu udara kurang dari 30 o C, pelapukan
kimia berjalan lebih lambat. Proses pelapukan kimia umumnya dimulai dari dan
sepanjang retakan atau tempat lain yang lemah.
Kecepatan pelapukan kimia tergantung dari iklim, komposisi mineral dan ukuran
butir dari batuan yang mengalami pelapukan. Pelapukan akan berjalan cepat pada
daerah yang lembab (humid) atau panas dari pada di daerah kering atau sangat dingin.
Curah hujan rata-rata dapat mencerminkan kecepatan pelapukan, tetapi temperatur sulit
dapat diukur. Namun secara umum, kecepatan pelapukan kimia akan meningkat dua
kali dengan meningkat temperatur setiap 10oC. Mineral basa pada umumnya akan lebih
cepat lapuk dari pada mineral asam. Itulah sebabnya basal akan lebih cepat lapuk dari
pada granit dalam ukuran yang sama besar. Sedangkan pada batuan sedimen, kecepatan
pelapukan tergantung dari komposisi mineral dan bahan semennya.

Jenis pelapukan kimia


1. Hidrolisis adalah reaksi antara mineral silikat dan asam (larutan mengandung ion
H+) dimana memungkinkan pelarut mineral silikat dan membebaskan kation logam
dan silika. Mineral lempung seperti kaolin, ilit dan smektit besar kemungkinan hasil
dari proses pelapukan kimia jenis ini (Boggs, 1995). Pelapukan jenis ini memegang
peran terpenting dalam pelapukan kimia.

2. Hidrasi adalah proses penambahan air pada suatu mineral sehingga membentuk
mineral baru. Lawan dari hidrasi adalah dehidrasi, dimana mineral kehilangan air
sehingga berbentuk anhydrous. Proses terakhir ini sangat jarang terjadi pada
pelapukan, karena pada proses pelapukan selalu ada air. Contoh yang umum dari
proses ini adalah penambahan air pada mineral hematit sehingga membentuk gutit.

3. Oksidasi berlangsung pada besi atau mangan yang pada umumnya terbentuk pada
mineral silikat seperti biotit dan piroksen. Elemen lain yang mudah teroksidasi pada
proses pelapukan adalah sulfur, contohnya pada pirit (Fe2S).

4. Reduksi terjadi dimana kebutuhan oksigen (umumnya oleh jasad hidup) lebih
banyak dari pada oksigen yang tersedia. Kondisi seperti ini membuat besi
menambah elektron dari Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah larut sehingga lebih
mobil, sedangkan Fe3+ mungkin hilang pada sistem pelapukan dalam pelarutan.

5. Pelarutan mineral yang mudah larut seperti kalsit, dolomit dan gipsum oleh air
hujan selama pelapukan akan cenderung terbentuk komposisi yang baru.

6. Pergantian ion adalah proses dalam pelapukan dimana ion dalam larutan seperti
pergantian Na oleh Ca. Umumnya terjadi pada mineral lempung.

6.4.3 Pelapukan Biologi

Tanah (soil) adalah suatu hasil pelapukan biologi (Selley, 1988), dimana
komposisinya terdiri atas komponen batuan dan humus yang umumnya berasal dari
tetumbuhan. Bagi geologiawan studi tanah ini (umumnya disebut pedologi) lebih
dipusatkan pada tanah purba (paleosoil),dimana akan membantu untuk mengetahui
perkembangan sejarah geologi pada daerah yang bersangkutan. Akan tetapi perlu
kiranya diketahui bahwa ciri dan ketebalan tanah hasil pelapukan sangat erat
hubungannya dengan batuan induk (bedrock), iklim (curah hujan dan temperatur),
kemiringan lereng dari batuan induk itu sendiri.
Pedologist (ahli tanah) membagi tanah menjadi tiga zona (Gambar II.1):
1. Zona A atau lapisan eluvial, merupakan bagian paling atas pada umumnya
berwarna gelap karena humus. Zona A ini merupakan zona dimana kimia (terutama
oksidasi) dan biologi berlangsung kuat. Pada zona ini material halus (lempung)
dicuci dan terbawa ke bawah lewat di antara butiran.
2. Zona B atau lapisan iluvial, material halus (lempung) yang tercuci dari zona A
akan terperangkap pada lapisan ini. Zona B ini dikuasai oleh mineral dan sedikit
sedikit jasad hidup.
3. Zona C adalah zona terbawah dimana pelapukan fisik berlangsung lebih kuat
dibandingkan pelapukan jenis yang lain. Ke bawah zona C ini berubah secara
berangsur menjadi batuan induk yang belum lapuk.
Ketebalan setiap zona sangat bervareasi pada setiap tempat. Demikian juga keberadaan
setiap zona tidak selalu dijumpai. Ketebalan zona sangat tergantung dari kecepatan
pelapukan, iklim, komosisi dan topografi batuan induk.
Fosil tanah atau tanah purba atau paleosoil adalah suatu istilah untuk tanah yang
berada di bawah bidang ketidakselarasan. Tanah purba ini merupakan bukti bahwa
lapisan itu pernah tersingkap pada permukaan. Akan tetapi perlu diingat bahwa tanah
purba di bawah ketidakselarasan ini tentu bagian atasnya pernah tererosi sebelum
terendapkan lapisan penutupnya. Lapisan tanah purba dalam runtunan batuan sedimen
pada umumnya ditemukan pada endapan sungai dan delta. Tanah purba ini juga umum
ditemukan di bawah lapisan batubara dimana kaya akan akar dan sering berwarna putih
karena proses pencucian yang intensif (Selley, 1988).
Peranan tanah purba ini semakin besar dimasa kini; sehingga timbul pertanyaan
bagaimana mengenali tanah purba ini dengan mudah. Fenwick (1985) memberikan
kreteria sebagai berikut:
1. hadirnya suatu lapisan yang kaya akan sisa jasad hidup,
2. lapisan merah yang semakin jelas ke arah atas,
3. penurunan tanda mineral lapuk ke arah atas,
4. terganggunya struktur organik oleh aktifitas jasad hidup (seperti cacing) atau proses
fisik (contohnya pengkristalan es).
Gambar 6.3 Prinsip dan Kontrol dari Pelapukan
6.4.4 Hasil
Pelapukan

Seperti telah
diuraikan
sebelumnya
bahwa pelapukan
menyebabkan
suatu batuan
mengalami proses pengahancuran menjadi serpihan dan larutan kimia. Serpihan batuan
yang masih mempunyai sifat aslinya sebagian besar berupa butir-butir kuarsa dan
lempung dimana dikemudian mereka akan diendapkan membentuk batuan sedimen
klastika. Sedangkan yang berupa larutan kimia akan membentuk batuan sedimen kimia
seperti batugamping, dolomit dan batuan evavorasi lainnya. Selain itu larutan kimia ini
juga dapat bereaksi dengan bahan setempat membentuk kristal baru dengan komposisi
yang lain.

Gambar 6.5 Stabilitas Relatif dari mineral silika terhadap pelapukan kimia
6.5 Erosi dan Transportasi
Bangunan biologi seperti karang-karang, tumpukan cangkang dan karpet
mikroba diciptakan di dalam tempat yang tidak ada transportasi material. Sama halnya,
pengendapan mineral evaporit di dalam danau, laguna dan di sepanjang garis pantai
yang tidak melibatkan semua pergerakan zat particulate (substansi yang terdiri dari
partikel-partikel). Namun bagaimanapun, hampir semua endapan sedimen lainnya
diciptakan oleh transportasi material.
Pergerakan material kemungkinan murni disebabkan oleh gravitasi, tapi yang
lebih umum adalah karena hasil dari aliran air, udara, es atau campuran padat (dense
mixtures) sedimen dan air. Interaksi material sedimen dengan media transportasi
menghasilkan berkembangnya struktur sedimen, beberapa struktur sedimen berkaitan
dengan pembentukan bentuk lapisan (bedform) dalam aliran sedangkan yang lain adalah
erosi. Struktur sedimen ini terawetkan dalam batuan dan menyediakan rekaman proses
yang terjadi pada waktu pengendapannya. Jika proses fisik terjadinya struktur ini di
dalam lingkungan modern dapat diketahui, dan jika batuan sedimen diinterpretasikan
berdasarkan kesamaan prosesnya, maka mungkin untuk mengetahui lingkungan
pengendapannya.
Di dalam bab ini, dibahas proses fisika utama yang terdapat di dalam lingkungan
pengendapan. Sifat alami endapan dihasilkan dari proses-proses ini dan akan
diperkenalkan struktur sedimen utama yang terbentuk oleh interaksi media aliran dan
detritus. Banyak fitur-fiitur ini terdapat pada lingkungan sedimen yang berbeda-beda
dan harus dipikirkan di konteks lingkungan mana fitur-fitur ini terbentuk.
6.5.1 Erosi dan Transportasi oleh Gravitasi
Kasus paling sederhana mengenai transportasi sedimen yang tidak signifikan
melibatkan media di sekitarnya adalah jatuhan partikel dari tebing atau lereng akibat
gravitasi. Jatuhan batuan (rock falls) menghasilkan gundukan sedimen di dasar lereng,
biasanya secara umum terdiri dari debris kasar yang kemudian tidak mengalami proses
sedimentasi kembali (rework).
Akumulasi ini terlihat sebagai scree (akumulasi debris batuan di dasar tebing,
bukit, atau lereng gunung, sering membentuk timbunan) di sepanjang sisi-sisi lembah di
daerah pegunungan. Akumulasi ini membentuk kerucut talus (talus cone) dengan suatu
permukaan pada sudut diam (angle of rest) kerikil, sudut maksimum dimana material
akan tetap stabil dan klastik tidak akan jatuh menuruni lereng. Sudut ini bervariasi
dengan bentuk dan distribusi ukuran butir, tetapi biasanya antara 30 dan 35 derajat dari
bidang horizontal. Endapan scree berada di daerah pegunungan dan terkadang di
sepanjang pantai: endapan ini jarang terawetkan di dalam rekaman stratigrafi.

6.5.2 Erosi dan Transportasi oleh Air


Transportasi partikel di dalam air sejauh ini merupakan mekanisme transportasi
yang paling signifikan. Air mengalir di permukaan lahan di dalam channel dan sebagai
aliran permukaan (overland flow). Arus-arus di laut digerakkan oleh angin, tidal dan
sirkulasi samudra. Aliran-aliran ini mungkin cukup kuat untuk membawa material kasar
di sepanjang dasarnya dan material yang lebih halus dalam suspensi. Material dapat
terbawa di dalam air sejauh ratusan atau ribuan kilometer sebelum terendapkan sebagai
sedimen. Mekanisme air yang menggerakkan material ini akan dibahas di bawah.

6.5.3 Erosi dan Transportasi oleh Udara


Setelah air, udara adalah media transportasi terpenting. Angin berhembus di atas
lahan mengangkat debu dan pasir kemudian membawanya sampai jarak yang jauh.
Kapasitas angin untuk mentransportasikan material dibatasi oleh densitas rendah dari
udara. , perbedaan densitas antara media dan klastik berpengaruh terhadap keefektifan
media dalam menggerakkan sedimen.
6.5.4 Erosi dan Transportasi oleh Es
Air dan udara adalah media fluida yang jelas, tapi kita juga dapat
mempertimbangkan es sebagai media fluida karena selama periode yang panjang es
bergerak melintasi permukaan lahan, meskipun sangat lambat. Es adalah fluida
berviskositas tinggi yang mampu mentransportasikan sejumlah besar debris klastik.
Pergerakan detritus oleh es penting pada daerah di dalam dan di sekitar tudung es kutub
dan daerah pegunungan dengan gletser semipermanen atau permanen. Volume material
yang digerakkan es sangat besar ketika meluasnya es (glaciation).

Gambar 6.7 Mekanisme dari transporatasi oleh Gravitasi.


Gambar 6.8 Daerah slope pada gunung dengan pelapukan fisik yang tinggi

6.7 Tektonik dan Denudasi


Denudasi adalah proses pengelupasan batuan induk yang telah mengalami
proses pelapukan, akibat pengaruh air sungai, panas matahari, angin, hujan , embun
beku dan es yang bergerak ke laut. Denudasi dapat meliputi pengikisan partikel padat
dan material yang sudah larut. Pada umumnya denudasi terdapat pada lereng-lereng
pegunungan yang dipengaruhi oleh gaya berat dan erosi sehingga bagian terluar
terangkat dan daerah tersebut akan mengalami ketandusan karena tidak mempunyai
lapisan topsoil lagi. Proses denudasi mengakibatkan pengikisan permukaan bumi dan
berujung pada berkurangnya ketinggian dari relief bentang alam atau lanskap.
Denudasi melibatkan proses pelapukan, erosi, dan mass wasting. Pelapukan
adalah perubahan dan disintegrasi batuan oleh pengaruh atmosfer, kimia, dan biologi.
Erosi dapat diartikan sebagai proses penghilangan dan peniadaan produk pelapukan.
Pelapukan dapat dibedakan menjadi pelapukan mekanis dan pelapukan kimiawi.
Pelapukan mekanis disebabkan oleh udara yang membeku, insolasi dan perubahan
temperatur, serta aktivitas yang dilakukan oleh akar tumbuhan, cacing, dan lumut.
Sedangkan pelapukan kimiawi disebabkan oleh pelarutan, pembentukan karbonat,
oksidasi, dan hidrolisis oelh air hujan maupun air sungai. Bentuk-bentuk denudasi dapat
berupa slope/lereng puing yang terlepas jatuh, longsoran bukit (rockfall), gelinciran atau
longsoran (landslide), dan solifluksi. Macam-macam denudasi antara lain aliran
(mudflow), pelelehan/rayapan (soilcreep), dan pembilasan (sheet erosion). Denudasi
dengan percepatan tinggi dapat mengakibatkan bencana alam seperti getaran gempa
bumi, erosi kaki lereng yang tidak stabil, dan penaikan tinggi air tanah dalam daerah
patahan atau gelinciran.

Anda mungkin juga menyukai