Anda di halaman 1dari 54

Tugas PBL

Skenario 2
Batuk Darah

Disusun oleh

KELOMPOK B19

Ketua : Putri Prima Ramadhan (1102012218)


Sekretaris : Siti Saradita (1102012283)
Anggota : Nanda Nurdara Tahara (1102012189)
Nindya Primadhita (1102012196)
Rizal Fadhlurrahman (1102012250)
Sandi Puspita Pratiwi (1102012259)
Sheila Prilia Andini (1102012274)
Wandan Surya Kencana (1102012304)
Wiwiek Librani S (1102012309)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2013/2014
Scenario 2

Batuk Darah
Seorang laki-laki berumur 50 tahun dating ke Puskesmas dengan keluhan batuk darah.
Pada pemeriksaan didapatkan habitus asthenikus dan ronkhi basah halus yang nyaring pada
apeks paru kanan.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, laju endap darah yang tinggi dan
ditemukan bakteri tahan asam (BTA) pada pemeriksaan sputum. Hasil pemeriksaan foto toraks
ditemukan adanya infiltrate di apeks paru kanan.
Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) dan menganjurkan keluarga
serumah dengan beliau melakukan pemeriksaan serta menunjuk seorang keluarganya sebagai
pengawas minum obat (PMO). Dan dokter juga mengajarkan etika batuk untuk mencegah
penularan.

1
KATA SULIT

NO KATA ARTI
1 Subfebris keadaan tubuh dimana temperaturnya lebih dari normal
berada pada suhu 37,2o C 38o C
2 Malarrash ruam berbentuk kupu-kupu di pipi
3 Anti ds-DNA digunakan untuk mengetahui keberadaan autoantibodi
IgG ds-DNA yang dapat ditemukan secara spesifik pada
individu dengan SLE
4 Sistemic Lupus penyakit autoimun yang ditandai adanya inflamasi
Eritematosis tersebar luas yang mempengaruhi setiap organ
5 Konjungtiva membrane tipis yang melapisi permukaan dalam
kelopak mata dan permukaan luar mata
6 Marker autoimun Tanda sejauh mana autoimun menyerang tubuh

PERTANYAAN:
1. Apa penyebab Sistemic Lupus Eritematosus?
2. Mengapa demamnya hilang timbul?
3. Apa ciri-ciri Sitemic Lupus Eritematosus?
4. Bagaimana penatalaksanaan Sistemic Lupus Eritematosus?
5. Mengapa pipinya bisa merah?
6. Apa diagnosis banding untuk Sistemic Lupus Eritematosus?
7. Apa saja klasifikasi Autoimun?
8. Mengapa penyakit Sistemic Lupus Eritematosus lebih banyak menyerang wanita?
JAWAB:
1. Penyebab Sistemic Lupus Eritematosus adalah produksi imun yang berlebihan
menyebabkan imun tersebut menyerang sel-sel tubuh, adanya hipersensitivitas, dan
hormone.
2. Demamnya hilang timbul karena adanya fase aktif dan fase pasif, saat fase aktif demam
akan timbul dan turun pada fase pasif.
3. Ciri-ciri Sistemic Lupus Eritematosus yaitu: demam, lelah, lemah, turunnya berat
badan, ulserasi pada mukosa mulut dan nasofaring, depresi, kejana, dan malarrash.
4. Penatalaksanaan Sistemic Lupus Eritematosus yaitu dengan pemberian obat yang dapat
menekan produksi imun.
5. Pipinya bisa merah karena adanya ulserasi pada mukosa mulut yang menyebabkan
kemerahan, dan bisa juga kerana hipersensitivitas terhadap sinar matahari.
6. Diagnosis banding untuk Sistemic Lupus Eritematosus yaitu anemia,
purpuratrombositopenia.
7. Klasifikasi Autoimun yaitu: Autoimun yang menyerang organ spesifik dan organ
nonspesifik.
8. Penyakit Sistemic Lupus Eritematosus lebih banyak meyerang wanita karena kadar
hormone esterogen pada wanita lebih banyak.

2
HIPOTESIS
Wanita penderita Sistemic Lupus Eritematosus yang merupakan penyakit Autoimun
disebabkan karena produksi imun berlebih yang menyerang sel-sel tubuh, adanya
hipersensitivitas dan hormone. Penyakit autoimun dapat menyerang organ spesifik dan organ
nonspesifik. Umumnya Sistemic Lupus Eritematosus lebih banyak menyerang wanita, karena
kadar hormone esterogen pada wanita lebih banyak, penyakit ini ditandai dengan gejala
demam, lelah, lemah, turunnya berat badan, ulserasi pada mukosa mulut dan nasofaring,
depresi, kejana, dan malarrash. Diagnosis banding penyakit ini adalah anemia, dan
purpuratrombositopenia. Pengobatan penyakit ini dengan pemberian obat yang dapat menekan
produksi imun.

BAGAN HIPOTESIS

disebabkan karena
produksi imun ,
lebih banyak adanya
menyerang wanita, hipersensitivitas
karena kadar dan hormone
hormone esterogen berlebih Diagnosis banding:
pada wanita lebih anemia, dan
banyak purpuratrombositopeni
a

Wanita penderita
Sistemic Lupus
gejala demam,
lelah, lemah, Pengobatan:
turunnya berat pemberian obat
yang dapat
badan, ulserasi
menekan produksi
pada mukosa menyerang organ imun.
mulut dan spesifik dan organ
nasofaring, nonspesifik
depresi, kejana, Eritematosus
dan malarrash

3
SASARAN BELAJAR

LO.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Nafas Bagian Bawah


LI.1.1 Makroskopis Anatomi Saluran Nafas Bagian Bawah
LI.1.2 Mikroskopis Anatomi Saluran Nafas Bagian Bawah

LO.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan

LO.3 Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium Tuberculosis


LI.3.1 Morfologi
LI.3.2 Klasifikasi Taksonomi
LI.3.3 Sifat Biokimia
LI.3.4 Identifikasi Karakteristik

LO.4 Memahami dan Menjelaskan Tuberkulosis Paru


LI.4.1 Definisi
LI.4.2 Etiologi
LI.4.3 Epidemiologi
LI.4.4 Klasifikasi
LI.4.5 Patogenesis dan Patofisiologi
LI.4.6 Manifestasi Klinis
LI.4.7 Diagnosis & Diagnosis Banding
LI.4.8 Penatalaksanaan
LI.4.9 Komplikasi
LI.4.10 Prognosis
LI.4.11 Pencegahan

LO.5 Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk dalam Islam

4
LO.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Nafas Bagian Bawah
LI.1.1 Makroskopis Anatomi Saluran Nafas Bagian Bawah
Saluran pernapasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas:

a. Trakhea
Terdiri dari tulang rawan dan otot yang berupa pipa yang terletak ditengah-tengan leher
sampai incisura jugularis dibelakang manubrium sternum masuk cavum thorax melalui
aperture thoracis superior tepatnya pada mediastinum superior. Dimulai dari bagian bawah
cartilage cricoid setinggi cervical V1 sampai bercabang menjadi bronchus deksta dan sinistra
setinggi vertebrae thoracal ke IV-V. percabangan tersebut dikenal dengan bifurcation
thrachea dalam cavum thorax.
Panjang thrachea(10-12 cm), pria
(12 cm) dan wanita (10 cm) yang
terdiri dari (16-20) cincin yang
berbentuk lingkaran, berhubungan
dengan daerah larynx melalui
cartilage cricoid dengan
ligamentum cricotrachealis.
Diantara tulang rawan terdapat
jaringan ikat ligamentum
intertrachealis (ligamentum
annulare). Trachea adalah saluran
napas yang penting dalam
penyumbatan saluran napas
terutama daerah larynx yaitu dengan membuat tracheostomy (membuat lubang pada trachea
terutama obstruksi larynx mendadak) 1-2 cm di atas incisura jugularis sterni.
(Terdiri dari tulang rawan dan otot yang berupa pipa yang terletak ditengah-tengan
leher sampai incisura jugularis dibelakang manubrium sternum masuk cavum thorax melalui
aperture thoracis superior tepatnya pada mediastinum superior. Dimulai dari bagian bawah
cartilage cricoid setinggi cervical V1 sampai bercabang menjadi bronchus deksta dan sinistra
setinggi vertebrae thoracal ke IV-V. percabangan tersebut dikenal dengan bifurcation
thrachea dalam cavum thorax.
Inmar. 2014)

b. Bronkhus dan Bronkhiolus

5
Cabang bronkhus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan cenderung lebih vertikal
daripada cabang yang kiri. Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah
masuk ke dalam cabang sebelah kanan daripada bronkhus sebelah kiri. Segmen dan
subsegmen bronkhus bercabang lagi dan berbentuk seperti ranting masuk ke setiap
paru-paru. Bronkhus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkhiolus, yang
berakhir di alveoli, tidak mengandung kartilago. Tidak adanya kartilago menyebabkan
bronkhiolus mampu menangkap udara, namun juga dapat mengalami kolaps. Agar
tidak kolaps alveoli dilengkapi dengan poros/lubang kecil yang terletak antar alveoli
yang berfungsi untu mencegah kolaps alveoli. Saluran pernapasan mulai dari trakhea
sampai bronkhus terminalis tidak mengalami pertukaran gas dan merupakan area
yang dinamakan Anatomical Dead Space. Awal dari proses pertukaran gas terjadi di
bronkhiolus respiratorius. (Lubis. 2011)

c. Pulmo dan Pleura

Organ paru mempunyai dua bagian penting:

6
a. Bagian apex (terdapat dibagian atas yang
ditutupi cupula pleura)
b. Bagian basal (dibagian bawah) yang
ditutupi oleh pleura diaphragm.
Pulmo terbungkus oleh jaringan ikat kuat
yaitu pleura pada lapisan luar yang melapisi
dinding dada yang terlatak dibawah fascia
endothoracica dinamakan pleura parietalisdan
bagian yang melekat ke jaringan paru disebut
pleura viseralis. Diantara kedua lapisan tersebut
terdapat ruangan yang disebut cavum
pleura(cavitas pleuralis). Cavum pleura
mengandung sedikit pelumas untuk mengurangi friksi antara kedua pleura.
Pleura parietalis berdasarkan letaknya terbagi atas:
a. Pleura costalis: terdapat pada daerah iga-iga
b. Pleura diafragmatica: terdapat pada diafragma
c. Pleura mediastinalis; terdapat pada mediastinum
d. Pleura cervicalis(cupula pleura): terdapat pada apex paru
Recessus pleura adalah kantong pleura yang terdapat pada lipatan pleura parietalis,
disebabkan paru tidak sepenuhnya mengisi cavum pleura, fungsi recessus ini adalah pada
waktu inspirasi paru akan mengembang akan mengisi recessus tersebut.
Didalam cavum pleura normal tidak pernah ada udara, dan bila ada robekan pada
pleura parietal dan udara masuk cavum pleura maka dapat terjadi pneumothorax dan dapat
menekan perkembangan paru sehingga collaps paru akibatnya sesak napas.
1. Perdarahan organ Paru
Yang memperdarahi organ paru adalah arteri bronchialis cabang dari aorta thoracalis,
sedangkan arteri pulmonalis tidak memperdarahi paru hanya berfungsi untuk respirasi dan
vena bronchialis mengalirkan darah ke vena azygos dan heniazygos.
2. Persyarafan paru
Serabut afferent dan efferent visceral berasal dari truncus symphaticus (thoracal III, IV, V)
dan serabut parasymphatiscus berasal dari nervus vagus.
a. Serabut symphatiscus: truncus symphatiscus kana dan kiri memberi cabang-cabang pada
paru membentuk plexus pulmonalis yang terletak didepan dan dibelakang bronchus
primaries. Fungsi syaraf symphatis untuk relaksasitunica muscularis dan menghambat

7
sekresi bronchus. Biasanya diberikan pada penderita asthma bronchiale(karena
penyempitan lumen bronchus).
b. Serabut parasymphatis : nervus vagus kanan dan kiri juga memberikan cabang pada
plexus pulmonalis ke depan dan kebelakang. Fungsi syaraf parasymphatis untuk
kontraksi tunica muscularis akibatnya lumen menyempit dan meramgsang sekresi
bronchus.

(Inmar. 2014)

LI.1.2 Mikroskopis Anatomi Saluran Nafas Bagian Bawah

1) Trachea
Dinding trakea mempunyai empat lapisan : Mukosa dalam, submukosa, muskularis
yang tidak berbatas tegas dan lapis adventisia luar.
Sel epitel trakea : Epitel berlapis torak bersilia yang mengandung 6 jenis sel atau lebih,
yaitu :
a. Sel Goblet
Mensintesis dan mensekresi butiran butiran mukus. Melalui rangsangan yang cukup, sel
goblet akan melepaskan butiran mukus dan beberapa deretan sitoplasma di apikal (sekresi
apokrin)
b. Sel Bersilia
Mempunyai sejumlah silia menonjol ke dalam mukus dan bergerak ke arah laring.
c. Sel pendek yang belum derdiferensiasi, namun sel-sel ini mampu membelah dan bisa
berdiferensiasi menjadi sel jenis lainnya dalam epitel
d. Dua jenis brush sel :
1. Sel sikat yang mempunyai mikrovili yang sangat panjang dipersarafi oleh serat-serat saraf
aferen kecil.
2. Sel sikat yang punya sepasang sentriol apikal dan mungkin sel pendek salam proses
diferensiasi menjadi sel bersilia.
e. Sel bergranula kecil yang terletak di basal dipenuhi dengan granula dalam sitoplasma.
Granula ini bahan seperti katekolamin yang mengatur aktivitas sekresi sel-sel goblet dan
kelenjar dan yang mempengaruhi aktivitas silia. Biasanya granula terletak di bagian basal
sel dekat pembuluh darah mukosa, yang diduga membawa hasil sekresinya.

8
Dinding trakea juga mengandung tulang rawan berbentuk huruf C. Bagian terbuka dari
C menghadap ke posterior, ke arah esofagus, dan dijembatani oleh jaringan ikat dan berkas
serat-serat otot polos. Perikondrium tulang rawan trakea menyatu dengan jaringan ikat yang
dipenuhi lemak dari tunika adventisia, yang juga mengandung pembuluh darah, saraf dan
pembulu getah bening.

2) Bronkus dan Bronkiolus

9
A. Bronkus
a. Bronkus mempunyai epitel bertingkat torak bersilia dengan sel goblet, makrofag,
dan fibroblas. Tunika submukosa bronkus lebih tipis dari pada trakea.
b. Tulang rawannya berbentuk tidak beraturan tapi tetap membentuk rangka untuk
membantu mempertahankan lumen bronkus tetap terbuka.
c. Keseluruhan dinding bronkus terdiri dari serat-serat otot polos dan lempeng tulang
rawan yang tidak beraturan.
B. Bronkiolus
a. Bronkiolus besar (primer) mempunyai epitel selapis torak bersilia. Saluran udara
ini juga mengandung sel-sel otot polos yang saling bersilang dan fibroblas tapi
tidak ada tulang rawan. Terdapat sel clara yaitu sel torak tidak bersilia yang
berbentuk kubah untuk mengekskresi surfaktan.

b. Bronkiolus terminalis
c. Bronkiolus respiratorius
Mempunyai alveoli pada dindingnya, maka epitelnya terputus- putus. Kadang
masih terlihat epitel bersilia tapi akan menghilang semakin ke ujung. Tidak
terdapat sel goblet.
d. Ductus alveolaris
Cabang dari bronkus respiratorius, berupa saluran dengan dinding terdiri dari
alveolus.

10
e. Atria, saccus alveoli dan alveoli
Ductus alveolaris bermuara ke atria, berupa ruang tidak beraturan yang
berhubungan dengan alveolus dan saccus alveolaris. Dari tiap atria muncul 2 atau
lebih saccus alveolaris. Dari saccus alveolaris terbuka pintu menuju ke setiap
alveolus. Alveolus berupa kantong dilapisi epitel selapis gepeng yang sangat tipis.
(Eroschenko. 2003)

LO.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan


Mekanisme
Paru dan dinding dada adalah struktur elastik. Pada keadaan normal, hanya ditemukan
selapis tipis cairan di antara paru dan dinding dada. Paru dengan mudah dapat bergeser
sepanjang dinding dada, tetapi sukar untuk dipisahkan dari dinding dada seperti halnya dua
lempengan kaca yang direkatkan dengan air dapat digeser tetapi tidak dapat dipisahkan.
Tekanan di dalam ruang antara paru dan dinding dada (tekanan intrapleura) bersifat
subatmosferik. Apabila dinding dada dibuka, paru akan kolaps; dan apabila paru kehilangan
elastisitasnya, dada akan mengembang menyerupai bentuk gentong (barrel shaped).
Inspirasi merupakan proses aktif.

Kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan volume intratorakal. Tekanan


intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal sekitar 2,5 mmHg (relatif
terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi 6 mmHg. Jaringan paru semakin
teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif, dan udara mengalir ke
dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya rekoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke
kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya rekoil jaringan paru
dan dinding dada. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih positif, dan udara
mengalir meninggalkan paru. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan proses pasif
yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume intratorakal.

Volume Paru

11
Jumlah udara yang masuk ke dalam/keluar dari paru setiap inspirasi/ekspirasi
dinamakan volume alun napas (tidal volume/TV). Jumlah udara yang masih dapat masuk ke
dalam paru pada inspirasi maksimal, setelah inspirasi normal disebut volume cadangan
inspirasi (inspiratory reserve volume/IRV). Begitu juga sebaliknya, jumlah udara yang masih
dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi setelah ekspirasi
biasa disebut volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume/ERV), dan udara yang
masih tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi maksimal disebut volume residu (residu
volume/RV). Ruang di dalam saluran napas yang berisi udara yang tidak ikut serta dalam
proses pertukaran gas dengan darah dalam kapiler paru disebut ruang rugi pernapasan.

Surfaktan

Tegangan permukaan yang rendah pada waktu alveolus kecil disebabkan oleh adanya
surfaktan (suatu lipid yang merendahkan tegangan permukaan) di dalam cairan yang melapisi
alveolus. Surfaktan merupakan campuran dipalmitoilfosfatidilkolin (DPPC), berbagai lipid
lain, dan protein. Apabila tegangan permukaan tersebut tidak dipertahankan rendah saat
alveolus mengecil selama ekspirasi, sesuai dengan hukum LaPlace, alveolus akan kolaps.
Surfaktan juga berfungsi membantu mencegah terjadinya edema paru.

Surfaktan dihasilkan oleh sel epitel alveolus tipe II. Badan Lamelar spesifik, yaitu
organel yang mengandung gulungan fosfolipid dan terikat pada membran sel, dibentuk dalam
sel-sel tersebut dan disekresikan ke dalam lumen alveolus secara eksositosis. Surfaktan
mempunyai peranan penting pada kelahiran. Janin di dalam uterus melakukan gerakan
pernapasan, namun jaringan parunya tetap kolaps sampai saat kelahiran. Setelah lahir, bayi
melakukan beberapa kali gerakan inspirasi kuat dan parunya akan mengembang. Adanya
surfaktan mencegah agar jaringan paru tidak kolaps kembali. Defisiensi surfaktan merupakan
penyebab penting terjadinya surfaktan gawat pernapasan bayi baru lahir (IRDS = infant
respiratory distress syndrome; penyakit membran hyaline), suatu penyakit paru serius yang
terjadi pada bayi yang lahir sebelum sistem surfaktannya berfungsi. Proses pematangan
surfaktan dalam paru juga dipercepat oleh hormon glukokortikoid. Menjelang umur kehamilan
cukup bulan, didapatkan peningkatan kadar kortisol fetal dan maternal, serta jaringan parunya
kaya akan reseptor glukokortikoid.

Inspirasi

Tepatnya proses inspirasi adalah sebagai berikut; diafragma berkontraksi, bergerak ke


arah bawah, dan mengembangkan rongga dada dari atas ke bawah. Otot-otot interkosta

12
eksternal menarik iga ke atas dan ke luar, yang mengembangkan rongga dada ke arah samping
kiri dan kanan serta ke depan dan ke belakang. Dengan mengembangnya rongga dada, pleura
parietal ikut mengembang. Tekanan intrapleura menjadi makin negatif karena terbentuk isapan
singkat antara membran pleura.

Perlekatan yang diciptakan oleh cairan serosa, memungkinkan pleura viseral untuk
mengembang juga, dan hal ini juga mengembangkan paru-paru. Dengan mengembangnya
paru-paru, tekanan intrapulmonal turun di bawah tekanan atmosfir, dan udara memasuki
hidung dan terus mengalir melalui saluran pernapasan sampai ke alveoli. Masuknya udara terus
berlanjut sampai tekanan intrapulmonal sama dengan tekanan atmosfir; ini merupakan inhalasi
normal. Tentu saja inhalasi dapat dilanjutkan lewat dari normal, yang disebut sebagai napas
dalam. Pada napas dalam diperlukan kontraksi yang lebih kuat dari otot-otot pernapasan untuk
lebih mengembangkan paru-paru, sehingga memungkinkan masuknya udara lebih banyak.

Ekspirasi

Ekspirasi atau yang juga disebut ekshalasi dimulai ketika diafragma dan otot-otot
interkosta rileks. Karena rongga dada menjadi lebih sempit, paru-paru terdesak, dan jaringan
ikat elastiknya yang meregang selama inhalasi, mengerut dan juga mendesak alveoli. Dengan
meningkatnya tekanan intrapulmonal di atas tekanan atmosfir, udara didorong ke luar paru-
paru sampai kedua tekanan sama kembali.

Perhatikan bahwa inhalasi merupakan proses yang aktif yang memerlukan kontraksi
otot, tetapi ekshalasi yang normal adalah proses yang pasif, bergantung pada besarnya
regangan pada elastisitas normal paru-paru yang sehat. Dengan kata lain, dalam kondisi yang
normal kita harus mengeluarkan energi untuk inhalasi tetapi tidak untuk ekshalasi.
Namun begitu kita juga dapat mengalami ekshalasi diluar batas normal, seperti ketika sedang
berbicara, bernyanyi, atau meniup balon. Ekshalasi yang demikian adalah proses aktif yang
membutuhkan kontraksi otot-otot lain. Gambar 1-9 meringkaskan tentang mekanisme
ekspirasi.

Cara Kerja

a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses ini
terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari paru-
paru). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi

13
tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan
terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi
lebih tinggi dari atmosfer sehingga udaraakan tertiup keluar dari paru-paru. Perubahan tekanan
intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax akibat kerja dari otot-otot
pernafasan dan diafragma.
Pada saat inspirasi terjadi kontraksi dari otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis
eksternus dan diafragma)sehingga terjadi elevasi dari tulang-tulang kostae dan menyebabkan
peningkatan volume cavum thorax (rongga dada), secara bersamaan paru-paru juga akan ikut
mengembang sehingga tekanan intra pulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-
paru. Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam
(menarik nafas dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan isnpirasi
yaitu muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus.
Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum
thorax akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka terjadilah
ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-
dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan
muskulus abdominis. Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan karena adanya perintah dari
pusat pernafasan (medula oblongata) pada otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok
neuron inspirasi dan ekspirasi. Eksitasi neuron-neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan
eksitasi pada neuron-neuron ekspirasi serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi sehingga
terjadilah peristiwa inspirasi yang diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan area
ekspirasi ini terdapat pada daerah berirama medula (medulla rithmicity) yang menyebabkan
irama pernafasan berjalan teratur dengan perbandingan 2 : 3 (inspirasi : ekspirasi).

Ventilasi dipengaruhi oleh :

1. Kadar oksigen pada atmosfer


2. Kebersihan jalan nafas
3. Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru
4. Pusat pernafasan
Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh
surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli
pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang
disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara
membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.

14
Energi yang diperlukan untuk ventilasi adalah 2 3% energi total yang dibentuk oleh
tubuh. Kebutuhan energi ini akan meningkat saat olah raga berat, bisa mencapai 25 kali lipat.
Saat terjadi ventilasi maka volume udara yang keluar masuk antara atmosfer dan paru-paru
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi dalam pernafasan
normal.
IRV (volume cadangan inspirasi) adalah volume udara yang masih bisa dihirup paru-
paru setelah inspirasi normal.
ERV (volume cadangan ekspirasi) adalah volume udara yang masih bisa diekshalasi
setelah ekspirasi normal.
RV (volume sisa) adalah volume udara yang masih tersisa dalam paru-paru setelah
ekspirasi kuat
b. Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah
pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat tipis
dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang sangat
banyak dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli dan bila
dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa normal.
Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat
inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi karbondioksida
akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses pertukaran gas
tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara alveoli
dan kapiler paru.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan
tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam
keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat maka kapasitas difusi ini juga
meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dDilatasi kapiler yang menyebabkan
luas permukaan membran difusi meningkat. Kapasitas difusi karbondioksida saat istirahat
adalah 400-450 ml/menit. Saat bekerja meningkat menjadi 1200-1500 ml/menit.

Difusi dipengaruhi oleh :

1. Ketebalan membran respirasi

15
2. Koefisien difusi
3. Luas permukaan membran respirasi
4. Perbedaan tekanan parsial

c. Transportasi
Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang
membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke
kapiler paru. Sekitar 97 - 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan dengan Hb
(HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7 % karbondioksida larut
dalam plasma, 23 30% berikatan dengan Hb(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65 70%
dalam bentuk HCO3 (ion bikarbonat).
Saat istirahat, 5 ml oksigen ditransportasikan oleh 100 ml darah setiap menit. Jika curah
jantung 5000 ml/menit maka jumlah oksigen yang diberikan ke jaringan sekitar 250 ml/menit.

Saat olah raga berat dapat meningkat 15 20 kali lipat.

Transportasi gas dipengaruhi oleh :


1. Cardiac Output
2. Jumlah eritrosit
3. Aktivitas
4. Hematokrit darah
Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada
sel/jaringan terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2
kapiler karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial
karbondioksida (PCO2) intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel
sebagai sisa metabolisme.
d. Regulasi

Kebutuhan oksigen tubuh bersifat dinamis, berubah-ubah dipengaruhi oleh berbagai


faktor diantaranya adalah aktivitas. Saat aktivitas meningkat maka kebutuhan oksigen akan
meningkat sehingga kerja sistem respirasi juga meningkat.

Pengaturan

Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat
nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama
medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area

16
dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama
respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi.

Daerah berirama medula mempertahankan irama nafas I : E = 2 : 3. Stimulasi neuron


inspirasi menyebabkan osilasi pada sirkuit inspirasi selama 2 dan inhibisi pada neuron
ekspirasi kemudian terjadi kelelahan sehingga berhenti. Setelah inhibisi hilang kemudian
sirkuit ekspirasi berosilasi selama 3 dan terjadi inhibisi pada sirkuit inspirasi. Setelah itu
terjadi kelelahan dan berhenti dan terus menerus terjadi sehingga tercipta pernafasan yang
ritmis.

Pengaturan respirasi dipengaruhi oleh

1. Korteks serebri yang dapat mempengaruhi pola respirasi.


2. .Zat-zat kimiawi : dalam tubuh terdapat kemoresptor yang sensitif terhadap perubahan
konsentrasi O2, CO2 dan H+ di aorta, arkus aorta dan arteri karotis
3. Gerakan : perubahan gerakan diterima oleh proprioseptor.
4. Refleks Heuring Breur : menjaga pengembangan dan pengempisan paru agar optimal.
5. Faktor lain : tekanan darah, emosi, suhu, nyeri, aktivitas spinkter ani dan iritasi saluran
nafas

Pengukuran Kapasitas Vital Paru-paru.

17
Spirometer Collin atau Autospirometer merupakan alat yang akan mengukur kapasitas
vital fungsional paru dengan beberapa variabel yakni, Tidal Volume (TV), Inspiratory Reserve
Volume (IRV), Expiratory Reserve Volume (ERV), Residual Volume (RV), Vital Capacity
(VC), Inspiratory Capacity (IC), Functional Residual Capacity (FRC), Total Lung Capacity
(TLC).

Adapaun beberapa penjelasan tentang beberapa variabel tersebut :

1. Tidal volume (TV) Adalah jumlah volume yang dihirup (inspirasi) dan dikeluarkan
(ekspirasi) pada saat bernapas. Normal = 500 ml.
2. Inspirastory reserve volume (IRV) Adalah jumlah maksimal udara yang dapat dihirup
(hiperinspirasi) diatas angka normal inspirasi tidal volum. Normal = 3100 ml.
3. Expiratory reserve volume (ERV) Adalah jumlah maksimal udara yang dapat
dikeluarkan (hiperekspirasi). diatas angka normal eskpirasi tidal volum Normal = 1200
ml.
4. Residual volume (RV) Adalah jumlah udara yang tersisa di paru-paru setelah ekspirasi
maksimal. Normal = 1200 ml.
5. Total lung capacity (TLC) Adalah volume total dari paru-paru ( IRV+ERV+RV+VT).
Normal = 6000 ml.
6. Vital capacity (VC) Adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah inspirasi
maksimal (TV+ERV+IRV). Normal = 4800 ml.
7. Inspiratory capacity (IC) Adalah jumlah total udara yang dapat dihirup (VT+IRV).
Normal = 3600 ml.
8. Functional residual capacity (FRC) Adalah volume yang tertinggal di paru-paru setelah
ekshalasi (ERV+RV). Normal = 2400 ml

18
Variabel Range Normal
1. Tidal Volume (TV) 500 ml
2. Inspiratory Reserve Volume (IRV). 3100 ml
3. Expiratory Reserve Volume (ERV) 1200 ml
4. Residual Volume (RV), 1200 ml
5.Total Lung Capacity (TLC). 6000 ml
6. Vital Capacity (VC), 4800 ml
7. Inspiratory Capacity (IC), 3600 ml
8. Functional Residual Capacity (FRC), 2400 ml

LO.3 Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium Tuberculosis


LI.3.1 Morfologi
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan
panjang 1 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak
cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat,
lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor,
dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat
merupakan asam lemak berantai panjang (C60 C90) yang dihubungkan dengan
arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan
fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah
polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang
kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosisbersifat tahan asam, yaitu
apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna
tersebut dengan larutan asam alkohol.
Basil tuberkulosis berbentuk batang ramping lurus, tapi kadang-kadang
agak melengkung, dengan ukuran panjang 2m-4m dan lebar 0,2m0,5m.
Organisme ini tidak bergerak, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul, bila
diwarnai akan terlihat berbentuk manik-manik atau granuler. Kuman ini bersifat obligat
aerob dan pertumbuhannya lambat. Dibutuhkan waktu 18 jam untuk mengganda dan
pertumbuhan pada media kultur biasa dapat dilihat dalam waktu 6-8 minggu. Suhu

19
optimal untuk untuk tumbuh pada 37oC dan pH 6,4 7,0. Jika dipanaskan pada suhu
60oC akan mati dalam waktu 15-20 menit.

LI.3.2 Klasifikasi Taksonomi

Mycobacterium tuberculosis
Kingdom : Bacteriaa
Filum : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Sub ordo : Corynebacterineae
Family : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies : M. Tuberculosis

LI.3.3 Sifat Biokimia


Genom M. tuberculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan
kandungan guanine (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah
diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok.
Kelompok 1 gen yang merupakan sekuen DNA mikobakteria yang selalu ada sebagai
DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen protein
sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan.

Gen pab dan gen groEL masing masing menyandi protein berikatan posfat
misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock protein) seperti protein
65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi
protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase.

Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobile. Lebih dari 16 IS
ada dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like
element). Deteksi gen tersebut dapat dilakukan dengan teknik PCR dan RFLP

LI.3.4 Identifikasi Karakteristik


1. Pemeriksaan bakteriologi.
Bahan - Bahan atau spesimen untuk pemeriksaan bacteriologi.

20
Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan perlu diperhatikan waktu pengambilan,
tempat penampungan, waktu penyimpanan dan cara pengiriman bahan pemeriksaan.
Pada pemeriksaan laboratorium tuberkulosis ada beberapa macam bahan pemeriksaan yaitu:
Dahak
Memeriksa dahak secara mikroskopis pada 3 spesimen yang di kenal dengan istilah
SPS(sewaktu-pagi-sewaktu).
Dahak yang baik untuk di periksa adalah dahak yang mukopurulen ( nanah berwarna
hijau kekuning- kuningan) bukan ingus juga bukan ludah, jumlahnya 3-5ml tiap
pengambilan.
Pada orang dewasa harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hariberturut-turut.
-sewaktu : Dahak di kumpulkan pada saat suspek TBC datang berkunjung
pertama kali datang pelayanan kesehatan. Pada saat pulang suspek membawa sebuah pot
untuk mengumpulkan dahak hari kedua.
- pagi : Dahak di kumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot tersebut diantar sendiri ke laboratorium pelayanan kesehatan.
- Sewaktu : Dahak di kumpulkan pada hari pada saat menyerahkan dahak pagi
kepada pihak pelayanan kesehatan.

2. Pemeriksaan mikroskopis

Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan hapusan dahak mikroskopis langsung yang


merupakan metode diagnosis standar dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Pemeriksaan ini
untuk mengidentifikasi BTA yang memegang peranan utama dalam diagnosis TB Paru.
Selain tidak memerlukan biaya mahal, cepat, mudah dilakukan, akurat, pemeriksaan mi
kroskopis merupakan teknologi diagnostik yang paling sesuai karena
mengindikasikan derajat penularan, risiko kematian serta prioritas pengobatan.
Pemeriksaan dahak dilakukan selama 3 x yaitu 2 bulan setelah pengobatan, 5 bulan
setelah pengobatan dan 6 bulan setelah pengobatan. Pemeriksaan BTA dahak penderita
dilakukan oleh petugas laboratorium Puskesmas.

3. Pemeriksaan biakan kuman

Kultur (biakan), media yang biasa dipakai adalah media padat Lowenstein Jesen. Dapat
pula Middlebrook JH11, juga suatu media padat. Untuk pembenihan kaldu dapat dipakai

21
Middlebrook JH9 & JH12. Melakukan pemeriksaan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan
diagnosis pasti dan dapat mendeteksi Micobakterium tuberculosis.

4. Pemeriksaan darah.

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spesifik untuk
tubercolosis. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam kedua dibutuhkan. Data
ini dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan
penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan
penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita.
Demikian pula kadar limfosit dapat menggambarkan daya tahan tubuh penderita. LED
sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal juga tidak menyingkirkan
diagnosa TBC.

5. Uji tuberkulin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk


menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan
dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin
adalah lebih dari 90%.

Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberk
ulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 6
12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka
hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.

6. pemeriksaan khusus
a. BACTEC.
Merupakan pemeriksaan teknik yang lebih terbaru yang dapat mengidentifika
si kuman
tuberkulosis secara lebih cepat. Metode yang digunakan adalah metode
radiometrik. M.Tuberkulosis metabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksigrowth indexnya oleh mesin ini. Sist
em ini dapat menjadi salah satu alternative pemeriksaan biakan secara cepat untuk
membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.
b. PCR

22
Pemeriksaan ini adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk
DNA M.
Tuberkulosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah
kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk
menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara
benar dan sesuai dengan standarinternasional. Pada tuberkulosis pasca
primer, penyebaran kuman terjadi secara bronkogen, sehingga
penggunaan sampel darah untuk uji PCR tidak disarankan.

7. Pemeriksaan serologi
a. ELISA
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons
humoral berupa proses antigen antibodi yang
terjadi. Kelemahan utama dari teknik ELISA ini adalah
pengenceran serum yang tinggi dan perlu dilakukan untuk mencegah ikatan
nonspesifik dari imunoglobulin manusia pada plastic.
b. Immuno crhomotografi tuberculosis (ITC)
Uji ICT adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M. Tuberkulosis dalam
serum.Uji ini merupakan uji diagnostik tuberkulosis yang menggunakan 5 an
tigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M. Tuberculosis.
c. PAP (peroksidase anti peroksidase)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.
d. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomanan yang ditempel dengan alat
yang berbentuk sisir plastic.
e. Ig G TB
Uji ini adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi
IgG dengan antigen spesifik untuk mikobakterium tuberkulosis. Di luar negeri
metode ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosa TB ekstraparu,
tetapi kurang baik untuk diagnose TB pada anak.

LO.4 Memahami dan Menjelaskan Tuberkulosis Paru

LI.4.1 Definisi

23
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh
Micobacterium tuberculosis. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi dapat menyerang
semua organ atau jaringan tubuh, misalnya pada lymph node, pleura dan area osteoartikular.
Biasanya pada bagian tengah granuloma tuberkel mengalami nekrosis perkijuan.

LI.4.2 Etiologi
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman diwilayah perkotaan
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali dalam
peningkatan kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M.Tuberculosis biasanya secara inhalasi,
sehingga TB paru merupakan manifestaasi klinis yang paling sering disbanding organ lainya.

Penularan penyakin ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet
nuclei, khususnya didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang
mengandung Bakteri Tahan Asam (BTA). Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa
melalui inokulasi langsung. Infeksi yang disebabkan oleh M.bovis dapat disebebkan oleh susu
yang kurang steril atau terkontaminasi. Penyebab tuberculosis adalah mycobacterium
tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4/um dan tebal 0..3-0.6/um.

Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium Tuberculosae Complex adalah:

1. M.Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M.bovis
Pembbagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.

LI.4.3 Epidemiologi
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih
tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah
kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat diseluruh
dunia.

24
Indonesia adalah negri dengan prevalensi TB ke 3 tertinggi di dunia setelah cina dan
india. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China, India, dan Indonesia berturut turut 1.828.000,
1.414.000, 591.000 kasus. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey
kesehatan nasional 2001, TB menempati rangking no 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di
Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24 %. Berikut survey mengenai
prevalensi TB yang dilaksanakan di 15 provinsi Indonesia tahun 1979-1982.

Faktor predisposisi, prevalensi dan sebaran geografik

Faktor Predisposisi

1. Faktor Agent( Mycobacterium tuberculosis)

Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia
atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang
lama. Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis
sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan
kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah
penggunaan kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat
baru.Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi.
Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi congenital
yang jarang terjadi.

2. Faktor Lingkungan

25
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar
dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa
dipengaruhi musim dan letak geografis.Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada
kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC
dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan
pekerjaan dan tekanan ekonomi.Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi
dan urbanisasi komunitasperdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik,
penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi
pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini. Pada lingkungan biologis dapat
berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewanternak yang terinfeksi adalah
berbahaya.

3. Faktor Host

Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian
dan kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling
luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-
mental dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang pada usia lanjut. Dalam
perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku padagolongan
dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari
resiko infeksi.Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan
tekananpsikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki
laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya
kondisi sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan
dalamTBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang
pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan
dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi,kondisi
kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan
umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksiprimer
memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.

4. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent)

Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan
pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian

26
berdormansisepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi
berikutseluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.

Prevalensi dan Sebaran geografik


Sebagian besar orang yang telah terinfeksi, 80-90% belum tentu menjadi
sakittuberkulosis. Untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh mereka
tersebut bisa berada dalam keadaan dorman atau tidur, dan keberadaan kuman dormantersebut
dapat diketahui dengan tes tuberkulin. Mereka yang menjadi sakit disebutsebagai penderita
tuberkulosis , biasanya dalam waktu paling cepat sekitar 3-6 bulan
setelah terjadi infeksi. Mereka yang tidak sakit, tetap mempunyai resiko untuk menderita
tuberkulosis sepanjang sisa hidup mereka.
Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi
insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan
61,000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan
epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemic
terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan perkecualian di provinsi Papua yang
prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka
estimasi prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah
dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan
HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000- 400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada
pasien TB baru adalah 2.8%.
Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah
dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang.
Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Meskipun memiliki beban
penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan Negara pertama diantara High Burden Country
(HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk
deteksi kasus dan keberhasilanpengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah
sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari
169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB
BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka
keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun
2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian
program pengendalian TB nasional yang utama.
Sumber dan cara penularan

27
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman keudara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan
terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.Ventilasi dapat
mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifanhasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut. Faktor yang memungkinkanseseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara danlamaya menghirup udara tersebut.

Prinsip dasar program P2M

a) Pelaksana program adalah Kelompok Puskesmas Pelaksana yang terdiri dari


Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Satelit (PS).
Diagnosis hanya dilakukan di PRM, PS hanya membuat slide serta memfiksasi
saja.

b) Pencarian penderita dilakukan secara pasif di sarana kesehatan. Diagnosis BTA


secara mikroskopis bila ditemukan kuman dengan 3 kali pemeriksaan
dahak yang berbeda (dahak sewaktu, pagi dan sewaktu) dan paling sedikit 2 ka
li positif disebut kasus BTA(+).

c) Kasus BTA() bila 3 kali pemeriksaan dahak hasilnya semua Negative tapi pada
pemeriksaan Rntgen terdapat tanda TB aktif di parunya.

d) Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan


mikroskop binokuler.

e) Tipe kasus dibedakan kasus banu, kasus kambuh/gagal, kasus BTA()


tapiRontgen

f) Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan
dua bulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow up p
emeriksaan dahak dilakukan dua kali (dahak sewaktu dari pagi).

g) Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat (3


bulan sekali).

28
h) Pengawasan langsung keteraturan berobat (DOTS : Directly ObservedTreatme
nt Short- Course) oleh petugas kesehatan atau keluarganya.

Tugas dan peran Pengawas Minum Obat (PMO)

Peran seorang PMO adalah mengawasi pasien tuberkulosis agar menelan obat secara
teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat secara
teratur, mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, dan
member penyuluhan pada anggota keluarga pasien tuberkulosis yang mempunyai gejala-gejala
mencurigakan tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit atau unit pelayanan
kesehatan.

Menurut Nuraini (2003) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah :

a. Mengetahui tanda-tanda tersangka tuberkulosis paru.

b. Mengawasi penderita agar minum obat setiap hari.

c. Mengambil obat bagi penderita seminggu sekali

d. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak :

1. Seminggu sebelum akhir bulan ke dua pengobatan, pemeriksa ulang


dahak dilakukan untuk menentukan obat tambahan.
2. Seminggu sebelum akhir bulan ke lima pengobatan, pemeriksaan ulang
dahak dilakukan untuk mengetahui kegagalan.
3. Seminggu sebelum akhir bulan ke enam pengobatan, pemeriksaan ulang
dahak dilakukan untuk mengetahui kesembuhan.

e. Memberikan penyuluhan

f. Memberitahukan jika terjadi suspek pada keluarga penderita.

g. Menujuk kalau ada efek samping dari penggunaan obat

Menurut Hapsari (2010) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah :

a) Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik.

b) Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat.

29
c) Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai
jadwal yang telah ditentukan.

d) Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara


teratur hingga selesai.

e) Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar


tetap mau menelan obat.

f) Merujuk pasien bila efek samping semakin berat.

g) Melakukan kunjungan rumah

h) Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita


tuberculosis yang mempunyai gejala-gejala tersangka
tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri kepada petugas
kesehatan.

LI.4.4 Klasifikasi
Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara para klinikus, ahli radiologi, ahli
patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman klasifikasi
Tuberkulosis. Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti:

1. Pembagian secara patologis


Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)
2. Pembagian secara aktivitas radiologis
Tuberkulosis paru (Koch pulmonum) aktif, non aktif, dan
Tuberkulosis quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)

3. Pembagian secara radiologis (luas lesi)


Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrate nonkavitas pada satu
atau kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi 1 lobus paru.
Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari
4cm. Jumlah infiltrate bayangan halus tidak lebih dari 1 bagian paru. Bila
bayanganya kasar tidak lebih dari 1/3 bagian satu paru.

30
Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi
keadaan pada moderately aadvanced tuberculosis.

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil
berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.

Kategori 0: tidak pernah terpajan, tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes
tuberculin negative.
Kategori I: terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat kontak
positif, tes tuberculin negative.
Kategori II: terinveksi tuberculosis, tapi tidak sakit, tes tuberculin postif, radiologis dan
sputm negative
Kategori III: terinveksi tuberculosis dan sakit.

Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis,


radiologis dan mikrobiologis:

Tuberculosis paru
Bekas tuberculosis paru
Tuberculosis paru tersangka, yang terbagi dalam:
a. Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negative tapi tanda
ain positif
b. Tuberculosis paru tersangka yang tidak diobati. Disini sputum BTA negative dan
tanda lain juga meragukan.
Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termasuk TB paru
aktif atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi perlu dicantumkan:
a. Status bakteriologi
b. Mikroskopiksputum BTA (langsung)
c. Biakan sputum BTA
d. Status radiologis, kelainan yang relevan untuk TB paru
e. Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberculosis.

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori:

1. Kategori I, ditujukan kepada:


Kasus baru dengan sputum negative
Kasus baru dengan bentuk TB berat

31
2. Kategori II, ditujukan pada:
Kasus kambuh
Kasus gagal dengan sputum BTA positif
3. KAtegori III, ditujukan pada:
Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang tidak luas
Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I
4. KAtegori IV, ditujukan terhadap: TB kronik

LI.4.5 Patogenesis dan Patofisiologi

A. TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang
primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam
paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan

32
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis
regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum,menyebar kesekitarnya.Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya
bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan
akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan
peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai
epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke
paru sebelahnya atau tertelan
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan
dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat
menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,
ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan
penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis
primer.

33
B. TUBERKULOSIS POSTPRIMER
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer
mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena
dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang
dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini
akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran
dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat
menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan
kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar.
Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal
(kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
- meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan
di atas
- memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi
mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
- bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut
sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

34
LI.4.6 Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien ditemukan TB paru tanpakeluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.
Keluhan yang terbanyak adalah:

1. Demam:
Biasanya subfebril, tetapi terkadang panas dapat mencapai 40-41 celcius. Keadaan ini
sangat dipengaruhi oleh daya than tubuh pasien dan berat ringanya infeksi kuman TB
yang masuk.
2. Batuk/batuk darah
Gejala ini banyak ditemukan, batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk
ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan yang lanjut adalah batuk darah karena adanya pembuluh darah yang
pecah.
3. Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infitrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Timbul bila ada infiltrasi radang yang sudah sampai ke pleura yang mengakibatkan
pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien inspirasi/ekspirasi.
5. Malaise
Penyakit TB bersifat radang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa
anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nteri otot, keringat malam, dan
lain-lain

LI.4.7 Diagnosis & Diagnosis Banding


A. GAMBARAN KLINIK
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya
Gejala klinik

35
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala
lokal sesuai organ yang terlibat)
B. Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama
daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada
pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang
melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di
daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess
C. Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang
sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat
berasal dari dahak, cairan pleura,liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi
(termasuk biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi ( keesokan harinya )
- Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.

36
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces
dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara
- Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif
1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif
bila 3 kali negatif BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi
WHO) :
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)


- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
- Biakan
Pemeriksaan biakan kuman:
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :
-Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh
-Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat
mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than
tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan
melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran
dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul
D. Pemeriksaan Radiologik

37
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
-Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) :
- Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri
dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai
aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut.
- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses
penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan
sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
- Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di ataschondrostemal
junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau
korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
Lesi luas
- Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

E. Pemeriksaan khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam

38
perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi
kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini
dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk
membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan (dikutipdari13)
Bentuk lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria Growth
Indicator Tube (MGIT).
2. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk
DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah
kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai,
kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang
pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai
standar internasional.
Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang
menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai
pegangan untuk diagnosis TB
Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat
berasal dari paru maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat.
3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda :
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons
humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam
teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang
cukup lama.
b. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi
untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji
diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran
sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut

39
diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik
(2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum
yang akan diperiksa
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat
yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum
pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam
jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan
warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para
klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi
yang terdeteksi.
e. Uji serologi yang baru/Ig GTB
Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi
IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis.Uji IgG
berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan
kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat
diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering
digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk
diagnosis TB pada anak. Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai
pegangan untuk diagnosis.
F. Pemeriksaan Penunjang lain
1. Analisis cairan pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan
pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil
analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan
cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan
glukosa rendah
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan

40
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen
Silverman)
Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi,
trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).
Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke
dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta
sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan
sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun
kurang spesifik.
4. Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia
dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu
diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai
makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat
besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil
negatif.

41
LI.4.8 Penatalaksanaan
1. ISONIAZID (INH/H)
Efek antibakteri
Isoniazid bersifat tuberkulostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan
tuberkulosid (membunuh bakteri).efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang
tumbuh aktif.
Mekanisme kerja
Belum diketahui secara pasti mekanisme kerjanya namun ada pendapat bahwa efek
utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan unsur penting
dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan
menurunkan jumlah lemak yang terekstraksi oleh methanol dari mikobakterium.
Farmakodinamik
Isoniazid mudah diabsorbsi pada pemberian oral ataupun parenteral. Kadar puncak
dicapai dalam waktu 1-2 jam. Isoniazid diekskresi melalui urin dalam waktu 24 jam.
Efek samping
Reaksi hipersensitivitas (demam,kelainan kulit,urtikaria,dll)
Vaskulitis dapat terjadi pada saat pengobatan dan hilang setelah obat dihentikan.

42
Neuritis perifer
Menimbulkan ikterus dan kerusakan hati akibat nekorsis multilobular. Kerusakan
hati jarang terjadi pada pasien dengan umur < 35 tahun. Kelainan yang paling
banyak ditemukan adalah meningkatnya aktivitas enzim transaminase.
Status pengobatan
Efek samping dapat dicegah dengan pemberian piridoksin.
Untuk tujuan terapi digunakan bersama obat lain
Untuk tujuan pencegahan diberikan tunggal.
Dosis
Dosis tuberkulosis biasa 5 mg/kgBB maksimum 300 mg/kgBB. Dosis tuberculosis
berat diberikan 10 mg/kgBB (tidak terbukti efektif dengan penambahan dosis).
Anak dibawah 4 tahun 10 mg/kgBB/hari. Pemberian intermiten 2 kali seminggu 15
mg/kgBB. Dosis piridoksin 10 mg/hari.

2. RIFAMPISIN (RIF/R)
Aktivitas antibakteri
Menghambat kuman gram positif namun tidak sekuat penisilin G.
Menghambat kuman gram negative namun lebih lemah dari tetrasiklin,
kloramfenikol, dll.
Menghabt pertumbuhan M.teberculosis dan meningkatkan aktivitas streptomisin
dan isonizid terhadap M.tuberculosis,tetapi tidak pada etambutol.
Mekanisme kerja
Rifampisin terutama aktif terhadap sel yag sedang tumbuh. Kerjanya menghambat
DNA-dependent RNA polymerase dari mikobakteria dan mikroorganisme lain dengan
menekan mula terbenntuknya rantai dalam sintesis RNA.
Farmakodinamik
Pemberian oral hasilkan kadar puncak plasma 2-4 jam dengan dosis tunggal 7
ug/mL.
Obat ini cepat diekskresi oleh empedu kemudian mengalami sirkulasi
enteropatik.penyerapannya dihabat oleh makanan.
waktu paruh eliminasi rifampisin memanjang jika ada kelainan hepar.
Luas distribusi ditandai dengan warna merah pada urin,tinja, sputum,airmata,dan
keringat pasien. Obat ini juga dieliminasi juga lewat ASI.

43
Efek samping
Efek samping yang tidak diinginkan dengan dosis biasa jarang ditimbulkan,yang
tersering ialah ruam kulit, demam dan muntah.
Pemberian berselang dengan dosis besar sering terjadi flu like syndrome, nefritis
interstitial, nekrosis tubular akut, dan trombositopenia.yang menjadi masalah ialah
ikterus.
Lebih baik menghindari obat ini semasa kehamilan karena dapat menembus sawar
uri
Status dalam pengobatan
Rimfamisin merupakan obat yang sangat efektif untuk pengobatan tuberculosis
dan sering digunakan bersama isoniazid untuk terapi tuberculosis jangka pendek.
Sediaan dan posologi
Pemberian sebaiknya 1-2 jam sebelum makan
Dosis dewasa (BB < 50 kg) = 450 mg/hari dan (BB > 50 kg) = 60 mg/hari
Dosis anak = 10-20 mg/kgBB/hari

3. ETAMBUTOL (EMB/E)
Aktivitas antibakteri
Sensitive untuk M.tuberculosis dan M. kansasii. Obat ini tetap menekan
pertumbuhan kuman tuberculosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan
streptomisin. Kerjanya menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel
terhambat dan sel mati.
Farmakokinetik
Pemberian oral 75-80% diserap dari saluran cerna. Kadar puncak dalam plasma
dicapai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian.
50 % diekskresikan melalui urin dan 10 % lagi melalui meltabolit.
Etambutol tidak dapat menembus sawar darah otak, namun pada meningitis
tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapi dalam cairan otak.
Efek samping
Efek samping yang terpenting adalah gangguan pengelihatan
Efek samping lain seperti, ruam kulit,demam, nyeri sendi, gangguan sal cerna, dll.
Menyebabkan meningkatnya kadar asam urat darah sebesar 50%.
Status dalam pengobatan

44
Manfaat utamanya adalah mencegah timbulnya resistensi kuman terhadap
antituberkulosis lain.
Dosis
Dosis yang digunakan = 25 mg/kgBB selama 60 hari pertama dan diikuti 15
mg/kgBB.

4. PIRAZINAMID (PZA/Z)
Aktivitas antibakteri
Dalam tubuh obat ini dihidrolisis oleh enzim pirazinamidase menjadi asam
pirazionat yang aktif sebagai tuberkulostatik pada media yang bersifat asam.
Farmakokinetik
Pirazinamid mudah diserap usus dan tersebar keseluruh tubuh.
Ekskreasinya terutam melalui filtrasi glomerulus
Masa paru eliminasinya adalah 10-16 jam.
Efek samping
Efek samping yang paling serius adalah kelainan hati.
Efek samping lain ialah atralgia, anoreksia, mual dan muntah, demam, disuria, dan
malaise.
Sediaan dan dosis
Dosis oral = 20-35 mg/kgBB/hari (max 3 g)
Status dalam pengobatan
Obat yang aktif pada suasana asam dan merupakan bakterisid yang kuat untuk BTA
yang berada dalam sel makrofag. Bersama dengan H dan R merupakan obat utama yang
diberikan pada awal pengobatan tuberculosis.
PADUAN OBAT
Obat primer: isoniazid (INH/H), rifampisin (RIF/R), pirazinamid (PZA/Z), streptomisin
(SM/S), etambutol (EMB/E).
Obat sekunder: kenamisin, PAS (para amino salicylic acid), tiasetazon, etionamid,
protionamid, dll.

PRINSIP PENGOBATAN TUBERKULOSIS


Aktivitas obat
Dibagi 2 macam :

45
1. Aktivitas bakterisid. Disini obat bersifat membunuh kuman yang sedang tumbuh
(metabolisme masih aktif). Sehingga diharapkan kuman akan mati pada 2 bulan dari
permulaan pengobatan.
2. Aktivitas sterilisasi. Disini obat membunuh kuman yang pertumbuhannya lambat
(melabolisme kurang aktif). Aktivitas diukur dari kekambuhan setelah obat dihentikan.
Dari hasil pengobatan pada manusia didapatkan:
Hampir semua obat antituberkuloisis bersifat bakterisid kecuali etambutol dan tisetazon
yang sifatnya bakteriostatitik.
R dan H disebut bakterizid lengkap oleh karena obat-obat ini dapat masuk keseluruh
populasi kuman.
Z hanya bekerja pada suasana asam sedangkan S hanya bekerja pada suasana basa
(sudah tidak dipakai karena efek samping gangguan pendengaran).

FAKTOR KUMAN TUBERKULOSIS


Hubungan populasi dan aktivitas obat yang membunuhnya :
Populasi A. kelompok ini kuman kuman berkembang biak terus menerus dengan cepat.
Kuman0kuman ini banyak terdapat pada kavitas atau lesi yang PH-nya normal. H
bekerja baik pada populasi ini. selain itu R dan S bekerja pada populasi ini dengan
aktivitas yang lebih kecil.
Populasi B. dalamm kelompok ini kuman tumbuh lambat dan berada dalam lingkungan
asam (PH rendah). Hanya Pirazinamid yang dapat bekerja disini.
Populasi C. pada kelompok ini kuman berada dalam keadaan dormant (tidak ada
aktivitas metabolisme) hamper sepanjang waktu. Hanya kadang-kadang saja
metabolisme secara aktif dan waktu singka. Kuman jenis ini banyak terdapat pada
dinding kavitas. Disini hanya R yang dapat bekerja karena obat ini segera bekerja bila
kontak dengan kuman selama 20 menit.
Populasi D. dalam kelompok ini kuman sepenuhnya bersifat dormant, sehingga semua
obat antituberkulosis tidak dapat bekerja. Hanya dapat dimusnahkan dengan
mekanisme pertahanan tubuh manusia sendiiri.

DASAR TEORI PENGOBATAN TB


1. Bahwa terapi yang berhasil, memerlukan minimal 2 macam obat yang basilnya peka
terhadap obat tsb, dan salah satunya harus bersifat bakterisidik. Disini untuk

46
menghindari adanya resistensi obat terhadap kuman. Obat H dan R merupakan obat
yang paling efektif dalam mencegah resistensi obat, E dan S kemampuan menengah,
dan Z efektifitasnya paling kecil.
2. Penyembuhan penyakit membutuhkan pengobatan yang baik setelah perbaikan gejala
klinisnya, perpanjangan pengobatan di butuhkan untuk mengeliminasi basil yang
persisten. Dengan metode DOTS ( directly Observed Treatment Short Course Strategy)
pengobatan TB hanya perlu waktu 6 bulan, dimana pengobatan dibagi menjadi 2 fase,
yaitu : fase bakterisidal awal (inisial) dan fase sterilisasi (lanjutan). Diketahui bahwa H
merupakan obat bakterisidal yang paling poten, sedangkan obat R dan Z merupakan
obat sterilisator yang paling efektif. Obat tuberculosis yang aman diberikan buat ibu
hamil adalah H, R, dan E.

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:


1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus
yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil
pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
RESIMEN PENGOBATAN METODE DOTS

47
DOSIS DAN EFEK SAMPING

EVALUASI PENGOBATAN
Klinis. Pasien dikontrol minggu pertama pengobatan selanjutnya 2 minggu selama
tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. Secara klinis
keluhan-keluhan pasien seperti batuk-batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu
makan bertambah,dll.
Bakteriologi. Biasanya 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai negative. WHO
menganjurkan control sputum BTA pada akhir bulan ke 2, 4, dan 6. Pemeiksaan

48
resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya masih positif setelah tahap intensif
dan pada awal terapi bagi pasien yang mendapat pengoatan ulang. BTA tetap diperiksa
sedikitnya 3 kali berturut-turut,bila sputum sudah negative. Setelah sembuh sputum
BTA sebaiknya tetap diperiksa sebagai control akrena mungkin terjadi silent bacterial
shedding. Bila ini terjadi BTA positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan), berarti
pasien mulai kambuh lagi.
Radiologi. Tujuannya untuk melihat kemajuan terapi. Jika keluhan pasien tetap tidak
berkurang, dengan pemeriksaan radiologi dapat dilihat keadaan TB parunya atau
adakah penyakit lain yang menyertai. Evaluasi foto dada dilakukan 3 bulan sekali. Bila
secara bakteriologi ada perbaikan tetapi klinis dan radiologi tidak harus dicurigai
penyakit lain disamping TBP.

PASIEN KAMBUH
Adalah pasien yang menjalani pengobatan secara teratur dan adekuat sesuai dengan rencana,
tetapi dalam control ualangan ternyata sputum BTA kembali positif. Penanggulangan terhadap
pasien kambuh adalah :
Berikan pengobatan yang sama dengan pengobatan pertama
Lakukan pemeriksaan sputum BTA mikroskopis 3 kali, biakan, dan resistensi.
Evaluasi secara radiologi luas kelainan paru.
Identifikasi penyakit lain yang menyeratai TB seperti DM, alkoholisme atau pemberian
kostikosteroid yang lama.
Sesuaikan obat dengan tes kepekaan resistensi
Nilai kembali secara ketat hasil pengobatan secara klinis, radiologi, dan bakteriologi
tiap bulan.

PENGOBATAN PEMBEDAHAN
Terapi bedah, banyak dialkukan dalam upaya penymbuhan pasien TBP yang kambuh. Dengan
adanya obat bakterisid, terapi bedah jarang sekali dilakukan terhadap pasien TBP. Indikasi
terapi bedah adalah :
a. Pasien dengan sputum BTA tetap positif (resisten) setelah pengobatan diulang
b. Pasien dengan batuk darah massif atau berulang
c. Terapi fistula bronkopleura
d. Drainase empiema

49
e. Mengatasi gangguan mekanik yang timbul pada TB tulang
Obat-obat antiTB tetap diberikan selam 6 bulan setelah operasi. Tindakan bedah sangat berarti
dalam penyembuhan pasien.

USAHA PREVENTIF TERHADAP TB


1. Vaksinasi BCG
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa vaksinasi BCG pada anak hanya
memberikan proteksi 0-80 %. Tetapi BCG masih tetap dipakai karena mengurangi
kemungkinan TB berat (meningitis TB, TB milier,dll).
2. Kemoprofilaksis
Merupakan masalah tersendiri dalam penanggulangan TBP disamping diagnosis
yang cepat dan pengobatan yang adekuat. Obat yang sering dipakai adalah isoniazid
(H), sebagai alternatif dapat dipakai rifampisin (R). beberapa penelitian profilaksis
dengan H diberikan selama 1 tahun dapat menurunkan insiden TB sampai 55-83%.
Dengan kepatuhan minum obat cukup baik sampai dengan 90 %.

LI.4.9 Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empisema, laryngitis.
Komplikasi lanjut: onstruksi jalan nafas: Sindrom obstruksi pasca
tuberculosis (SOPT), kerusakan parenkim berat: fibrosis paru, kor
pulmonal, ARDS, sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB

LI.4.10 Prognosis
Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika infeksi
disebabkan oleh strain resisten obat atau pasien berusia lanjut dengan debilitas
atau mengalami gangguan kekebalan yang beresiko tinggi menderita
tuberkulosis milier.

LI.4.11 Pencegahan
1. Upaya Promotif
Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat kerja
melalui pendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat kerja,

50
penyuluhan, penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan kepuasan
kerja, peningkatan gizi kerja
2. Upaya preventif
Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat
penyakit TBC.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakit
pada populasi yang sehat.
Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain :
Sistem ventilasi yang baik
Pengendalian lingkungan keja
Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain :
Pendidikan kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, cara minum
obat dll.
Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium rutin, tuberculin test)
Peningkatan gizi pekerja
Penelitian kesehatan

Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalan upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkin
mencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya :
Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada pengobatan yang
diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang Pengawas Obat atau juru TBC
Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerja
Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai dan rujukan
pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.
3. Upaya kuratif dan rehabilitatif
Adalah upaya pengobatan penyakit TBC yang bertujuan untuk menyembuhkan
penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan.

51
LO.5 Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk dalam Islam
Batuk bukanlah suatu penyakit. Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh di saluran
pernapasan dan merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan
karena adanya lendir, makanan, debu, asap dan sebagainya.
Batuk terjadi karena rangsangan tertentu, misalnya debu di reseptor batuk (hidung, saluran
pernapasan, bahkan telinga). Kemudian reseptor akan mengalirkan lewat syaraf ke pusat batuk yang
berada di otak. Di sini akan memberi sinyal kepada otot-otot tubuh untuk mengeluarkan benda asing
tadi, hingga terjadilah batuk.
Etika batuk :
Tutup hidung dan mulut dengan tisu,saputangan atau kain.
Jika tidak ada jangan tutup menggunakan tangan melainkan gunakan lengan dalam baju.
Segera buang tisu yang sudah dipakai kedalam tempat sampah
Cuci tangan dengan menggunakan sabun atau pencuci tangan berbasis alkohol
Gunakan masker jika sedang sakit atau ada yang sakit disekitar kita
Tidak sembarangan membuang dahak ataupun ludah setelah batuk

52
DAFTAR PUSTAKA
Ethel, Sloane. Anatomi dan Fisiologi Pemula. EGC. Jakarta
Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC.
Ganong,William F.2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed 22, ab. Brahmn
U.Pendit.Jakarta:EGC
Sudoyo W, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : FKUI
Guyton AC, Hall JE. 2007. Fisiologi kedokteran ed XI, ab. Irawati et al. Jakarta : EGC
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed II, ab. Brahmn U.Pendit. Jakarta:
EGC
Price , Selvia A, Lorraine M. Wilson . 2006. Patofisiologi vol 1, ed VI, ab. Brahmn U.Pendit et
al. Jakarta:EGC
Brooks, Geo F, Janet S. Butel, Stephen A Morse. 2008. Jawetz, Melnick,& Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran ed.23, ab. Huriawati Hartanto, dll. Jakarta: EGC
Gunawan SG, Setiabudi R, Nafraldi. 2008. Farmakologi dan Terapi ed. 5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Raden Inmar. 2014. Anatomi Kedokteran Sistem Respirasi, Jakarta: Universitas YARSI
Eroschenco P Victor. 2003, Atlas Histologi difiore. Jakarta: EGC

53

Anda mungkin juga menyukai