1. DEFINISI
Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang disebabkan oleh penyakit atau trauma
pada manusia yang menyebabkan hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat
dibandingkan dengan tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan
tulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan
karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada keempat anggota
gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakan ini adalah trauma (seperti
tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau karena penyakit (seperti mielitis transversal,
mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih dan rektum, sistem
Walaupun pada tetraparese itu terjadi kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang
tungkai dan lengan masih dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat memegang kuat
suatu benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan tangan
tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas tidaknyanya kerusakan.
a. Tetrapares spastik
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN),
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) atau
Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di medula spinalis. Kerusakannya
bisa dalam bentuk jaringan scar, atau kerusakan karena tekanan dari vertebra atau diskus
intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang
Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal lateral menimbulkan
kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot bagian tubuh yang terletak di bawah
tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis pada tingkat servikal, misalnya C5 mengakibatkan
kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu
sebagian otot-otot kedua lengan yang berasal yang berasal dari miotom C6 sampai miotom C8,
lalu otot-otot thoraks dan abdomen serta segenap otot kedua tungkai yang mengakibatkan
kelumpuhan parsial dan defisit neurologi yang tidak masif di seluruh tubuh. Lesi yang terletak di
Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak saja memutuskan jaras
kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap lintasan asendens dan desendens lain.
Disamping itu kelompok motoneuron yang berada didalam segmen C5 kebawah ikut rusak.Ini
berarti bahwa pada tingkat lesi kelumpuhan itu bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan
dibawah tingkat lesi bersifat Upper Motor Neuron (UMN). Dibawah ini kelumpuhan Lower
Motor Neuron (LMN) akan diuraikan menurut komponen-komponen Lower Motor Neuron
(LMN) 1.
Trauma medula spinalis adalah trauma langsung atau tidak langsung terhadap medula spinalis
yang menyebabkan kerusakan medula spinalis.Trauma Medula Spinalis adalah trauma pada
tulang belakang yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan
neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau kematian.10
A. LEVEL
Level neurologis adalah segmen paling kaudal dari medula spinalis yang masih dapat
ditemukan sensoris dan motoris normal dikedua sisi tubuh.Level sensoris digunakan
menunjukkan bagian segmen paling kaudal medula spinalis dengan fungsi sensoris normal pada
kedua sisi tubuh. Level motoris, yaitu daerah paling kaudal dimana masih ditemukan fungsi
motoris dengan tenaga 3/5.
Penentuan level cedera pada ke 2 sisi adalah penting. Terdapat perbedaan jelas antara lesi di
bawah dan di atas T1. Cedera pada segmen servikal di atas T1 medula spinalis menyebabkan
kuadriplegia dan lesi dibawah level T1 menghasilkan paraplegia. Level vertebra yang mengalami
cedera adalah dimana tulang yang mengalami kerusakan, menyebabkan cedera pada medula
spinalis.Level kelainan neurologis dari cedera ini ditentukan hanya dengan pemeriksaan klinis.
1. Sensasi (termasuk sensasi posisi) atau gerakan volunter pada ekstremitas bawah.
2. Sacral Sparing, sebagai contoh sensasi perianal, kontraksi sphincter ani secara volunter,
atau fleksi jari kaki volunter.
Spinal Cord Syndrome
Beberapa tanda yang khas untuk cedera neurologis kadang-kadang dapat dilihat pada
penderita dengan cedera medula spinalis.
1. Central Cord Syndrome, yang khas adalah bahwa kehilangan tenaga pada ekstremitas atas
lebih besar dibandingkan ekstremitas bawah, dengan tambahan adanya kehilangan sensasi yang
bervariasi. Biasanya hal ini terjadi setelah terjadinya cedera hiperekstensi pada penderita dengan
riwayat adanya stenosis kanalis servikalis (sering disebabkan karena oleh osteoarthritis
degeneratif). Dari anamnesis umumnya ditemukan riwayat terjatuh ke depan yang menyebabkan
tumbukan pada wajah, yang dengan atau tanpa fraktur atau dislokasi tulang servikal.
Penyembuhan biasanya khas, dengan penyembuhan pertama pada kekuatan ekstremitas bawah,
kemudian fungsi kandung kencing, lalu kearah proksimal yaitu ekstremitas atas dan berikutnya
adalah tangan. Prognosis penyembuhan central cord syndrome lebih baik dibandingkan dengan
cedera inkomplit lain. Central cord syndrome diduga disebabkan oleh karena gangguan vaskuler
pada daerah medula spinalis pada daerah distribusi arteri spinalis anterior.Arteri ini mensuplai
bagian tengah medula spinalis. Karena serabut saraf motoris ke segmen servikal secara
topografis mengarah ke center medula spinalis, inilah bagian yang paling terkena.1
Sering terjadi pada individu di usia pertengahan dengan spondilosis cervicalis. Predileksi
lesi yang paling sering adalah medula spinalis segmen servikal, terutama pada vertebra C4-
C6.Sebagian kasus tidak ditandai oleh adanya kerusakan tulang.Mekanisme terjadinya cedera
adalah akibat penjepitan medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi
osteofit atau material diskus dari anterior. Bagian medula spinalis paling rentan adalah bagian
dengan vaskularisasi paling banyak yaitu bagian sentral.
2. Anterior Cord Syndrome,ditandai dengan adanya paraplegia dan kehilangan disosiasi sensoris
terhadap nyeri dan sensasi suhu. Fungsi kolumna posterior (kesadaran posisi, vibrasi, tekanan
dalam) masih ditemukan.Biasanya anterior cord syndrome disebabkan oleh infark medula
spinalis pada daerah yang diperdarahi oleh arteri spinalis anterior.Sindrom ini mempunyai
prognosis yang terburuk diantara cedera inkomplit.
Gambaran klinis yang khas berikut terlihat setelah fase syok spinal berakhir.
disebabkan oleh gangguan traktus corticospinalis pada ke dua sisi medula spinalis. Paralisis
spastik bilateral terjadi akibat terputusnya traktus-traktus desendens selain traktus
corticospinalis.
2. Hilangnya sensasi nyeri, suhu, dan raba ringan bilateral dibawah tingkat lesi. Tanda-tanda ini
disebabkan oleh kerusakan oleh tractus spinotalamicus lateralis dan anterior kedua sisi.
3. Terdapat diskriminasi taktil dan getar serta sensasi propioseptif karena columna alba
posterior kedua sisi tidak rusak.1
3. Brown Sequard Syndrome, timbul karena hemiseksi dari medula spinalis dan jarang dijumpai.
Akan tetapi, variasi gambaran klasik cukup sering ditemukan. Dalam bentuk yang asli sindrom
ini terdiri dari kehilangan motoris ipsilateral (traktus kortikospinalis) dan kehilangan kesadaran
posisi (kolumna posterior) yang berhubungan dengan kehilang-an disosiasi sensori kontralateral
dimulai dari satu atau dua level di bawah level cedera (traktus spinotalamikus). Kecuali kalau
sindrom ini disebabkan oleh cedera penetrans pada medula spinalis, penyembuhan (walaupun
sedikit) biasanya akan terjadi.
Gambaran klinis yang khas berikut ini dapat ditemukan pada pasien dengan hemiseksi total
medula spinalis setelah fase syok spinal berakhir.
5. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu kontralateral dibawah tingkat lesi, hal ini disebab kan oleh
karena kerusakan tractus spinothalamicus lateralis yang telah menyilang pada sisi yang sama
dengan lesi. Karena traktus menyilang miring, kehilangan sensasi terjadi dua atau tiga
segmen dibawah tingkat lesi.
6. Hilangnya sensasi taktil yang inkomplit pada sisi kontralateral. Keadaan ini disebab kan oleh
kerusakan pada tractus spinothalamicus anterior yang telah menyilang pada sisi yang sama
dengan lesi. Dalam hal ini sekalian lagi gangguan sensorik terjadi dua atau tiga segmen
dibawah tingkat lesi karena tractus menyilang miring. Kehilangan sensasi taktil kontralateral
inkomplit terjadi karena sensasi diskriminatif yang berjalan melalui tractus ascendens di
dalam columna alba posterior kontralateral yang tetap utuh.18
Tetraparese dengan hemiparese bilateral (bihemiparese) mempunyai arti yang sama yaitu
tidak terjadi langsung pada keempat anggota gerak.Bihemiparese bersifat kerusakan pada upper
motor neuron, yaitu adanya infark di hemispere serebral bilateral dapat disebabkan karena dua
lesi iskemik didaerah kedua arteri serebri (anterior/media) atau di kedua kapsula interna.Lesi
pada arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada daerah mesensefalon.Lesi ini dapat
Pada awal stroke terjadi hemiparese unilateral karena infark di hemisfer serebral
unilateral yang disebabkan adanya lesi pada arteri serebri (anterior/media) atau di kapsula
interna unilateral. Lama kelamaan lesi ini juga dapat ditemukan pada arteri serebri
(anterior/media) atau kapsula interna yang lain, sehingga terjadi infark pada hemisfer serebral
bilateral. Oklusi pada arteri basilaris juga dapat menyebabkan hemiparese bilateral 16,17.
a. Penyakit infeksi
- Mielitis transversa
Dapat menyebabkan satu sampai dua segmen medula spinalis rusak sekaligus, infeksi
dapat langsung terjadi melalui emboli septik, luka terbuka ditulang belakang, penjalaran
osteomielitis atau perluasan proses meningitis piogenik. Istilah mielitis tidak hanya digunakan
jika medula spinalis mengalami peradangan, namun juga jika lesinya mengalami peradangan dan
disebabkan oleh proses patologik yang mempunyai hubungan dengan infeksi. Adakalanya reaksi
imunologik timbul di medula spinalis setelah beberapa minggu sembuh dari penyakit viral.Pada
saat itu sarang-sarang reaksi imunopatologik yang berukuran kecil tersebar secara difus
sepanjang medula spinalis.Serabut-serabut asenden dan desenden panjang dapat terputus oleh
salah satu lesi yang tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan kelumpuhan parsial dan defisit
sensorik yang tidak masif di seluruh tubuh atau yang dikenal dengan istilah tetraparese 1.
- Poliomielitis
Poliomielitis adalah peradangan pada daerah medula spinalis yang mengenai substantia
grisea. Jika lesi mengenai medula spinalis setinggi servikal atas maka dapat menyebabkan
kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah .Pada umumnya kelompok motoneuron di
kelumpuhan bermula pada akhir tahap nyeri muskular.Anggota gerak yang dilanda kelumpuhan
b. Polineuropati
Polineuropati adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada beberapa saraf perifer
di seluruh tubuh. Penyebab karenainfeksi bisa menyebabkan polineuropati, kadang karena racun
yang dihasilkan oleh beberapa bakteri (misalnya pada difteri) atau karena reaksi autoimun, bahan
racun bisa melukai saraf perifer dan menyebabkan polineuropati atau mononeuropati (lebih
jarang), kanker bisa menyebabkan polineuropati dengan menyusup langsung ke dalam saraf atau
menekan saraf atau melepaskan bahan racun, kekurangn gizi dan kelainan metabolik juga bisa
menyebabkan polineuropati.
Kekurangan vitamin B bisa mengenai saraf perifer di seluruh tubuh.Penyakit yang bisa
menyebabkan polineuropati kronik (menahun) adalah diabetes, gagal ginjal dan kekurangan gizi
beberapa bulan atau tahun) dan biasanya dimulai di kaki (kadang di tangan) 18.
Kelainan pada saraf perifer dijumpai sebagai berikut : tiga sampai empat hari pertama
pembengkakan dan menjadi irreguler dari selubung myelin. Hari ke lima terjadi desintegrasi
myelin dan pembengkakan aksis silinder. Pada hari ke sembilan timbul limfosit, hari ke sebelas
timbul fagosit dan pada hari ketiga belas proliferasi Schwan sel. Kesemutan, mati rasa, nyeri
terbakar dan ketidakmampuan untuk merasakan getaran atau posisi lengan, tungkai dan sendi
merupakan gejala utama dari polineuropati kronik. Nyeri seringkali bertambah buruk di malam
hari dan bisa timbul jika menyentuh daerah yang peka atau karena perubahan
dan berjalan. Pada akhirnya akan terjadi kelemahan otot dan atrofi (penyusutan otot).
Kelumpuhan biasanya timbul sesudah tidak ada panas, kelumpuhan otot biasanya bilateral dan
simetris dengan tipe "lower motor neuron dengan penyebaran kelumpuhan yang bersifat
ascending yaitu mulai dari ekstrimitas bawah yang menjalar ke ekstrimitas atas, tetapi bisa pula
descending yaitu mulai dari ekstrimitas atas yang turun ke ekstrimitas bawah 18.
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang
mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis, yang biasanya
timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang
simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka
19,20
.
Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan timbul
autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf perifer. Infeksi-infeksi
meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma pada medula spinalis, dapat menimbulkan
tuberkulosis.Pada tempat-tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks
ventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis terkena jiratan, namun
kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang diinstrumensia servikalis
dan lumbosakralis saja yang paling umum dilanda proses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena
itu kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota gerak, kelompok otot-otot di
sekitar persendian bahu dan pinggul. Kelumpuhan tersebut bergandengan dengan adanya defisit
Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang dapat atau tanpa
disertai infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear.Sel-sel infiltrat terutama terdiri dari
sel limfosit berukuran kecil, sedang dan tampak pula, makrofag, serta sel polimorfonuklear pada
permulaan penyakit.Setelah itu muncul sel plasma dan sel mast.Serabut saraf mengalami
degenerasi segmental dan aksonal.Lesi ini bisa terbatas pada segmen proksimal dan radiks
spinalis atau tersebar sepanjang saraf perifer. Predileksi pada radiks spinalis diduga karena
kurang efektifnya permeabilitas antara darah dan saraf pada daerah tersebut 19,20.
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor
neuron.Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah
kemudian menyebar secara asenden ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis.Kadang-
kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan
dan saraf kranialis.Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau
arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian distal,
tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal 20.
d) Miastenia Grafis
Miastenia grafis adalah penyakit neuromuskular yang menyebabkan otot skelet menjadi
lemah dan lekas lelah. Kelelahan/kelemahan ini disebabkan karena sirkulasi antibodi yang
berupa kelemahan pada otot yang mengatur pergerakan mata, kelemahan otot pada lengan dan
Penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah suatu kelainan yang progresif dari
sistem saraf yang banyak terjadi pada orang dewasa dengan penyakit motoneuron. Kondisi
tersebut menyebabkan degenerasi saraf motorik bagian atas (brain) dan saraf motorik bagian
bawah (spinal cord) dengan kombinasi tanda upper motor neuron (UMN) dan lower motor
neuron (LMN). Penurunan kualitas saraf ini, menyebabkan Kelemahan pada otot dan dapat
mengatur pergerakkan otot. Akibat kelemahan itu, kemampuan tubuh untuk mengatur gerakan
otot yang disadari akan hilang secara perlahan-lahan. Misalnya, memegang, menjentik,
menggaruk, dan sebagainya.Namun penyakit ini tidak mempengaruhi saraf sensoris (perasa) dan
fungsi mental.Meskipun penyebab pasti ALS belum diketahui, teori yang dikenal saat ini
menyatakan neurotransmiter glutamat (suatu zat kimia yang menghantarkan impuls atau sinyal
ke sel-sel saraf) kemungkinan memegang peranan sebagai penyebab matinya sel-sel saraf
motorik. Zat-zat kimia lainnya, seperti molekul radikal bebas dan kalsium kemungkinan juga
Penyakit ALS mengakibatkan sistem neuromuscular tidak berfungsi karena kedua saraf motorik
penderita ALS telah rusak.Seiring berjalannya waktu, penyakit ALS menyebabkan sarafsaraf
motorik yang berada di otak dan batang tubuh mengecil, dan pada akhirnya
menghilang.Akibatnya, otot otot tubuh tidak lagi mendapat sinyal untuk bergerak.Karena otot
yang berada dalam tubuh kehilangan pemasok nutrisinya, sehingga otototot yang menjadi lebih
kecil dan melemah. Saraf-saraf di dalam sistem neuromuscular yang memberi nutrisi ke otot-otot
tersebut terlokalisir, sehingga menyebabkan tumbuhnya jaringan yang rusak mengantikan saraf
saraf yang normal
DIAGNOSIS
Penderita dengan cedera medula spinalis mungkin mempunyai level yang bervariasi dari
defisit neurologis. Level fungsi motoris dan sensasi harus dinilai ulang secara berkala dan secara
hati-hati dan didokumentasikan, karena tidak terlepas kemungkinan terjadi perubahan level.1
B.PEMERIKSAAN SENSORIS
Dermatom adalah
daerah pada kulit yang
dipersarafi oleh akson
sensoris dalam radiks
saraf segmental.
Pengertian terhadap be
berapa level dermatom
utama tidak terlalu ber
-makna untuk menentu
-kanlevel cedera dan
menentukan perbaikan
atau penurunan neuro-
logis. Level sensoris
adalah dermatom teren
-dah dengan fungsi sen
-soris yang normal dan
dapat dibedakan pada -
ke dua sisi tubuh. Gambar 21 : Dermatom
Untuk praktisnya, dermatom servikal atas (C1-C4) adalah bervariasi dalam distribusi persarafan
kulitnya dan tidak selalu perlu untuk dilokalisasi sedangkan saraf supraklavikular (C2-C4)
mempersarafi sensasi pada daerah yang menutup otot pectoralis. Adanya sensasi di daerah ini
dapat menyebabkan pemeriksa kebingungan bila mencoba menentukan level sen -
C. MIOTOM
Setiap saraf segmental (radiks) mempersarafi lebih dari satu otot dan kebanyakan otot
dipersarafi oleh lebih dari satu saraf (biasanya 2).Untuk memudahkan, beberapa otot atau
kelompok otot diidentifikasikan sebagai satu segmen saraf spinal.1
1. C-5 Deltoid
2. C-6 Ekstensor pergelangan (ekstensor karpi radialis longus dan brevis)
3. C-7 Ekstensor siku (trisep)
4. C-8 Fleksor jari-jari sampai dengan jari tengah (fleksor digitorumprofundus)
5. T-1 Abduktor jari kelingking (abductor digiti minimi)
6. L-2 Fleksor panggul (iliopsoas)
7. L-3 Ekstensor lutut (otot Kuadriseps)
8. L-4 Dorsofleksi pergelangan kaki (tibialis anterior)
9. L-5 ekstensor jari kaki II(ekstensor halusis longus)
10. S-1 Fleksi pergelangan kaki (gastroknemius, soleus)
Sebagai tambahan dari tes otot bilateral, sfinkter ani eksterna harus diperiksa dengan
pemeriksaan colok dubur.Setiap otot dilakukan gradasi menjadi 6 tingkat (table 4).Derajat
kekuatan otot.dokumentasi kekuatan kelompok otot kunci membantu mengetahui perbaikan atau
memburuknya keadaan neurologis.
Tabel 4.derajat kekuatan otot.
0 Kelumpuhan total
5 kekuatan normal
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
EVALUASI RADIOLOGI
Harus dilakukan pemeriksaan foto lateral vertebra servikal pada seluruh kasus yang
dicurigai mengalami cedera servikal, setelah identifikasi dan control gangguan yang mengancam
jiwa. Dasar tengkorak dari seluruh ke 7 vertebra servikal dan T-1 harus tampak dalam foto
ronsen.Untuk menghindarkan terlewatnya fraktur dan fraktur dislokasi pada vertebra servikal
bawah, maka bahu penderita ditarik ke bawah sewaktu melakukan foto servikal lateral. Bila ke 7
vertebra servikal tidak tampak dengan pemeriksaan foto lateral, maka perlu dilakukan
Swimmers view untuk melihat vertebra servikal bawah dan torakal atas. Kombinasi dari foto ini
dilaporkan mempunyai sensivitas sebesar 85% terhadap adanya fraktur. Untuk menilai vertebra
servikal atas secara adekuat terutama pada penderita dengan keluhan nyeri servikal atas atau
pada pemeriksaan foto servikal lateral dicurigai adanya cedera C-1 atau C-2, pemeriksaan foto
ronsen buka mulut (open, mouth odontoid view) untuk prosesus odontoid dan artikulasi antara C-
1 dan C-2 harus dilakukan. Bila penderita tidak mau atau tidak koopertif untuk pemeriksaan foto
ronsen buka mulut, maka pemeriksaan oblik untuk prosesus odontoid atau foramen magnum
view dapat menilai keadaan dens epistrofeus. Pemeriksaan foto servikal AP membantu
mengidentifkasi adanya dislokasi faset unilateral dimana hanya tampak sedikit atau tidak terlihat
adanya dislokasi pada foto lateral. Kombinasi foto ronsen lateral, AP dan buka mulut
meningkatkan sensitivitas untuk identifikasi fraktur sebesar 92%. Foto oblik dilakukan dengan
mengatur letak sinar ronsen tanpa menggerakkan leher penderita, dan sangat berguna untuk
menentukan anatomi faset. Bila gambaran foto rosen yang baik vertebra servikal tidak dapat
diperoleh atau terdapat kecurigaan adanya kelainan pada foto polos, maka harus dilakukan
pemeriksaan CT scan pada daerah yang dicurigai.
Pada kurang lebih 10% penderita fraktur vertebra servikalis akan ditemukan fraktur lain
pada vertebra (yang mungkin tidak berdekatan) pada kolumna vertebralis. Maka perlu
pemeriksaan skrinning radiologic lengkap vertebra pada penderita dengan fraktur vertebra
servikalis. Skrining semacam ini disarankan pada semua penderita koma karena trauma.
Foto ini harus dilakukan di bawah pengawasan dokter yang berpengalaman. Pada
penderita dengan kecurigaan fraktur servikal atau jika gambaran daerah servikotorakal tidak
jelas, maka perlu dilakukan pemeriksaan CT scan atau tomogram pada daerah yang dicurigai
sebelum melakukan foto fleksi-ekstensi servikal. Bila pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan
segera, leher penderita harus tetap imobilisasi dalam kolar servikal sampai penderita telah
distabilkna dan telah mendapat pemeriksaan yang tepat.
kadang MRI tidak mungkin untuk dilakukan karena penderita tidak stabil. Bila hal ini tidak dapat
dilakukan, dapat dilakukan pemeriksaan CT mielografi untuk menyingkirkan adanya kompresi
pada medula spinalis.Pemeriksaan ini dilakukan atas permintaan seorang ahli bedah saraf atau
ahli bedah ortopedi.1
KOMPLIKASI
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatetik desending pada medula
spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan persarafan
simpatis pada jantung.Keadaan ini menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta
ekstremitas bawah, terjadi penumpukan darah dan sebagai konsekuensinya terjadi hipotensi.
Sebagai akibat kehilangan cardiac sympathetic tone, penderita akan mengalami bradikardi atau
setidak-tidaknya gagal untuk menjadi takikardi sebagai respon dari hipovolemia. Pada keadaan
ini tekanan darah tidak akan membaik hanya dengan in-fus cairan saja dan usaha untuk
menormalisasi tekanan darah akan menyebabkan kelebih-an cairan dan edema
paru.Tekanandarah biasanya dapat diperbaiki dengan penggunaan vasopresor, tetapi perfusi yang
adekuat akan dapat dipertahankan walaupun tekanan darah belum normal. Atropine dapat
digunakan untuk mengatasi bradikardi yang jelas.
Syok spinal adalah keadaan flaksid dan hilangnya reflex, terlihat setelah terjadi-nya
cedera medula spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplitwalaupun
tidak seluruh bagian rusak. Lama berlangsungnya syok spinal dapat bervari-asi.1Sebagian
besar, syok berlangsung kurang dari 24 jam, pada pasien lain dapat menetap selama 1 - 4
minggu. Ketika syok menghilang, neuron-neuron dapat dieksitasi kembali. Akibat hilangnya
pengaruh upper motor neuron pada segmen-segmen medula spinalis dibawah tingkat lesi, maka
dapat terlihat, misalnya spastisitas dan reflex yang berlebihan.
Adanya syok spinal dapat diketahui melalui pemeriksaan aktivitas reflex spinkter ani.
Reflek ini dapat ditimbulkan dengan meletakkan ujung jari yang telah dilindungi dengan sarung
tangan ke dalam canalis analis dan merangsang m.spinkter ani berkontraksi dengan cara memijit
glans penis atau clitoris atau secara hati-hati menarik kateter foley yang dimasukkan
kedalamnya. Tidak adanya reflex spinkter ani menunjukkan syok spinal. Tes ini tidak bermanfaat
pada lesi medula spinalis yang mengenai segmen sacralis karena neuron-neuron yang merupakan
tempat asal nervus haemorroidalis inferior yang yang mempersarafi m. spinkter ani (S2-4) tidak
berfungsi.18
TATALAKSANA TETRAPARESE
Tujuan : memberikan penerangan & pendidikan kepada pasien dan keluarga mengenai trauma
medula spinalis
Memaksimalkan kemampuan mobilisasi & self care (latihan mandiri) dan atau tidak langsung
jika diperlukan.
Merupakan suatu kegiatan rehabilitasi dari hanya berbaring ditempat tidur menuju kehidupan
berkomunitas (rehabilitation from bedside to community)
1. Penyembuhan (Recovery)
Penyembuhan dapat terjadi karena adanya neuroplastisitas.Penyembuhan fungsi dinilai
dengan FIM (Functional Independence Measure) ada 18 item.
2. Rehabilitasi
Definisi WHO : rehabilitasi ialah suatu proses progresif, dinamis, dalam waktu yang terbatas
bertujuan untuk meningkatkan kualitas individu yang mengalami gangguan secara optimal
dalam bidang mental, fisik, kognitif dan social.
Rehabilitasi cedera medula spinalis merupakan suatu pelayanan kesehatan professional yang
bersifat multi-disiplin, yang dimulai sejak fase akut, secara terus menerus dan ekstensif, lalu
melakukan pelayanan khusus selama fase sub akut meliputi :