TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Amputasi
2.1.1. Defenisi
adalah penghilangan satu atau lebih bagian tubuh dan bisa sebagai akibat dari
kecelakaan, gempa dengan intensitas kuat, terorisme dan perang, atau dilakukan
karena alasan medis dengan motif untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas
hidup pasien. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi
pilihan terakhir apabila masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak
mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau apabila kondisi
organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak
bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas,
(Wahid, 2013).
dari sebuah kondisi medis yang serius seperti diabetes, trauma atau neoplasma,
non diabetes dan memberikan kontribusi sekitar setengah dari semua amputasi
pada individu dengan diabetes. Kontroversi mengenai penilaian yang tepat dan
manajemen penyakit pembuluh darah perifer juga ada meskipun beberapa pusat
enam hingga sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan orang tanpa diabetes. Setelah
dalam waktu 3-5 tahun, (Lipsky, Weigelt, Sun, 2011). Menurut Jumeno dan
Adliss (2010) amputasi dapat juga disebabkan oleh berbagai hal seperti penyakit,
sebagai berikut :
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
klien.
ekstremitas berat atau lanjut usia dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda
rehabilitasi segera. Karena amputasi sering merupakan akibat dari cedera, klien
mendadak citra diri dan menerima stress akibat hospitalisasi, rehabilitasi jangka
panjang, dan penyesuaian gaya hidup. Klien ini memerlukan waktu untuk
sudah diduga dan dapat berupa kesedihan terbuka dan bermusuhan (Liu, William,
terapeutik untuk kondisi yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan klien
dari nyeri, disabilitas, dan ketergantungan. Klien ini biasanya sudah siap
Batas amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit. Batas amputasi
pada cedera ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat. Batas amputasi pada
tumor maligna ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko kekambuhan
lokal. Sedangkan pada penyakit pembuluh darah ditentukan oleh vaskularisasi sisa
ekstremitas dan daya sembuh luka sisa tungkai (puntung) (Sjamsuhidajat, 2005)
Ampusi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai
peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (misalnya sesuai
adalah telapak dan pergelangan kaki, bawah lutut, disartikulasi dan atas lutut,
amputasi ada dua yaitu, terbuka (provisional) yang memerlukan teknik aseptik
ketat dan revisi lanjut, serta tertutup atau flap (Doengoes, 2000).
minor dalam gaya jalan dan keseimbangan. Amputasi Syme (modifikasi amputasi
ekstensif dan menghasilkan ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan yang dapat
menahan beban berat badan yang penuh. Amputasi bawah lutut lebih disukai
dibandingkan amputasi atas lutut karena pentingnya sendi lutut dan kebutuhan
energi untuk berjalan. Dengan mempertahankan lutut sangat berarti bagi seorang
lanjut usia antara ia bisa berjalan dengan alat bantu dan hanya bisa duduk dikursi
roda. Disartikulasi sendi lutut paling berhasil pada klien muda, aktif yang masih
amputasi atas lutut, pertahankan sebanyak mungkin panjangnya, otot dibentuk dan
akan tergantung pada kursi roda untuk mobilitasnya. Amputasi ekstremitas atas
menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang
pengontrolan edema sisa tungkai, dengan balutan kompres lunak atau rigid dan
(Lukman, 2009).
kontraktur. Segera setelah pembedahan balutan gips rigid dipasang dan dilengkapi
tempat memasang ekstensi prostesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Kaus
kaki steril dipasang pada sisi anggota. Bantalan dipasang pada daerah peka
tekanan. Puntung kemudian dibalut dengan balutan gips elastis yang ketika
mengeras akan mempertahankan tekanan yang merata. Tekanan balutan rigid ini
digunakan sebagai cara membuat socket untuk pengukuran protesis pasca operatif
segera. Panjang prostesis disesuaikan dengan individu klien. Gips diganti dalam
sekitar sepuluh sampai empat belas hari. Bila ada peningkatan suhu tubuh, nyeri
berat, atau gips yang mulai longgar harus segera diganti (Smeltzer, 2008).
Amputasi bertahap bisa dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-
dan sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Sepsis ditangani dengan
2009).
2.1.7. Komplikasi
Karena ada pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif.
meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat prostesis dapat
membahayakan. Klien harus dipantau secara cermat mengenai setiap tanda dan
gejala perdarahan. Tanda vital klien harus dipantau, dan drainase berpengisap
dapat terjadi perlahan atau dalam bentuk hemorage masif akibat lepasnya jahitan.
Torniket besar harus tersedia dengan mudah disisi pasien sehingga bila sewaktu-
waktu terjadi perdarahan hebat, dapat segera dipasang pada sisa tungkai untuk
mengontrol perdarahan. Ahli bedah harus diberi tahu dengan segera bila ada
pikiran, tubuh, dan jiwa. Klien perlu memulihkan emosional maupun fisik.
kelelahan yang luar biasa, kebingungan, ketidak berdayaan dan dendam adalah
perasaan yang terjadi pada klien yang mengalami amputasi. Klien memiliki
serangkaian perubahan suasana hati dari tinggi ke rendah dan seperti berada pada
kesedihan, tidak berdaya dan rasa bersalah serta kekhawatiran tentang keluarga,
fisik misalnya penurunan berat badan, kehilangan nafsu makan, kurang tidur dan
kehilangan libido. Gejala depresi adalah hasil kontak yang terlalu lama dengan
kondisi kehidupan yang penuh stres. Konsekuensi negatif dalam kehidupan seperti
penyakit dan cacat tidak hanya membuat kehidupan yang penuh stres, tetapi juga
fisik yang serius dan sangat intuitif bahwa penyesuaian dengan kondisi amputasi
impulsif untuk tekanan psikologis. Depresi pada individu karena amputasi tungkai
bawah mencapai 45 % dari antara seluruh penderita amputasi yang telah diteliti
muncul setelah seseorang terkena suatu peristiwa yang melibatkan cedera serius
terancam atau sebenarnya untuk diri sendiri atau orang lain yang menyebabkan
dan emosional amputasi bisa sangat meningkatkan sifat dan tingkat intervensi
psikologis sekitar amputasi dan sesudahnya. Selain itu, jika ada tingkat yang
signifikan dari gangguan stres pasca trauma setelah direncanakan, amputasi bedah
Thomson dan Haran et, al. Livingstone (2011) menemukan bahwa klien
yang telah menjalani amputasi mengalami isolasi sosial tingkat tinggi dan
kebutuhan keuangan yang tidak terpenuhi termasuk pekerjaan dan kegiatan sosial.
hilangnya sensasi, dan kehilangan atau perubahan citra tubuh. Perubahan dramatis
ini memiliki efek pada kualitas hidup individu karena keterbatasan aktifitas fisik
segera setelah amputasi serta memiliki implikasi jangka panjang dalam aspek
bervariasi dari kehidupan. Hal ini juga mempengaruhi individu pada tingkat psiko
sosial, dan memiliki implikasi ekonomi jangka panjang pada kehidupan dan
kesempatan untuk bekerja. Hasil jangka panjang juga berpengaruh pada kontribusi
2000).
kegiatan sosial terutama orang-orang yang berumur lebih tua ketika diamputasi.
Aktivitas waktu luang berubah setelah amputasi. Dari 123 kasus amputasi 93
orang benar-benar memiliki kegiatan yang berubah dan hanya 30 orang yang
masih tertarik dengan kegiatan yang sama sebelumnya. Tiga kegiatan yang paling
sering dilakukan sebelum amputasi adalah bersepeda, main bola dan pekerjaan
sangat mengubah kehidupan sosial dan waktu luang mereka (Burger & Marincek,
1997).
sebelum operasi pasien mengalami perasaan ambigu, karena saat ini dalam
kehidupan dimana orang tersebut akan menganggap cara baru masuk ke dalam
ketakutan, kesedihan dan menangis dan tetap tertunduk (Chini, Boemer, 2007).
sebagai anggota tubuh yang sebenarnya. Saya melihat bahwa saya tidak memiliki
kaki. Ini gatal, kaki saya gatal. Saya meminta anak itu untuk membawa kaki saya
yang diamputasi sehingga saya bisa menggaruknya dan dia berkata dia akan
mencoba mencari disekitar dan tidak ada. Ini lucu bahwa anda merasa itu. Saat ini
aku merasa kesemutan di kaki saya (Chini & Boemer, 2007). Phantom limb
sensations adalah perasaan klien yang merasakan bahwa kakinya masih ada
disana, bahkan meskipun anda tahu bahwa itu tidak, sensasi ini terkuat setelah
pembedahan atau 2 sampai 3 bulan setelah amputasi. Lebih sering terjadi pada
ekstremitasnya masih ada dan tergerus, kram atau terpuntir dengan posisi
menyebabkan hasil negatif (Phelps et al, 2008). Pada kasus pasien yang terkena
utama. Mengecilkan nyeri yang tidak tertahankan, sedih dan membatasi diri. Pada
saat ini setiap upaya yang dilakukan untuk meringankan atau menghilangkan rasa
sakit dianggap positif, bahkan jika harus menghilangkan anggota tubuh. Amputasi
mulai dilihat sebagai kejahatan yang diperlukan tidak tidur selama enam bulan
sulit, sakit ketika berbaring, ketika saya berdiri, sulit, itu menyedihkan, saya
menderita begitu banyak, begitu banyak, begitu banyak, sekarang jika saya harus
2.2.1. Defenisi
terhadap situasi yang mengancam (Stuart, 2009 dan Keliat, 1999). Menurut
Lazarus dan Folkman (1984) koping sebagai upaya perubahan kognitif dan
eksternal yang dinilai melebihi kemampuan dan sumber daya yang dimiliki
individu.
yang lebih dari sekedar membantu mereka bertahan dalam kesulitan. Mereka
berusaha dengan belajar dari pengalaman mereka dan menjadi lebih kuat karena
1. Strategi fisik
a. Mendinginkan kepala.
yang memiliki fisik lebih bugar memiliki masalah kesehatan yang lebih
masalah yang dihadapi, baik marah, cemas, atau duka cita. Beberapa
waktu setelah bencana atau tragedi, adalah hal yang wajar bagi orang
akan melakukan hal apa setelah kejadian tersebut selesai (Lepore, Ragan,
tersebut mendesak namun hanya perlu dibuat sekali saja, apakah masalah
sebanyak mungkin dari para ahli, teman, buku-buku dan dari sumber lain
saat orang mengetahui apa yang akan terjadi saat mereka mengalami
operasi, mereka seringkali pulih dengan lebih cepat dan merasakan sakit
yang lebih ringan dibandingkan dengan orang yang tidak siap (Doering
dkk, 2000)
3. Strategi kognitif
mereka kuat, lebih tegar dan bahkan mereka menjadi manusia yang lebih
baik karena bertumbuh dan belajar dari kejadian tersebut (Mc Farlan &
kekuatan yang mereka sendiri tidak pernah tahu mereka miliki. Mereka
yang mengambil pelajaran dari tragedi yang tidak dapat dihindari dalam
hidup dan menemukan arti dari pengalaman tersebut adalah mereka yang
Moskowitz, 2000).
parah (Taylor & Lobel, 1989 ; Wood, Michaela & Giordano, 2000).
4. Strategi sosial
kontak sosial yang luas, dan jejaring dengan anggota masyarakat lain
penurunan detak jantung dan tekanan darah (Wade & Tavris, 2007).
orang lain dan bukannya selalu menerima dukungan dari orang lain.
kesulitan mereka sendiri dan lebih banyak menolong orang lain yang juga
stressor yang dihadapi tergantung pada kombinasi aspek stressor dan karakteristik
individu. Aspek stressor meliputi, intensitas dan luasnya stressor, durasi, jumlah
dan tipe stressor yang timbul bersamaan, dan jumlah stressor dalam waktu
baik merupakan bukti dalam menghadapi masalah atau stres karena ketika
karena itu, pentingnya kesehatan dan energy untuk koping karena keduanya
b. Keyakinan positif
Melihat diri sendiri dengan positif bisa dikaitkan sebagai sebuah sumber
koping yang sangat penting. Keyakinan sebagai dasar untuk berharap dan
hukuman dari Tuhan atau takdir Tuhan dan tidak melakukan hal apapun
sesuai.
d. Keterampilan sosial
dengan yang lain dengan cara yang sesuai dan efektif secara sosial. Hal ini
dan memberikan kontrol yang lebih kepada individu dalam interaksi sosial.
e. Dukungan sosial
dukungan dari orang lain dapat berupa memberikan informasi atau dukungan
f. Sumber materi
Sumber materi dapat berupa uang, barang dan pelayanan. Hasil penelitian
terdapat hubungan yang kuat antara ekonomi, stres dan adaptasi. Sumber
keuangan yang lebih besar meningkatkan pilihan koping. Hal ini juga
perhatian lebih lanjut dan investigasi. Selanjutnya, dalam skrining dan pengobatan
nyeri tungkai, lokasi amputasi, usia pasien, menyebabkan amputasi harus terus
menyesuaikan diri secara emosional atau rasa sakit dan mungkin perlu sesuatu
yang lebih dari anggota tubuh dan pelatihan yang pas dalam penggunaannya.
Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa mekanisme koping yang berhubungan
mekanisme koping. Sebuah tinjauan literatur yang dilakukan oleh Rybarczyk dan
colleagues (2004), menunjukkan bahwa rasa sakit sisa anggota badan, pembatasan
aktivitas, dan medis dan faktor yang berkaitan dengan kecacatan (selain nyeri
citra tubuh, dirasakan stigma sosial, kerentanan yang dirasakan, dukungan sosial,
psikiatri tertentu setelah amputasi sebagian besar berfokus pada gejala depresi,
dan hasil studi ini melaporkan tingkat prevalensi bervariasi dari 7,4% 9-28%.
laporan diri, seperti Center for Epidemiological Studies Depression Scale (CES-
D), laporan tingkat jauh lebih tinggi dari depresi klinis, dibandingkan mereka
Stres adalah suatu kondisi yang dihasilkan akibat adanya perubahan dari
stres adalah pernyataan yang seringkali digunakan sebagai label untuk gejala
juga diungkapkan Keliat (1999) bahwa stres adalah realita kehidupan setiap hari
tungkai bawah sangat rentan terhadap terjadinya stres karena terjadinya perubahan
Kondisi stres dapat disebabkan oleh berbagai penyebab atau sumber yang
disebut stressor. Stressor adalah keadaan atau situasi, obyek atau individu yang
(Sarafino, 1998). Menurut Lazarus dan Folkman (1984) berbagai kejadian dan
Secara umum stressor dapat dibagi menjadi dua, yaitu stressor internal dan
stressor eksternal. Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang seperti
demam, penyakit infeksi, trauma fisik dan kelelahan fisik. Sedangkan stressor
eksternal berasal dari luar individu seperti perubahan suhu lingkungan, pekerjaan
serta hubungan interpersonal (Selye, 1976 dalam Potter & Perry, 2005).
indikator dan alat ukur terjadinya stres pada individu. Respon stres dapat terlihat
dalam berbagai aspek, yaitu respon fisiologis, adaptif, dan psikologis. Respon
berupa tahapan General Adaptif Syndrome (GAS) dan Lokal Adaptation Syndrome
panjang dan jangka pendek bagi otak dan tubuh. Dalam respon stres, impuls
afferen akan ditangkap oleh organ pengindra dan internal ke pusat saraf otak lalu
Bare, 2008).
diaktifkan. Kemudian akan terjadi sekresi sistem saraf simpatis kemudian diikuti
oleh sekresi simpatis-adrenal-modular, dan akhirnya bila stres masih ada dalam
pada kondisi stres. Respon ini menimbulkan efek atau reaksi yang berbeda pada
setiap sistem tubuh yang dijabarkan dalam indikator stres secara fisiologis. Pada
peningkatan fungsi organ vital dan keadaan tubuh secara umum, sedangkan
sekresi endorfin mampu menaikkan ambang untuk menahan stimulasi nyeri yang
psikologis untuk merespon dan beradaptasi terhadap stressor. Respon stres adalah
alamiah, adaptif dan protektif. Karakteristik dari respon stres adalah hasil dari
berespon terhadap stressor yang sama. Respon adaptif terdiri dari LAS dan GAS.
Respon LAS terbagi atas respon refleks nyeri dan respon inflamasi (Potter &
Perry, 2005). GAS merupakan respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres.
Respon yang terlibat didalamnya adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin.
GAS memiliki 3 tahap, yaitu alarm, pertahanan dan kelelahan. Pada tahap alarm
respon simpatis fight or flight diaktifkan yang bersifat defensif dan anti inflamasi
yang akan menghilang dengan sendirinya. Bila stresor menetap maka akan beralih
ketahap pertahanan. Pada tahap ini terjadi adaptasi terhadap stressor yang
sistem tubuh terutama sistem peredaran darah, pencernaan dan imun yang dapat
Terdapat beberapa indikator stres, yaitu fisiologis, emosional dan perilaku stres.
DASS adalah satu set tiga skala laporan diri yang dirancang untuk mengukur
tingkat keparahan gejala inti depresi, kecemasan dan stres (Psikologi Yayasan
Australia, 2002). Nilai utama dari DASS (Depression Anxiety and Stres Scale)
dalam pengaturan klinis adalah untuk memperjelas lokus gangguan emosi, sebagai
bagian dari tugas yang lebih luas dari penilaian klinis. Indikator stres fisiologis
adalah objektif dan lebih mudah diidentifikasi, berupa kenaikan tekanan darah,
tangan dan kaki dingin, postur tubuh yang tidak tegap, keletihan, sakit kepala,
gangguan lambung, suara yag bernada tinggi, muntah, mual, diare, perubahan
nafsu makan (Potter & Perry, 2005 ; Psychology Foundation of Australia, 2010).
stres psikologis dan prilaku berupa ansietas, depresi, kepenatan, kelelahan mental,
perasaan tidak adekuat, kehilangan harga diri, minat dan motivasi, ledakan emosi
dan menangis, kecendrungan membuat kesalahan, mudah lupa dan pikiran buntu,
Stres kronis narkoba dan operasi dapat melemahkan atau menekan sistem
kekebalan tubuh (Sugerstrom & Miller, 2004). Peneliti menemukan bahwa saat
seseorang terjangkit virus, penyakit, atau gangguan medis tertentu, emosi negatif
atau depresi, dan merasa tidak berdaya, dapat memperlambat penyembuhan luka
setelah operasi, sedangkan perasaan optimis dan penuh harap dapat mempercepat
kekebalan tubuh dan memungkinkan virus yang tidur (dormant) dalam tubuh,
seperti herpes, untuk berkembang dengan pesat (Kiecolt & Glaser at el, 1998).
Kekebalan tubuh yang utama dari sel-sel kekebalan tubuh adalah sel darah
putih. Ada dua jenis sel darah putih, limfosit dan fagosit. Ketika kita sedang stres,
sebabnya kita lebih rentan terhadap infeksi. Hormon stres kortikosteroid dapat
(McLeod, 2010)
memiliki peluang meninggal lebih besar karena gangguan jantung pada tahun
berikutnya, bahkan saat tingkat keparahan penyakit dan faktor-faktor resiko lain
telah dikontrol (Frasure & Smith et al, 1999). Depresi klinis juga meningkatkan
a. Stres normal
Stres normal yang dihadapi secara teratur dan merupakan bagian alamiah
dari kehidupan. Seperti dalam situasi kelelahan setelah mengerjakan tugas, takut
tidak lulus ujian, merasakan detak jantung berdetak lebih keras setelah aktifitas.
Stres normal alamiah dan menjadi penting, karena setiap orang pasti pernah
mengalami stres, bahkan sejak dalam kandungan (Crowford & Henry, 2003)
b. Stres ringan
Stres ringan adalah stressor yang dihadapi secara teratur yang dapat
berlangsung beberapa menit atau jam. Situasi seperti banyak tidur, kemacetan.
Stressor ini dapat menimbulkan gejala bibir kering, kesulitan bernafas, kesulitan
tidak panas dan tidak setelah aktifitas, takut tanpa alasan yang jelas, tremor pada
c. Stres sedang
Stres ini terjadi lebih lama antara beberapa jam sampai beberapa hari.
Stressor ini dapat menimbulkan gejala, antara lain mudah marah, bereaksi
berlebihan terhadap suatu situasi, sulit untuk beristirahat, merasa lelah karena
memaklumi hal apapun yang menghalangi ketika sedang mengerjakan sesuatu hal
d. Stres berat
Stres berat adalah situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa minggu
antara lain, tidak dapat merasakan perasaan positif, merasa tidak kuat lagi untuk
melakukan suatu kegiatan, merasa tidak ada yang diharapkan dimasa depan, sedih
dan tertekan, putus asa, kehilangan minat, merasa tidak berharga dan berpikir
Stres sangat berat adalah situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa
bulan dan dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Seseorang yang mengalami
stres sangat berat tidak memiliki motivasi untuk hidup dan cenderung pasrah.
Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yang
dialami seseorang (Crowford & Henry, 2003). Tingkat stres diukur dengan
menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Lavibond &
penilaian). Tingkat stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat
dan sangat berat. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara
subjektif depresi, kecemasan dan stres. Oleh karena tujuan penelitian ini hanya
untuk mengetahui tingkat stres klien pasca amputasi, maka instrumen ini
dimodifikasi oleh peneliti sendiri dengan hanya mengukur tingkat stres klien
yaitu :
a. Alarm reaction
Fase ini merupakan reaksi awal tubuh menghadapi stressor apapun. Ini
medulla adrenal. Ini disebut dengan flight or flight response. Ini membuat level
b. Stage of resistance
fase general adaptation syndrome (GAS). Pada fase ini tubuh terus berjuang
menghadapi stressor setelah fase alarm reaction telah selesai. Reaksi pada tahap
ini melibatkan kelenjar pituitary anterior dan korteks adrenal. Reaksi ini lebih
lambat untuk mulai dibandingkan fase pertama, tetapi efeknya lebih lama. Selama
fase ini tubuh juga memulai proses untuk mengembalikan fungsinya mendekati
homeostasis normal.
Fase ini, GAS terus berlangsung dalam waktu yang lama tanpa periode
steroid dan kortisol yang berlebihan, yang dirangsang selama masa stres, sehingga
dan infeksi lainnya yang bisa mengarah pada gangguan seperti sakit kepala dan
gastritis.
c. Stage of exhaustion
Pada fase ini tubuh kehabisan cadangan energi dan immunitas yang
merupakan hasil dari ketidakmampuan untuk beradaptasi atau koping. Pada fase
ini terjadi kehilangan potassium yang mempengaruhi semua fungsi sel tubuh.
Fungsi sel akan hilang dan sel akan mati. Kelelahan pada korteks adrenal akan
glukosa darah, sehingga nutrisi sel tidak adekuat. Akibat yang terus menerus akan
terhadap stres fisik pada area tubuh. Respon ini disebut dengan local adaptation
syndrome (LAS)
Lazarus (1966) dalam Lazarus & Folkman (1984) menjelaskan bahwa cara
tindakan kognitif individu dalam membuat suatu evaluasi. Individu menilai situasi
tergantung pada nilai seseorang, keyakinan dan perasaan, dan apa yang dilihat
a. Primary appraisal
seseorang (netral, tidak ada yang hilang atau yang diperoleh). Benign-positive
appraisal terjadi ketika hasil dari sebuah pertemuan adalah positif yang
harga diri, kurang mencintai nilai pribadi, kehilangan orang yang dicinta. Threat
(ancaman) diartikan sebagai kejadian yang mana bahaya atau kehilangan yang
b. Secondary appraisal
(primary appraisal), selanjutnya yang dilakukan adalah tindakan koping apa yang
dukungan.
Individu
- Keyakinan
- Nilai
- Sumber diri
Out
Hubung comes
an Primary Secondary Perubaha
Individu appraisal appraisal n emosi,
Lingkungan lingkung fungsi
- Bahaya an sosial
- Ancaman dan
- Tantangan moral
- Keuntungan
sebagai penyebab stres dan apa koping yang tersedia dalam istilah pemahaman,
ketrampilan, pengetahuan, nilai dan akses. Hal yang terkait pada konsep stres dan
koping dalam persfektif fenomenologi adalah peran tubuh, peran situasi, peran
dari perhatian pribadi, emosi sebagai makna yang dialami, ketrampilan, dan
(Mapp, 2008, Husserl 2000). Ini menekankan bahwa hanya mereka yang
Fenomenologi berakar dari ilmu filosofi yang dikembangkan oleh Husserl dan
kebenaran tentang realita didasarkan pada pengalaman hidup manusia yang penuh
makna dan dialami secara sadar. Fenomenologi telah menjadi bidang yang tidak
utama adalah peneliti sendiri, dan alat bantu lainnya seperti kuisioner tingkat stres,
panduan wawancara, catatan lapangan, dan alat perekam suara (Polit & Beck,
2008).
Menurut Fochtman (2008 dalam Sosha, 2011; Polit & Beck, 2008),
a. Fenomenologi deskriptif
oleh manusia. Husserl (1962 dalam Denzin dan Lincoln, 2009) berpendapat
bahwa hubungan antara persepsi dan objek-objeknya tidaklah pasif dan kesadaran
hanya mengandalkan peneliti saja, tidak perlu kembali kepada partisipan untuk
b. Fenomenologi interpretif-hermeneutik
tahun 1962. Inti dari fenomenologi ini adalah pemahaman dan penafsiran, bukan
Menurut Guba & Lincoln (1990) dalam Shenton, (2003) bahwa penelitian
Oleh karena itu perlu dilakukan keabsahan data melalui empat kriteria yaitu