Anda di halaman 1dari 64

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Efisiensi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu

organisasi, khususnya bagi instansi Pemerintah termasuk Perguruan

Tinggi yang berhubungan langsung dengan kebutuhan pelayanan pada

mahasiswa yaitu penyediaan sarana dan prasarana perkuliahan. Dengan

tersedianya pelayanan sarana dan prasarana dapat mempengaruhi

meningkatnya mutu perkualiahan dan manajemen perkuliahan di fakultas

ini.

Efisiensi dapat didefinisikan sebagai usaha mencapai prestasi

yang sebesar-besarnya dengan menggunakan kemungkinan yang

tersedia (material, mesin, dan manusia), dalam tempo yang sependek-

pendeknya. Di dalam keadaan yang nyata / sepanjang keadaan itu bisa

berubah / tanpa mengganggu keseimbangan antara faktor-faktor tujuan,

alat, tenaga dan waktu. Jumlah sumber daya manusia yang tersedia

sudah dianggap cukup namun dari segi kualitas masih sangat minim,

dalam hal pelayanan intern dan terhadap pelayanan ekstern. Oleh karena

itu pimpinan sangat diharapkan perannya dalam pengawasan terhadap

disiplin pegawai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya masing-

masing sesuai tanggung jawab yang dibebankan padanya.

Kedisiplinan dapat memacu peningkatan kualitas pelayanan

kepada mahasiswa. Dalam hal ini kedisiplinan yang dimaksud adalah

kedisiplinan dalam mematuhi aturan yang menjadi standar guna memicu

kualitas pelayanan mahasiswa. Keadaan seperti ini dapat tercipta dalam

1
2

suatu fakultas bilamana atasan dan bawahan memahami peranan dan

keberadaan mahasiswa yang harus puas dalam pelayanannya. Pelayanan

kepada mahasiswa berup administrasi oleh para pegawai dan pelayanan

dari segi akademik (perkuliahan) oleh para atasan. Jadi pelayanan kepada

mahasiswa secara teknis adalah pegawai dan dosen dan kedua kelompok

ini terarah oleh pimpinan Fakultas (manajemen fakultas).

Seluruh organisasi termasuk fakultas harus menggunakan

marketing concepts yaitu harus selalu memperhatikan pelanggan (dalam

hal ini mahasiswa). Karena seluruh organisasi (fakultas) menghadapi

tantangan persaingan khusus dan umum.

Mahasiswa bisa pindah ke fakultas lain, jika tidak puas dalam

pelayanan administrasi atau akademik, mereka pindah ke disiplin ilmu

yang sama (khusus) atau pindah ke disiplin ilmu lain (umum).

Mahasiswa adalah pihak yang dipressing menjadi SDM yang

bermutu (kualitas) lebih baik. Hal ini berarti bahwa mahasiswa bukan

kelompok pengelola, tetapi kelompok yang dikelola yang harus mendapat

kepuasan dalam pelayanannya oleh pegawai dan dosen. Pemimpin

(Dekan) bertanggung jawab terhadap pegawai dan dosen.

Mengingat bahwa setiap individu pegawai dan dosen dalam suatu

fakultas berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, maka sangat

penting bagi dekan (pimpinan) untuk memahami bakat dan

keahlian/keterampilan yang dimiliki oleh bawahannya. Jika dekan

(pimpinan) dapat mengetahui hal-hal tersebut, maka dapat lebih mudah

untuk menempatkan pegawai pada posisi yang paling tepat, sehingga

mereka dapat bekerja secara efisien dan produktif tanpa merasa


3

terbebani. Dengan kata lain bahwa mereka bekerja dengan senang hati

dan ikhlas dalam penugasannya.

Prasarana dan sarana harus selalu siap untuk pelayanan kepada

mahasiswa, karena itu harus dijaga keberadaannya dan dipelihara

kelestariannya.

Prasarana dan sarana kampus harus dijaga dan dipelihara

keberadaanya, karena itu boleh dirusak atau dibakar karena akan

digunakan untuk pelayanan kepada mahasiswa yang harus dipuaskan

karena adalah pelanggan dimana fakultas harus menggunakan konsep

pemasaran (marketing concept), di mana para pelanggan (mahasiswa)

harus dipuaskan.

Para pegawai dan dosen adalah kelompok pemilik sarana dan

prasarana yang harus digunakan secara efisien dalam melayani

mahasiswa. Walaupun sarana dan prasarana yang bersangkutan

digunakan secara efisien, tetapi pelayanan harus efektif atau harus

memuaskan para mahasiswa.

Sarana berupa barang dan alat yaitu kertas, pulpen dan lain-lain

termasuk meja, kursi, lemari dan lain-lain. Serta dana kontan berupa

honor bagi tenaga lepas (luar biasa). Prasarana berupa gedung,

pekarangan, lapangan sepak bola, pekarangan dan pertanaman dan lain-

lain.

Pegawai dan dosen sebagai pelaksana teknis adalah merupakan

ujung tombak dalam usaha peningkatan efisiensi dan produktivitas. Jika

pegawai dan dosen mengalami kemacetan dalam pelaksanaan tugasnya,

maka dapat menghambat kebutuhan dan pelayanan kepada mahasiswa


4

yang harus dipuaskan dalam kehidupan sebagai sumber daya manusia

di kampus.

Untuk mencegah terjadinya miss management, maka pihak dekan

(pimpinan) harus mampu melaksanakan administrasi akademik dan

kegiatan perkualiahan.

Sumber daya manusia yang bermutu yaitu pegawai dan dosen

dapat menggunakan sarana dan prasarana secara efisien dalam

pelayanan kepada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Hasanuddin Makassar

Penggunaan sarana dan prasana dalam pelayanan mahasiswa,

dimaksudkan adalah efisiensi dari waktu, dana, dan daya. Pengukuran

terhadap efisiensi ini, disinilah pentingnya perencanaan sebagai standard

jika penggunaan waktu adalah sesuai dengan perencanaan berarti dapat

mengalami efisiensi, demikian juga penggunaan dana (keuangan) dan

daya (tenaga).

Dengan melihat fenomena yang ada pada Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, maka peneliti bermaksud

melakukan suatu kajian mengenai Analisis Efisiensi Pelayanan

Terhadap Kepuasan Mahasiswa Pada Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah

dapat diutarakan dalam penelitian ini sebagai berikut :


5

1. Apakah faktor-faktor efisiensi pelayanan secara bersama-sama

berpengaruh signifikan terhadap kepuasan mahasiswa pada

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar?

2. Faktor efisiensi pelayanan apakah yang paling signifikan

pengaruhnya terhadap kepuasan mahasiswa pada Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor efisiensi pelayanan

terhadap kepuasan mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Untuk mengetahui variabel efisiensi pelayanan yang lebih dominan

berpengaruh terhadap kepuasan mahasiswa pada Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka

penelitian ini dapat bermanfaat sebagai :

1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi semua

pihak yang membutuhkan, antara lain sebagai bahan masukan bagi

pimpinan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin


6

Makassar, terutama dalam hal efisiensi pelayanan kepada

mahasiswa pada fakultas ini.

2. Memberikan masukan kepada para peneliti berikut yang ingin

melakukan peneltian secara detail dan rinci terhadap efisiensi

pelayanan guna kepuasan mahasiswa pada Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.


7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Sumberdaya Manusia

Teori struktural dan fungsional yang dikembangkan oleh Durkheim

dalam tinjauan Forland (2006:19) menyatakan bahwa dalam suatu

organisasi ditemukan sumber daya manusia menjalankan akses struktural

dan fungsional untuk mencapai tujuan organisasi. Nilai dari teori struktural

dan fungsional ini untuk memberikan apresiasi tentang penerapan

manajemen sumber daya manusia sebagai suatu ilmu dan seni.

Suatu organisasi tidak terlepas dari konsep manajemen

sumberdaya manusia yang mengkaji bagaimana penerapan suatu

manajemen yang menggunakan sumberdaya manusia sebagai suatu ilmu

dan seni yang dipelajari berdasarkan eksistensi pengembangan ilmu

manajemen di dalam menjawab keberadaan sumber daya manusia dan

organisasi kerja.

Sutarman (2001:87) manajemen sumberdaya manusia adalah

suatu proses merencanakan, melaksanakan, mengendalikan dan

menghasilkan segala bentuk aktivitas kerja untuk dapat meningkatkan

kinerja pegawai. Kaitan antara manajemen sumberdaya manusia dengan

peningkatan kinerja sangat berkaitan erat, sehingga menjadi perhatian

bagi ilmuwan untuk mengembangkan adanya peningkatan sumberdaya

manusia sesuai dengan peningkatan kinerja yang dicapainya. Teori

perubahan yang diperkenalkan oleh Roshtow dalam Forland (2006:141)

menyatakan bahwa setiap organisasi mengalami perubahan sesuai

7
8

dengan perubahan sumber daya manusia dalam memanaj suatu

organisasi. Perubahan itu dibedakan atas perubahan berskala besar dan

berskala kecil. Acuan ini digunakan oleh Djaelani (2001:37) menjelaskan

manajemen sumberdaya manusia dibagi menjadi dua bagian yaitu

manajemen sumberdaya makro dan mikro. Pengertian manajemen

sumberdaya manusia secara makro adalah semua aktivitas sumberdaya

manusia yang berkaitan dengan penciptaan kerja dan pemberian tugas

pokok kepada pegawai. Sedangkan pengertian manajemen sumberdaya

manusia secara mikro yaitu yang berkaitan dengan mekanisme kerja dari

suatu organisasi sumberdaya manusia.

Teori keunggulan yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Mathis

(2006:69) menyatakan bahwa keunggulan hanya tercapai jika dikelola

oleh sumber daya manusia yang berkualitas sesuai tingkat integritas,

kontinuitas, sinerjik dan strategik alam mencapai tujuan organisasi.

Manajemen sumberdaya manusia dari pengertian tersebut di atas,

dapat ditarik suatu pengertian bahwa manajemen sumberdaya manusia

adalah suatu serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh individu

sumberdaya manusia dan organisasi sumberdaya manusia untuk

meningkatkan kinerja sumberdaya manusia.

Manajemen sumberdaya manusia juga harus diartikan sebagai suatu

proses yang membutuhkan adanya integritas, kontinuitas, sinergitas dan

stratejik diantara individu sumberdaya manusia dan organisasinya dalam

memperbaiki dan meningkatkan kinerja individu dan organisasi. Tentu


9

menjadi penting andil sumberdaya manusia dalam suatu organisasi kerja

yang berkaitan dengan peningkatan kinerja SDM. Faulkes (2000:89)

memberikan pengertian: "the human resource as apparatus become

potency for using thinking values and creation used optimal for

individual and organization successful in increasing of performance

it', yang artinya sumberdaya manusia sebagai potensi yang menggunakan

pikiran, penilaian-penilaian dan karya yang dimiliki dan digunakan secara

optimal demi keberhasilan individu atau organisasi dalam meningkatkan

kinerjanya.

Pengertian di atas menunjukkan pentingnya hubungan sumberdaya

manusia dalam peningkatan kinerja sumberdaya manusia sesuai dengan

bentuk aktivitas kerja yang dilakukan. Tidak dapat disangkal bahwa dewasa

ini sumberdaya manusia menjadi bagian dari peningkatan kinerja

organisasi. Nadler (1999:32) mengemukakan bahwa manajemen

sumberdaya manusia adalah upaya peningkatan kinerja pegawai di dalam

menerapkan fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai tujuan organisasi.

Makin baik penerapan manajemen sumberdaya manusia, maka makin

mudah meningkatkan dan memperbaiki kinerja SDM dalam suatu

organisasi.

Manajemen sumberdaya manusia juga diartikan menurut tinjauan

Asnoff (1999:336) yaitu sebagai suatu ilmu dan seni (science and art),

sesuai kemampuan yang dimiliki sumberdaya manusia dalam rangka

menghasilkan hasil kerja yang disebut kinerja. Kinerja adalah bagian


10

daripada aktualisasi pengembangan tugas pokok dan fungsi sumberdaya

manusia dalam pencapaian tujuan organisasi.

Sependapat dengan Keith (2000:48) memberikan definisi bahwa

manajemen sumberdaya manusia merupakan bagian dari peningkatan

kinerja sumberdaya manusia yang dibutuhkan di dalam pelaksanaan

aktivitas organisasi.

Kajian-kajian manajemen sumberdaya manusia juga dapat dilihat

pada pernyataan yang dikemukakan oleh Anshory (2004:54) tentang

manajemen sumberdaya manusia yang menjadi fokus dari pengarahan,

pembinaan, pengelolaan dari individu sumberdaya manusia secara

potensial dalam mengimplementasikan berbagai aktivitas sumberdaya

manusia untuk menghasilkan kinerja secara optimal untuk mencapai tujuan

organisasi.

Berbagai Uraian pengertian manajemen sumberdaya manusia di

atas, merupakan suatu pertimbangan dalam melihat bahwa eksistensi

kinerja organisasi clan sumberdaya manusia merupakan kajian dari

manajemen sumberdaya manusia yang dapat menjelaskan menguraikan

hubungan-hubungan kinerja yang diterapkan. Karena itu, pertimbangan

untuk dapat melihat hal-hal yang kinerja sumberdaya manusia seperti

berfokus budaya kerja, pendidikan formal, motivasi kerja clan

tanggungjawab, yang menjadi lingkup penerapan sumberdaya manusia

dalam rangka meningkatkan kinerja sumberdaya manusia.


11

B. Pengertian pegawai

Pegawai adalah orang yang melaksanakan pekerjaan dengan

mendapat imbalan jasa berupa gaji dan tunjangan dari pemerintah atau

perusahaan, dalam membahas pengertian pegawai ini penulis berorientasi

pada Pegawai Negeri Sipil, didalam pasal 1 sub a undang-undang No. 8

tahun 1974, tentang undang-undang Pokok Kepegawaian dikemukakan

bahwa pegawai adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat

yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,

diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas Negara lainnya

yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Selanjutnya di dalam buku Ensiklopedia administrasi dikatakan

bahwa pegawai adalah terdiri dari pegawai negeri sipil dan anggota

angkatan bersenjata Republik Indonesia. Pegawai Negeri Sipil terdiri dari

Pegawai Negeri Sipil Pusat, Pegawai Negeri Sipil Daerah dan Pegawai

Negeri Sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Memperhatikan pengertian pegawai yang dimaksud pada pasal 1

sub a, maka pengertian pegawai memiliki beberapa unsure pokok yaitu :

a. Mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam

undang-undang.

b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang.

c. Diserahi tugas dalam suatu jabatan Negara.

d. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


12

Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa pegawa adalah

seluruh individu yang diangkat oleh pejabat yang berwewenang diserahi

tugas dalam suatu jabatan negara atau tugas lainnya yang digaji

berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam pasal 2 undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang

pokok-pokok kepegawaian dikemukakan bahwa :

1. Pegawai terdiri dari :

a. Pegawai Negeri Sipil

b. Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

2. Pegawai negeri sipil terdiri dari :

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat

1) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang gajinya dibebankan pada

anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada

departemen, kesekretariatan lembaga tertinggi/tinggi negara,

instansi vertical di daerah-daerah dan kepaniteraan

pengadilan.

2) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja pada perusahaan

jawatan.

3) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja yang diperbantukan

atau dipekerjakan pada daerah otonomi.

4) Pegawai Negeri Sipil Pusat yang menyelenggarakan tugas

negara lainnya seperti hakim pada pengadilan negeri dan

pengadilan dan lain-lain.


13

b. Pegawai Negeri Sipil Daerah yaitu pegawai yang gajinya

dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja. Daerah dan

bekerja pada dinas atau instansi daerah otonomi.

Pegawai negeri sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan

pemerintah. Organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan oleh sebab itu

harus disesuaikan dengan perkembangan tugas pokok dalam mencapai

tujuan berhubungan dengan itu ada kemungkinan bahwa arti dari

pegawai negeri sipil akan berkembang dikemudian hari.

C. Batasan Efisiensi

Bagaimana definisi efisiensi itu? Efrsiensi adalah usaha

mencapai prestasi yang sebesar-besarnya dengan menggunakan

kemungkinan-kemungkinan yang tersedia (material, mesin, dan

manusia) dalam tempo yang sependek-pendeknya, di dalam keadaan

yang nyata (sepanjang keadaan itu bisa berubah) tanpa mengganggu

keseimbangan antara faktor-faktor tujuan, alat, tenaga, dan waktu

(Wirapati dalam The Liang Gie, 1976, him. 26).

Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara suatu hasil dengan

usahanya. Perbandingan ini dapat dilihat dari dua segi berikut ini.

1. Hasil

Suatu'kegiatan dapat disebut efisien, jika suatu usaha memberikan

hasil yang maksimum. Maksimum dari segi mutu atau jumlah satuan

hasil itu.
14

2. Usaha

Suatu kegiatan dapat dikatakan efisien, jika suatu hasil tertentu

tercapai dengan usaha yang minimum, mencakup lima unsur:

pikiran, tenaga jasmani, waktu, ruang, dan benda (termasuk uang).

(The Liang Gie dan Miftah Thoha, 1978, him. 8-9)

Efisien menurut Ghiselli & Brown:

The terrra efficiency has a very exact definition. It is expressed as the

ratio of output to input (E.E. Ghiselli & C.W. Brown, 1955, him. 251)

Jadi, menurut (1hiselli & Brown, istilah efisiensi mempunyai

pengertian yang sudah pasti, yaitu menunjukkan adanya perbandingan

antara keluaran (output) dan masukan (input).

Dari ketiga pendapat tersebut terdapat tiga perbedaan yaitu

sebagai berikut.

1. Batasan efisiensi menurut Wirapati hanya menunjukkan efisiensi

yang dilihat dari segi pengorbanan saja. Dengan pengorbanan

material, mesin, tenaga dan waktu yang tersedia, mencapai suatu

hasil. Kalau hasilnya baik maka termasuk efisien, tetapi kalau

hasilnya tidak baik, maka termasuk tidak efisien.

2. Batasan efisien dari The Liang Gie dan M. Thoha dilihat dari segi

output dan input, dengan ketentuan efisiensi adalah perbandingan

terbaik; sifatnya tertutup. Jadi, yang ada adalah sesuatu kegiatan

itu efisien atau tidak efisien. Efisiensi tidak ada tingkatannya.

Tidak ada istilah lebih efisien atau kurang efisien.


15

3. Batasan efisien menurut Ghiselli & Brown menunjukkan bahwa

efisien adalah perbandingan antara output dan irrprct (tidak

harus merupakan perbandingan terbaik).

Dari ketiga batasan tersebut terlihat adanya tiga perbedaan

pendapat sebagaimana telah disampaikan di atas. Penulis akan

menguraikan tentang efisiensi, sesuai dengan pendapat Ghiselli dan

Brown, dengan penjabaran lebih lanjut.

Kiranya perlu dibedakan antara pengertian efisiensi dengan

pengertian efisiensi optimal. Efisiensi adalah perbandingan antara

output dan input. Efisiensi optimal adalah perbandingan terbaik

antara output dan input.

Istilah output dapat diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia: keluaran, hasil, atau manfaat sedangkan input dapat

diterjemahkan menjadi: masukan, usaha, atau pengorbanan.

Selanjutnya secara silih berganti, penulis akan menerjemahkan out-

pur = hasil sedangkan input = pengorbanan.

a. Prinsip Berlakunya Efisiensi

Untuk menentukan apakah suatu kegiatan dalam organisasi itu

termasuk efisien atau tidak maka prinsip-prinsip atau persyaratan

efisiensi harus terpenuhi, yaitu sebagai berikut.

1. Efisiensi harras dapat diukur

Standar untuk menetapkan batas antara efisien dan tidak efisien

adalah ukuran normal. Ukuran normal ini merupakan patokan


16

(standar) awal, untuk selanjutnya menentukan apakah suatu

kegiatan itu efisien atau tidak. Batas ukuran normal untuk

pengorbanan adalah pengorbanan maksimum, sedangkan batas

ukuran normal untuk hasil adalah hasil minimum. Kalau tidak

dapat diukur maka tidak akan dapat diketahui apakah suatu cara

kerja atau suatu kegiatan itu efisien atau tidak.

2. Efisiensi merzgaccr pat - la pertirnbangart rasional

Rasional artinya segala pertimbangan harus berdasarkan akal

sehat, masuk akaJ, Jogis, bukan emosional. Dengan

pertimbangan rasional, objektivitas pengukuran dan penilaian

akan lebih terjamin. Subjektivitas pengukuran dan penilaian dapat

dihindarkan sejauh mungkin.

3. Efisiensi tidak boleh rnengorbarrkarr kualita.s (rnutu)

Dengan demikian, kuantitas boleh saja ditingkatkan tetapi jangan

sampai mengorbankan kualitasnya. Jangan mengejar kuantitas

tetapi dengan mengorbankan kualitas. Jangan sampai hasil

ditingkatkan tetapi kualitasnya rendah. Mutu harus tetap dijaga

baik.

4. Efisiensi rrrerupakan teknis pela,ksarraan

Sehingga jangan sampai bertentangan dengan kebijakan atasan.

Tentu saja kebijakan atasan itu sudah dipertimbangkan dari

berbagai segi yang luas cakupannya, pelaksanaan


17

operasionalnya dapat diusahakan seefisien mungkin, sehingga

tidak terjadi pemborosan.

5. Pelaksanaan efisiensi harus disesuaikan dengan kemampuan

organisasi yang bersangkutan

Ini berarti bahwa penerapannya disesuaikan dengan kemampuan

sumber daya manusia (SDM), dana, fasilitas, dan lain-lain, yang

dimiliki oleh organisasi yang bersangkutan sambil diusahakan

peningkatannya. Setiap organisasi, apakah itu instansi

pemerintah, badan swasta, ataupun perusahaan, mempunyai

kemampuan yang tidak selalu sama. Pengukuran efisiensi

hendaknya didasarkan pada tingkat kemampuan yang dimilikinya,

baik mengenai sumber daya manusianya, dananya. maupun

fasilitasnya.

6. Efisiertsi itu ada tingkatanrzya

Secara sederhana dapat ditentukan penggolongan tingkatan

efisiensi, misalnya saja:

a. tidak efisien,

b. kurang cfisien,

c. efisien,

d. lebih efisien, dan

e. paling efisien (optimal).

Tingkatan efisiensi dapat juga tnenggunakan angka

persentase (%).
18

Tentu saja masing-masing golongan tingkatan itu harus

ditentukan dengan cermat dan jelas batasannya.

Keenam syarat itu harus dipenuhi untuk tnenentukan tingkat

efisiensinya. Kalau persyaratan-persyaratan tersebut tidak terpenuhi

maka tidak dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu

kegiatan atau cara keria itu efisien atau tidak, dan tidak dapat

menentukan seberapa tinggi tingkatan efisiensinya. Efisiensi dapat

dilihat dari segi hasil (output) dan juga dapat dilihat dari segi

pengorbanan (input). Semuanya itu dimulai dengan batas ukuran

normalnya dulu, selanjutnya barulah diketahui efisien atau tidaknya,

atau tingkatan etisiensinya.

b. Dua Segi Efisiensi

Seperti telah disebutkan di atas, efisiensi dapat ditinjau dari

dua segi, yaitu sebagai berikut.

1. Segi Hasil (output)

Yang dimaksud dengan efisiensi ditinjau dari segi hasil, yaitu

hasil minimum yang dikehendaki ditetapkan terlebih dahulu.

Kemudian pengorbanan maksimalnya (tenaga, pikiran, uang, atau

lainnya) juga ditetapkan. Ini merupakan batas normal pengorbanan.

Kalau ternyata pengorbanan lebih sedikit daripada yang ditetapkan,

itu termasuk efisien. Tetapi kalau pengorbanannya lebih banyak, itu

termasuk tidak efisien.


19

Contoh:

Sejumlah karyawan pabrik gelas antik dilatih cara membuat gelas

antik yang benar. Kemudian disuruh mempraktikkan. Meskipun telah

dilatih, kemampuan masing-masing dalam menghasilkan gelas per hari

tidak sama. Kemudian dirata-rata, misalnya 10 gelas dapat dihasilkan

per harinya. Hasil 10 gelas itu dijadikan hasil minimum per hari. Bagi

karyawan yang dapat menghasilkan lebih dari 10 gelas, ia termasuk

karyawan yang cara kerjanya efisien. Bagi karyawan yang rata-rata

dapat menghasilkan 10 gelas per hari, cara kerjanya termasuk normal.

Bagi karyawan yang tidak mampu menghasilkan rata-rata 10 gelas per

hari, termasuk karyawan yang cara kerjanya tidak efisien. Jadi, hasil 10

gelas itu merupakan batas normal hasil minimum.

Batas normal-hasil minimum dapat berupa:

a. produk/ barangyangdihasilkan,

b. jasa yang dihasilkan,

c. tugas yang diperintahkan,

d. target minimum yang harus dicapai,

e. daftar tugas (job description) yang harus dilaksanakan,

f. kepuasan, dan lain-lain.

2. Segi Pengorbanan (input)

Ditinjau dari segi pengorbanan normal, yaitu dengan pengorbanan

(tenaga, pikiran, waktu, atau lainnya) yang ada atau yang ditetapkan,

kemudian ditetapkan hasil minimum yang harus dapat dicapai. Kalau


20

hasil yang dicapai itu di bawah hasil minimum, cara kerjanya termasuk

tidak efisien. Apabila hasil yang tercapai persis sama dengan hasil

minimum yang ditetapkan, cara ker janya termasuk normal. Tetapi kalau

hasil yang dicapai lebih dari hasil minimurn yang telah ditetapkan, cara

kerjanya termasuk efisien.

Misalnya:

Setelah diadakan penelitian, untuk membuat satu barang X secrzra

normal ratarata dibutuhkan waktu satu bulan. Kalau ada yang dapat

menghasilkan barang X kurang dari satu bulan, cara kerjanya termasuk

efisien. Kalau persis satu bulan, cara kerjanya termasuk normal. Tetapi

kalau sampai lebih dnri satu bulan, cara kerjanya tidak efisien.

Jadi, batas satu bulan itu termasuk batas maksimum waktu yang :,arus

dicapai. Apabila pengorbanannya lebih besar daripada pengorbanan

maksimum yang sudah ditetapkan, berarti cara kerjanya tidak efisien.

Batas normal pengorbanan maksimum antara lain berupa penggunaan:

a. waktu maksimum,
b. tenaga maksimum,
c. biaya maksimum, dan
d. pikiran maksimum.

Mengenai pengorbanan (input) dimungkinkan juga kombinasi

pengorbanan. Misalnya, pengorbanan kombinasi antara tenaga yang

dikerahkan dan lamanya waktu penyelesaian pekerjaan untuk mencapai

hasil yang dikehendakinya.


21

c. Efisiensi Dari Segi Hasil (Output)

Contoh 1:

Efisiensi segi hasil: bidarrg produksi

Para karyawan pabrik gelas diberi latihan keterampilan cara

membuat gelas antik yang benar. Kemudian mereka disuruh

membuatnya, ternyata jumlah gelas yang dihasilkan antara karyawan

yang satu dan karyawan yang lain tidak sama. Setelah dirata-rata,

hasilnya 10 gelas per hari. Rata-rata 10 gelas per hari dijadikan sebagai

batas standar normal, yaitu minimal setiap karyawan harus dapat

menghasilkan gelas per hari. Untuk memotivasi agar karyawan dapat

menghasilkan minimum 10 gelas per hari, diadakan Sistem Upah

Progresif. Bagi karyawan yang satu hari mampu menghasilkan gelas

lebih dari 10 buah, diberi upah Rp2.200,00 per gelasnya. Bagi

karyawan yang dapat menghasilkan tepat 10 gelas per hari, diberi upah

Rp2.000,00 per buah. Bagi karyawan yang rata-rata hanya mampu

menghasilkan gelas kurang dari 10 buah per hari, diberi upah

Rp1.800,00 per buah.

Dalam pelaksanaannya, karyawan A rata-rata satu hari dapat

menghasilkan 12 gelas antik (berarti lebih dari 10 gelas antik), berarti

cara kerjanya termasuk efisien. Karyawan B rata-rata menghasilkan 10

gelas antik, berarti cara ketjanya termasuk normal. Karyawan C rata-

rata hanya mampu menghasilkan 8 gelas saja, berarti cara kerjanya


22

termasuk tidak efisien, karena di bawah hasil minimum yang ditetapkan

10 gelas 1 harinya.

Berdasarkan Sistem Upah Progresif maka penghasilan mereka

sebagai berikut.

1. Si A mendapat upah rata-rata 12 x Rp2.200,00 = Rp 2G.400,00/hari.

Itu berarti cara kerjanya efisien.

2. Si B mendapat upah rata-rata 10 x Rp2.000,00 = Rp 20.000,00/hari.

Itu berarti cara kerjanya termasuk normal.

3. Si C mendapat upah rata-rata 8 x Rp1.800,00 = Rp14.400,00/hari.

Itu artinya cara kerjanya termasuk tidak efisien.

4. Kalau si D rata-rata dapat menghasilkan 15 gelas per hari,

dikatakan cara kerja D lebil2 efisien jika dibandingkan dengan cara

kerja A. Upahnya tetap Rp2.200,00 x 15 = Rp 33.000,00 per hari.

Contoh 2 :

Efisiensi segi pengorbanan : bidang pembangunan

Setelah diadakan penelitian dengan cermat, sesuai dengan

potensi ekonomi masing-masing kabupaten, ditetapkan bahwa

secara normal target minimum pertumbuhan ekonomi masing-

masing kabupaten harus mencapai rata-rata 5% per tahunnya. Ini

dijadikan batas normal Standar Hasil Minimum pertumbuhan

ekonomi.
23

Potensi ekonomi, SDM, dana beserta fasilitas itu merupakan

input-nya sedangkan pertumbuhan ekonomi minimal itu merupakan

output-nya. Ternyata pertumbuhan ekonomi untuk:

Kabupaten A = 7%, Kabupaten B = 5%, dan Kabupaten C = 4%.

A = Hasilnya di atas target minimum pertumbuhan yaitu rata-rata

7% per tahun (berarti cara pengelolaannya termasuk efisien).

B = Sesuai target minimum rata-rata pertumbuhan ekonominya

(berarti normal cara pengelolaannya).

C = Pertumbuhan ekonomi 4% (di bawah target minimum berarti

tidak efisien).

Ukuran efisiensi di sini disesuaikan dengan potensi ekonomi

daerah masingmasing. Tekanannya pada angka persentase

pertumbuhan ekonomi.

Contoh 3 :

Efisiensi segi hasil: pekerjaan kantor mengetik naskah

Batas normal ditetapkan rata-rata hasil pengetikan yang benar

per menit harus dapat mencapai minimum 140 hentakan.

Karyawan A rata-rata hanya mencapai 100 hentakan per menit,

berarti cara kerja karyawan A tidak efisien.

Karyawan B rata-rata dapat mencapai 140 hentakan per menit,

berarti cara kerja karyawan B normal.

Karyawan C rata-rata dapat mencapai 200 hentakan per menit,

berarti cara kerja karyawan C efisien.


24

Karyawan D rata-rata dapat mencapai 250 hentakan per menit,

berarti cara kerja karyawan D lebih efisien jika dibandingkan

dengan karyawan C.

Dengan demikian, ada tingkatan efisiensi. Seperti halnya di bidang

olahraga, kejuaraan pun ada tingkatannya, misalnya, juara I, juara II,

juara III, dan juara harapan.

d. Efisiensi dari Segi Pengorbanan (Input)

Contoh 1 :

Efisiensi segi pengorbanan : bidang tender proyek

Suatu proyek pembangunan tertentu, diteliti dengan cermat sesuai

dengan syarat kualitas yang telah ditetapkan, total biaya secara normal

(dan itu merupakan batas maksimum biaya) misalnya Rp 2 miliar.

Angka Rp 2 miliar ini dirahasiakan oleh instansi yang bersangkutan.

Setelah ditenderkan, ada tiga peserta tender D, E, dan E Peserta D

minta biaya Rp 1,5 miliar peserta E minta Rp 1,9 miliar, dan peserta F

minta Rp 2,5 miliar (semuanya serba rahasia dalam amplop tertutup).

Dari hasil penilaian tender, pemenangnya adalah E, karena lebih

realistis mendekati Rp 2 miliar. Peserta D diragukan, mutunya pasti

kurang baik: Sedangkan F terlalu mahal.

Standar pengorbanan biaya normal/maksimum Rp2M

Contoh 2 :
25

Efisiensi segi pengorbanan : pelaksanaan proyek

Proyek penggalian tanah (pengorbanan tenaga dan waktu). Volume

tanah yang digali 20.000 m 3. Karena banyak pengangguran,

Pemerintah menginstruksikan agar pengerjaannya mengunakan sistem

padat karya (labor intensive). Misalnya, di suatu daerah yang

menganggur dan perlu diikutsertakan pada proyek penggalian tanah

sebanyak 500 orang.

Setelah dilatih cara kerja yang benar, kapasitas kerja rata-rata 1

orang mampu menggali 2 m 3/hari. Kalau dana yang dibutuhkan tidak

ada masalah maka masalah yang lain adalah mengenai larnaraya

waktu normal penyelesaian pekerjaan dan jumlah tenaga yang secara

normal harus dikerjakan.

Berapa lamanya waktu normal penyelesaian pekerjaan itu?

Rumus 1:

V 20.000
HOK = = = 20.000
KK 2

Rumus 2:

HOK = TK X WK
10.000 = 500 X 20

Jadi, penyelesaian pekerjaan 20 hari = normal

< 20 hari = efisien

> 20 hari = tidak efisien


26

Keterangan :

HOK = harian orang kerja (perkalian antarjumlah orang yang

dikerahkan dan lamanya waktu/hari secara normal harus

kerja)

VK = volume kerja, yaitu 20.000 m 3

KK = kapasitas kerja, yaitu rata-rata 2 m3/hari/orang

TK = jumlah tenaga kerja yang dikerahkan

WK = waktu kerja

Selanjutnya dengan jumlah tenaga kerja yang ditetapkan, maka

untuk mengetahui berapa lamanya waktu normal yang dibutuhkan untuk

penyelesaian pekerjaan, rumus dan tabel teoretisnya sebagai berikut.

Tabel 1. Kombinasi TK X WK

HOK TK WK
10.000 = 100 tk 100 hari
10.000 = 200 tk 50 hari
10.000 = 250 tk 40 hari
10.000 = 500 tk 20 hari
10.000 = 1.000 tk 10 hari

Sebaliknya, kalau pekerjaan harus selesai dalam waktu yang

ditetapkan, tenaga kerja yang hams dikerahkan secara normal

tabelnya seperti di bawah ini.


27

HOK = WK X TK
10.000 = 25 hari X 400 tk
10.000 = 50 hari X 200 tk
10.000 = 100 hari X 100 tk

e. Efisiensi Ekonomi

Efisiensi kegiatan pada perusahaan biasanya dinamakan juga

efisiensi ekonomi. Di bidang ekonomi, efisiensi ekonomi itu dikaitkan

dengan untung rugi. Batas antara untung dan rugi adalah titik impas,

artinya usaha perusahaan tidak untung, tetapi juga tidak rugi. Istilah

ekonomi mengenai titik impas adalah Break Even Point, disingkat

BEP Adapun rumus tentang BEP, yaitu:

1. BEP unit = jumlah unit produk yang dihasilkan yang dalam

keadaan impas. Ini merupakan efisiensi ekonomi dari segi hasil

(outpea).

2. BEP modal kerja = jumlah modal kerja yang digunakan dalam

keadaan impas. Ini merupakan efisiensi ekonomi dari segi

pengorbanan (input).

Untuk menghitungnya maka rumusnya sebagai berikut:

FC
BEP Unit = unit
PU Vu

FC
BEP Modal Kerja =
VC
1-
S
28

Keterangan:

FC (Fixed Cost) = biaya tetap

VC (Variable Cost) = total biaya variabel

Pu (Sale Price per unit) = harga jual per unit

Vu (Variable Cost her uztit) = biaya variabel per unit

S (Total Sales Price) = total harga jual

Biaya tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang jumlahnya relatif tetap,

tanpa terpengaruh jumlah produk yang dihasilkan perusahaan yang

bersangkutan. Contoh: gaji karyawan suatu perusahaan yang tiap

bulannya diterima tetap, tanpa dikaitkan jumlah produk yang dihasilkan

perusahaan itu.

Biaya Variabel (Variable Cost) adalah biaya yang jumlahnya

berubah sesuai dengan perubahan jumlah produk yang dihasilkan

perusahaan yang bersangkutan. Contoh: karyawan pabrik yang

langsung menghasilkan produk perusahaan yang bersangkutan,

dengan sistem upah per unit produk.

Contoh 1:

Efisiensi ekonomi: kombinasi segi pengorbanan dan hasil

(perusahaan industri)

Sebuah perusahaan menghasilkan barang X sebanyak 500 unit. Biaya

variabelnya Rp. 60.000.000,00. Biaya tetapnya Rp. 30.000.000,00.

Harga jual seluruhnya Rp. 120.000.000,00. Berupa BEP unit dan BEP

modal keijanya?
29

Jawab:

Menghitung BEP unit

FC
BEP Unit = unit
PU Vu

Keterangan:

FC (Fixed Cost) = biaya tetap

Pu (Sale Price per unit) = harga jual per unit

Vu (Variable Cost per unit) = biaya varibel per unit

S (Total Sales Price) = total harga jual

FC Rp. 30.000.000,00
BEP Unit = unit =
PU Vu Rp. 120.000.000,00 Rp. 60.000.000,00
-
500 500

Rp. 30.000.000,00
= 250 unit
Rp. 240.000,00 Rp. 120.000,00

Dengan demikian, dalam keadaan tidak untung dan tidak rug]

(impas), perusahaan menghasilkan barang X sebanyak 250 unit.

Namun demikian, agar memperoleh untung (secara ekonomis usaha

efisien) perusahaan harus memproduksi barang X lebih dari 250 unit.

Contoh 2:

Menghitung BEP, Modal Kerja


FC
BEP Modal Kerja =
Rumus BEP Modal Kerja VC
1-
S
30

di mana:

FC (Fixed Cost) = biaya tetap

VC (Variable Cost) = total biaya variabel

S (Total Sales Price) = total harga jual

FC Rp. 30.000.000,00
BEP Modal Kerja = Rp. 30.000.000,00
VC = =
1- Rp. 60.000.000,00 1
S 1- 1-
Rp.120.000.000,00 2

Rp. 30.000.000,00
Jadi, Modal Kerja = = Rp.60.000.000,00
1
2

Jadi, dalam keadaan impas menurut perhitungan tersebut di atas,

modal kerja yang dibutuhkan adalah sebesar Rp60.000.000,00.

Supaya dapat menghasilkan keuntungan, modal kerja yang

dibutuhkan harus lebih dari Rp60.000.000,00.

Pembuktian:

Untuk memperoleh keadaan impas (BEP) maka TC = TR

TC = FC + VC = Rp30.000.000,00 + Rp30.000.000,00 = Rp60.000.000,00

TR = Rp2.500,00 x Rp240.000,00 = Rp60.000.000,00

Contoh 3:

Efisiensi segi pengorbanan: bidang pekerjaan karrtor

Mengenai waktu penyelesaian pekerjaan kantor yang dijadikan

batas normal lamanya waktu penyelesaian peketjaan. Dari job

description, terdapat salah satu tugas tertentu yang berdasarkan hasil

studi gerak dan waktu (motion and time study) secara normal, paling
31

lama tugas tersebut harus selesai dalam waktu 2 jam dengan kualitas

hasil yang sudah ditetapkan.

Apabila dalam pelaksanaannya karyawan yang bersangkutan

dapat menyelesaikan dalam waktu kurang dari 2 jam, ia termasuk

karyawan yang cara kerjanya efisien. Apabila dapat menyelesaikan

tepat 2 jam, cara kerjanya termasuk normal. Narnun, apabila lebih dari

dua jam, cara ketjanya termasuk tidak efisien (irrefisien).

f. Kegiatan yang Sulit Ditetapkan dengan Cermat

Bagi kegiatan atau pekerjaan yang sulit ditetapkan standar

lamanya waktu penyelesaian secara cermat, ditetapkan berdasarkan

kepantasan. Terutama kegiatan yang berupa pemikiran, misalnya,

perencanaan. Kapan kegiatan perencanaan itu secara normal harus

selesai, dapat diperkirakan berdasarkan kepantasan berapa lama

harus selesai.

Contoh 4:

Efisiensi segi pengorbanan: perencannaan pembangunan

Misalnya, penyusunan harus disiapkan sebelumnya. Setelah

diadakan survei yang mendalam oleh satu tim, diperoleh perkiraan

waktu yang dibutuhkan, yaitu satu tahun. Kalau bisa siap sebelum

satu tahun, itu berarti cara kerjanya tennasuk efisien. Tetapi kalau

tepat satu tahun berarti cara kerjanya termasuk normal, karena batas

tnaksimumnya ditetapkan satu tahun. Tctapi kalau sclesainya lebih

dari satu tahun, itu menunjukkan cara kerjanya termasuk tidak efisien.
32

D. Kualitas Pelayanan

1. Pengertian Kualitas

Robert C, Stampel, Pimpinan General Motors Corporation, dalam

Loh (2001:33) menyatakan bahwa revolusi kualitas di seluruh dunia telah

secara permanen telah mengubah cara manusia menjalankan usaha.

Dulu, kualitas hanya terbatas pada soal-soal teknis, tetapi kini sudah

merupakan proses peningkatan yang dinamis, berlangsung terus-

menerus, dan melibatkan semua kalangan usaha.

Loh (2001:34) menambahkan bahwa kualitas memiliki sifat

kumulatif. Kualitas bukanlah entetis yang berdiri sendiri, melainkan

mencakup totalitas dari semua karakteristik suatu produk atau jasa yang

membuat produk atau jasa tersebut unggul dan baik. Kualitas menurut

ISO (International Organization for Standardization) adalah :

a. Kondisi yang sehat untuk tujuan atau pemakaian;

b. Keselarasan dengan spesifikasi;

c. Kebebasan dari segala kekurangan;

d. Kepuasan pelanggan;

e. Kredibilitas;

f. Kebanggaan memiliki.

Menurut ISO-8402 (Loh, 2001:35), kosa kata kualitas adalah

totalitas dari fasilitas dan karakteristik suatu produk atau jasa yang

mampu memuaskan kebutuhan, yang tersurat atau tersirat.


33

Definisi juga diberikan oleh Tjiptono (2004:11) mendefinisikan

kualitas sebagai kecocokan untuk pemakaian (fitness for use). Definisi

lain yang lebih menekankan kepada orientasi pemenuhan harapan

pelanggan. Kualitas adalah perbaikan terus-menerus. Definisi lain

dikemukakan oleh taguchi yang menekankan pada kerugian yang harus

dibayar oleh konsumen akibat kegagalan suatu produk atau jasa.

Kualitas merupakan fungsi dari biaya dimana biaya dapat diturunkan

dengan proses perbaikan atau pengurangan variasi dalam produk atau

variasi dalam proses.

Kadir (2001:19) menyatakan bahwa kualitas adalah suatu tujuan

yang sulit dipahami (elusive goal), sebab harapan dari konsumen akan

selalu berubah. Setiap ada standar baru yang baik ditemukan, maka

konsumen akan menuntut lagi agar diperoleh lagi standar baru yang

lebih baru dan lebih baik lagi. Dalam pandangan ini maka kualitas

merupakan suatu proses dan bukan merupakan suatu hasil akhir

(continuitas quality improvement).

Tidak ada satupun definisi kualitas yang sempurna. Akan tetapi

setidaknya terdapat tiga aspek kunci yang dapat dijadikan patokan untuk

dapat memahami definisi yang diantara ketiganya dapat dikombinasikan

oleh suatu perusahaan dalam mendefinisikan suatu kualitas jasa.

Tjiptono (2004:12) menyatakan bahwa :


34

a. Karakteristik kualitas yaitu karakteristik output dari suatu proses yang

penting bagi pelanggan. Karakteristik ini menuntut pemahaman yang

mendalam mengenai pelanggan.

b. Karakteristik kunci kualitas, yaitu kombinasi pemahaman mengenai

pelanggan dengan pemahaman mengenai proses. Variabel kunci

proses yang dijadikan sebagai kunci yang dapat dimanipulasi atau

dapat dikendalikan.

2. Kualitas Pelayanan dalam Tinjauan Strategi Pemasaran

Kotler (2003:436) merumuskan bahwa pemasaran, termasuk

dalam hal ini jasa perbankan, harus memiliki tiga strategi yaitu,

a) competitive Differentiation, b) Service Quality, dan c) productivity.

Implementasi ketiga strategi tersebut dapat dilakukan melalui :

1. Competitive Differentiation

Strategi ini menekankan pada keunggulan harga atau pada tingkat

bunga yang bersaing dimana bank akan menetapkan suatu tingkat

bunda simpanan atau pinjaman yang lebih unggul dibandingkan

dengan bank-bank lai. Untuk mencapai ini maka dibutuhkan tiga

strategi sebagai berikut :

a) Strategi dalam penawaran

Strategi ini ditempuh dengan melakukan inovasu produk maupun

dalam pelayanan dengan memperbanyak fitur-fitur yang menarik.

Misalnya penyebaran ATM, outlet, pengembangan produk

tabungan, deposito, kartu kredit, kartu debit, collection, bahkan


35

dengan menetapkan tingkat bunga yang fleksibel sesuai dengan

kebutuhan mahasiswa.

b) Diferensiasi dalam penyajian dan pelayanan

Dalam industri perbankan modern, faktor penyajian atau

pelayanan sangat menentukan keberhasilan pemasaran. Faktor

ini menekankan pada ketatapan dan kecepatan dalam proses

transaksi. Ini hanya dapat berhasil jika ditunjang dengan antara

lain:

a. SDM yang handal dan professional

b. Penggunaan teknologi sistem informasi yang canggih.

c. Lingkungan fisik yang menarik.

d. Sistem antrian yang baik.

e. Segmentasi dalam pelayanan.

f. Outlet yang menyebar.

g. Call waiting yang rendah.

c) Diferensiasi dalam image

Setiap yang tampil harus memberikan kesan yang unik dan

menunjukkan citranya yang spesifik. Hal ini dapat diwujudkan

dengan menetapkan suatu symbol, merek atau motto yang

menempatkan suatu bank berbeda dengan bank lain. Image di

sini tidak saja pada bank itu sendiri juga pada produk atau jasa

yang diberikan.
36

2. Service Quality

Bank akan memenangkan persiangan dengan menjaga konsistensi

dalam kualitas dalam kualitas pelayanan yang tinggi. Mahasiswa

yang telah menerima pelayanan akan membandingkan apa yang

dirasakan dengan apa yang diharapkan. Kotler (2003:438)

menegaskan bahwa jika seseorang merasakan pelayanan dibawah

harapannya maka pelanggan akan meninggalkan perusahaan itu.

Sebaliknya jika ia merasakan bahwa pelayanannya lebih dari yang

diharapkan maka ia akan tetap bersikap sebagai pelanggan di

tempat.

3. Productivity

Usaha jasa perbankan sebagaimana usaha jasa lainnya senantiasa

berada pada tekanan yang besar antara menjaga tingkat biaya yang

rendah dan peningkatan produktivitas. Untuk menjaga keseimbangan

antara keduanya maka dibutuhkan 7 (tujuh) pendekatan dalam

meningkatkan produktivitas yang dikemukakan oleh Kotler

(2003:444) yaitu :

a. Bank harus senantiasa menyajikan jasa yang membutuhkan

keahlian tinggi. Untuk ini diperlukan tenaga-tenaga terpilih dan

terlatih.

b. Bank harus meninggalkan kuantitas dalam pelayanan dengan

peningkatan kualitas. Untuk itu dibutuhkan waktu yang tidak


37

bertele-tele untuk setiap mahasiswa mengingat jumlah

mahasiswa yang banyak.

c. Bank sebagai industri jasa membutuhkan tambahan instrument

dengan mengadopsi standar-standar dalam manajemen

produksi. Misalnya dalam antrian, penentuan host network

(gerbang data) yang efisien atau lokasi outlet yang mudah

dijangkau.

d. Kreasi produk yang menawarkan solusi. Sebagai contoh,

penerapan aplikasi phone banking atau internet banking member

solusi pada mahasiswa untuk dapat melakukan transaksi dengan

bank tanpa perlu ke bank.

e. Desain atau suatu produk atau jasa bank memberikan alternatif

benefit yang lain yang menguntungkan. Berbelanja dengan uang

tunai misalnya selain merepotkan juga resiko, untuk itu

ditawarkan cara belanja yang aman dengan debit card.

f. Memberikan intensif kepada mahasiswa atas jasa yang

dikerjakan sendiri oleh mahasiswa. Misalnya setiap memberikan

uang tunai melalui ATM akan diberikan intensif Rp. 1000,-

bertujuan untuk mengurangi jumlah antrian.

g. Penerapan teknologi bagi perbankan akan meningkatkan

produktivitas bagi bank dan memberi kemudahan bagi

mahasiswa dalam mengakses transaksi sekaligus mengurangi

tenaga kerja perbankan.


38

Dari apa yang diuraikan di atas, jelas kualitas pelayanan (service

quality) merupakan strategi penting dalam pemasaran perbankan.

3. Dimensi Kualitas Pelayanan

Parasuraman (2004:69) mengidentifikasi sepuluh faktor utama

yang menentukan kualitas jasa, kesepuluh faktor tersebut meliputi:

1. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja

(performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal

ini berarti bahwa perusahaan memberikan jasanya secara tepat

semenjak pertama (right the first time). Selain itu juga berarti

menyampaikan jasanya dengan jadwal yang disepakati.

2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk

memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.

3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki

keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat

memberikan jasa tertentu.

4. Acces, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini

berarti lokasi fasilitas jasa mudah dijangkau, waktu menunggu yang

tidak terlalu lama, dan saluran komunikasi mudah dihubungi.

5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian keramahan

yang dimiliki para contact personnel (seperti resepsionis, operator

telepon, customer service).


39

6. Communication, artinya dapat memberikan informasi kepada

pelanggan dalam bahasa dapat mereka pahami, serta selalu

mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.

7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipecaya. Kredibilitas mencakup

nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik pribadi contact

personil dan interaksi dengan pelanggan.

8. Security, yaitu perasaan aman dari bahaya, risiko, atau keragu-

raguan. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik, keamanan

keuangan, dan kerahasiaan.

9. Understanding / knowing the Customer, yaitu usaha untuk

memahami kebutuhan pelanggan.

10.Tangibles, yaitu fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas, peralatan yang

digunakan, dan representasi fisik dan jasa.

Dalam perkembangan, Parasuraman menemukan bahwa

kesepuluh dimensi yang ada dapat dirangkum menjadi hanya lima

dimensi TERRA yaitu :

1. Tangibles (bukti fisik), meliputi fasilitas fisik, perlangkapan, pegawai

dan saran komunikasi.

2. Empathy (kemampupahaman), meliputi kemudahan dalam

melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan

kemampuan memahami kebutuhan para pelanggan.


40

3. Reliability (keandalan), yaitu perusahaan dalam memberikan

pelayanan karyawannya yang dijanjikan dengan segera, akurat dan

memuaskan.

4. Responsiveness (Daya Tanggap), yaitu keinginan perusahaan

melalui karyawannya untuk membantu para pelanggan dan

memberikan pelayanan dengan tanggap.

5. Assurance (jaminan), meliputi kemampuan, kesopanan, dan sifat

dapat dipercaya yang dimiliki oleh para karyawan, bebas dari bahaya

risiko atau keragu-raguan.

4. Kualitas Pelayanan

Menurut Zaithaml dan Bitner (2004:74), kualitas pelayanan

ditentukan oleh persepsi konsumen tentang persepsi kualitas pelayanan

dalam arti hasil dari suatu proses jasa (outcome process) yang

diwujudkan dalam bentuk bagaimana jasa itu diberikan.

Zaithaml dan Bitner (2004:75), menyatakan bahwa kepuasan

pelanggan (costumer satisfaction0 dipengaruhi oleh faktor kualitas

pelayanan, kualitas produk, harga, faktor situasi dan faktor pribadi /

individu pelanggan. Secara visual Zaithaml dan Bitner menggambarkan

pengaruh faktor-faktor tersebut sebagaimana dalam Gambar 2.


41

Gambar 2. Costumer Perception of Quality and Costumer


Satisfaction

Reliability Situasional
Factor
Service
Quality
Responsiveness

Assurance Product Customer


Quality Satisfaction

Empathy
Price
Personal
Tangible Factor

Sumber : Zaithaml, V.A. dan Bitner MJ, (2003), Service Marketing;


Integrating Customer focus Across the firm, McGraw Hill, 2nd
Edition, hal 75

Dalam bisnis jasa, dengan karakteristik yang tidak terwujud

(intangibility), bervariasi (variability) dan tidak terpisahkan

(inseparability), maka faktor kualitas pelayanan (service quality) menjadi

salah satu strategi yang sangat menentukan dalam persaingan. Kualitas

pelayanan dalam bisnis jasa hanya dapat diukur melalui persepsi

konsumen terhadap kualitas jasa yang diberikan pemberi jasa.

Oliver (2001:55) menyatakan bahwa konstruksi persepsi

konsumen terhadap perusahaan jasa, dipengaruhi oleh pengalamannya

dalam mengkonsumsi atau menerima pelayanan pada waktu-waktu

sebelumnya. Penilaian terhadap kualitas pelayanan tersebut dilahirkan


42

oleh perbandingan antar apa yang seharusnya dilayani dan siapa yang

mendapat pelayanan.

Diterima (expectations) sebagaimana yang pernah dirasakan,

dengan kinerja kualita pelayanan yang diterimanya (performance) dari

perbandingan tersebut maka kualitas pelayanan pada prinsipnya adalah

derajat atau tingkatan yang membedakan antara pengalaman menerima

suatu pelayanan dibandingkan dengan kualitas yang diterima.

Dalam bisnis jasa, persepsi pelanggan tentang kualitas

pelayanan suatu perusahaan menurut Zeithaml dan Bitner (2003,85)

dibentuk oleh tiga hal :

1. Service Encounter (Moment of Truth)

Pelanggan mempersiapkan kualitas pelayanan berdasarkan kontak

fisik yang dilakukan penyedia jasa (service provider). Kontak fisik ini

terdiri atas tiga bentuk a) Remote encounter, yaitu kontak yang

terjadi antara pelanggan dengan bukan manusia, tetapi melalui

peralatan yang dipersiapkan oleh pemberi jasa. Misalnya, kontak

dengan mahasiswa bank dengan ATM, b) phone encounter, yaitu

kontak yang terjadi antara pelanggan dengan orang dari penyedia

jasa tetapi melalui bantuan alat komunikasi. Misalnya percakapan

antara petugas bank dengan mahasiswa melalui telepon (phone

banking), c) face to face encounters. Yaitu kontak langsung melalui

tatap muka antara petugas pemberi jasa dengan pelanggan.


43

2. The Evidence of Service

Jasa pada umumnya bersifat tidak terwujud, sehingga baik dengan

pelanggan maupun pemberi jasa berusaha mengasosiasikan

hubungan transaksi mereka melalui bukti-bukti fisik. Ada tiga faktor

yang menentukan dalam persepsi pelanggan berkaitan dengan

asosiasi mereka terhadap kualitas jasa yang diberikan oleh pemberi

jasa. a) People atau orang / petugas pemberi jasa dalam melakukan

interaksi dengan pelanggan. b) Physical evidence, atau bukti-bukti

fisik yang mempengaruhi persepsi pelanggan, misalnya ruang

pelayanan suasana pelayanan, gedung, tempat parker, atau

penggunaan teknologi pelayanan. c) process, yaitu persepsi

pelanggan mengenai bagaimana cara kerja perusahaan pemberi

jasa, misalnya kebijakan dan peraturan pemberi jasa terhadap

pelanggan, aliran operasi, dan aliran informasi yang diberikan

kepada pelanggan.

3. Image

Image atau citra adlalah persepsi pelanggan terhadap perusahaan

pemberi jasa (corporate image) yang merupakan cerminan dari misi,

filisofi, nilai inti dan budaya kerja dari suatu perusahaan (Nicholas

Ind, 1997:43) image dalam pemberi jasa, seperti pengalaman,

pengetahuan dan teknologi dari pemberi jasa, serta kualitas

fungsional yang meliputi perilaku, penampilan, sikap dan kesadaran

dalam memberikan pelayanan dari pemberi jasa, citra perusahaan


44

dibentuk melalui komunikasi seperti iklan public relation, citra fisik,

atau komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang

dikombinasikan dengan pengalaman pelanggan itu sendiri.

Dari yang telah diuraikan dapat dilihat bahwa persepsi tentang

kualitas pelayanan dilahirkan oleh suatu penilaian yang menyeluruh

(global judgment) berdasarkan pengalaman yang diperoleh konsumen,

antara lain pengalaman dalam bentuk kontak jasa melalui service

encounters (moment of truth), the evidence service image dan price,

kemudian dibandingkan dengan pelayanan yang diterimanya.

Pengalaman tersebut menjadi pembanding, yang pada akhirnya

menentukan tingkat kepuasan atau ketidakpuasan.

5. Pengukuran Kualitas Pelayanan

Peter (2001:85) menyatakan bahwa terdapat berbagai macam

model dalam pengukuran kualitas pelayanan yang meliputi antara lain:

1. Gronroos Perceived Service Quality Model yang dibuat oleh

Gronroos. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan pengalaman

kualitas pelayanan yang diterima (expect quality) dengan

pengalaman kualitas pelayanan yang diterima (experienced quality)

dan antara kualitas teknis (technical image) pemberi jasa. Citra

perusahaan menurut Gronroos sangat sangat mempengaruhi

harapan dan pengalaman konsumen sehingga dari keduanya akan

melahirkan persepsi kualitas pelayanan secara total.


45

2. Hesketts Service Profit Chain Model. Model ini dikembangkan oleh

Hesketts dengan membuat rantai nilai profit. Dalam rantai nilai

tersebut dijelaskan bahwa kualitas pelayanan internal (internal

quality service) lahir dari karyawan yang puas (employee

satisfaction). Karyawan yang puas akan memberi dampak pada

ketahanan karyawan (employee retention) dari produktivitas

karyawan (employee productivity) yang ada pada gilirannya akan

melahirkan kualitas pelayanan external yang baik akan melahirkan

kepuasan kepuasan (customer satisfaction), loyalitas konsumen

(customer loyalty) dan pada akhirnya meningkatkan penjualan dan

profitabilitas.

3. Normanns Service Management System. Model ini dikembangkan

oleh Normanns yang menyatakan bahwa sesungguhnya jasa itu

ditentukan oleh partisipasi dan konsumen. Sistem manajemen

pelayanan bertitik tolak pada budaya dan filosofi yang ada dalam

perusahaan, dan dipengaruhi oleh segmen pasar, konsep pelayanan,

image, dan sistem pemberian jasa.

4. Europen Foundation for Quality Management Model (EFQM Model).

Model ini dikembangkan oleh Yayasan Eropa untuk Management

mutu dan telah diterima secara internasional. Model ini ditemukan

setelah lembaga tersebut melakukan survey terhadap aspek

keuangan. Organisasi dan hasil (organization and result) merupakan

titik model ini, dimana kualitas mutu ditentukan oleh faktor


46

kepemimpinan (leadership) dalam mengelola sumber daya manusia,

strategi dan kebijakan dan sumber daya lain yang dimiliki

perusahaan. Proses secara baik terhadap faktor-faktor tersebut akan

melahirkan kepuasan kepada karyawan, kepuasan kepada

konsumen dan dampak sosial yang berarti, dan merupakan hasil

bisnis yang sebenarnya.

5. Service Performance Model (SERPERF Model). Model ini

dikembangkan oleh Cronin dan Taylor yang mengukur tingkat

kualitas pelayanan berdasarkan apa yang diharapkan oleh

konsumen (expectations) dibandingkan dengan ukuran kinerja

(performance) yang diberikan oleh perusahaan, dan derajat

kepentingan (importance) yang dikehendaki oleh konsumen.

Service Quality Model (SERIQUAL Model). Model ini dikembangkan

oleh Parasuraman dan Zeithaml. Pengukuran dalam model ini

menggunakan skala perbandingan multidimensional antara harapan

(expectations) dengan persepsi tentang kinerja (performance), yaitu

menggunakan 21 pertanyaan dengan 5 dimensi kualitas pelayanan

untuk mengukur persepsi konsumen. Pengukuran terhadap harapan

konsumen (expectations) menggunakan 4 formula yang meliputi :

a) Formulasi untuk mengukur keselarasan antara harapan (matching

expectations statement with perception statements) b). Formulasi

untuk mengukur perbandingan kualitas pelayanan dari perusahaan

yang diukur dengan perusahaan lain yang lebih baik (referent


47

expectations formats) c). Formulasi untuk mengkombinasikan

pernyataan harapan dengan persepsi (combined expectations

statements) d) Formulasi untuk mengukur perbedaan harapan atas

kualitas pelayanan yang diinginkan dan kualitas pelayanan yang

mencukupi (expectations distinguishing between desired service and

adequate service).

Dalam penelitian ini digunakan SERVQUAL Model karena model

ini cukup praktis digunakan dan dianggap dapat mewakili berbagai

dimensi yang ada dalam setiap kualitas pelayanan jasa perbankan.

Model ini juga mampu mengklasifikasi dimensi-dimensi kualitas

pelayanan dalam jasa perbankan (meliputi : reliability, responsiveness,

assurance, empathy, dan tangibility). Dalam penggunaan model ini

ditambahkan satu dimensi khusus yaitu, (keterjangkauan) dalam

pelayanan jasa perbankan merupakan faktor yang cukup penting dalam

mendekatkan pelayanan kepada mahasiswa.

E. Konsep Kepuasan

1. Sikap dan Kepuasan

Kualitas layanan (service quality) menurut Zeithml dan Bitner

(2003 : 1) merupakan salah satu komponen kritis dalam persepsi

pelanggan. Dalam bisnis jasa yang murni, kualitas pelayanan merupakan

elemen yang dominan dalam penilaian pelanggan.


48

Untuk memahami mengenai kualitas pelayanan dalam konteks

pelanggan, maka terdapat dua aspek penting untuk dipahami, yaitu

aspek sikap (attitude) dan aspek kepuasan (satisfaction).

Sikap adalah ekspresi dari perasaan yang terdalam yang

menunjukkan kecenderungan apakah seseorang simpatik atau tidak

simpatik terhadap suatu obyek, misalnya terhadap merek atau

pelayanan.

Kepuasan menurut Oliver (2001:75) adalah tercapainya/

terpenuhinya apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap suatu

barang atau jasa. Secara teknis, kepuasan sebagai suatu bentuk

evaluasi pelanggan atas suatu produk atau jasa yang dapat timbul

ketidakpuasan (dissatisfaction) manakala hasil dari suatu produk atau

jasa tidak dapat memenuhi kebutuhan (needs) dan harapan

(expectations). Selanjutnya akan timbul ketidakpuasan (dissatisfaction)

manakala hasil dari suatu atau jasa tidak dapat memenuhi kebutuhan

dan harapan pelanggan.

Kedua pengertian tersebut diatas maka tampak adanya

perbedaan antara pengertian sikap dan kepuasan. Sikap ternyata lebih

menekankan kepada ekspresi berupa perasaan atau tindakan senang

atau tidak senang terhadap sesuatu (barang, jasa, merek atau

pelayanan), sedangkan kepuasan merupakan ungkapan perasaan

seseorang terhadap suatu barang atau jasa, setelah yang bersangkutan

melakukan antara apa yang dibutuhkan atau yang diharapkan dengan


49

apa yang diterima. Dengan demikian, jika dihubungkan dengan

hubungan transaksi atau pertukaran, maka kepuasan adalah hasil akhir

dari sebuah transaksi atau pertukaran antara produsen dengan

konsumen.

2. Kepuasan Pelanggan

Kotler (2003:34), menyatakan bahwa sesungguhnya nilai yang

diterima pelanggan (costumer delivery value) adalah total atau

penjumlahan dari nilai pelanggan (nilai produk, nilai pelayanan, nilai

karyawan dan nilai citra) ditambah biaya yang dikeluarkan oleh

pelanggan (biaya moneter, biaya waktu biaya tenaga dan biaya psikis).

Nilai pelanggan sebagai persepsi dan pelanggan tentang apa yang

mereka harapkan melalui produk atau jasa yang diharapkan dapat

memenuhi keinginan atau tujuan mereka.

Konsep nilai pelanggan (customer value) sebagaimana tersebut

diatas menjadi begitu penting dalam menentukan strategi pemasaran

karena saat ini konsumen dihadapkan pada banyak pilihan sehubungan

dengan banyaknya produk atau jasa yang dihasilkan. Dalam kaitan itu

maka faktor kepuasan pelanggan (customer satisfaction) menjadi elemen

penting dalam memberikan atau menambah nilai bagi pelanggan.

Konsep dan teori mengenai kepuasan konsumen (consumer

satisfaction) telah berkembang pesat dan telah mampu diklarifikasi atas

beberapa pendekatan. Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori yang

berhubungan dengan kepuasan konsumen.


50

1. The Expectancy - Disconfirmation Model

Teori ini merupakan teori yang banyak digunakan dalam kajian

mengenai kepuasan konsumen yang dikemukakan oleh Gardinal

(2002:87) dan sering juga dikenal dengan nama Teori Diskonfirmasi

(disconfirmation paradigm) dalam teori ini ditekankan bahwa

kepuasan atau ketidakpuasan ditentukan oleh suatu produk atau

jasa dibandingkan standar kinerja yang diharapkan. Proses evaluasi

itu disebut dengan proses Diskonfirmasi (disconfirmation

paradigma).

Perbandingan antara persepsi dengan, kinerja tersebut akan

melahirkan tiga kemungkinan. Pertama, jika standar kinerja produk

atau jasa sesuai yang diharapkan maka yang terjadi adalah

confirmation. Kedua, jika terjadi, standar kinerja di bawah yang

diharapkan maka yang terjadi adalah negative disconfirmation, dan.

Ketiga standar kinerja melebihi apa yang diharapkan maka yang

menjadi positif - disconfirmation.

Kepuasan dan ketidakpuasan adalah respon pelanggan

terhadap evaluasi ketidakpuasan (disconfirmation) yang dirasakan

antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja

aktual produk setelah pemakaiannya. Dua variabel utama yang

menentukan kepuasan konsumen, yaitu harapan (expectations) dan


51

persepsi kinerja (perceived performance) jika persepsi kinerja

melebihi harapan maka (confirmation). Sebaliknya jika persepsi

kinerja dibawah harapan maka yang terjadi adalah diskonfirmasi.

Uraian diatas terlihat bahwa konsep expectancy -

disconfirmation pada dasarnya menekankan bahwa konfirmasi terjadi

manakala kinerja barang atau jasa yang diterima cocok dengan

standar, sedangkan diskonfirmasi terjadi manakalah kinerja yang

diterima tidak sesuai dengan standar Konfirmasi melahirkan

ketidakpuasan.

2. Teori Tingkatan Perbandingan

Teori diskonfirmasi menurut beberapa ahli memiliki beberapa

kelemahan dengan mengkritik teori ini dengan alasan, teori ini hanya

mengasumsikan bahwa faktor utama dari kepuasan konsumen

adalah harapan prediktif yang dibentuk oleh perusahaan dan

mengabaikan sumber lain dari harapan konsumen, seperti

pengalaman masa lalu terhadap produk yang sama. Modifikasi teori

diskonfirmasi dengan mengajukan tiga determinan dasar dan

tingkatan perbandingan produk, yaitu (1) pengalaman sebelumnya

dari konsumen terhadap produk yang serupa (2) situasi yang

menimbulkan harapan misalnya Wan, promosi lainnya dan (3)

pengalaman konsumen lainnya yang bertindak referensi.

Salah satu pendukung teori tingkatan perbandingan adalah

Kadir (2001:55) yang melakukan penelitian terhadap perusahaan


52

manufaktur, jasa dan badan publik di Amerika Serikat. Dari penelitian

itu disimpulkan bahwa, keputusan konsumen untuk melakukan

pembelian produk atau jasa berasal dari hasil evaluasi konsumen

yang berasal dari kebiasaan, keandalan, dan standarnisasi

pelayanan. Kepuasan konsumen, menurutnya adalah perbandingan

tingkat kepuasan dan usaha yang sejenis. Pada akhirnya kepuasan

konsumen menyeluruh diukur berdasarkan pengalaman menyeluruh

dari konsumen, harapan yang berhubungan dengan kebiasaan, dan

harapannya dengan keandalan produk atau jasa tersebut.

3. Teori Ekuitas

Oliver (2001:85) mengemukakan bahwa teori ini menyatakan

seseorang akan merasa puas bila rasio hasil (outcome) yang

diperolehnya dibandingkan input dirasakan fair dan adil. Dengan

kata lain, bahwa jika apa yang diterima oleh konsumen tidak sesuai

dengan apa yang telah dikeluarkan / dikorbankan (outcome

dibanding input) maka konsumen akan merasakan ketidakpuasan.

Menyimak teori diatas maka terlihat bahwa teori ini lebih

menekankan pada rasio dibandingkan dengan input. Dengan kata

lain, teori ini terkesan lebih menitikberatkan pada unsur fungsi

benefit, tanpa mempertimbangkan pada unsur lain seperti

penghargaan (resped) dan pengakuan (recognition) kebanyakan

lebih dominan dibandingkan dengan unsur fungsi produk atau jasa.

4. Teori Atribut
53

Teori atribut dikembangkan oleh Weiner dalam Tjiptono

(2004:158) bahwa ada tiga penyebab yang menentukan keberhasilan

atau kegagalan suatu hasil (outcome), sehingga dari padanya dapat

ditentukan apakah suatu pembelian memuaskan atau tidak memuaskan.

Pertama, faktor stabilitas atau validitas. Apakah faktor penyebabnya

bersifat sementara atau permanen. Kedua, locus causality, yaitu apakah

faktor penyebabnya berhubungan dengan konsumen (external attribut)

atau dari pemberi jasa (internal attribut). Ketiga, controllability apakah

penyebab tersebut berada dalam kendali ataukah berasal dari faktor lain

yang tidak dapat dipengaruhi.

F. Kerangka Pikir

Efisiensi pelayanan kepada mahasiswa pada Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, dilaksanakan oleh pegawai dan

dosen yang bertugas sebagai penerima wewenang dan tanggung jawab

pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar.

Efisiensi pelayanan kepada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin, adalah :

1. Efisiensi waktu. Penggunaan waktu sesuai rencana atau

menghasilkan lebih cepat dibanding rencana yang telah ditetapkan.

2. Efisiensi dana. Penggunaan dana (biaya) sesuai rencana atau

menggunakan data (biaya) lebih rendah dibanding seharusnya

(sesuai rencana).
54

3. Efisiensi daya. Tenaga yang digunakan adalah sesuai dengan

rencana atau tenaga kerja yang digunakan lebih rendah dibanding

seharusnya (sesuai dengan rencana).

Walaupun terjadi efisiensi pelayanan kepada mahasiswa, tetapi

hasilnya adalah efektif artinya dengan pelayanan yang efisien tetapi

tetap memuaskan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Hasanuddin Makassar.

Faktor efisiensi pelayanan mahasiswa pada Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Hasanuddin, dapat dilihat pada kerangka pikir sebagai

berikut :
55

Gambar 4. Kerangka Pikir

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas


Hasanuddin Makassar

Pegawai dan
Dosen

EFISIENSI

Waktu Dana Daya (X3)


(X1) (X2)

Pelayanan
Mahasiswa

Rekomendasi

G. Hipotesis

1. Faktor-faktor efisiensi pelayanan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepuasan mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Dari ketiga faktor tersebut, secara parsial maka faktor yang paling

berpengaruh adalah faktor efisiensi waktu dalam pelayanan terhadap

kepuasan mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Hasanuddin Makassar.
56

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin Makassar yaitu mengenai efisiensi pelayanan

dan Pengaruhnya terhadap kepuasan mahasiswa. Penelitian ini

menggunakan waktu selama 3 (tiga) bulan yaitu bulan Oktober s/d

Desember 2012. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus

mengenai pelayanan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Hasanuddin Makassar.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pegawai dan dosen serta

mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar

yang diperkirakan 530 orang. Agar tercipta efisiensi, maka digunakan

metode sampling. Dan mengenai hal ini ditetapkan sebesar 10% sebagai

sampel yaitu 53 orang dan seluruhnya dijadikan responden yang

penetapannya digunakan metode simple random sampling.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan berupa data yang bersifat kuantitatif

dan kualitatif. Sedangkan sumber data yang dipergunakan adalah :

1. Internal data guna mendapatkan data primer yaitu data yang diperoleh

langsung dari obyek penelitian dalam hal ini Fakultas Kedokteran Gigi
56
Universitas Hasanuddin Makassar.
57

2. External data guna perolehan data sekunder yaitu data yang diperoleh

dari berbagai sumber diluar obyek penelitian, seperti literatur-literatur,

telaah pustaka dan bahan-bahan tertulis lainnya yaitu data yang

berkaitan dengan penelitian ini.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari berbagai

literatur yang berkenaan dengan pokok permasalahan yang dikaji

serta hasil-hasil penelitian sebelumnya, guna memperoleh data dan

landasan teoritis.

2. Kuesioner

Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner (daftar

pertanyaan) kepada responden penelitian. Hasil dari metode ini

dijadikan bukan analisis sebagai data primer dalam penelitian ini.

3. Wawancara

Metode pengumpulan data yang dilakukan melalui dialog langsung

antara peneliti dengan para responden yang telah ditetapkan

sebelumnya, yaitu 53 sampel sebagai responden.

4. Observasi
58

Observasi adalah kegiatan pengamatan langsung terhadap obyek

kajian untuk memperoleh keterangan sebagai data yang akurat

tentang hal-hal yang diteliti

E. Metode Analisis Data

1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk menguji apakah tiap item atau instrument (berupa

pertanyaan atau pernyataan) benar-benar mampu mengungkap faktor

yang diukur perlu diadakan uji validitas, untuk mendapatkan data sesuai

dengan tujuan pengukuran hal tersebut dilakukan uji reliabilitas dengan

menggunakan metode Alpha Crombachs diukur berdasarkan skala Alpha

Crombachs 0 sampai 1. Sugiyono dan Wibowo (2004), ketentuan validitas

instrumen sahih apabila r hitung lebih besar dari r kritis (0,30). Suyuthi

(2005), item pertanyaan atau pernyataan dinyatakan valid jika mrmpunyai

r hitung yang lebih besar dari r standar yaitu 0,30. Suyuthi (2005),

kuesioner dinyatakan reliable jika mempunyai nilai koefisien alpha yang

lebih besar dari 0,6. Nilai validitas masing-masing butir pertanyaan atau

pernyataan dapat dilihat pada nilai Corrected item-Total Correlation

masing-masing butir pertanyaan (Nugroho, 2005).

2. Analisis Regresi Berganda

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas/independent (efisiensi

waktu, efisiensi dana dan efisiensi daya) terhadap variabel

terikat/independent yaitu Kepuasan Mahasiswa pada Fakultas Kedokteran


59

Gigi Universitas Hasanuddin di Makassar, digunakan Analisis Regresi

Berganda, yaitu :

Y = o + 1X1 + 2X2 + 3x3 + e1

Dimana :

Y : Kepuasan Mahasiswa pada Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin di Makassar.

o : Intersep

1, 2, 3 : Koefisien regresi untuk X1, X2, X3

X1 : Efisiensi waktu dalam pemberian pelayanan kepada

mahasiswa.

X2 : Efisiensi dana dalam pemberian pelayanan kepada

mahasiswa.

X3 : Efisiensi daya dalam pemberian pelayanan kepada

mahasiswa.

F. Definisi Operasional

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepuasan

mahasiswa (Y), selanjutnya efisiensi waktu (X1), efisiensi dana (X2) dan

efisiensi daya (X3) yaitu :

1. Kepuasan mahasiswa (Y) adalah hasil kerja yang dicapai oleh

pegawai dan dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin

Makassar. Kepuasan mahasiswa ini adalah prestasi kerja para

pegawai dan dosen dalam pelaksanaan tugas.


60

2. Efisiensi waktu (X1) adalah penggunaan waktu dalam pelayanan

mahasiswa sesuai dengan rencana atau penggunaan waktu kurang

dari seharusnya, tetapi tetap efektif (memuaskan mahasiswa). Pada

tanggapan responden yaitu sangat sesuai diberi nilai 5, sesuai diberi

nilai 4, cukup sesuai diberi nilai 3, kurang sesuai diberi nilai 2 dan

tidak sesuai diberi 1.

3. Efisiensi dana (X2) adalah penggunaan dana (biaya) sesuai dengan

rencana atau penggunaan dana (biaya) kurang dari seharusnya

(rencana) tetapi tetap memusakan mahasiswa. Dalam hal ini

tanggapan responden yaitu sangat sesuai diberi nilai 5, sesuai diberi

nilai 4, cukup sesuai diberi nilai 3, kurang sesuai diberi nilai 2 dan

tidak sesuai diberi 1.

4. Efisiensi daya (tenaga) (X3) adalah sesuai dengan rencana terutama

dalam hal pelayanan kepada mahasiswa atau kurang dengan yang

digunakan tetapi efektif (memuaskan mahasiswa) Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar. Tanggapan

responden akan diberi nilai 5 jika jawabannya adalah sangat sesuai,

diberi nilai 4 jika jawabannya adalah sesuai, diberi nilai 3 jika

jawabannya cukup sesuai, diberi nilai 2 jika jawabannya adalah

kurang sesuai dan diberi nilai 1 jika jawabannya adalah tidak sesuai.
61

IV. ANGGARAN BIAYA DAN WAKTU PENELITIAN

A. Anggaran Biaya Penelitian

Rancangan biaya penelitian

Biaya
No Kegiatan
(Rp)
I Sumber Dana (Mandiri) 12.500.000
II Penggunaan Dana :

1. Peralatan penelitian 700.000


2. Perencanaan Penelitian / Proposal 2.000.000
3. Pengumpulan Data 2.000.000
4. Pengolahan Data 1.000.000
5. Analisis Data 2.000.000
6. Penggandaan Laporan 1.250.000
7. Seminar Hasil 1.500.000
8. Ujian Tesis 1.500.000
9. Lain Biaya 500.000
JUMLAH 12.500.000

61
62

B. Waktu Penelitian

Oktober Nopember Desember


No. Kegiatan 2012 2012 2012
I II III IV I II III IV I II III IV
1 Proposal Penelitian
(Seminar Proposal)
2 Pengumpulan Data

3 Pengolahan Data

4 Analisis Data

5 Penyusunan Tesis

6 Pengurusan
Administrasi dan
Keuangan Pada
YPUP Makassar
7 Seminar Hasil

8 Perbaikan Tesis

9 Ujian Tesis
63

DAFTAR PUSTAKA

Alatas Algunari, 2004. Analisis Kemampuan Perencanaan Pembangunan


Daerah di Kabupaten Bantaeng. Program Pascasarjana Unhas
Makassar.

Anonim. Pengaruh Pembinaan terhadap Perilaku Pegawai Negeri Sipil.


Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Kepegawaian Negara,
(Online) (http://www.BKN.go.id, diakses,18 Agustus 2008).

Arikunto, S., 1998. Manajemen Penelitian. PT. rinneka Cipta, Jakarta.

Gasper Vincent, 2004. Perencanaan Strategik untuk Peningkatan Kinerja


Sektor Publik, Suatu Petunjuk. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Keban T. Yeremias, 2000. Good Government dan Capicity Building


sebagai indikator Utama dan Fokus Penilaian Kinerja
Pemerintahan (online) (http://www. Google.com. diakses, 18
Agustus 2008).

Mahmudi, 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik, unit penerbit akademi


Manajemen Perusahaan YKPN, yogyakarta.

Mashuri H. Tahlil. 2005. Analsis kinerja Badan Perencanaan


Pembangunan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di
Kabupaten Banggai Propinsi Sulawesi Selatan Tengah. Program
Pascasarjana Unhas : Makassar.

Parwanto, 2005. Pengaruh faktor-faktor Kepuasan Kerja terhadap Kinerja


Karyawan Pusat Pendidikan Komputer Akuntansi IMKA Surakarta
(Online) (http://www.google.com diakses, 18 Agustus 2008).

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman


Pengelolaan Keuangan Daerah.

Sukarman, 2007. Analisis Kinerja Bappeda Kabupaten Bulukumba.


Program Pascasarjana Unhas, Makassar.

Burhanuddin S., 2004. Tesis Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Kinerja pada Kantor Bappeda pada Kabupaten Kolaka.

Lembaga Administrasi Negara RI., 2003. Pedoman Penyusunan Laporan


Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Jakarta.

63
64

Mardiasmo, 2002. Otonomi Daerah dan Manajemen Keuangan Daerah.


Andi Yogyakarta.

Madris, 2005. Metode Kuantitatif Ekonomi dan Bisnis (Teori dan Aplikasi
Praktis). FE- Program MKD, MK, MM, Universitas Hasanuddin
Makassar.

Siagian, Sondang Pegawai, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia.


Bumi Aksara, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai