Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Pemerintah daerah pada zaman Orde Baru baik Daerah Tingkat I maupun
Daerah Tingkat II keuangannya sebagian besar berasal dari pusat, berupa subsidi
daerah otonom, Inpres, dan dana sektoral lewat anggaran departemen teknis dan
sebagian kecil berasal dari pendapatan asli daerah. Semua dana diluar pendapatan
asli daerah tersebut yang menentukan adalah pusat, keputusan dan
implementasinya menjadi wewenang pusat. Suatu daerah menerima dana tersebut
atau tidak, semuanya tergantung sekali pada pemerintah pusat. Akibatnya daerah
tidak mampu mengembangkan otonominya secara kreatif dan inovatif
Undang Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah yang kemudian diubah menjadi Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Dalam pasal 180 Undang - undang Nmor 28 Tahun 2009 mengamanatkan paling
lambat 2 (dua) tahun daerah harus membuat peraturan daerah tentang pajak
daerah.
a. Pajak Daerah;
b. Retribusi Daerah;
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
d. Lain-lain PAD yang sah.
Di sisi lain di dalam Pasal 157 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004,
tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa sumber pendapatan daerah
terdiri dari atas:
Salah satu problema yang dihadapi oleh Kota Tangerang Selatan dewasa
ini adalah berkisar pada upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Problema ini muncul karena adanya kecenderungan berpikir dari sebagian
kalangan birokrat di Kota Tangerang Selatan yang menganggap bahwa parameter
utama yang menentukan kemandirian suatu daerah dalam berotonomi adalah
terletak pada besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).
kebijakan yang akan diambil oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan masih
terhambat persoalan payung hukum dan legal formal.
1. Apakah pembuatan Perda Nomor 7 tahun 2010 tentang pajak daerah telah
memenuhi azas-azas pembuatan peraturan perundang-undangan?
Tujuan penelitian yang akan dicapai didalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Secara teoritis :
2. Secara praktis
BAB II Tinjauan Pustaka, pada bab ini berisikan kerangka teori mengenai
Tata Cara Pembuatan Peraturan Daerah, Pemahaman kebijakan
desentralisasi fiskal, Pengertian Pajak, Pendekatan terhadap Pajak,
Fungsi dan Azas-Azas Pajak, Asas dan Teori Pemungutan Pajak, Pajak
BAB III Metodologi Penelitian, bab ini akan membahas metode penelitian yaitu
tentang kerangka penelitian, metode penelitian, obyek penelitian,
bentuk dan pendekatan penelitian, penentuan sampel, sumber data
penelitian, tehnik pengumpulan data, definisi operasional, dan tehnik
analisa data
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan , dalam bab ini disajikan hasil-hasil
dan analisis penelitian melalui data-data yang terkumpul selama
penelitian baik data primer maupun data sekunder dan dianalisis
melalui metode yang digunakan. Sub bab dari Bab IV ini meliputi :
Gambaran Umum Kota Tangerang Selatan, Penerapan asas-asas
pembuatan peraturan daerah dalam menunjang pelaksanaan otonomi
daerah di Kota Tangerang Selatan. Pelaksanaan Pemungutan Pajak di
Kota Tangerang Selatan, Faktor-Faktor Yang Menjadi hambatan dan
kendala Dalam Pelaksanaan Pemungutan Pajak Daerah di Kota
Tangerang Selatan, Peranan Pajak Dalam Menunjang Otonomi Daerah
di Kota Tangerang Selatan.
BAB V Penutup, dalam bab ini dibahas kesimpulan dan saran-saran, sehingga
dalam bab ini dapat ditarik suatu kesimpulan dari masing-masing
fokus penelitian dan saran-saran yang bersifat konstruktif yang bisa
menjadi acuan dan pertimbangan untuk pelaksanaan kebijakan.
Daftar Pustaka.
Lampiran-Lampiran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan Fokusindo Mandiri, 2011, Bandung. Hal 15
10
Eyestone, yang menyatakan bahwa kebijakan publik sebagai hubungan suatu unit
pemerintah dengan lingkungannya.2 Konsep yang ditawarkan oleh Robert
Eyestone ini mengandung pengertian yang sangat luas dan kurang pasti, karena
apa yang dimaksudkan dengan kebijakan publik bisa mencakup banyak hal;
sedangkan Thomas R Dye menyatakan bahwa public policy adalah apapun yang
dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan.3 Pendapat ini pun
dirasa agak tepat namun batasan ini tidak cukup memberi pembedaan yang jelas
antara apa yang diputuskan pemerintah untuk dilakukan dan apa yang sebenarnya
dilakukan oleh pemerintah.
1. Tahap penyusunan agenda, yaitu tahapan ketika para pembuat kebijakan akan
menempatkan suatu masalah pada agenda policy.
2. Tahap formulasi kebijakan, yaitu tahapan pada saat masalah yang sudah
masuk agenda policy kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan.
Masalah-masalah tersebut didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahannya
yang terbaik.
4. Tahap evaluasi, yaitu tahap penilaian terhadap suatu kebijakan yang telah
dijalankan atau tidak dijalankan. Tahap ini untuk melihat sejauh mana
kebijakan yang diambil mampu atau tidak mampu untuk memecahkan
masalah publik.
2
Budi Winarno, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo, 2000, Yogyakarta, hal 15
3
Budi Winarno, Loc cit
4
Ibid hal 29-30
11
Para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan batasan atau definisi
yang berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian berbagai definisi tersebut
mempunyai inti atau tujuan yang sama dan ada beberapa definisi yang
diungkapkan oleh para pakar antara lain :
5
http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/10-08-16
12
1. P.J.A. Adriani (pernah menjabat guru besar dalam hukum pajak pada
Universitas Amsterdam, mengemukakan sebagai berikut6 :
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubung dengan
tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
3. Definisi Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar Dasar
Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan adalah sebagai berikut8: Pajak adalah
iuran rakyat kepada kas negara herdasarkan undang undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-jasa timbal (kontra-prestasi), yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum, dengan penjelasan sebagai berikut: Dapat dipaksakan artinya: bila
utang pajak tidak dibayar, utang itu dapat ditagih dengan menggunakan
kekerasan, seperti surat paksa dan sita, dan juga penyanderaan; terhadap
pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan jasa timbalbalik tertentu, seperti
halnya dengan retribusi.
6
Darwin, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, Mitra Wacana Media, jakarta.Edisi Pertama, 2010.
Hal.15.
7
Ibid hal. 15.
8
Ibid hal. 16.
13
Dari berbagai definisi tersebut, dapat ditarik adanya beberapa ciri atau
karakteristik dari pajak sebagai berikut:
9
Erly Suandi, Hukum Pajak, Salemba Empat, Bandung, Edisi 5, 2011 hal 8.
10
Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum pajak, Malang, Edisi 1, 2006 hal 5
14
Dilihat dari segi hukum, pajak merupakan suatu ikatan yang timbul karena
Undang Undang. Hal ini disebabkan karena bahwa seseorang membayar atau
tidak membayar pajak ditentukan oleh Undang Undang, artinya disini adalah
bahwa keterikatan antara pemerintah dengan masyarakat sebagai wajib pajak
semata-mata didasarkan pada Undang Undang pajak (asas legalitas). Di Indonesia
asas ini tercantum dalam pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang telah diamandemen
menjadi pasal 23A UUD 1945. Pada pasal 23 A ini disebutkan bahwa: Pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
Undang Undang. Berdasarkan Undang Undang mengandung konsekwensi bahwa
pungutan pajak oleh negara harus dilakukan negara dengan persetujuan rakyat
melalui perwakilannnya yaitu DPR. Secara tidak langsung ini menandakan adanya
kedaulatan rakyat di dalam menentukan nasibnya sendiri walaupun melalui
perwakilan.
Pasal 23 A UUD 1945 ini selain dianggap sebagai dasar hukum utama
pengenaan pajak, dapat juga dianggap sebagai dasar filosofi pemungutan pajak di
Indonesia11. Sebagai dasar hukum, karena pasal ini menjadi dasar dalam
pembentukan Undang Undang perpajakan, sedangkan sebagai dasar falsafah,
pasal ini menghendaki adanya persetujuan rakyat apabila negara akan melakukan
pemungutan pajak.
Rochmat Soemitro mengatakan bahwa pajak dilihat dari segi hukum dapat
11
Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan I, op. cit hal. 50
15
1. Perikatan perdata dapat lahir karena perjanjian dan dapat pula karena Undang
Undang, sedangkan perikatan pajak hanya lahir karena Undang Undang dan
tidak lahir karena perjanjian;
12
Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan I, op. cit hal. 51
13
Rochmat soemitro,Pengantar Singkat Hukum Pajak, PT Eresco Bandung Hal 6.
16
4. Prestasi yang dilakukan oleh subyek pajak untuk membayar pajak itu tidak
mendapat imbalan langsung yang dapat ditunjukkan.Hal tersebut
membedakannya dengan retribusi.
Sedangkan fungsi yang kedua yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk
mengatur masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan
tujuan tertentu. Pajak digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dapat
dilihat dalam contoh sebagai berikut.
14
Erly Suandy, Hukum Pajak, PT. Salemba Empat, Bandung. 2011. Edisi-5, hal .12 s.d. 13.
17
Dalam buku An Inquiry into the nature and causes of the wealth of nation
yang ditulis oleh Adam Smith pada abad ke 18 mengajarkan tentang asas-asas
pemungutan pajak yang dikenal dengan nama four cannons atau the four maxims
dengan uraian sebagai berikut:15
1. Equality
Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang dengan
kemapuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya
dibawah perlindungan pemerintah. Dalam hal equility ini tidak
diperbolehkan suata negara mengadakan diskriminasi diantara sesama
wajib pajak. Dalam keadaan yang sama wajib pajak harus diperlakukan
sama dalam keadaan berbeda wajib pajak harus diperlakukan berbeda.
2. Certainty
Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak kenal kompromi
(not arbitary). Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan adalah
mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai
pembayarannya.
15
ibid hal 25
18
3. Convenience of payment
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak,
yaitu saat dekat dengan saat diterimanya penghasilan/keuntungan yang
dikenakan pajak.
4. Economic of collection
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat mungkin, jangan sampai
biaya pemungutan pajak lebih besar dari pada penerimaan pajak itu
sendiri.Karena tidak ada artinya pemungutan pajak kalau biaya yang
dikeluarkan lebiyh besar dari pada penerimaan pajak yang akan diperoleh.
19
sudah tersedia. Kelemahan dari teori ini adalah sulitnya menentukan secara tepat
daya pikul seeorang karena akan berbeda dan selalu berubah-ubah.
e. Pajak Rokok.
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
20
g. Pajak Parkir;
Pajak daerah adalah bentuk pajak yang dipungut oleh negara yang
pelaksanaan pemungutannya diserahkan kepada daerah. Maka pajak daerah
merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah dalam konteks
Negara Kesatuan Republik Indonesia, oleh karena itu pelaksanaannya tetap diatur
dalam peraturan perundangan-undangan. Dalam hal pemungutannya secara
konstitusional Undang Undang Dasar 1945 menentukan sebagai berikut: Pasal 5
ayat (1) yang menyatakan:
16
Undang-Undang Republik Indonesia , Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Pustaka Yustisi, 2010 hal 11
21
1. Pasal 157 yang menyatakan bahwa Sumber Pendapatan Daerah terdiri dari :
a. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu :
1) Hasil Pajak Daerah;
2) Hasil Retribusi Daerah;
3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
4) Lain-Lain PAD yang sah.
b. Dana Perimbangan.
c. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang sah.
2. Pasal 158 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pajak daerah dan retribusi daerah
ditetapkan dengan Undang Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Daerah (Perda).
17
Djafar Saidi, Pembaharuan hukum pajak edisi revisi, PT. Rajagrafindo Persada 2007, hal 38.
22
3. Fungsi investasi, yang dimaksud dengan fungsi investasi adalah wajib pajak
telah menyisihkan sebagian pengahsilan atau kekayaan untuk kepentingan
Negara maupun daerah. Sebenarnya pajak yang dibayar merupakan peran
serta wajib pajak menanamkan modal agar dapat mengurangi dan bahkan
memberantas kemiskinan.
23
18
Utang Rosidin, Otonomi Daerah dan Desentralisasi, Pustaka Setia Bandung, 2010
24
19
David Osbone dan Tead Gabler, Mewirausahakan Birokrasi, PT Pustaka Binaman Presindo,
Jakarta 1996 hal 58
25
mengatur hak dasar daerah, tanpa eksplisit menyebutkan apa hak rakyat akan
menyimpan potensi penyimpangan, sehingga dengan demikian proses kebijakan
tersebut didefenisikan sebagai sebuah rangkaian tindakan secara defenit berkaitan
dengan tujuan.
(2) Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kota dan
Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman
modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.
Dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 hal tersebut secara rinci
telah disebutkan pada Pasal 14 Ayat (1) kewenangan untuk daerah kabupaten/kota
meliputi 16 kewenangan dan pada Ayat (2) urusan pemerintahan ada juga bersifat
pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
26
20
Syaukani HR, Seminar Otonomi daerah Starategi Pemberdayaan Daya saing Daerah (Jurnal
Otda, Nomor 3,2001:10
27
28
otonom oleh sebab itu daerah Kota dan kota tidak ada lagi wilayah
administratif.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
Salah satu problema yang dihadapi oleh Kota Tangerang Selatan dewasa
ini adalah berkisar pada upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Problema ini muncul karena adanya kecenderungan berpikir dari sebagian
kalangan birokrat di Kota Tangerang Selatan yang menganggap bahwa parameter
utama yang menentukan kemandirian suatu daerah dalam berotonomi adalah
terletak pada besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dalam negara hukum modern tugas pokok negara tidak saja terletak pada
pelaksanaan hukum, tetapi juga mencapai keadilan sosial (sociale gerechtigheid)
bagi seluruh rakyat. Sebagai negara berdasar atas hukum, negara Indonesia
didirikan untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Selain
itu adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Upaya memajukan
kesejahteraan umum obyektif yang membuat negara Indonesia terkategori
sebagai negara hukum modern ataupun bercorak welfare state ditujukan untuk
30
merealisasikan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spiritual.21
21
Tjip Ismail, Pengaturan Pajak Daerah Indonesia, Yellow Printing, Jakarta, 2007, hal. 73.
31
pajak daerah dan retribusi daerah dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud
dengan:
Biasanya peralihan kekayaan dari sektor satu ke sektor lain tanpa adanya
kontraprestasi (jasa timbal), hanya dapat terjadi, bila terjadi suatu hibah,
kekerasan dan perampasan atau perampokan.
22
Mustaqiem, Pajak Daerah dalam Transisi Otonomi Daerah, FH UII Press, 2008, hal.230.
32
23
Lincolin Arsyad, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE,
Yogyakarta, 1999, hal 5-6.
33
Melalui konsep otonomi daerah, segala potensi yang ada di daerah akan
diberdayakan untuk kepentingan daerah, dalam kerangka mencapai tujuan
nasional. Meminjam teori yang dikemukakan Devey tentang development from
below dapat dikatakan bahwa orang akan lebih bersedia membayar pajak kepada
Pemda dari pada kepada Pemerintah Pusat karena mereka dapat melihat manfaat
dalam kemudahan dan pembangunan di daerah mereka.24
24
Devey sebagaimana dikutip oleh Kesit Bambang Prakosa, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
UII Press, 2003, hlm.: 23
34
35
INPUT PROSES
OUTPUT
Inventarisirdasar SistempemungutuanPajak
hukumsistem DaerahdalamEraOtonomi
ImplentasiPerdaPajak
pemungutan DaerahdiKotaTnagerang
dalammenunjangotonomi
PajakDaerah Selatan
DaerahdiKotaTangerang
Selatan
Undangundang 1. MimilihPasalpasalyang
bersifatnormahukum PeningkatanPAD
PP/Permen 2. Menyusunsistematikadari
Kepmen pasalpasaltersebut
sehinggamenghasilkan Pembangunan
Perda klasifikasitertentu
3. Menganalisispasalpasal
Perwal
tersebutdengan
Peningkatankesejahteraan
menggunakanasasasas
hukumyangada
4. Menyusunsuatukonstruksi Menunjang
denganpersyaratan:
a. mencakupsemuabahan
hukumyangditeliti OTONOMI
b. konsisten DAERAH
c. memenuhisyaratsyarat
etestis
d. sederhana
36
terkait yaitu DPPKAD, dengan menganalisa pasal pasal yang termuat dalam
Perda No 7 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah. Ketiga kelompok OUT PUT bahwa
hasil dari implementasi Perda No 07 tahun 2010 tentang pajak daerah tersebut,
apakah sudah di implemntasikan secara efisien sehingga potensi pajak daerah
dapat dipungut secara optimat sesuai target yang sudah direncanakan, dan apakah
hasil pungutan pajak daerah tersebut benar-benar terealisasi dalam menunjang
otonomi berupa pembangunan infrastruktur daerah untuk meningkatan
kesejahteraan masyarakat di Tangerang Selatan.
37
38
25
Rony Hanitijo Soemitro ibid hal 51
* Yang dimaksud dengan populasi disini adalah semua anggota masyarakat yang mempunyai
keterkaitan langsung dengan pajak daerah.
39
40
langsung dari masyarakat dinamakan data primer (atau data dasar), sedangkan
yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder.26
1. Data Primer.
- Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara baik dengan petugas pada
Kantor Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan, Dinas Pendapatan
Daerah Kota Tangerang Selatan dan Kantor Bappeda Kota Tangerang
Selatan atau masyarakat yang mencakup :
- Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
Pemungutan Pajak Daerah.
- Sejauhmana peran Pajak Daerah terhadap Pelaksanaan Otonomi
Daerah di Kota Tangerang Selatan.
2. Data sekunder.
Adapun data sekunder yang diperlukan adalah data diperoleh dari studi
kepustakaan dan dokumentasi yang ada kaitannya dengan masalah yang
diteliti, baik dari hasil-hasil penelitian terdahulu, peraturan-peraturan, buku-
buku literatur, dokumen-dokumen, majalah, koran dan lain-lain yang ada
kaitannya dengan perpajakan nasional pada umumnya serta pajak daerah dan
retribusi daerah pada khususnya.
- Pertumbuhan dan realisasi penerimaan pajak daerah per sektor dari tahun
2010 s/d 2011;
- Prosentase kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten
Tahun Anggaran 2010 s/d 2011
26
Soerjono Soekandi & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
PT.Raja Grafindo Persada Jakarta 2004, hal 12
27
Soerjono Soekandi & Sri Mamudji ibid hal. 13.
41
1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang ada
kaitannya dengan permasalahan diatas terdiri dari:
42
1. Wawancara
2. Observasi
3. Studi Dokumentasi
4. Survey Lapangan
43
44
10. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang
dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
45
11. Retribusi daerah adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan.
Semua data yang terkumpul baik itu data primer maupun sekunder secara
garis besar di analisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu
dengan cara menguraikan, menghubungkan dengan peraturan yang berlaku,
menghubungkan dengan pendapat pakar hukum dan pemangku kepentingan. Dan
untuk mengambil keputusan dilakukan dengan pendekatan deduktif.
46
ada panduan baku bagi peneliti untuk melakukan analisis data. Tetapi data
kualitatif tetap harus dianalisis dengan cara membaca baris demi baris, diberi kode
dan dicari intisari dari data itu.
Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data adalah proses mencari dan
mengatur secara sistematis transkrip, interview, catatan di lapangan, dan bahan-
bahan lain yang didapatkan yang kesemuanya itu dikumpulkan untuk
meningkatkan pemahaman dan membantu untuk mempresentasikan penemuan
kepada orang lain (Irawan , 2003). Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
mengorganisasikan data, memilah, mencari dan menemukan apa yang penting
untuk dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan dengan
mendiskripsikan secara kualitatif. Menurut pendapat Seidel (1998) analisis data
dan keabsahannya dapat dilakukan sebagai berikut: 1) mengumpukan hasil catatan
dari lapaangan, kemudian diberi kode agar sumber datanya dapat dengan mudah
ditelusuri, 2) Memilah dan mengklasifikasikan kemudian mensintesiskan dan
membuat ikhtisar dan indeks, dan 3) membut kategori yang mempunyai makna,
mencari pola hubungan serta membuat temuan umum.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu
peneliti membuat analisis hasil observasi, wawancara secara mendalam yang
dilakukan terhadap informan kemudian disajikan dan disusun menjadi kasus
sesuai dengan proses dan urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola
juga kategori dan satuan uraian dasar, akhirnya menarik kesimpulan dari hasil
temuan.
47
Pada bagian-bagian tertentu pada transkrip tersebut kita akan menemukan hal-hal
penting yang perlu dicatat untuk diproses pada tahap berikutnya. Dari hal-al
penting ini, kita ambil kata kunci nya dan kata kunci ini nanti akan diberi kode,
4) Kategori Data, pada tahap ini mulai menyederhanakan data dengan cara
mengikat konsep-konsep (kata-kata) kunci dalam satu besaran yang dinamakan
kategori, 5) Penyimpulan sementara, 6) Trianggulasi, yaitu proses check dan
recheck antara satu sumber data dengan sumber data lainnya, 7) Penyimpulan
Akhir (Irawan; 2006 ).
Uji keabsahan data ini dilakukan dengan metode Triangulasi (Chek ricek)
atau dengan istilah lain teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Pengecekan beberapa sumber data dengan metode
yang sama. Pengecekan dilakukan dengan wawancara kepada beberapa responden
(informan) dengan pertanyaan yang sama.
48
BAB IV
49
Kota Tangerang Selatan lahir dari cita-cita besar dan hasil perjuangan
masyarakat Tangerang Selatan serta dukungan pemerintah daerah, pemerintah
provinsi dan pemerintah pusat untuk peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang ada di wilayah Kota Tangerang Selatan.
Kota Tangerang Selatan terdiri atas 7 kecamatan, yang dibagi lagi atas 49
kelurahan dan 5 desa. Berdasarkan Undang Undang Nomor 51 Tahun 2008, Kota
50
51
52
kondisi daerah. Jadi tidak harus berdasarkan peraturan yang lebih tinggi (tingkat
pusat), tetapi dapat juga membuat aturan sesuai dengan kebutuhan daerah masing-
masing dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah sepanjang aturan tersebut
tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Di dalam peraturan daerah
yang dibentuk untuk menyelenggarakan otonomi daerah obyek pengaturannya
meliputi baik yang bersifat substantif maupun yang bersifat teknis tata cara
pelaksanaannya.
53
Perda pajak di Tangsel sudah ada dan ini menjadi acuan Pemerintah
Kota Tangsel dalam rangka meningkatkan Potensi Asli daerah (PAD).
Dengan adanya peningkatan Pendapatan Asli daerah(PAD) maka laju
pertumbuhan ekonomipun juga akan meningkat. Karena kita memiliki
Pendapatann Asli Daerah sendiri sehingga kita tidak terlalu tergantung
sekali dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat ( Responden :
Walikota Tangerang Selatan )
54
Selain asas kejelasan tujuan dan asas manfaat, ada hal lain yang penting
yang perlu diperhatikan yaitu penerapan asas kewenangan dalam pembuataan
peraturan daerah. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk
dalam hal ini peraturan daerah harus dibuat oleh pejabat atau lembaga/organ yang
berwenang. Peraturan daerah yang dibuat oleh pejabat atau lembaga/organ yang
tidak berwenang akan berimplikasi peraturan daerah tersebut menjadi batal demi
hukum.
55
Selain itu terungkap pula dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis
terhadap orang-orang yang berhubungan dengan perancangan dan penulisan draf
awal rancangan peraturan daerah di Kota Tangerang Selatan, bahwa penulisan
rancangan peraturan daerah Kota Tangerang Selatan semua berawal dan dimulai
dari konsep pemikiran yang terbangun dalam visi pemerintah daerah, sehingga
dapat diindikasikan bahwa produk hukum peraturan daerah terkesan hanya
mencerminkan dan merefleksikan kehendak-kehendak pemerintah daerah tanpa
memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat daerah kota Tangerang
Selatan.
56
57
pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tangerang Selatan.
Gambar 4.1
Proses Fungsi Legislasi Proses Fungsi Legislasi
1 2 3 4
8 7 6 5
58
Gambar. 4.2
Tata cara pembahasan Raperda atas prakarsa DPRD
Anggota/Komisi/Gab.Komisi
/Baleg, dan daftar nama &
tanda tangan pengusul+ Rapat Peripurna,
draft raperda+Naskah kesepakatan bersama
Akademik+ no pokok dengan KDH bahwa
raperda tersebut sah
menjadi perda
PIMPINAN DPRD
MENOLAK
Pembahasan Raperda
Rapat Paripurna MENYETUJUI
oleh Pansus dgn
KDH/Pejabat
Meyetujui dengan
Perubahan
Rapat Paripurna
Penjelasan dalam
KDH menunjuk Pejabat yang akan rapat paripurna
mewakili
59
Gambar 4.3
Tata cara pembahasan Raperda atas Prakarsa Pemda
Rapat Paripurna
Rapat Paripurna
Jawaban KDH terhadap
Pandangan Umum fraksi-
- KDH memberikan frkasi
Penjelaskan tentang
maksud dan tujuan
raperda tersebut
Rapat Paripurna
Pandangan Umum Fraksi-
fraksi
60
61
Pembicaraan tahap III adalah Pembahasan dalam Rapat Komisi atau Rapat
Gabungan Komisi atau Rapat panitia Khusus yang dilakukan bersama-sama
dengan pejabat yang ditunjuk oleh Walikota.
62
63
pembicaraan III telah menyetujui Rancangan Perda secara bulat maka dapat
dikatakan bahwa rapat pada tahap IV bersifat formalistik belaka. Pengambilan
Keputusan pada pambicaraan tahap IV dilakukan dalam Rapat Paripurna dengan
didahului laporan hasil laporan pembicaraan tahap III oleh Komisi atau Gabungan
Komisi atau Panitia khusus.
64
dikenai kewajiban sebagai subjek atau objek pungutan atas ditetapkan peraturan
daerah berada pada posisi lemah, diperintah, sehingga secara psikologis tidak
akan maksimal memberikan saran dan belum tentu saran itu diterima.
65
66
67
28
Irwansyah Lubis, Kreatif gali sumber pajak tanpa bebani rakyat, Elecmedia computindo,
Jakarta, 2011 hal: 21
68
69
70
1. Pajak Hotel;
2. Pajak Restoran;
3. Pajak Hiburan;
4. Pajak Reklame;
5. Pajak Penerangan Jalan;
6. Pajak Parkir;
7. Pajak Air Tanah;
8. Pajak Sarang Burung Walet;
9. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
10. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
71
72
MENGISIDATAOBJEKPAJAK
WP SPTPD
PENDATAAN
Kartu
BANKBJB d
PENETAPAN
PENGENDALIAN
PENGAWASAN
PENAGIHAN
SPKPD
73
4. Pembayaran pajak
74
tulis/hitung
3. WP dikenakan sanksi bunga dan atau denda Sesuai
dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
1. Surat Teguran7 hari
2. Surat Paksa 21 hari
3. Surat Sita 2 hari
4. Pelaksanaan Lelang 14 hari
5. Surat Perintah Penagihan Seketika dan sekaligus
75
76
a. Kealpaan / ketidaksengajaan
Pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak 2 kali dari jumlah pajak
terhutang.
b. Kesengajaan
Pidana penjara paling lama 2 (dua ) tahun atau
denda paling banyak 4 kali jumlah dari pajak
terhutang.
6.4. Hak Fiscus
1. Mencatat, memeriksa laporan dan pembayaran dari
Wajib Pajak;
2. Melakukan pengendalian, pengawasan dan penagihan
berdasarkan semua catatan data pajak dan retribusi
yang ada;
3. Menerbitkan Surat Ketetapan atas Pajak Terhutang;
4. Menerbitkan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Sita,
Lelang dan lain-lain
6.5. Kewajiban Fiscus
77
78
Tabel 2
Realisasi Penerimaan Pajak Daerah
di Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
SELISIH
JENIS RENCANA
PENERIMAAN LEBIH %
PENERIMAAN PENDAPATAN
KURANG
Pajak Hotel 2.300.000.000 2.337.900.555 37.900.555 101,65%
Pajak Restoran 47.000.000.000 50.103.065.338 3.103.065.338 106,60%
Pajak Hiburan 5.000.000.000 7.038.435.710 2.038.435.710 140,77%
Pajak Reklame 4.011.000.000 5.664.735.300 1.653.735.300 141,23%
Pajak Penerangan
40.000.000.000 46.444.000.000 6.444.000.000 116,11%
Jalan
Pajak Parkir 4.000.000.000 4.367.307.274 367.307.274 109,18%
Pajak Air Tanah 1.600.000.000 1.696.958.740 96.958.740 106,06%
BPHTB 170.000.000.000 210.756.818.979 40.756.818.979 123,97%
79
80
29
William N Dunn, Pengantar Analisa Kebijakan Publik, Gajah Mada University Press, 2000.
81
Ketiga unsur tersebut saling kait mengkait dan terjadi menurut proses sesuai
dengan urutan, sebagai sebuah kebijaksanaan pemerintah. Sebagai kebijaksanaan
pemerintah maka sistem perpajakan merupakan sesuatu yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan, yang ditetapkan secara jelas dalam peraturan
perundang-undangan dan bagaimana tindakan-tindakan tersebut akan dilakukan.
Kebijaksanaan perpajakan merupakan sesuatu yang akan dituju, sedangkan
undang-undang perpajakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan tersebut dan
administrasi perpajakan merupakan sarana mengimplementasikan kebijak-sanaan
perpajakan dalam bentuk undang-undang.
30
Ilyas dan Burton, Hukum Pajak, Salembat Empat\, Jakarta, 2010, Hal. 30
82
Kelompok kedua dikenal dengan hukum (UU) pajak formil, yang mengatur
tentang tata cara menjelmakan hukum materiil menjadi kenyataan. Hukum pajak
formil memuat tentang tata cara penyelenggaraan penetapan suatu hutang pajak,
pengawasan pemerintah terhadap penyelenggaraannya, kewajiban para Wajib
Pajak, kewajiban pihak ketiga dan prosedurnya. Prosedur pelaksanaan, meliputi
administrasi pajak atau instansi pajak, tata cara pemungutan yang berkaitan
dengan hak-hak dan kewajiban Wajib Pajak serta birokrat (aparatur) pajak.
Maksud dari hukum pajak formil disini adalah untuk melindungi, baik aparat
pajak maupun Wajib Pajak.
83
Tabel 3
Hubungan Teori dan Analisis Penelitian
Untuk Permasalahan Nomor 1
84
Apabila dilihat isi dari Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kota Tangerang Selatan, terlihat bahwa
Pemerintah Kota Tangerang Selatan berupaya melakukan pemungutan
menggunakan prinsip-prinsip teori yang antara lain terdapatnya teori asuransi,
teori kepentingan, teori daya pikul, teori bakti, teori daya beli, teori pemungutan
berdasarkan hukum, teori pemungutan pajak secara sederhana dan tidak
mengganggu perekonomian.
Teori daya pikul adalah beban pajak untuk semua orang harus sama
beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing
orang. Jadi wajib pajak membayar pajak sesuai dengan daya pikulnya yakni
seorang wajib pajak tidak akan dikenakan pajak penghasilan atas seluruh
penghasilan kotornya. Suatu jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan
hidupnya haruslah dikeluarkan terlebih dahulu sebelum dikenakan tarif pajak.
Jumlah yang dikeluarkan tersebut disebut Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Dengan demikian pajak setiap orang berbeda bahkan ada yang bebas pajak
jika wajib pajak tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Penjelasan
tersebut termasuk unsur subyektif. Jika dilihat dari unsur obyektif, besar kecilnya
pajak diukur dari obyek, seperti, pajak BPHTB, PBB, dan lain-lain.
85
Teori daya pikul ini tercermin dalam Pasal 17 ayat (3) Perda No. 7 Tahun
2010 tentang Pajak Daerah di Kota Tangerang Selatan yang berbunyi
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi
Rp 15.000.000 per bulan (tidak kena pajak). Adapun yang dimaksud ayat (2)
adalah pelayanan yang disediakan restoran yang kena pajak.
86
87
Belanja Daerah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung,
belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan sedangkan belanja langsung
88
Masalah dan tantangan utama yang dihadapi Kota Tangerang Selatan pada
tahun 2010, ditetapkan prioritas pembangunan yang menjadi dasar penentuan
fokus dan kegiatan prioritas untuk mencapai sasaran yang ditentukan.
Pemanfaatan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) dalam rangka pelaksanaan
pembangunan Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 yang dituangkan dalam skala
prioritas adalah sebagai berikut :
89
g. Penataan ruang
i. Pengendalian banjir
90
8. Penanggulangan Pengangguran
Pada era otonomi daerah sekarang ini, maka setiap daerah dipacu untuk
bisa membiayai keperluan dan urusan rumah tangga daerahnya, hal ini sebagai
konsekwensi dari adanya pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan urusan rumah tangga daerahnya.
Dengan demikian mengharuskan setiap daerah bisa mengoptimalkan pelaksanaan
pembangunan di daerahnya dalam rangka otonomi daerah.
91
Tabel 4
Realisasi Alokasi Anggaran dalam APBD 2010 dan 2011
di Kota Tangerang Selatan
92
93
Tabel 5
Hubungan Teori dan Analisis Penelitian
Untuk Permasalahan Nomor 2
94
Pasti ada, karena kita daerah baru, kendala terkait Sumber Daya
Manusiannya maupun sistem dan mekanismenya selama ini kita
95
31
JPG, Sianipar dan M. Endang, Teknik-teknik Analisis Manajemen, LAN. 2003
96
97
98
Sedangkan untuk faktor penghambat dipilih dua (dua) kekuatan kunci yaitu
sebagai berikut:
Berikut ini akan ditetapkan strategi yang mendorong atau memacu kekuatan
pendorong dan mengurangi sedini mungkin faktor-faktor penghambat atau
kekuatan penghambat. Kunci dan strategi atau ide-ide kekuatan yang akan
dilaksanakan tertuang dalam tabel berikut ini.
99
Tabel 7
Ide-ide Strategi
32
UU No.28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
100
a. Pajak Hotel; 10 %
b. Pajak Restoran; 10 %
c. Pajak Hiburan dirinci sebagai berikut;
1. tontonan Filme 15%
2. Pagelaran kesenian 10 % dan Pagelaran Busana 15%
3. Kontes kecantikan, binaraga 15%
4. Pameran 15%
5. Permainan bilyar, pacuan kuda, Kendaraan bermotor 20%
6. Bowling 25%
7. Sirkus 15%
8. Karaoke 30%
9. Diskotik 35%
10. Golf 25%
11. Permainan Ketangkasan 25%
12. Panti Pinjat dengan fasitlitas Mandi Uap 30%
13. Panti Pinjat tanpa fasitlitas Mandi Uap 20%
101
c. Pajak Reklame; 25 %
d. Pajak Penerangan Jalan;
1. untuk umum 3%
2. untuk industri 2%
3. tenaga listrik yang dihasilkan sendiri 1%
f. Pajak Parkir; 25 %
g. Pajak Air Tanah; 20 %
h. Pajak Sarang Burung Walet; 10 %
i. Pajak Bumi dan Bangunan
Untuk NJOP sampai dengan 1 milyar 0,1%
Untuk NJOP diatsa 1 milyar 0,2%
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan 5%
3. Tentang tanggung jawab (accountability) pemerintah daerah dalam mengelola
dan memanfaatkan pajak daerah. Pajak daerah dipungut berdasarkan
penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah
(SKPD), atau dokumen lain yang dipersamakan. Untuk melakukan
pembayaran pajak daerah menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD),
pembayaran dilakukan pada Kantor Pos atau Bank Persepsi. Jika wajib pajak
tidak membayar akan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak
Daerah (STPD.33
Disisi lain hambatan-hambatan terhadap pemungutan pajak dapat
dikelompokkan menjadi34 :
1. Perlawanan pasif.
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan
antara lain :
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat;
b. Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat;
c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
33
Erly Suandi, Hukum Pajak, Salemba Empat, Bandung, Edisi 5, 2011 hal 143.
34
Rimsky K. Judisseno, Pajak dan Strategi Bisnis Suatu Tinjauan tentang Kepastian Hukum dan
Penerapan Akuntansi di Indonesia, Edisi Revisi, PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2005, hal.
39
102
2. Perlawanan aktif.
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara
langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Bentuknya antara lain :
a. Tax avoidance, usaha meringkan beban pajak dengan tidak
melanggar undang-undang.
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar
undang-undang (menggelapkan pajak).
35
Andrea Ata Ujan, Filsafat Hukum: Membangun Hukum, Membela Keadilan, Yogyakarta:
Kanisius, 2009, hal. 51.
103
kualitatif) para fiskus, dokumentasi tentang subjek dan obyek pajak,sarana dan
prasarana pendukung, persoalan internal obyek pajak (kesadaran, kesiapan waktu
yang tepat) Bila dianalisis dengan menggunakan teori hukum kodrat (dalam
Andrea Ata Ujan, 2009): diketahui bahwa terdapat persoalan potensial mengenai
sanksi, penyesuaian tarif dan kinerja aparat birokrasi yang lemah.
Berikut petikan wawancara dengan Bpk. Drs. Uus Kusnadi, M.Si, Kepala
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota
Tangerang Selatan,
104
105
106
Tabel 9
Komposisi Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD
Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 dan 2011
107
4.9 Objek Pajak terhadap Realisasi Pajak Daerah Tahun Anggaran 2010
dan 2011
Tabel 10
Komposisi Objek Pajak terhadap Realisasi Pajak Daerah
Kota Tangerang Selatan Tahun 2010 dan 2011
108
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pertama secara umum Perda tentang Pajak Daerah telah memenuhi kriteria
pembuatan peraturan perundang-undangan sesuai dengan pasal 5 UU No.12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan yaitu: azas
kejelasan tujuan; azas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; azas
kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; azas kesesuaian antara
jenis, hierarki, dan materi muatan; azas dapat dilaksanakan; azas
kedayagunaan dan kehasilgunaan; azas kejelasan rumusan; dan azas
keterbukaan. Tetapi ada catatan yang perlu diperhatikan, hasil kajian dan
telaah proses pembuatan Perda yang dihimpun dari beberapa responden,
dapat disimpulkan bahwa Perda Pajak Kota Tangerang Selatan masih ada
yang belum memenuhi salah satu asas pembuatan peraturan daerah yaitu
azas keterbukaan. Walaupun demikian secara umum Perda Pajak Daerah
Kota Tangerang Selatan dapat dipergunakan sebagai dasar hukum dalam
menunjang pelaksanaan otonomi daerah di Kota Tangerang Selatan
terutama dalam melakukan pengelolaan sumber-sumber pendapatan sektor
pajak.
109
tahun 2011 menjadi 24% dari realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kota Tangerang Selatan. Namun demikian jika ditelaah lebih dalam
maka perda pajak tersebut belum sepenuhnya efektif dikarenakan kurang
jumlah petugas pelayanan pajak, kurangnya sarana transportasi, jangkauan
daerah yang luas, kesadaran wajib pajak masih rendah, wajib pajak kurang
pengetahuan tentang Perda pajak Daerah. Seharusnya setelah adanya Perda
No. 7 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, pendapatan dari sektor pajak
daerah masih dapat ditingkatkan secara optimal sesuai dengan potensi pajak
daerah di Tangerang Selatan. Adapun hasil dari pungutan pajak tersebut
untuk menunjang otonomi daerah, dalam rangka membiayai
penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah antara lain
dipergunakan untuk Penyelenggaraan Pemilihan Kepala pemilihan Walikota
dan Wakil Walikota Tangerang Selatan tahun 2010, Peningkatan Kualitas
Infrastruktur Dasar, Peningkatan pelayanan prasarana perkotaan
(membangun Jalan yang rusak, melebarkan jalan alternatif, untuk mengatasi
kemacetan), Pengelolaan lingkungan hidup, Penataan ruang, Penataan
permukiman perkotaan Pengendalian banjir, Peningkatan kualitas sarana
pendidikan (memperbaiki ruang kelas yang rusak, menambah fasilitas
laboratorium di sekolah-sekolah), Peningkatan kualitas sarana kesehatan
(membangun rumah sakit umum daerah di Pamulang, membangun
puskesmas ditingkat kecamatan), peningkatan akses masyarakat miskin
kepada pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan.
110
pegawai yang belum merata. Pengolahan data yang belum tertata secara
baik/Pemetaan wilayah (mapping) tentang potensi pajak. Pemahaman
pegawai terhadap tata kerja dan prosedur belum merata. Jabatan struktural
sebagian belum terisi.
5.2 Saran-Saran
111
112
digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik
dalam tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan maupun tahap setelah
kegiatan selesai dan bermanfaat (berfungsi). Indikator kinerja meliputi:
113
114
DAFTAR PUSTAKA
115
116