Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Papiloma laring merupakan tumor jinak pada laring yang jarang terjadi. Virus
sebagai etiologi papiloma laring pertama kali dibuktikan oleh Ullman pada tahun
1923 dan human papilloma virus (HPV) dideteksi pada tumor ini pada tahun 1982.
Human papilloma virus tipe 6 dan 11 merupakan virus yang paling sering ditemukan
pada papiloma laring. Pada anak, kejadian papiloma laring hampir sama di antara
laki-laki dan perempuan. Pada dewasa, kejadian ini lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan. 1,2
Gejala papiloma laring yang utama ialah suara parau. Apabila papiloma telah
menutup rima glotis maka timbul sesak napas dengan stridor. Diagnosis papiloma
laring ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik THT lengkap meliputi
laringoskopi indirek dengan kaca laring, laringoskopi kaku dan serat optik,
pemeriksaan mikrolaringoskopi dan biopsi. Terapi papiloma laring berupa terapi
operasi serta terapi adjuvan. Papiloma laring memiliki tingkat rekurensi yang tinggi,
yaitu sekitar 70%. Sifat yang menonjol dari tumor ini ialah sering tumbuh lagi setelah
diangkat, sehingga operasi pengangkatan harus dilakukan berulang-ulang. 1,2

1.2 Tujuan Penulisan

- Untuk melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Rumah


Sakit Umum Daerah (RSUD) Solok tahun 2016.
- Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di bagian THT
di RSUD Solok tahun 2016.

1
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING

2.1 Anatomi Laring


Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian atas.
Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar
daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas
bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid. 1

Gambar 2.1 Potongan midsagital leher, tampak anatomi laring

Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan
beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang
permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh tendo
dan otot-otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring
tertarik ke atas, sedangkan bila diam, maka otot-otot ini bekerja untuk membuka
mulut dan membantu menggerakkan lidah.1

2
Gambar 2.2 Tulang rawan laring

Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago tiroid,
karilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis dan
kartilago tritisea. Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh
ligamentum krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran.
Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan
belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, disebut artikulasi
krikoaritenoid. Sepasang kartilago kornikulata (kiri dan kanan) melekat pada
kartilago aritenoid di daerah apeks, sedangkan sepasang kartilago kuneiformis terapat
dalam lipatan ariepiglotik, dan kartilago tritisea terletak di dalam ligamentum
hiotiroid lateral. Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan
artikulasi krikoaritenoid. 1
Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid
(anterior, lateral, dan posterior), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum
krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum hioitiroid lateral,
ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotika, ligamentum ventrikularis,
ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid,
dan ligamentum tiroepiglotika. 1

3
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot
intrinsik. Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan,
sedangkan otot-otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring tertentu yang
berhubungan dengan gerakan pita suara. Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak
diatas tulang hioid (suprahioid), dan ada yang terletak dibawah tulang hioid
(infraioid). Otot-otot ekstrinsik suprahioid adalah M.digastrikus, M.geniohioid,
M.stilohioid, dan M.miohioid. Otot-otot infrahioid adalah M.sternohioid,
M.omohioid, dan M.tirohioid. Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi
menarik laring ke bawah, sedangkan yang infrahioid menarik laring ke atas.1
Otot-otot intrinsik laring ialah M.krikoaritenoid lateral, M.tiroepiglotika,
M.vokalis, M.tiroaritenoid, M.ariepiglotika dan M.krikotiroid. Otot-otot ini terletak
dibagian lateral laring. Otot-otot laring yang terletak di bagian posterior adalah
M.aritenoid transvenrsum, M.aritenoid oblik dan M.krokoaritenoid posterior.
Sebagian besar otot-otot intrinsik adalah otot aduktor (kontraksinya akan
mendekatkan kedua pita suara ke tengah) kecuali M.krikoaritenois posterior yang
merupakan otot abduktor (kontaksinya akan menjauhkan kedua pita suara ke lateral.1

Gambar 2.3 Anatomi laring, tampak otot-otot dan kartilago laring. (A) Laring dari
posterior ; (B) Laring dari Superior

4
2.1.1 Rongga laring 1
Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas bawahnya
ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah
permukaan belakang epiglottis, tuberkulum epiglotic, ligamentum tiroepiglotic, sudut
antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas
lateralnya ialah membran kuadranagularis, kartilago aritenoid, konus elasticus, dan
arkus kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya ialah M.aritenoid transverses
dan lamina kartilago krikoid.
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vocale dan ligamentum
ventrikulare, maka terbentuklah plika vocalis (pita suara asli) dan plica ventrikularis
(pita suara palsu). Bidang antara plica vocalis kiri dan kanan, disebut rima glottis,
sedangkan antara kedua plica ventrikularis disebut rima vestibuli. Plica vocalis dan
plica ventrikularis membagi rongga laring dalam tiga bagian, yaitu vestibulum laring,
glotic dan subglotic.
Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat diatas plica ventrikularis.
Daerah ini disebut supraglotic. Antara plica vocalis dan pita ventrikularis, pada tiap
sisinya disebut ventriculus laring morgagni.
Rima glottis terdiri dari dua bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian
interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plica vocalis, dan
terletak dibagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua
puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterioir. Daerah subglotic adalah
rongga laring yang terletak di bawah pita suara (plicavocalis).

2.1.2 Persyarafan 1
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringeus superior
dan laringeus inferior (recurrent). Kedua saraf ini merupakan campuran saraf
motorik dan sensorik. Nervus laryngeus superior mempersarafi m.krikotiroid,
sehingga memberikan sensasi pada mukosa laring dibawah pita suara. Saraf ini mula-
mula terletak diatas m.konstriktor faring medial, disebelah medial a.karotis interna,

5
kemudian menuju ke kornu mayor tulang hyoid dan setelah menerima hubungan
dengan ganglion servikal superior, membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus
eksternus dan ramus internus.
Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring inferior dan
menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid terletak
disebelah medial a.tiroid superior, menembus membran hiotiroid, dan bersama-sama
dengan a.laringeus superior menuju ke mukosa laring.
Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu
memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan
lanjutan dari n.vagus.
Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan dibawahnya,
sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang aorta. Nervus laringis inferior berjalan
diantara cabang-cabang arteri tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal
kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Disebelah
posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang dua menjadi ramus anterior
dan ramus posterior, Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring
bagian lateral, sedangkan ramus posterior mempersyarafi otot-otot intrinsik laring
superior dan mengadakan anstomosis dengan n.laringitis superior ramus internus.

2.1.3 Pendarahan 1
Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang yaitu a.laringitis superior dan
a.laringitis inferior.
Arteri laryngeus superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri
laryngitis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran
tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian
menembus membran ini untuk berjalan kebawah di submokosa dari dinding lateral
dan lantai dari sinus piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan otot-otot laring.
Arteri laringeus interior merupakan cabang dari a.tiriod inferior dan bersama-
sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring
melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di dalam arteri itu

6
bercabang-cabang memperdarahi mukosa dan otot serta beranastomosis dengan
a.laringis superior.
Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan
cabang yang berjalan mendatar sepanjang membrane itu sampai mendekati tiroid.
Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membran
krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringeus superior.
Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior letaknya sejajar dengan
a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior
dan inferior.

2.1.4 Pembuluh Limfe 1


Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal. Disini
mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vocal
pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior.
Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis
dan a.laringeus superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari
bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior
berjalan kebawah dengan a.laringeus inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal
dalam, dan beberapa dintaranya menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular.

7
Gambar 2.4 Aliran Limfe

2.2 Fisiologi Laring


Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi
serta fonasi. 1
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing
masuk kedalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara
bersamaan. Terjadi penutupan aditus laring ialah akibat karena pengangkatan laring
ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilogo aritenoid
bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiro-aritenoid dan m.aritenoid. Selanjutnya
m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter. 1
Penutupan rima glotis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago arritenoid
kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik.1
Selain itu dengan reflex batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea
dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal
dari paru dapat dikeluarkan.1
Fungsi respirasi dan laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima glottis.
Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis
kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka.1

8
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial
akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi
sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat pengatur
sirkulasi darah.1
Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme,
yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laring dan mendorong
bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.Laring
juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh,
menangis dan lain-lain.1
Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta
menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan
plica vokalis. Bila plica vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan
kartilago tiroid kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang
bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid
ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi.
Sebaliknya kontraksi m. Krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke
depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika
vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.1

(a) (b)
Gambar 2.5 (a) Posisi pita suara saat bernapas; (b) Posisi pita suara saat bicara

9
BAB III
PAPILOMA LARING

3.1 Definisi
Papiloma laring merupakan tumor jinak pada laring yang jarang terjadi yang
disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11.Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan,
hanya kurang lebih 5% dari semua jenis tumor laring. Tumor jinak laring dapat
berupa : 1,2,3
1. Papiloma laring (terbanyak frekuensinya)
2. Adenoma
3. Kondroma
4. Mioblastoma sel granuler
5. Hemangioma
6. Lipoma
7. Neurofibroma
Papiloma laring cenderung kambuh sehingga disebut juga recurrent respiratory
papillomatosis.

3.2 Epidemiologi
Papiloma laring dapat berkembang pada semua umur, tetapi lebih sering terjadi
pada anak. Insidensi tumor ini pada anak sebesar 4,3/100.000 dan pada dewasa
sebesar 1,8/100.000. Papiloma laring pada anak sering didiagnosis pada usia 2-4
tahun dan distribusinya sama di antara laki-laki dan perempuan. Sebanyak 75%
pasien menderita papiloma laring pada usia kurang dari 5 tahun. Papiloma laring pada
dewasa lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun dan lebih sering terjadi pada laki-
laki dibandingkan perempuan dengan rasio 2:1 hingga 4:1. 2,4

3.3 Etiopatogenesis
Papiloma laring disebabkan oleh infeksi HPV, terutama HPV tipe 6 dan 11.
Tipe HPV lainnya yang berhubungan dengan papiloma laring meliputi tipe 16, 18, 31

10
dan 33. Namun, HPV juga ditemukan pada mukosa laring normal. Prevalensi HPV
yang dideteksi pada mukosa laring normal adalah sebesar 25%. Human papilloma
virus merupakan virus DNA, tidak berkapsul dengan kapsid ikosehedral dan DNA
double-stranded. Di dalam sel yang terinfeksi, DNA HPV mengalami replikasi,
transkipsi dan translasi menjadi protein virus. Protein ini akan membentuk virion
HPV baru yang dapat menginfeksi sel lainnya. Sel yang terinfeksi HPV akan
mengalami proliferasi pada lapisan basal. Proses infeksi HPV dapat diilustrasikan
pada gambar 2.1 2

Gambar 3.1 Proses Infeksi HPV pada Laring

Respon imun tubuh berperan dalam patogenesis terbentuknya lesi HPV. Pada
papiloma laring, nuclear factor-kappa beta (NF-) merupakan mediator utama yang
terlibat dalam regulasi respon imun selular (Th1) dan humoral (Th2). Respon imun
selular merupakan faktor yang paling penting dalam pertahanan tubuh terhadap
infeksi HPV. Malfungsi respon imun selular menyebabkan papiloma laring,

11
sebaliknya defek imunitas humoral tidak berhubungan dengan penyakit ini. Rekurensi
tumor dapat terjadi akibat DNA HPV yang menetap pada mukosa normal. 2

3.4 Transmisi
Kejadian papiloma laring pada anak dapat terjadi akibat transmisi HPV pada
saat kelahiran. Risiko transmisi infeksi HPV dari ibu ke anak diperkirakan berkisar
antara 1:80 hingga 1:500. Risiko ini meningkat pada anak pertama yang lahir per
vaginam pada ibu usia muda yang menderita infeksi HPV genital. Pada kasus
papiloma laring neonatal, perkembangan penyakit mungkin telah terjadi saat di dalam
kandungan. Papiloma laring pada dewasa dapat terjadi akibat penularan HPV secara
seksual dengan banyak pasangan dalam jangka waktu yang lama dan kontak
orogenital. Namun, papiloma laring pada dewasa mungkin telah terjadi pada usia
remaja yang bersifat laten dan teraktivasi bila imunitas tubuh menurun. 2,4

3.5 Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, papiloma laring terbagi dua. 1,2
1. Papiloma laring tipe juvenilis
Papiloma laring tipe juvenilis biasanya berupa lesi multipel dan mudah
kambuh sehingga membutuhkan eksisi yang berulang. Namun, papiloma
tipe ini dapat regresi secara spontan pada usia pubertas. Pada anak yang
menderita papiloma laring di bawah usia 3 tahun, memiliki risiko sebesar
3,6 kali untuk dioperasi lebih dari 4 kali tiap tahun. Tumor ini dapat
tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah subglotik. Dapat pula
tumbuh di plika venrikularis atau aritenoid.
2. Papiloma laring tipe senilis
Papiloma laring tipe senilis biasanya berupa lesi tunggal dengan tingkat
rekurensi rendah dan kurang bersifat agresif, tetapi memiliki risiko pre
kanker yang tinggi.

12
3.6 Gambaran Klinis
Papiloma laring memiliki manifestasi klinis berupa suara serak yang progresif,
stridor dan distres respirasi. Kebanyakan pasien terutama pada anak datang dengan
obstruksi jalan nafas dan sering salah diagnosis sebagai asma, bronkitis kronis atau
laringotrakeobronkitis. Dari penelitian yang dilakukanoleh Poenaru M, et al
gambaran klinis yang sering ditemukan pada papiloma laring adalah suara serak
(95,65%), sensasi mengganjal di tenggorok (78,26%), batuk kronis (65,21%), stridor
(56,52%) dan dispnea (47,82%). 1,2,5
Penyebaran papiloma laring ke ekstralaring diidentifikasi pada 13-30% anak
dan 16% dewasa. Lokasi ekstralaring yang paling sering adalah kavitas oris, trakea
dan bronkus. Kejadian papiloma paru adalah jarang, tetapi jika terjadi dapat
menimbulkan komplikasi yang berat seperti perdarahan dan pembentukan abses.
Papiloma laring pada dewasa biasanya tidak bersifat agresif dibandingkan pada anak.
Angka remisi pada papiloma laring tipe dewasa sulit diperkirakan. Papiloma tipe ini
dapat tumbuh cepat dan berbahaya terhadap jalan nafas jika terjadi perubahan
hormon, seperti pada kehamilan.1,2

3.7 Gambaran Makroskopis


Papiloma laring terlihat sebagai massa multinodular yang tumbuh eksofitik
(gambar 2.2). Tumor ini dapat berwarna merah muda atau putih. Dari penelitian yang
dilakukan oleh Gupta, et al lokasi utama papiloma laring tipe senilis adalah pada
glotis (75,6%), dan supraglotis (23,6%) sebagai lokasi kedua tersering. Poenaru M, et
al menemukan papiloma laring tipe juvenilis terbanyak ditemukan pada komisura
anterior dan plika vokalis (78,26%), diikuti pada komisura anterior dan posterior,
plika vokalis, plika ventrikularis dan permukaan epiglotis (13,04%) serta regio
subglotik (8,69%). 4
Pada papiloma laring juvenil, secara makroskopik bentuknya seperti buah
murbei, berwarna putih kelabu dan kadang-kadang kemerahan. Jaringan tumor ini
sangat rapuh dan kalau dipotong tidak menyebabkan perdarahan. Sifat yang menonjol

13
dari tumor ini adalah sering tumbuh lagi setelah diangkat, sehingga operasi
pengangkatan hharus dilakukan berulang-ulang.4

Gambar 3.2 : Gambaran massa multinodular yang tumbuh eksofitik pada papiloma
laring

(a)

14
(b)
Gambar 3.3 (a) dan (b) Hasil pemeriksaan laringoskopi serat optik tampak massa
berbenjol-benjol pada epiglotis, plika vokalis dekstra dan aritenoid sinistra (tanda
panah)

3.8 Gambaran Mikroskopis


Secara histologis, papiloma laring tampak sebagai gambaran jaringan yang
berbentuk papil dengan jaringan ikat fibrovaskular dan epitel skuamosa hiperplastik
yang mengalami parakeratosis, akantosis dan koilositosis (gambar 2.3).4

Gambar 3.4 Proyeksi laring multipel pada papiloma laring

15
Adanya sel-sel yang atipik merupakan petanda suatu keganasan seperti
karsinoma in situ atau karsinoma sel skuamosa invasif. Namun, untuk karsinoma
stadium awal sulit dibedakan secara histologis dengan papiloma laring.4

3.9 Diagnosis
Diagnosis papiloma laring ditegakkan berdasarkan:2
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik THT lengkap, meliputi laringoskopi indirek dengan kaca
laring, laringoskop kaku dan serat optik
3. Videolaringostroboskopi
4. Pemeriksaan mikrolaringoskopi langsung dan biopsi
5. Pemeriksaan penunjang lain
Identifikasi HPV dapat dilakukan dengan pemeriksaan imunohistokimia,
isolasi DNA virus, teknik hibridisasi in situ dan polymerase chain reaction
(PCR).

3.10 Diagnosis Banding


Diagnosis banding untuk papiloma laring adalah lesi jinak lainnya pada laring
seperti nodul pita suara, polip, kista, inflamasi pada laring seperti granuloma,
laringitis tuberkulosis dan karsinoma laring stadium awal.1,2

16
Gambar 3.5 Nodule pita suara

Gambar 3.6 Polip pita suara

17
Gambar 3.7 Kista pita suara

Gambar 3.8 Karsinoma sel skuamosa pada laring

3.11 Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada papiloma laring adalah untuk mempertahankan jalan nafas
dan kualitas suara. Namun, tidak ada terapi yang memuaskan dalam pengobatan

18
papiloma laring. Terapi papiloma laring meliputi terapi operasi dan medikamentosa
sebagai terapi adjuvan. Terapi operasi berupa ekstirpasi lesi dengan teknik
mikrolaringoskopi menggunakan forsep dan laser. Eksisi yang berulang
direkomendasikan untuk menghindari tindakan trakeotomi dan mempertahankan
struktur dan fungsi pita suara. Laser dapat membantu dalam mendestruksi jaringan
secara tepat dan menjaga hemostasis selama operasi serta dapat memperpanjang
periode bebas penyakit pada beberapa kasus. Burns, et al meneliti penggunaan laser
lainnya dengan menggunakan potassium-titanil-fosfat pada gelombang 532 nm
sebagai terapi yang aman dan efektif untuk papiloma laring.1,2,4
Setelah operasi, pasien harus istirahat suara total dalam minggu pertama, bicara
ringan pada minggu kedua dan secara bertahap menggunakan suara pada minggu-
minggu berikutnya. Pada minggu pertama, pasien harus membatasi diet yaitu tidak
boleh makan makanan yang pedas dan merangsang. Pemberian inhibitor pompa
proton dianjurkan, khususnya bila terjadi refluks gastroesofagus. Antibiotik tidak
secara rutin diberikan.2
Terapi adjuvan pada papiloma laring meliputi interferon-, asam retinoat,
estrogen, indole-3- carbinol, terapi fotodinamik, cidofovir dan asiklovir. Cidofovir
intralesi adalah anti virus yang sering digunakan. Namun, penggunaan cidofovir
berpotensi dalam transformasi keganasan. Terapi adjuvan diberikan bila pasien telah
menjalani operasi lebih dari empat kali dalam satu tahun, terdapat penyebaran
penyakit ke lokasi yang lebih distal dan/atau pertumbuhan kembali lesi yang cepat
disertai dengan gangguan pada jalan nafas. Bentuk terapi lain seperti kemoterapi dan
terapi hormonal belum dapat dibuktikan tingkat keberhasilannya. Tidak dianjurkan
memberikan radioterapi, oleh karena papiloma dapat berubah menjadi ganas.2

3.12 Pencegahan
Pencegahan infeksi HPV pada laring sulit dilakukan karena transmisi virus yang
belum diketahui secara pasti. Namun, vaksin dapat diberikan untuk mencegah angka
kekambuhan pada papiloma laring.1,2

19
3.13 Prognosis
Papiloma laring memiliki angka rekurensi yang tinggi, yaitu sekitar 70%.
Insidensi transformasi keganasan pada papiloma laring adalah jarang, yaitu hanya
terjadi pada 2-4% kasus. Displasia relatif sering ditemukan pada kasus papiloma
laring, tetapi tingkat kemaknaan dari penemuan ini belum diketahui secara
pasti.Transformasi keganasan pada papiloma laring berhubungan dengan faktor risiko
seperti merokok dan riwayat terpapar radiasi sebelumnya. Regresi total kadang-
kadang terjadi pada saat pubertas, tetapi hal ini tidak selalu terjadi.2

20
BAB IV
KESIMPULAN

1. Papiloma laring merupakan tumor jinak pada laring yang jarang terjadi yang
disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11.
2. Papiloma laring dapat berkembang pada semua umur, tetapi lebih sering terjadi
pada anak. Papiloma laring pada anak sering didiagnosis pada usia 2-4 tahun dan
distribusinya sama di antara laki-laki dan perempuan. Papiloma laring pada
dewasa lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun dan lebih sering terjadi pada
laki-laki.
3. Kejadian papiloma laring pada anak dapat terjadi akibat transmisi HPV pada saat
kelahiran. Papiloma laring pada dewasa dapat terjadi akibat penularan HPV
secara seksual dengan banyak pasangan dalam jangka waktu yang lama dan
kontak orogenital, atau telah terjadi pada usia remaja yang bersifat laten dan
teraktivasi bila imunitas tubuh menurun.
4. Berdasarkan waktu terjadinya, papiloma laring terbagi dua, yaitu papiloma laring
tipe juvenilis dan papiloma laring tipe senilis.
5. Gejala papiloma laring yang utama ialah suara parau. Apabila papiloma telah
menutup rima glotis maka timbul sesak napas dengan stridor.
6. Diagnosis papiloma laring ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
THT lengkap meliputi laringoskopi indirek dengan kaca laring, laringoskopi kaku
dan serat optik, pemeriksaan mikrolaringoskopi dan biopsi.
7. Diagnosis banding untuk papiloma laring adalah lesi jinak lainnya pada laring.
8. Terapi papiloma laring berupa terapi operasi serta terapi adjuvan. Sifat yang
menonjol dari tumor ini ialah sering tumbuh lagi setelah diangkat, sehingga
operasi pengangkatan harus dilakukan berulang-ulang.
9. Papiloma laring memiliki tingkat rekurensi yang tinggi, yaitu sekitar 70%.

21

Anda mungkin juga menyukai