Biaya juga merupakan faktor yang terlibat dalam menentukan apakah keuntungan
absolut ada. Ketika itu adalah mungkin untuk memproduksi lebih banyak produk
dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit, ini biasanya diterjemahkan
ke dalam biaya produksi yang lebih rendah per unit. Bahkan dengan asumsi bahwa
produsen menjual setiap unit dengan biaya sedikit di bawah kompetisi, hasil akhir
masih harus keuntungan yang lebih tinggi pada setiap unit yang dijual.
Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa
tenaga kerja itu sifatnya homogen serta merupakan satu-satunya faktor produksi.
Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, faktor produksi tidak hanya
satu dan mobilitas tenaga kerja tidak bebas. Namun teori itu mempunyai dua
manfaat: pertama, memungkinkan kita dengan secara sederhana menjelaskan
tentang spesialisasi dan keuntungan dari pertukaran. Kedua, meskipun pada teori-
teori berikutnya (teori modern) kita tidak menggunakan teori nilai tenaga kerja,
namun prinsip teori ini tidak bisa ditinggalkan (tetap berlaku).
Dengan adanya pembagian kerja, suatu negara dapat memproduksi barang dengan
biaya yang lebih murah dibandingkan dengan negara lain, sehingga dalam
mengadakan perdagangan negara tersebut memperoleh keunggulan mutlak.
Dengan spesialisasi, suatu negara akan mengkhususkan pada produksi barang yang
memiliki keuntungan. Suatu negara akan mengimpor barang-barang yang bila
diproduksi sendiri (dalam negeri) tidak efisien atau kurang menguntungkan,
sehingga keunggulan mutlak diperoleh bila suatu negara mengadakan spesialisasi
dalam memproduksi barang. Keuntungan mutlak diartikan sebagai keuntungan
yang dinyatakan dengan banyaknya jam/hari kerja yang dibutuhkan untuk
membuat barang-barang produksi. Suatu negara akan mengekspor barang tertentu
karena dapat menghasilkan barang tersebut dengan biaya yang secara mutlak lebih
murah daripada negara lain. Dengan kata lain, negara tersebut memiliki
keuntungan mutlak dalam produksi barang.
Jadi, keuntungan mutlak terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap satu
macam produk yang dihasilkan, dengan biaya produksi yang lebih murah jika
dibandingkan dengan biaya produksi di negara lain.
Pandangan Adam Smith (1723-1790) atas konsep nilai dibedakan menjadi 2 yaitu
nilai pemakaian dan nilai penukaran. Hal ini menimbulkan paradok nilai, yaitu
barang yang mempunyai nilai pemakaian (nilai guna yang sangat tinggi, misalnya
air dan udara, tetapi mempunyai nilai penukaran yang sangat rendah. Malahan
boleh dikatakan tidak mempunyai nilai penukaran. Sedangkan di sisi lain barang
yang nilai gunanya sedikit tetapi dapat memiliki nilai penukaran yang tinggi,
seperti berlian. Hal ini baru diselesaikan oleh ajaran nilai subyektif.
Masngudi (2006) menjelaskan bahwa teori keunggulan absolut dari Adam Smith
mempunyai kelemahan-kelemahan sebagai berikut:
Contoh 1:
Indonesia dan India memproduksi dua jenis komoditi yaitu pakaian dan tas dengan
asumsi (anggapan) masing-masing negara menggunakan 100 tenaga kerja untuk
memproduksi kedua komoditi tersebut. 50 tenaga kerja untuk memproduksi
pakaian dan 50 tenaga kerja untuk memproduksi tas. Hasil total produksi kedua
negara tersebut yaitu:
Contoh 2:
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui, bahwa Indonesia lebih unggul untuk
memproduksi rempah-rempah dan Jepang lebih unggul untuk produksi elektronik,
sehingga negara Indonesia sebaiknya berspesialisasi untuk produk rempah-rempah
dan negara Jepang berspesialisasi untuk produk elektronik. Dengan demikian,
seandainya kedua negara tersebut mengadakan perdagangan atau ekspor dan
impor, maka keduanya akan memperoleh keuntungan.
Sumber : https://vianisilv.wordpress.com/2014/10/06/teori-keunggulan-mutlak-
absolute-advantage/