Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DERMATITIS

A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT


1.Defenisi
Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel,
skuama ) dan keluhan gatal ( Djuanda, Adhi, 2007 ).
Dermatitis adalah peradangan pada kulit ( imflamasi pada kulit ) yang disertai
dengan pengelupasan kulit ari dan pembentukkan sisik ( Brunner dan Suddart 2000 ).
Jadi dermatitis adalah peradangan kulit yang ditandai oleh rasa gatal.

2. Etiologi
Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar merupakan
respon kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain itu
alergi makanan juga bisa menyebabkan dermatitis. Respon tersebut dapat
berhubungan dengan alergi. ( Arief Mansjoer.1998.Kapita selekta )
Penyebab Dermatitis secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
a) Luar ( eksogen ) misalnya bahan kimia ( deterjen, oli, semen, asam, basa ),
fisik ( sinar matahari, suhu ), mikroorganisme ( mikroorganisme, jamur).
b) Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.

3. Patofisiologi Pathway Dan Respon Masalah Keperawatan


a. Abnormalitas klinis
Alergi pernapasan umumnya berhubungan dengan DA pada usia
dewasa (70% pasien). Alergen yang paling sering ditemukan antara lain
debu, serbuk sari, bulu binatang, dan jamur. Alergi makanan cenderung
terjadi pada bayi dan anak-anak penderita DA, sejak usia 2 tahun
kemudian diikuti dengan alergi inhalasi. (Helen, 2008). Susu sapi, telur,
kacang dan kedelai adalah penyebab yang paling sering ditemukan.

1
(Sampson, 2004; Han, 2004) Agen mikroba terutama Staphylococcus
aureus berkoloni pada 90% lesi kulit DA. Karbohidrat protein dan
glikolipid dari mikroba mikroba tersebut dapat berfungsi sebagai
antigen asing yang terdapat dalam molekul MHC klas I dan klas II dan
eksotoksinnya juga dapat berfungsi sebagai superantigen, semuanya dapat
memperparah dermatitis. (Kang K, 2003; Laonita, 2000)
b. Disfungsi sawar kulit
Pada penderita DA terjadi defek permeabilitas sawar kulit dan
terjadi peningkatan trans-epidermal water loss sebesar 2-5 kali. Adanya
defek tersebut mengakibatkan kulit lebih rentan terhadap bahan iritan,
karena penetrasi antigen atau hapten akan lebih mudah. Pajanan ulang
dengan antigen akan menyebabkan toleransi dan hipersensitivitas
sehingga terjadi peningkatan reaksi inflamasi. Selanjutnya terjadi
peningkatan proses abnormalitas imunologik yang akan memacu
penurunan fungsi sawar kulit. Proses tersebut merupakan suatu lingkaran
tanpa putus dan merupakan bagian yang penting pada patogenesis DA.
Perubahan kandungan lipid di stratum korneum merupakan penyebab
perubahan sawar kulit. Stratum korneum menyusun sawar utama untuk
difusi melewati kulit. Substansi itu terdiri dari korneosit dan lipid,
terutama ceramid, sterol dan asam lemak bebas. Ceramid berperan
menahan air dan fungsi sawar stratum korneum. Kadar ceramid pada
penderita DA rendah dan hal tersebut menyebabkan gangguan sawar kulit.
(Lawrence, 2003; Abramorvits, 2005; Wuthrich et al., 2007).
c. Imunopatologi
Ketidaknormalan imunologik termasuk disregulasi sel T,
peningkatan kadar IgE, dan penurunan jumlah IFN-g memegang peranan
yang penting dalam patofisiologi dari DA. (Blauvelt,2003) Sel
Langerhans (SL) epidermis dan sel dendritik dermis sebagai sel penyaji
antigen (antigen presenting cell, APC) pada DA dapat mengaktifkan sel T
alergen spesifik melalui antibodi IgE alergen spesifik yang terikat pada

2
reseptor FcIgE. (Wollenberg and Bieber, 2000) Aktivasi sel T yang
berlebihan pada lesi kulit merupakan ciri khas dari DA. Sel T pada
dermatitis atopik akut akan mengeluarkan sitokin Th2 yang akan
menginduksi respon lokal IgE untuk menarik sel-sel inflamasi (limfosit
dan eosinofil) sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan dan
pengeluaran dari molekul adhesi. (Helen, 2008) Dermatitis atopik kronik,
juga terjadi peningkatan pengeluaran dari sitokin Th1 seperti IFN-g dan
IL-12 yang akan memicu terjadinya infiltrasi dari limfosit dan makrofag.
(Leung and Soter, 2001; Friedmann, Ardern-Jones & Holden, 2010).
Sel T menunjukkan peran sentral dalam proses terjadinya DA. Sel T
mempunyai subpopulasi yang berperan dalam terjadinya DA, yaitu Th1
dan Th2. Perkembangan sel T menjadi sel Th2 dipacu oleh IL-10 dan
Prostaglandin (PG)E. Sel Th2 mengeluarkan IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10
dan IL-13. Interleukin 4, IL-5 dan IL-13 menyebabkan peningkatan level
IgE dan eosinofil serta menginduksi molekul adesi yang terlibat pada
migrasi sel inflamasi ke lesi kulit. Sel Th1 menginduksi produksi IL-1,
IFN-g, dan TNF, mengaktivasi makrofag dan memperantarai reaksi
hipersensivitas tipe lambat. IFN-g akan menghambat proliferasi sel Th2,
ekspresi IL-4 pada sel T, dan produksi IgE. (Friedmann, Ardern-Jones &
Holden, 2010).
Infiltrat seluler yang terbanyak pada lesi DA akut, adalah sel T
CD4+ yang mengeluarkan sel T memori dan homing reseptorcutaneous
lymphocyte-associated antigen (CLA). Sel T ini akan menyebabkan
peningkatan IL-4, IL-5 dan IL-13, dimana IL-4 dan IL-13 berperan
penting dalam menginduksi molekul adhesi yang akan menarik sel-sel
inflamasi kedalam kulit. (Boguniewicz and Leung, 2000).
d. Imunoregulasi cell mediated
Sel-sel langerhans (SL) monosit/magrofag, limfosit, eosinofil, sel
mast/basofil dan keratinosit adalah tipe-tipe sel utama yang berperan aktif
dalam imunoregulasi DA. Sel langerhans adalah sel dendritik penghasil

3
antigen (APC) yang terdapat dalam dermis. Pada kulit normal, terjadi
kompartementalisasi fenotip SL. SL epidermal adalah CD1a, CD1b+ dan
CD36-. Namun dalam kulit lesi DA SL dermal dan epidermal
mengeluarkan CD1a dan b serta CD38, CD32 dan FcR1 dalam jumlah
besar. SL tersebut disebut sebagai sel-sel epidermal dendritik inflamasi.
Fc R1 adalah reseptor IgE berafinitas tinggi yang ekspresi rata-ratanya
meningkat pada SL penderita DA. Pengaruh fungsional kelainan fenotip
ini belum dipahami dengan jelas, namun SL diduga berhubungan dengan
peningkatan aktivitas produksi antigen terhadap sel T autoreaktif (Kang
K, 2003).
Kelainan Imunologi yang utama pada DA berupa pembentukan IgE
yang berlebihan, sehingga memudahkan terjadinya hipersensitivitas tipe I
dan gangguan regulasi sitokin. Terdapat 2 fase partisipasi IgE dalam
menimbulkan suatu respon inflamasi pada DA yaitu : (Spergel and
Schneider, 1999; Arshad, 2002; Beltrani and Boguneiwicz, 2004).
a. Early phase reaction (EPR), terjadi 15-60 menit setelah penderita
berhubungan dengan antigen, dimana antigen ini akan terikat IgE yang
terdapat pada permukaan sel mast dan akan menyebabkan pelepasan
beberapa mediator kimia antara lain histamin yang berakibat rasa gatal
dan kemerahan kulit.
b. Late phase reaction (LPR), terjadi 3-4 jam setelah EPR, dimana terjadi
ekspresi adhesi molekul pada dinding pembuluh darah yang diikuti
tertariknya eosinofil, limfosit, monosit pada area radang,
mekanismenya terjadi karena peningkatan aktifitas Th2 untuk
memproduksi IL-3 ,IL-4, IL-5, IL-13, GM-CSF yang menyebabkan
eosinofil, merangsang sel limfosit B membentuk IgE dan
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan sel mast, tetapi tidak
terjadi peningkatan Th1.

4
Garukan dapat menyebabkan rangsangan pada keratinosit untuk
mensekresi sitokin yang menyebabkan migrasi Th 2 ke kulit (Spergel and
Schneider, 1999).

4. Klasifikasi
a) Dermatitis kontak
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap
paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit.
Dermatitis kontaki terbagi 2 yaitu :
Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik)
Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik)

Perbedaan Dermatitis kontak iritan dan kontak alergik


No. Dermatitis kontak iritan Dermatitis kontak alergik
1. Penyebab Iritan primer Alergen kontak S.sensitizer
2. Permulaan Pada kontak pertama Pada kontak ulang
3. Penderita Semua orang Hanya orang yang alergik
4. Lesi Batas lebih jelas Batas tidak begitu jelas
Eritema sangat jelas Eritema kurang jelas
5. Uji Tempel Sesudah ditempel 24 jam, Bila sesudah 24 jam bahan allergen di
bila iritan di angkat reaksi angkat, reaksi menetap atau meluas
akan segera berhenti.
b) Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai
gatal dan umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi
pada keluarga atau penderita. Kelainan kulit berupa papul gatal, yang
kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, tempatnya dilipatan atau
fleksural..

c) Dermatitis numularis
Merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran
sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
d) Dermatitis seboroik

5
Merupakan golongan kelainan kulit yang didasari oleh factor konstitusi,
hormon, kebiasaan buruk dan bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit
dibedakan. Pada muka terdapat di sekitar leher, alis mata dan di belakang
telinga.
Manajemem keperawatan pada pasien Dermatitis seboroik
a. Sarankan pada pasien untuk menghindari iritasai dari luar, factor pemicu yang
menyebabkan muncul lagi dermatitis seboroik ulangan, dan menyarankan
untuk tidak sering menggaruk area yang gatal.
b. Diskusikan pada pasien untuk menghindari udara ke kulit dan selalu menjaga
kebersihan pelipatan pada kulit dan usahakan supaya tetap kering.
c. Instruksikan untuk menggunakan shampoo dan menghindari kebiasaan yang
buruk
d. Beritahu pasien bahwa dermatitis seboroik adalah masalah yang sangat kronik
dan tidak tertutup kemungkinan untuk muncul lagi.
e. Ajarkan pada pasien menempelkan cara-cara untuk mengghindari dermatitis.

5. Manifestasi Klinis
Pada umumnya manifestasi klinis dermatitis adanya tanda-tanda radang akut
terutama pruritus ( gatal ), kenaikan suhu tubuh, kemerahan, edema misalnya pada
muka ( terutama palpebra dan bibir ), gangguan fungsi kulit dan genitalia eksterna.
a) Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi
dan eksudasi sehingga tampak basah.
b) Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi
kusta.
c) Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan
likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis
sejak awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.

6. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


1. Pemeriksaan penunjang :

6
a) Percobaan asetikolin ( suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin
1/5000).
b) Percobaan histamin hostat disuntikkan pada lesi
2. Laboratorium
a) Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,
albumin, globulin
b) Urin : pemerikasaan histopatologi
7. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Penatalaksanaan medis dan keperawatan dermatitis melalui terapi yaitu :
a) Terapi sitemik Pada dermatitis ringan diberi antihistamin atau kombinasi
antihistamin, antiserotonin, antigraditinin, arit SRS A dan pada kasus berat
dipertimbangkan pemberian kortikosteroid.
b) Terapi topical Dermatitis akut diberi kompres bila sub akut cukup diberi
bedak kocok bila kronik diberi saleb.
c) Diet Tinggi kalori dan tinggi protein ( TKTP ) Contoh : daging, susu, ikan,
kacang-kacangan, jeruk, pisang, dan lain-lain.

8. Komplikasi
a) Infeksi saluran nafas atas
b) Bronkitis
c) Infeksi kulit

B. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama :
MR :
Masuk ke RS :
Tanggal Lahir :
Umur :

7
Jenis kelamin :
Agama :
Alamat :
b. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: pruritus, eritema, nyeri, susah tidur
b. Riwayat penyakit sekarang: pada usia 2 bulan- 2 tahun terdapat eritema
berbatas tegas, disertai papul-papul dan vesikel-vesikel miliar, bersifat
erosif, eksudatif, dan berkrusta. Usia 3-10 tahun lesi tidak eksudatif lagi,
sering disertai hiperkeratosis, hiperpigmentasi, dan hipopigmentasi.
Sedangkan pada usia > 13 tahun, lesi selalu kering dan dapat diserta
likenifikasi dan hiperpigmentasi. Selain itu, pruritus hebat menyebabkan
penggarukan terus-menerus mengakibatkan eksematosa.
c. Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan adanya riwayat dengan asma,
hayfever, dan rhinitis kronik terutama anak-anak. Adanya alergi terhadap
berbagai alergen, misalnya iritasi kulit oleh wol, air, sabun yang keras.
d. Riwayat penyakit keluarga: adanya penyakit atopik pada keluarga
e. Pengkajianpsikologi: keadaan stres dapat memicu keparahan dermatitis
atopik. Anak-anak sering mengalami ketidaknyamanan sehingga rewel.
f. Pengkajian lingkungan : adanya perubahan cuaca, kelembaban yang
cukup. Lingkungan yang berdebu dapat sebagai alergen.
ADL :
Nutrisi : kaji diet yang berhubungan dengan eksaserbasi penyakit.
Biasanya anak-anak mengalami gangguan tumbuh kembang akibat
dari pemasukan nutrisi yang tidak adekuat. Ketidaknyamanan dari
adanya lesi membuat anak rewel sehingga menyebabkan
gangguan pemasukan nutrisi (makanan maupun minuman).
Eliminasi : biasanya tidak ditemukan masalah
Hygiene : kebersihan diri pada awalnya harus dikaji, karena
kebersihan diri yang kurang juga sebagai salah satu predisposisi
untuk dermatitis atopik.
Aktivitas : dapat tergantung pada distribusi lesi yang ada.
g. Pemeriksaan fisik

8
- Pemeriksaan persistem
1) B1 (Breathing): pneumonia.
2) B2 (Blood): septikemi, hipotermia, dekompensasi kordis,
trombophlebitis.
3) B3 (Brain): nyeri (pruritus).
4) B4 (Bladder)
5) B5 (Bowel): diare.
6) B6 (Bone): pruritus, kulit kering, pitriasis, ruam, eritema,
eksim/krusta, hiperpigmentasi.

Pengkajian 11 Fungsional Gordon


1. Pola Persepsi Kesehatan
Adanya riwayat infeksi sebelumya.
Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
Hygiene personal yang kurang.
Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.

2. Pola Nutrisi Metabolik


Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali
sehari makan.
Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
Jenis makanan yang disukai.
Nafsu makan menurun.
Muntah-muntah.
Penurunan berat badan.
Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa
terbakar atau perih.
3. Pola Eliminasi
Sering berkeringat.
tanyakan pola berkemih dan bowel.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Pemenuhan sehari-hari terganggu.
Kelemahan umum, malaise.
Toleransi terhadap aktivitas rendah.
Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan

9
Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
5. Pola Tidur dan Istirahat
Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
Mimpi buruk.
6. Pola Persepsi Kognitif
Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
Pengetahuan akan penyakitnya.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perasaan tidak percaya diri atau minder.
Perasaan terisolasi.

8. Pola Hubungan dengan Sesama


Hidup sendiri atau berkeluarga
Frekuensi interaksi berkurang
Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9. Pola Reproduksi Seksualitas
Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
Emosi tidak stabil
Ansietas, takut akan penyakitnya
Disorientasi, gelisah
11. Pola Sistem Kepercayaan
Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
Agama yang dianut

2. Diagnosa keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit b.d terpapar allergen
2) Gangguan rasa nyaman: nyeri(gatal) b.d agen injuri atau allergen
3) Hipertermi b.d agen injuri atau allergen
4) Gangguan pola tidur b.d stimulasi yang berlebih (gatal-gatal)
5) Kurang pengetahuan b.d kurang informasi
6) Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan

10
3. Intervensi keperawatan
No. NANDA NOC NIC
1. Kerusakan Integritas Integritas Jaringan: Pengawasan Kulit
Kulit Kulit & Membran Amati warna, kehangatan
Data Penunjang : Mukosa (suhu), bengkak, getaran,
Kulit luka, gatal, warna Sensasi IER tekstur, edema, dan nanah
kulit hitam abu2, kering Elestisita IER pada ektremitas
bersisik Hidrasi IER Periksa kemerahan,
Turgor kulit jelek Pigmentasi IER perubahan suhu yang
Perspirasi IER ekstrim, atau drainase dari
Warna IER kulit dan membran mukosa
Tekstur IER Pantau sumber tekanan dan
pergeseran
Pantau infeksi, khususnya
pada daerah edematous
Pantau area yang tidak
berwarna dan memar kulit
dan membrane mukosa
Pantau kelainan kekeringan
dan kelembaban kulit
Periksa keketatan pakaian
Catat perubahan kulit atau
membrane mukosa
Tegakkan ukuran untuk
pencegahan lanjutan yang
lebih buruk

2. Nyeri Kontrol Resiko Manajemen Nyeri :


Data penunjang : Klien melaporkan Kaji nyeri secara
Mengatupkan rahang / nyeri berkurang dg komprehensif ( lokasi,
mengepalkan tangan scala 2-3 karakteristik, durasi,
Agitasi Ekspresi wajah tenang frekuensi, kualitas dan faktor
Ansietas klien dapat istirahat presipitasi ).
Perubahan pola tidur dan tidur Observasi reaksi NV dr
Menarik diri bila v/s dbn ketidak nyamanan.
disentuh Gunakan teknik komunikasi
Mual dan muntah terapeutik untuk mengetahui
Gambaran kurus pengalaman nyeri klien
sebelumnya

11
Kontrol faktor lingkungan
yang mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri..
Kolaborasi pemberian
analgetik untuk mengurangi
nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Monitor TTV

3. Hipertermi b.d agen injuri Termoregulasi Fever treatment


atau allergen Suhu tubuh dalam Monitor suhu sesering
batas normal mungkin
Tidak ada perubahan Monitor warna dan suhu
ewarna kulit kulit
Berikan antipiretik
Monitor intake dan output
Monitor tingkat kesadaran
Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi

12
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarths. 2008. Textbook of Medical-Surgical Nursing.


Penerbit : LWW, Philadelphia.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Penerbit : EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn E, et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Penerbit: EGC, Jakarta
Djuanda, Adhi. 2005i Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Penerbit : Balai
Penerbit FK UI, Jakarta.
Mansoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Edisi 3.
Penerbit : Media Aesculapius FK UI, Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai