Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN TUBERKULOSIS PARU


RUANG JAMRUD RSUD MOCH. ANSARI SALEH
BANJARMASIN

Oleh :

Eko Promono,S.Kep

NIM : 1614901110055

PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN PROFESI NERS-A

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

TAHUN AJARAN 2016/2017


LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS PARU

I. Konsep penyakit
1.1 Definisi penyakit tuberkulosis paru
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberculosis paru adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium tuberkolusis yang
merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah
(Wijaya, 2013).
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering
mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis (Smeltzer, 2014).

1.2 Etiologi tuberkulosis paru


Penyebab tuberkulosis paru menurut Danusantoso (2012, Hal. 101)
adalah sebagai mana telah diketahui, tuberkulosis paru disebabkan oleh
basil TB (mycobacterium tuberculosis humanis).
1.2.1 Mycobacterium tuberculosis termasuk family
mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus, satu
diantaranya adalah mycobacterium, salah satu speciesnya adalah
M. tuberculosis.
1.2.2 Mycobacterium tuberculosis yang paling berbahaya
bagi manusia adalah type humani (kemungkinan infeksi type
bovinus saat dapat diabaikan, setelah hygiene peternakan makin
di tingkatkan)
1.2.3 Basil tuberculosis mempunyai dinding sel lipoid
sehingga tahan asam basa. Karena itu, kuman disebut pula Basil
Tahan Asam (BTA)
1.2.4 Karena pada umumnya mycobacterium tahan asam,
secara teoritis Basil Tahan Asam (BTA) belum tentu identik
dengan basil tuberculosis, mungkin saja Basil Tahan Asam
(BTA) yang ditemukan adalah mycobacterium atipik yang
menjadi penyebab mycobacteriosis.
1.2.5 Kalau bakteribakteri lain hanya memerlukan
beberapa menit sampai 20 menit untuk mitosis, basil
tuberculosis memerlukan waktu 12 sampai 24 jam.
1.2.6 Basil tuberculosis sangat rentan terhadap sinar
matahari, sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Basil
tuberculosis juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila
terkena alcohol 70% atau lisol 5%.

1.3 Tanda gejala tuberkulosis paru


Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit
Dalam (2006) dapat bermacam-macam antara lain :
1.3.1 Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini
sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
Batuk merupakan gejala sistemik yang sering dijumpai biasanya
timbul pada sore dan malam hari mirip demam influeza, hilang
timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang
masa bebas serangan makin pendek. Gejala sistemik lain ialah
keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-
bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak
napas walaupun jarang dapat juga timbulnya menyerupai gejala
pneumonia tuberkulosis paru termasuk insidius (Wijaya, 2013).
1.3.2 Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan
untuk membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non produktif). Keadaan setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan
yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat
pembuluh darah yang rusak. Kebanyakan batuk darah pada TBC
terjadi pada dinding bronkus.
1.3.3 Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak
nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah
lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
Dan gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah
luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorax, anemia, dan lainlain.
1.3.4 Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai
pada pleura yang artinya persyarafan di pleura rusak, sehingga
menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang
ditemukan.
1.3.5 Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan anoreksia, berat badan makin
menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat malam.
Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara
tidak teratur.

1.4 Patofisiologi tuberkulosis paru


Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan,
infeksi tuberculosis terjadi melalui airborn yaitu melalui instalasi dropet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang
yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alveolis
biasanya diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di
saluran hidung atau cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit.

Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau


paru-paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan, leukosit polimortonuklear pada
tempat tersebut dan memfagosit namun tidak membunuh organisme
tersebut. Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat
juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak,
dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit, nekrosis bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang
relatif padat dan seperti keju-lesi nekrosis kaseora dan jaringan
granulasi di sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis
menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi
membentuk jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru-paru dinamakan fokus gholi dengan gabungan


terserangnya kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan
komplet ghon dengan mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cairan
lepas ke dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler materi tuberkel
yang dilepaskan dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan
keobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-
paru atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan
meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan
bronkus rongga. Bahan perkijaan dapat mengontrol sehingga tidak
dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh
dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang
terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu
lama dan membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi
limpal peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.


Organisme atau lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran
darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi
pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai
penyebaran limfo hematogen yang biasanya sembuh sendiri,
penyebaran ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan
tersebar ke organ-organ tubuh (Price & Wilson, 2005).

1.5 Pemeriksaan penunjang tuberkulosis paru


Menurut Somantri (2007) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada
klien dengan dengan tuberkulosis paru untuk menunjang dignosis yaitu:
1.5.1 Sputum culture: untuk memastikan apakah
keberadaan M. Tuberkulosis pada stadium aktif.
1.5.2 Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of
body fluid): positif untuk BTA.
1.5.3 Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer patch):
reaksi postif (area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam
setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi
lama dan adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan
penyakit yang sedang aktif.
1.5.4 Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil
pada lesi awal dibagian paru paru, deposit kalsium pada lesi
primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan yang
mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrosa.
1.5.5 Histlogi atau kultur jaringan ( teramasuk kumbah
lambung, urin dan CSF, serta biopsi kulit): positif untuk M.
Tuberkulosis.
1.5.6 Needle biopsi of lung tissue: positif untuk
granuloma TB, adanya sel-sel besar yang mengindikasikan
nekrosis.
1.5.7 Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi
dan beratnya infeksi misalnya hiponatremia mengakibatkan
retensi air, dapat ditemukan pada TB paru-paru lanjut kronis.
1.5.8 ABGs: mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat,
dan sisa kerusakan paru paru.
1.5.9 Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk
melihat kerusakan bronkhus atau kerusakan paru-paru karena
TB.
1.5.10 Darah: leukositosis, LED meningkat.
1.5.11 Tes fungsi paru paru: VC menurun, dead space
meningkat, TLC meningkat, dan menurunnya saturasi O2 yang
merupakan gejala sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenkim
paru-paru dan penyakit pleura.

1.6 Komplikasi tuberkulosis paru


Corwin (2009) mengatakan Komplikasi yang serius dan meluas
Tuberkulosis Paru saat ini adalah berkembangnya basil tuberculosis
yang resisten terhadap berbagai kombinasi obat. Resistensi terjadi jika
individu tidak menyelesaikan program pengobatannya hingga tuntas,
dan mutasi basil mengakibatkan basil tidak lagi responsive terhadap
antibiotic yang digunakan dalam waktu jangka pendek. Basil
tuberculosis bermutasi dengan cepat dan sering. Tuberculosis yang
resisten terhadap obat obatan juga dapat terjadi jika individu tidak dapat
menghasilkan respons imun yang efektif sebagai contoh, yang terlihat
pada pasien AIDS atau gizi buruk. Pada kasus ini, terapi antibiotik
hanya efektif sebagian. Tenaga kesehatan atau pekerja lain yang
terpajan dengan galur basil ini, juga dapat menderita tuberculosis
resistens multi obat, yang dalam beberapa tahun dapat mengakibatkan
morbiditas dan sering bahkan kematian. Mereka yang mengidap
tubrkulosis resisten multiobat memerlukan terapi yang lebih toksit dan
mahal dengan kecendrungan mengalami kegagalan.

Menurut Suriadi (2006) kompliki dari TB Paru antara lain :


1.6.1 Meningitis
1.6.2 Spondilitis
1.6.3 Pleuritis
1.6.4 Bronkopneumonia

1.7 Penatalaksanaan tuberkulosis paru


Menurut Ardiansyah (2012. Hal: 309) Penatalaksanaan dari TB dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu pencegahan, pengobatan dan penemuan
penderita:
1.7.1 Pencegahan Tuberkulosis paru
1.7.1.1 Pencegahan tuberkulosis paru dilakukan
dengan pemeriksaan terhadap individu yang bergaul
erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif.
1.7.1.2 Mass chest X-ray. Yaitu Pemeriksaan massal
terhadap kelompok-kelompok tertentu misalnya:
Karyawan rumah sakit/puskesmas/balai pengobatan,
penghuni rumah tahanan, siswa-siswai pesantren.
1.7.1.3 Vaksinasi BCG (bacille Calmette-Guerin);
reaksi positif terjadi jika setelah mendapat vaksinasi
BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam
waktu kurang dari tujuh hari.
1.7.1.4 Kemoprofilaksis yaitu dengan menggunakan
INH 5mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan
menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang
masih sedikit
1.7.1.5 Komunikasi, informasi dan edukasi tentang
penyakit tuberkulosis paru kepada masyarakat di
tingkat Puskesmas maupun rumah sakit oleh petugas
pemerintah atau petugas lembaga swadaya masyarakat.
1.7.2 Pengobatan Tuberkulosis paru
Tujuan pengobatan pada penderita tuberkulosis paru, selain
untuk mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan,
reistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis serta
memutuskan rantai penularan.
1.7.3 Penemuan Penderita TB Paru
1.7.3.1 Penatalaksnaan terapi: asupan nutrisi
adekuat/ mencukupi.
1.7.3.2 Kemoterapi yang mencakup pemberian:
isoniazid (INH) sebagai bakterisidial terhadap basil
yang tumbuh aktif. Obat ini diberikan selama 18 s.d 24
bulan dan dengan dosis 10-20mg/kg berat badan/hari
melalui oral. Kombinasi antara NH, rifampicin, dan
prrazinamid yang diberikan selama 6 bulan. Obat
tambahan antara lain streptomycin (diberikan
intramuskuler) dan ethambutol. Terapi kortikosteroid
bersamaan dengan obat anti tuberkulosis untuk
mengurangi respon peradangan, misalnya pada
meningitis.
1.7.3.3 Pembedahan dilakukan jika kemoterapi tidak
berhasil. Tindakan ini dilakukan dengan mengangkat
jaringan paru yang rusak.
1.7.3.4 Pencegahan dilakukan dengan menghindari
kontak langsung dengan orang yang terinfeksi basil
tuberkulosis serta mempertahankan asupan nutrisi yang
memadai. Pemberian imunisasi BCG juga diperlukan
untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

1.8 Pathway tuberkulosis paru


II. Rencana asuhan keperawatan klien dengan tuberkulosis paru
2.1 Pengkajian
2.1.1 Aktivitas atau istirahat
- Gejala: kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk,
nafas pendek karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari,
menggigil atau berkeringat.
- Tanda: takikardia, takipnea/dispnea saat beraktifitas,
kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap lanjut).
2.1.2 Integritas EGO
- Gejala: adanya faktor stress lama, masalah keuangan
rumah, perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan. Populasi
budaya/etnik, misal orang Amerika asli atau imigran dari
Asia Tenggara/benua lain.
- Tanda: menyangkal (khususnya selama tahap dini) ansietas
ketakutan.
2.1.3 Makanan/cairan
- Gejala: kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna,
penurunan berat badan.
- Tanda: turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan
otot/hilang lemak subkutan.
2.1.4 Nyeri
- Gejala: nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
- Tanda: berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
gelisah.
2.1.5 Pernafasan
- Gejala: batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek,
riwayat tuberculosis terpajan pada individu terinfeksi.
- Tanda: peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas
atau fibrosis parenkim paru pleura) pengembangan
pernafasan tidak simetri (effuse pleura) perkusi pekak dan
penurunan fremitus (cairan pleural atau penebalan pleural
bunyi nafas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral
efusi pleural/pneumotorak) bunyi nafas tubuler dan bisikan
pectoral di atas lesi luas, krekels tercabut di atas aspek paru
selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekes post
tussic) karakteristik sputum: hijau, puluren, muloid kuning
atau bercak darah deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
2.1.6 Keamanan
- Gejala: adanya kondisi penekanan imun. contoh: AIDS,
kanker. Tes 111V positif.
- Tanda: demam rendah atau sedikit panas akut.
2.1.7 Interaksi sosial
Gejala: perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular,
perubahan bisa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran.
2.1.8 Pemeriksaan penunjang
2.1.9 Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberculosis
paru yaitu:
2.1.9.1 Sputum culture: untuk memastikan apakah
keberadaan M. Tuberkulosis pada stadium aktif.
2.1.9.2 Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to
smear of body fluid): positif untuk BTA.
2.1.9.3 Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer
patch): reaksi postif (area indurasi 10 mm atau lebih,
timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal)
mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi,
tetapi tidak mengindikasikan penyakit yang sedang
aktif.
2.1.9.4 Chest X-ray: dapat memperlihatkan infiltrasi
kecil pada lesi awal dibagian paru paru, deposit
kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan
pleura. Perubahan yang mengindikasikan TB yang
lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.
2.1.9.5 Histlogi atau kultur jaringan ( teramasuk
kumbah lambung, urin dan CSF, serta biopsi kulit):
positif untuk M. Tuberkulosis.
2.1.9.6 Needle biopsi of lung tissue: positif untuk
granuloma TB, adanya sel-sel besar yang
mengindikasikan nekrosis.
2.1.9.7 Elektrolit: mungkin abnormal tergantung
dari lokasi dan beratnya infeksi misalnya hiponatremia
mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB
paru-paru lanjut kronis.
2.1.9.8 ABGs: mungkin abnormal, tergantung
lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru paru.
2.1.9.9 Bronkografi: merupakan pemeriksaan
khusus untuk melihat kerusakan bronkhus atau
kerusakan paru-paru karena TB.
2.1.9.10 Darah: leukositosis, LED meningkat.
2.1.9.11 Tes fungsi paru paru: VC menurun, dead
space meningkat, TLC meningkat, dan menurunnya
saturasi O2 yang merupakan gejala sekunder dari
fibrosis/infiltrasi parenkim paru-paru dan penyakit
pleura.

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


2.2.1 Diagosa 1: Ketidakefektifan bersihan jalan napas
2.2.1.1 Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi
dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan
jalan napas.
2.2.1.2 Batasan karakteristik
Batuk yang tidak efektif, dispnea, gelisah, kesulitan
verbalisasi, mata terbuka lebar, ortopnea, penurunan
bunyi napas, perubahan frekuensi napas, perubahan
pola napas, sianosis, sputum dalam jumlah yang
berlebihan, suara napas tambahan, tidak ada batuk.
2.2.1.3 Faktor yang berhubungan
1) Lingkungan: perokok, terpajan asap,
perokok pasif
2) Obstruksi jalan napas: adanya jalan napas
buatan, benda asing dalam jalan napas, eksudat
dalam alveoli, hiperplasia pada dinding bronkus,
mukus berlebihan, penyakit paru obstruktif kronis,
sekresi yang tertahan, spasme jalan napas.
3) Fisiologis: asma. Disfungsi neuromuskular,
infeksi, jalan napas alergik.
2.2.2 Diagnosa 2: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh
2.2.2.1 Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.
2.2.2.2 Batasan karakteristik
Berat badan 20% atau lebih dibawah rentang berat
badan normal, bising usus hiperaktif, cepat kenyang
setelah makan, diare, gangguan sensasi rasa, kehilangan
rambut berlebihan, kelemahan otot pengunyah,
kelemahan otot menelan, kerapuhan kapiler, kesalahan
informasi, kesalahan persepsi, ketidakmampuan
memakan makanan, kram abdomen, kurang informasi,
kurang minat pada makanan, kurang minat pada
makanan, membran mukosa pucat, nyeri abdomen,
penurunan berat badan dengan asupan makanan
adekuat, sariawan rongga mulut, tonus otot menurun.

2.2.2.3 Faktor yang berhubungan


Faktor biologis, faktor ekonomi, gangguan psikososial,
ketidakmampuan makan, ketidakmampuan mencerna
makanan, ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien,
kurang asupan makanan.

2.3 Perencanaan
2.3.1 Diagnosa 1: Ketidakefektifan bersihan jalan
napas
2.3.1.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcome criteria):
berdasarkan NOC
Setelah dilakukan proses keperawatan selama ... x 24
diharapkan saluran trakeobronkial yang terbuka dan
lancar untuk pertukaran udara. Kriteria hasil:
Skala target outco
Indikator
IR ER
Frekuensi pernapasan
Irama pernapasan
Suara napas tambahan
Batuk
Akumulasi sputum
Kemampuan untuk mengeluarkan sekret

2.3.1.2 Intervensi keperawatan dan rasional:


berdasarkan NIC
NIC Rasional
Monitor tanda-tanda vital Mengumpulkan dan menganalis
data kardiovaskuler, pernapasan
dan suhu tubuh untuk menentuk
dan mencegah komplikasi
Manajemen jalan napas Memfasilitasi kepatenan jalan
napas
Terapi oksigen Pemberian oksigen dan pemanta
mengenai efektifitasnya
Peningkatan (manajemen) batuk Meningkatakan inhalasi dalam o
pasien yang akan memicu tekan
yang tinggi dalam intra-toraks d
penekanan pada bagian bawah
parenkim paru untuk dapat
mengeluarkan udara yang kuat.
2.3.2 Diagnosa 2: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh
2.3.2.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcome criteria):
berdasarkan NOC
Setelah dilakukan proses keperawatan selama ... x 24
diharapkan sejauh mana nutrisi dicerna dan diserap
untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Kriteria hasil:
Skala target outco
Indikator
IR ER
Asupan gizi
Asupan makanan
Asupan cairan
Energi
Hidrasi
Rasio berat badan/tinggi badan

2.3.2.2 Intervensi keperawatan dan rasional:


berdasarkan NIC
NIC Rasional
Monitor nutrisi Mengumpulkan dan menganalis
data pasienyang berkaitan denga
asupan nutrisi
Terapi nutrisi Pemberian makanan dan cairan
untuk membantu proses metabo
pada pasien malnutrisi atau [pas
yang beresiko tinggi mengalami
malnutrisi
Bantuan peningkatan berat badan Memfasilitasi peningatan berat
badan

III. Daftar pustaka


Doenges, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3). Jakarta :
EGC

Guyton, A. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta: EGC.

Suriadi. (2006). Asuhan Keperawatan pada Anak(Edisi V). Jakarta :


CV.AgungSetu

Wilkinson, J.M. & Ahern, N.R. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta: EGC.

Banjarmasin, 12 Juni 2017


Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai