Anda di halaman 1dari 9

FORUM TEKNOLOGI Vol. 05 No.

MENGENAL KILANG PENGOLAHAN MINYAK BUMI (REFINERY)


DI INDONESIA

Risdiyanta, ST., MT *)

Abstrak

Pengolahan adalah kegiatan utama dalam kegiatan usaha industri hilir minyak dan gas
bumi, pengolahan bertujuan untuk memurnikan minyak mentah (crude oil) menjadi produk-
produk Bahan Bakar BBM (BBM) dan Non Bahan Bakar Minyak (Non BBM) bernilai tinggi
yang sangat dibutuhkan masyaraka. Pengolahan Minyak Bumi dilakukan di kilang-kilang baik
yang di operasikan Oleh Pertamina, Pemerintah dan swasta yang tersebar diseluruh wilayah
Indonesia bertujuan untuk memenuhi pasokan BBM Nasional. Hampir 99% kebutuhan BBM
Nasional yang diolah di dalam negeri diolah di kilang (Refinery Unit) yang dioperasikan oleh
PT Pertamina (Persero) sementara sisanya di kilang Pemerintah dan Swasta

I. PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Bersama kita ketahui BBM (bahan bakar
Minyak) adalah komoditas yang tidak bisa
kita lepaskan dari kehidupan kita sehari-
hari, tuntuk konsumen perorangan sangat
berkaitan dengan mobilitas anatar kota
atau wilayah berupa bahan bakar untuk
sektor transportasi seperti sepeda motor,
mobil, kendaraan umum seperti bus, kereta
api, kapal laut dan lain lain, sementara
untuk kegiatan usaha produktif tentu saja
sangat dibutuhkan sebagai bahan bakar
kegiatan industri terutama di pabrik-pabrik Gambar 1.1 Alur kegiatan Industri Migas
maupun usaha lain yang bisa mendorong Hulu Hilir
kegiatan ekonomi.
Menurut Badan Pengatur Hilir Minyak dan Seperti terlihat pada diagram di gambar 1.1
Gas Bumi (BPH Migas) Indonesia rata-rata bahwa kilang pengolahan minyak bumi
konsumsi BBM Indonesia tiap tahun adalah proses awal dari kegiatan
Indonesia 50 Juta Kilom liter baik yang pengadaan BBM, dari kilang pengolahan
subsidi maupun non subsidi, tentu saja ini inilah nanti terjadi proses pembuatan
adalah jumlah yang luar biasa besar dan bahan bakar minyak (BBM) seperti LPG,
perlu ketersediaan suplai dan stock yang Gasoline (Bensin), Kerosine (Minyak
memadai. Untuk memenuhi konsumsi tanah) Gasoil (Minyak solar) dan
tersebut maka kilang didalam negeri harus turunannya seperti aspal pelumas dan lain-
dioptimalkan selain juga dipenuhi lewat lain.
dengan impor BBM. Selama ini produksi bahan bakar minyak
Indonesia hanya dilakukan oleh PT
Pertamina sementara untuk kilang selain
pertamina sangat kecil proporsinya. Dari

46
FORUM TEKNOLOGI Vol. 05 No. 4

total kapasitas kilang minyak yang yang semakin tidak efisien, biaya
mencapai sekitar 1,1 juta bpd, Pertamina memproduksi BBM di dalam negeri justru
hanya mampu memproduksi BBM rata-rata menjadi lebih mahal jika dibandingkan
sebesar 940 ribu bpd pada 2012 dengan harga BBM impor dari Singapura.
Untuk memproduksi BBM dengan
menggunakan kilang di dalam negeri
diperkirakan dibutuhkan biaya berkisar
antara 2%-5% lebih besar dari harga Mean
of Platts Singapore (MOPS). Oleh karena
itu fungsi kilang sangat vital untuk
ketersediaan konsumsi BBM nasional.
II KILANG PENGOLAHAN MINYAK BUMI
(REFINERY UNIT)
Kilang Wonokromo di Jawa Timur adalah
kilang minyak yang pertama kali beroperasi
di Indonesia yaitu di tahun 1890 yang
hampir berbarengan dengan Kilang
Pangkalan Brandan di Sumatera Utara
yang beroperasi sejak tahun 1891. Sejak
Gambar 1.2 Kilang Pengolahan minyak saat itu, beberapa kilang dibangun pada
bumi dan produk-produknya masa pra kemerdekaan yaitu Kilang Cepu
(1894),Kilang Plaju (1904), dan Kilang
lebih tinggi 6,7% dibandingkan dengan Sungai Gerong (1926).Dari kilang-
tingkat produksi BBM Pertamina pada 2011 kilang tersebut yang masih beroperasi
yang hanya mencapai 881 ribu bpd adalah Kilang Cepu dan Kilang Plaju.
barrel/day, 1 barrel = 159,6 liter). Solar Sedangkan kilang yang beroperasi pada
merupakan BBM yang paling banyak masa setelah kemerdekaan yaitu Kilang
diproduksi dari kilang Pertamina. Produksi Balikpapan I (1950), Dumai(1971), Kilang
solar pada 2012 mencapai 19,8 juta kilo Cilacap I (1976),Kilang Cilacap II (1981),
liter (KL), meningkat 6% dibandingkan Kilang Balikpapan II (1983), Kilang
produksi solar pada 2011. Premium 11 juta Balongan (1994), dan Kilang Kasim (1997).
KL, kerosene 1,7 juta KL, dan avtur 3,3 juta Keseluruhan kilang ini dimiliki oleh
KL. Produksi bahan bakar dalam negeri, Pertamina, adapun kilang yang dimiliki oleh
secara total hanya mampu memenuhi 53% pihak swasta yaitu Kilang TPPI dan Kilang
kebutuhan BBM dalam negeri, sisanya TWU. Total kapasitas terpasang kilang
dipenuhi dari impor. Untuk solar, produksi minyak Indonesia adalah1,157 juta bph
Pertamina hanya mampu memenuhi 79% dimana 90% dimiliki oleh Pertamina.Kilang
kebutuhan solar dalam negeri, sementara pengolahan minyak bumi PT Pertamina
premium dari kilang minyak Pertamina (Persero) dalam hal ini disebut Dengan
hanya memenuhi 38% dari kebutuhan Refinery Unit (RU) ada tujuh RU yang
nasional. Tingkat produksi BBM yang dioperasikan pertamina seperti pada tabel
dihasilkan dari kilang dalam negeri dibawah ini.
Indonesia semakin lama cenderung Sementara lokasi kilang seperti terlihat
semakin tidak mampu memenuhi pada gambar dibawah
kebutuhan BBM yang semakin meningkat,
selain karena teknologi pengolahan kilang

47
FORUM TEKNOLOGI Vol. 05 No. 4

(Catalytic Cracking) mulai digunakan di


Plaju/Musi (Fluid Catalytic Cracking) dan di
Kilang Unit Pengolahan VI di Balongan
yang diresmikan pada tanggal 24 Mei 1995
dilengkapi dengan unit RCC (Residual
Catalytic Cracking) yang dapat
menghasilkan komponen mogas beroktana
tinggi (High Octane Mogas Component)
guna memproduksi bensin premium
dengan angka oktana tinggi seperti
Gambar 2.1 Kilang Pengolahan minyak bumi Pertamax 92 dan 95. Proses sekunder
dan kapasitas terpasang lainnya adalah Catalytic Reforming di
Dumai, Cilacap, Balikpapan dan Kasim
Kapasitas
Irian Jaya. Selain itu proses Polymerization
Terpasang
No Refinery Unit (RU) dan Alkylation digunakan di Plaju/Musi.
(Ribu
Beberapa kilang minyak di Indonesia juga
bbl/day)
dilengkapi dengan unit penghasil aspal
Pangkalan
1 5 (Cilacap), kokas (Dumai), lilin (Balikpapan
Brandan dan Cepu), polypropylene (Musi)
2 Dumai 170 sedangkan kilang Balongan dapat
3 Musi 130 menghasilkan propylene dan sulphur.
4 Cilacap 384 Selain menghasilkan BBM, kilang minyak
5 Balikpapan 260 juga menghasilkan non BBM untuk
6 Balongan 184 memenuhi kebutuhan dalam negeri.
7 Kasim 10
Tabel 2.1 kilang dan kapasitas terpasang III PROSES PENGOLAHAN BBM
Untuk mengolah crude oil / minyak mentah
Dari data diatas terlihat kilang dengan menjadi produk BBM dan non BBM
kapasitas terpasang terbesar adalah diperlukan proses secara fisika dan kimia
Refinery Unit IV Cilacap dan terkecil RU I agar minyak mentah bisa bisa dimurnikan
Pangkalan Brandan. Kondisi sekarang RU I menjadi produk BBM yang dibutuhkan oleh
pangkalan brandan sudah non aktif. konsumen. Untuk kapasitas BBM, Kilang
Fasilitas operasi kilang minyak Indonesia Cilacap, Balongan, dan Balikpapan
cukup bervariasi. Selain beberapa kilang memasok hampir 60% produk BBM
lama yang hanya mempunyai unit distilasi nasional. Adapun produk BBM yang
atmosfer (Pangkalan Brandan, Sungai dihasilkan kilang nasional adalah bensin
Pakning dan Cepu), pada kilang-kilang (RON 88, RON 92, dan RON 95), IDO,
lainnya dilengkapi dengan proses sekunder ADO, Fuel Oil, Avtur, Avgas, dan
untuk mendapatkan yield BBM yang lebih Kerosene. Total produksi produk BBM
tinggi dan kualitas yang lebih baik. Proses selama Semester I 2014 mencapai 3.910,9
sekunder yang mula-mula adalah juta barel dimana sekitar 53% merupakan
perengkahan termis (Thermal Cracking) di kelompok minyak diesel, 30% kelompok
Plaju/Musi, dan kemudian dibangun di bensin 11,5% kelompok kerosene, dan
kilang Dumai (Delayed Cooking) serta di 5,5% Fuel Oil. Direncanakan pada 2014
Cilacap (Visbreaking). Pertamina akan menambah jumlah
Dengan kemajuan tekonologi proses kilangnya dari total saat ini hanya
kemudian proses perengkahan katalis berkapasitas sekitar 1,1 juta bpd menjadi

48
FORUM TEKNOLOGI Vol. 05 No. 4

1,4 juta bpd. Hal ini diperlukan guna Alterasi melalui proses isomerisasi
meningkatkan produksi BBM nasional yang dan catalytic reforming
saat ini baru mencapai 700 ribu bpd dari Proses Pengolahan (treatment).
total kebutuhan BBM yang mencapai 1,2 Proses ini dimaksudkan untuk
juta bpd saat ini .Dari jumlah tersebut, menyiapkan fraksi-fraksi hidrokarbon
transportasi merupakan pengguna BBM untuk diolah lebih lanjut, juga untuk
terbesar dibandingkan dengan sektor diolah menjadi produk akhir.
lainnya. Penggunaan BBM di sektor Formulasi dan Pencampuran
transportasi pada 2012 sebesar 887 ribu (Blending), yaitu proses pencampuran
bpd, 12% lebih besar dibandingkan dengan fraksi-fraksi hidrokarbon dan
total penggunaan BBM di sektor penambahan bahan aditif untuk
transportasi sebelumnya. Secara mendapatkan produk akhir dengan
keseluruhan penggunaan bahan bakar di spesikasi tertentu.
sektor transportasi mencapai 99% dari total Proses-proses lainnya, antara lain
penggunaan bahan bakar secara total. meliputi: pengolahan limbah, proses
Bensin adalah bahan bakar yang paling penghilangan air asin (sour-water
banyak digunakan pada sektor stripping), proses pemerolehan kembali
transportasi, diikuti dengan solar yang sulfur (sulphur recovery), proses
masing masing mencapai 495 ribu bpd dan pemanasan, proses pendinginan,
313 ribu bpd pada 2012. Dari jumlah proses pembuatan hidrogen, dan
tersebut 96% diantaranya merupakan proses-proses pendukung lainnya.
bensin dan solar yang bersubsidi. 3.1 Proses Primer Distilasi Atmosferis
Minyak mentah merupakan campuran yang (Crude Distillation Unit)
amat kompleks yang tersusun dari Crude Distillation Unit (CDU) beroperasi
berbagai senyawa hidrokarbon. Di dalam dengan prinsip dasar pemisahan
kilang minyak tersebut, minyak mentah berdasarkan titik didih komponen
akan mengalami sejumlah proses yang penyusunnya. Kolom CDU memproduksi
akan memurnikan dan mengubah struktur produk LPG, naphtha, kerosene, dan diesel
dan komposisinya sehingga diperoleh sebesar 50-60% volume feed, sedangkan
produk yang bermanfaat. produk lainnya sebesar 40-50% volume
Secara garis besar, proses yang feed berupa atmospheric residue. Distilasi
berlangsung di dalam kilang minyak dapat Atmosferik berfungsi memisahkan minyak
digolongkan menjadi 5 bagian, yaitu: mentah (crude oil) atas fraksi-fraksinya
Proses Distilasi, yaitu proses berdasarkan perbedaan titik didih masing-
penyulingan berdasarkan perbedaan masing pada keadaan Atmosferik.
titik didih; Proses ini berlangsung di Atmospheric residue pada kilang lama,
kolom distilasi atmosferik dan Kolom yang tidak memiliki Vacum Distillation
Destilasi Vakum. Unit/VDU, biasanya hanya dijadikan fuel oil
Proses Konversi, yaitu proses untuk yang value-nya sangat rendah atau dijual
mengubah ukuran dan struktur senyawa ke kilang lain untuk dioleh lebih lanjut di
hidrokarbon. Termasuk dalam proses ini VDU. Sedangkan pada kilang modern,
adalah: atmospheric residue dikirim sebagai feed
Dekomposisi dengan cara Vacuum Distillation Unit atau sebagai feed
perengkahan termal dan katalis Residuel Catalytic Cracking (setelah
(thermal and catalytic cracking) sebagiannya di-treating di Atmospheric
Unifikasi melalui proses alkilasi dan Residue Hydro Demetalization unit untuk
polimerisasi

49
FORUM TEKNOLOGI Vol. 05 No. 4

menghilangkan kandungan metal


atmospheric residue).
Umpan dan Produk Crude Distilaion
Unit
Jenis umpan CDU dapat berupa sour
crude (impurities tinggi) atau sweet
crude (impurities rendah) tergantung
dari desainnya. Penggunaan crude non-
disain tetap dimungkinkan namun
terlebih dahulu harus dilakukan uji coba
pemakaian untuk mengetahui efeknya
terhadap unit-unit dowstream. Adapun
UP II dumai mempunyai bahan mentah
minyak dari Sumatera Light Crude dan
Duri Light Crude. Residu yang
diperoleh akan rusak (terurai) jika terus
didistilasi pada tekanan atmosferik
dengan temperatur yang lebih tinggi Gambar 3.1Proses Distilasi Atmosferis
lagi. Oleh karena itu, residu ini didistilasi Aliran Proses Crude Distillation Unit
lagi pada tekanan vakum. (Distilasi Atmosferik)
Minyak mentah umpan masih
mengandung kotoran garam dan pasir
sehingga perlu dibersihkan terlebih
dahulu karena kehadiran zat-zat ini
dapat mempercepat laju korosi bahan
konstruksi unit pengolahan,
menyebabkan pengendapan kerak
serta penyumbatan pada peralatan
Tabel 3.1. Karakteristik Produk Distilasi kilang. Pengolahan awal yang
Atmosferik Minyak Bumi Mentah
dilakukan adalah desalting atau
pemisahan garam. Minyak bumi
mentah dipompa dan dipanaskan lalu
dicampur dengan air sebanyak 3-10%
volume minyak mentah pada
o
temperatur 90-150 C. Garam-garam
akan larut dan fasa air dan minyak
akan memisah dalam tangki desalter.
Minyak mentah yang tidak
mengandung garam dan padatan
tersebut dipanaskan lagi dengan
minyak residu panas lalu heater
sebelum diumpankan ke kolom distilasi
atmosferik. Produk atas kolom distilasi
utama (gas kilang dan straight run
gasoline) ini umumnya masih perlu
distabilkan agar tidak terlalu banyak

50
FORUM TEKNOLOGI Vol. 05 No. 4

mengandung hidrokarbon-hidrokarbon berupa gas dan naphtha dan dialirkan


yang sangat mudah menguap seperti melewati penukar panas E-8 lalu masuk ke
butana di dalam kolom distilasi lain tangki akumulator D-2, D-5 dan D-3 untuk
yang disebut kolom stabilisasi. Produk memisahkan gas-gas yang ringan dengan
samping dan bawah yang berupa naphtha. Gas-gas tersebut dibuang ke flare
cairan dilucuti oleh kukus dan sedangkan fasa cairnya sebagian
diuapkan lagi untuk menyempitkan dikembalikan ke kolom distilasi dan
rentang titik didihnya. Pelucutan ini sebagian lagi diambil sebagai produk
diselenggarakan dalam kolom-kolom naphtha (Straight Run Naphtha).
pelucut kecil yang disusun setelah Dari tray 32, dengan menggunakan
kolom distilasi utama. pompa ditarik side stream yang disebut
Peralatan utama: TPA (Top Pump Around) yang setelah
Crude Distillation Tower (CDU/ T-1), melalui penukar panas E-1 dan didinginkan
atmospheric sidestream stripper (T-2) dengan menggunakan pendingin air laut
terdiri dari T-2A (kerosin), T-2B (LGO) dalam E-10 dan dikembalikan ke puncak
dan T-2C (HGO). menara. Produk samping dari kolom
Peralatan Pendukung : distilasi tersebut dimasukkan ke kolom
Fraksionasi akumulator (D-1), KO stripper, T-2. Fraksi kerosene diambil dari
drum (D-2, D-5 & D-3), heater (H-1 & tray 24 dan mengalir ke stripper T-2A
H-2). secara gravitasi. LGO (Light Gas Oil)
diambil dari tray 12 dan mengalir ke
stripper T-2B secara gravitasi untuk
dihilangkan fraksi ringannya. Sedangkan
HGO (Heavy Gas Oil) mengalir ke stripper
T-2C. Di kolom ini, fraksi-fraksi tersebut di-
stripping dengan steam untuk mengambil
fraksi-fraksi ringannya sehingga diperoleh
kerosin, LGO, dan HGO. Sebagian dari
setiap aliran samping ini dikembalikan ke
kolom distilasi sebagai refluks dan
sebagian lagi diambil sebagai produk untuk
Gambar 3.2 Flow Diagram CDU komponen blending (pencampuran).
Produk bawah (bottom product) berupa
Pada diagram alir diatas crude oil long residu (LSWR) sebanyak 56% yang
pada tangki penyimpanan dialirkan dengan diumpankan ke dalam Heavy Vacuum Unit(
menggunakan pompa ke unit penukar HVU -110 ).
panas E-1 sampai E-7 sehingga
temperaturnya mencapai 210oC dan 3.2 PROSES SEKUNDER
dialirkan ke tungku pemanas, heater H-1 Proses ini dilakukan untuk mengubah fraksi
untuk memanaskannya sampai dengan yang satu ke fraksi yang diinginkan.
temperature 330oC. Kemudian umpan Perubahan fraksi dapat dilakukan dengan
masuk ke kolom distilasi (T-1) untuk beberapa proses.
memisahkan crude oil tersebut
berdasarkan fraksi-fraksi titik didihnya.
Proses pemisahan ini dilakukan pada
tekanan atmosferik. Produk atas
menghasilkan fraksi minyak teringan

51
FORUM TEKNOLOGI Vol. 05 No. 4

cracking yaitu thermal cracking, catalytic


cracking dan hidrocracking. Proses
pengurain dari tiga metode tersebut
menggunakan cara-cara yang berbeda,
berikut penjelasannya:
1. Thermal Cracking
Proses penguraian ini menggunakan suhu
Gambar 3.3 Proses Sekunder Pengolahan yang tinggi serta tekanan yang rendah,
minyak bumi
suhu yang digunakan dapat mencapai
CRACKING
temperature 800C dan tekanan 700 kpa.
Molekul dipecah menjadi molekul molekul
Partikel ringan yang memiliki hidrogen
kecil. Contoh: perubahan fraksi minyak
dalam jumlah banyak akan terbentuk pada
pelumas menjadi fraksi bensin.
penguraian molekul berat yang
POLIMERISASI
terkondensasi. Reaksi yang terjadi pada
Perubahan rantai lurus menjadi rantai
proses ini disebut dengan homolitik fision
cabang.
dan memproduksi alkena yang menjadi
Contoh: perubahan n-oktana menjadi
bahan dasar untuk memproduksi polimer
isooktana.
secara ekonomis. Panas yang digunakan
ALKILASI
dalam proses ini menggunakan steam
Perubahan molekul kecil menjadi molekul
cracking yaitu uap yang memiliki suhu yang
besar. Contoh: perubahan propena +
tinggi. Salah satu contoh proses thermal
butena menjadi heptane.
cracking seperti pada gambar diatas
REFORMING
2.Catalytic
Perubahan angka oktan dari rendah ke
Proses ini menggunakan katalis sebagai
tinggi
media yang dapat mempercepat laju
3.2.1 PEREKAHAN/CRACKING
reaksi, proses penguraian molekul besar
Kebutuhan akan bahan bakar memiliki
menjadi molekul kecil dilakukan dengan
peningkatan yang sangat signifikan
suhu tinggi. Jenis katalis yang sering
setiap tahunnya, sehingga proses
digunakan adalah silica, alumunia, zeloit
pengolahan minyak bumi
dan beberapa jenis lainnya seperti clay,
menggunakan beberapa metode untuk
umumnya reaksi dari proses perengkahan
menghasilkan jenis bahan bakar
katalitik menggunakan mekanisme
tertentu agar memenuhi kebutuhan
perengkahan ion karbonium. Awalnya
pada konsumen, salah satunya ialah
katalis yang memiliki sifat asam akan
bensin. Terdapat beberapa metode
menambahkan proton ke dalam molekul
yang digunakan untuk menghasilkan
olevin ataupun menarik ion hidrida dari
fraksi bensin, salah satunya ialah
alkana sehingga menyebabkan
proses cracking.
terbentuknya ion karbonium.
Cracking adalah proses penguraian
3. Hydrocracking
molekul senyawa hidrokarbon yang besar
Proses Hydricracking merupakan
menjadi hidrokarbon yang memiliki struktur
kombinasi antara perengkahan dan
molekul yang kecil. Salah satu contoh
hidrogenasi untuk menghasilkan senyawa
proses cracking yaitu pengurain struktur
yang jenuh. Proses pereaksian dilakukan
hidrokarbon pada fraksi minyak tanah
dengan tekanan tinggi, produk utama yang
menjadi struktur molekul kecil fraksi bensin
dihasilkan ialah bahan bakar jet, bensin,
ataupun pengurain fraksi solar menjadi
diesel yang mempuyai bilangan oktan yang
bensin. terdapat berbagai macam proses
tinggi. Hydrocracking memiliki kelebihan

52
FORUM TEKNOLOGI Vol. 05 No. 4

lain, yaitu kandungan sulfur yang terdapat 3.2.3 ALKILASI


pada fraksi yang akan diurai, senyawa Alkilasi dapat diartikan sebagai reaksi
sulfurnya akan diubah menjadi hidrogen penambahan gugus alkil ke suatu senyawa
sulfida sehingga proses pelepasan sulfur tertentu. Tetapi di dalam industri
akan lebih mudah dilakukan. pengolahan minyak bumi istilah tersebut
mengacu pada reaksi antara olefin dan
isoparaffin yang rantainya lebih panjang.
Reaksi alkilasi tersebut dapat terjadi tanpa
menggunakan katalis, tetapi memerlukan
suhu dan tekanan tinggi, disamping itu
peralatan yang digunakan cukup mahal.
Karena alasan tersebut, maka sekarang
banyak dikembangkan proses alkilasi yang
menggunakan bantuan katalis. Katalis
yang digunakan untuk proses ini biasanya
Gambar 3.4 Proses Perekahan/Cracking sulfuric acid dan hydrogen fluoride jika
feed-nya berupa isobutane dengan
3.2.2 POLIMERISASI propene dan butene. Aluminum chloride
Penggabungan dua atau lebih molekul- juga digunakan sebagai katalis dalam
molekul kecil untuk membentuk kelompok proses alkilasi jika feed-nya berupa
molekul kompleks disebut polimerisasi. isobutane dan ethylene
Istilah ini berasal dari kata poly yang berarti
banyak dan meric (meros) yang berarti
bagian. Dengan demikian polimeric berarti
suatu bagian yang berulang-ulang.
Gambar 3.6 Reaksi Alkilasi
Didalam proses ini sebagai ganti dari
penambahan molekul-molekul yang 3.2.4 REFORMING
berbeda atau sama (suatu molekul Reforming adalah proses untuk
sederhana ditambahkan ke suatu molekul memperlakukan sraight-run gasoline atau
yang lain). Hidrokarbon seperti alkene naphtha yang mempunyai angka oktan
(olefin) yang mengalami reaksi rendah sehingga menjadi gasoline yang
penggabungan dirinya sendiri dinyatakan mempunyai angka oktan tinggi dengan
sebagai reaksi polimerisasi. Sebagai maksud untuk memperbaiki kwalitas
contoh, molekul-molekul ethylene dapat pembakarannya
saling menggabung dan penggabungannya (ignation performance). Didalam
dapat berulang-ulang tergantung pada memperbaiki kwalitas gasoline tidak hanya
produk akhir yang dikehendaki. dari segi angka oktan saja, tetapi juga
menaikkan daya penguapannya
(volatility),karena melalui proses ini normal-
paraffin dikonversikan menjadi iso-
paraffin,aromatik dan olefin, disamping itu
juga naphthene dikonversi menjadi
aromatik. Berbagai reaksi akan terjadi
dalam proses reforming seperti
Gambar 3.5 Reaksi Polimerisasi Isomerisasi: yaitu mengkonversikan
normal-paraffin menjadi iso-paraffin.

53
FORUM TEKNOLOGI Vol. 05 No. 4

Siklisasi: yaitu pembentukan senyawa suhu 211tekanan yang cukup tinggi akan
siklis (cincin) dari senyawa alifatik. dikonversi menjadi amylene (C5H10) yang
Proses reforming dapat dilakukan secara mempunyai angka oktan 92, ethylene
thermal ataupun secara catalytic yang (C2H4) dengan angka oktan 81 dan
sering disebut Thermal Reforming dan hidrogen
Catalytic Reforming. (H2) yang banyak digunakan di dalam
Di dalam proses pengolahan minyak, proses treating.
upaya untuk meningkatkan jumlah gasoline
dilakukan dengan perengkahan (cracking),
sedangkan untuk peningkatan mutu
pembakaran bahan bakar (angka oktan)
gasoline adalah merupakan sasaran utama
dari proses reforming. Paraffin dengan
rantai panjang akan direngkah menjadi
paraffin dengan rantai lebih pendek dan
olefin yang titik didihnya lebih rendah dari
pada sebelumnya. Bahkan bisa juga reaksi
yang terjadi tidak hanya perengkahan saja
tetapi juga dibarengi dengan reaksi
dehidrogenasi sehingga hasil reaksinya
Gambar 3.7 Proses Reforming Sederhana
berupa molekul-molekul olefin pendek yang
lebih reaktif untuk berpolimerisasi. Sebagai
contoh heptane (C7H16) dipanaskan pada

DAFTAR PUSTAKA

1. G.D. HOBSON, Modern Petroleum Technology, Applied Science Publishing Ltd,


1975.
2. H.S. BELL, American Petroleum Refining D. Van Nostrand Company Inc,New York,
1959.
3. ROBERT A MEYERS, Handbook of Petroleum Refining Process, McGraw-Hill Book
Company Inc. New York, 1986.
4. WILLIAM I. BLAND & ROBERT L DAVIDSON, Petroleum Processing Handbook,
McGraw-Hill Book Company, New York, 1967.
5. W.L. NELSON, Petroleum Refinery Engineering, McGraw-Hill Book Company Inc.,
New York, 1969.

54

Anda mungkin juga menyukai