3 Fraktur Klavikula
A. Pengertian Fraktur Klavikula
Fraktur clavikula adalah rusaknya kontinuitas tulang clavikula, yang diakibatkan
oleh tekanan eksternal yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Bila
fraktur clavikula mengubah posisi tulang, struktur yang ada disekitarnya (otot, tendon,
saraf dan pembuluh darah) juga mengalami kerusakan. Cidera traumatic paling
banyak menyebabkan fraktur clavikula. (Carpenito,1999).
Fraktur clavikula atau patah tulang clavikula adalah terputusnya kontinuitas
jaringan atau tulang rawan tulang clavikula yang umumnya disebabkan oleh ruda
paksa (Manjoer,
2000). Fraktur clavikula adalah Hilangnya kesinambungan substansi tulang clavikula
dengan atau tanpa pergeseran fragmen-fragmen fraktur
Fraktur clavicula bisa disebabkan oleh benturan ataupun kompressi yang
berkekuatan rendah sampai yang berkekuatan tinggi yang bisa menyebabkan
terjadinya fraktur tertutup ataupun multiple trauma.
Fraktur ini merupakan jenis yang tersering pada bayi baru lahir,yang mungkin
terjadi apabila terdapat kesulitan mengeluarkan bahu pada persalinan. Hal ini dapat
timbul pada kelahiran presentasi puncak kepala dan pada lengan yang telentang pada
kelahiran sungsang. Gejala yang tampak pada keadaan ini adalah kelemahan lengan
pada sisi yang terkena, krepitasi, ketidakteraturan tulang mungkin dapat diraba,
perubahan warna kulit pada bagian atas yang terkena fraktur serta menghilangnya
refleks Moro pada sisi tersebut. Diagnosis dapat ditegakkan dengan palpasi dan foto
rontgent. Penyembuhan sempurna terjadi setelah 7-10 hari dengan imobilisasi dengan
posisi abduksi 60 derajat dan fleksi 90 derajat dari siku yang terkena.
B. Etiologi
Menurut Sarwono Prawirohardjo, 2005
Penyebab farktur clavicula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu akibat
kecelakaan apakah itu karena jatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor, namun
kadang dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non traumatik. Berikut beberapa
penyebab pada fraktur clavicula yaitu :
1. Fraktur clavicula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh simphisis pubis
selama proses melahirkan.
2. Fraktur clavicula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh
dari ketinggian dan yang lainnya.
3. Fraktur clavicula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama, misalnya pada
pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat.
4. Fraktur clavicula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post radioterapi,
keganasan clan lain-lain.
Ada beberapa subtype fraktur clavicula bagian distal, menurut Neer ada 3
yaitu :
1. Tipe I : merupakan fraktur dengan kerusakan minimal, dimana ligament tidak
mengalami kerusakan.
2. Tipe : merupakan fraktur pada daerah medial ligament coracoclavicular.
3. Tipe III : merupakan fraktur pada daerah distal ligament coracoclavicular dan
melibatkan permukaan tulang bagian distal clavicula pada AC joint.
F. Diagnosis
Hasil pemeriksaan
1. Adanya pembengkakan pada sektor daerah fractur.
2. Krepitasi.
3. Pergerakan lengan berkurang.
4. Iritable selama pergerakan lengan.
Diagnosis RO tidak selalu diindikasikan, 80% tidak mempunyai gejala dan hanya
didapatkan hasil pemeriksaan yang minimal.
G. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan terhadap bayi yang mengalami fraktur klavikula,
yaitu:
1. Bayi jangan banyak digerakkan
2. Immobilisasi lengan dan bahu pada sisi yang akit dan abduksi lengan dalam stanhoera
menopang bahu belakang dengan memasang ransel verband
3. Rawat bayi dengan hati-hati
4. Nutrisi yang adekuat (pemberian asi yang adekuat dengan cara mengajarkan pada ibu
acar pemberian asi dengan posisi tidur, dengan sendok atau pipet)
5. Rujuk bayi kerumah sakit
Umumnya 7-10 hari sakit berkurang, pembentukan kalus bertambah beberapa
bulan (6-8 minggu) terbentuk tulang normal.
2.4 Humerus
Humerus adalah kedua tulang terbesar pada lengan dan satu-satunya tulang di
lengan atas. Banyak otot yang kuat yang memanipulasi lengan atas pada bahu dan
lengan bawah pada siku yang bertumpu pada humerus. Gerakan humerus sangat
penting untuk semua kegiatan bervariasi dari lengan, seperti melempar, mengangkat,
dan menulis.
Pada ujung proksimal, humerus membentuk bagian
halus, struktur seperti bola yang dikenal sebagai
kepala humerus. Kepala humerus membentuk sendi
bola dan soket pada bahu, dengan rongga glenoidalis
dari skapula bertindak seperti soket. Bentuk bulat dari
kepala humerus memungkinkan humerus bergerak
dalam lingkaran lengkap (sirkumduksi) dan berputar
di sekitar porosnya pada sendi bahu. Tepat di bawah
kepala, humerus menyempit ke bagian anatomi leher
humerus.
Humerus diklasifikasikan secara struktural sebagai tulang panjang karena jauh
lebih panjang daripada lebar. Seperti semua tulang panjang, humerus memiliki lubang
di tengah-tengah poros dan diperkuat di ujungnya dengan kolom kecil tulang spons
dikenal sebagai trabekula. Sumsum tulang merah, jaringan yang menghasilkan sel-sel
darah baru, ditemukan di ujung humerus dan didukung oleh trabekula tersebut.
Rongga medula di tengah poros humerus diisi dengan sumsum tulang kuning lemak
untuk penyimpanan energi.
Terlihat di bagian
kanan dari depan (A = anterior)
bagian dalam (M = medial)
bagian belakang (P = posterior)
Tulang kompak membentuk struktur terbesar dan terkuat pada humerus, sekitar
trabekula di ujung dan rongga medula pada poros. Mengelilingi seluruh tulang adalah
lapisan periosteum berserat yang menyediakan bahan penghubung kuat namun tipis,
untuk tendon dan ligamen yang mengikat humerus ke otot dan tulang lainnya.
Akhirnya, ujung humerus dibatasi oleh lapisan tipis hialin dikenal sebagai tulang
rawan artikular yang bertindak sebagai peredam kejut pada sendi.
C. Etimologi
Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan
tangan menjungkit ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit
merupakan penyebab terjadinya tulang humerus yang fraktur. Pada kelahiran
presentasi kepala dapat pula ditemukan fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan keras
dan langsung pada tulang humerus oleh tulang pelvis. Jenis frakturnya berupa
greenstick atau fraktur total. Fraktur menurut Strek,1999 terjadi paling sering
sekunder akibat kesulitan pelahiran (misalnya makrosemia dan disproporsi
sefalopelvik, serta malpresentasi).
D. Gejala
1. Berkurangnya gerakan tangan yang sakit
2. Refleks moro asimetris
3. Terabanya deformitas dan krepotasi di daerah fraktur disertai rasa sakit
4. Terjadinya tangisan bayi pada gerakan pasif
Letak fraktur umumnya di daerah diafisi. Diagnosa pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan radiologik.
E. Gejala klinis
1. Diketahui beberapa hari kemudian dengan ditemukan adanya gerakan kaki yang
berkurang dan asimetris.
2. Adanya gerakan asimetris serta ditemukannya deformitas dan krepitasi pada tulang
femur.
3. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik.
F. Penanganan
1. Imobilisasi lengan pada sisi bayi dengan siku fleksi 90 derajat selama 10 sampai 14 hari
serta control nyeri
2. Daya penyembuhan fraktur tulang bagi yang berupa fraktur tulang tumpang tindih
ringan dengan deformitas, umumnya akan baik.
3. Dalam masa pertumbuhan dan pembentukkan tulang pada bayi, maka tulang yang
fraktur tersebut akan tumbuh dan akhirnya mempunyai bentuk panjang yang normal