Anda di halaman 1dari 8

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Perdagangan Internasional Pengertian dan Ruang Lingkup


Perdagangan atau pertukaran barang dan jasa antara penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lain merupakan salah satu bentuk
hubungan ekonomi internasional. Perdagangan timbul karena salah satu
atau kedua belah pihak memperoleh manfaat tambahan dari kegiatan
tersebut.
Suatu perdagangan yang murni dapat terjadi atas dasar suka rela antara
kedua belah pihak, yaitu hubungan perdagangan yang terjadi tanpa
adanya tekanan dari satu pihak terhadap pihak lainnya atau tanpa
dikaitkan dengan faktor-faktor di luar faktor ekonomi. Jadi secara
teoritis terjadinya hubungan perdagangan didasari oleh manfaat ekonomi
yang dapat diperoleh masing-masing negara.

Pandangan Merkantilisme Mengenai Perdagangan Internasional


Merkantilisme merupakan suatu sistem tentang kebijakan ekonomi yang
dianjurkan dan dipraktekkan sekelompok negarawan-negarawan Eropa
pada abad XVI dan XVII. Oleh Adam Smith (1776) menamakan sistem
ini dengan The commercial or mercantile system. Jadi merkantilisme
belum merupakan suatu teori perdagangan, akan tetapi masih merupakan
ide yang dianjurkan oleh para penganjurnya, antara lain Sir Josiah Child,
Thomas Mun, Jean Bodin, Von Hornich, dan telah dipraktekkan di
negara-negara Eropa pada masa tersebut di atas.
Adapun ide pokok merkantilisme dalam kebijakan perdagangan
luar negeri adalah : 1) Penumpukan logam mulia, 2) Keinginan untuk
mencapai dan mempertahankan kelebihan nilai ekspor terhadap nilai
impor.
Pada dasarnya ide merkantilisme tersebut berkembang berkaitan
dengan tujuan merkantilisme yaitu pembentukan negara nasional yang
kuat dan pemupukan kemakmuran nasional untuk mempertahankan dan
mengembangkan kekuatan negara. Guna mencapai tujuan tersebut, maka
alat yang dapat digunakan adalah melalui perdagangan internasional. Sir
Josiah Child (1630-1699) menyatakan yang artinya bahwa perdagangan
luar negeri menghasilkan kekayaan, kekayaan menghasilkan kekuasaan,
kekuasaan melindungi/mempertahankan perdagangan dan agama kita.
Merkantilisme beranggapan bahwa untuk mencapai kekayaan,
kemakmuran dan kekuasaan, maka logam mulia harus diperbanyak
melalui perdagangan yang surplus. Melalui perdagangan yang surplus
dapat diperoleh logam mulia. Logam mulia atau uang lebih berharga dari
pada barang-barang lainnya. Oleh karena itu pada awal perkembangan
merkantilisme, eskpor logam mulia tidak diperbolehkan, karena dapat
mengurangi cadangan di dalam negeri.
Untuk menghasilkan neraca perdagangan yang menguntungkan
(surplus), maka merkantilsme menempuh kebijakan perdagangan yang
protektif, di mana ekspor harus didorong berupa pemberian subsidi
terhadap industri barang-barang ekspor, pelarangan ekspor bahan
mentah agar harga bahan mentah domestik tetap rendah. Sebaliknya
untuk barang-barang impor dibatasi sedemikian rupa dengan
menetapkan tarif yang cukup tinggi ataupun larangan secara langsung
masuknya barang-barang impor apabila dapat dihasilkan sendiri di
dalam negeri.
Selanjutnya di bidang ketenagakerjaan, diterapkan pelarangan
emigrasi bagi tenaga-tenaga teknisi, upah tenaga kerja harus
dipertahankan serendah mungkin, agar harga barang-barang dan jasa-
jasa di dalam negeri tetap murah di banding harga barang-barang impor.
Kebijakan lain yang diterapkan oleh merkantilisme adalah kebijakan
monopoli perdagangan dalam upaya memperoleh daerah-daerah jajahan.
Ide kebijakan perdagangan yang dikembangkan oleh kaum
merkantilisme terutama menyangkut penumpukan logam mulia dikritik
oleh David Hume dengan mekanisme otomatis dari aliran logam mulia-
harga ( price-specie flow mechanism). Logam mulia merupakan alat
pembayaran yang digunakan dalam perdagangan. Apabila ekspor lebih
besar dari pada impor, maka terjadi aliran uang masuk yang semakin
banyak (jumlah uang beredar bertambah). Bertambahnya uang beredar
di dalam negeri yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi
barang dan jasa, maka akan terjadi inflasi atau kenaikan harga. Kenaikan
harga dalam negeri tentu mengakibatkan naiknya harga barang ekspor,
sehingga volume ekspor menurun. Di sisi lain, harga barang impor
menjadi lebih rendah, sehingga volume impor meningkat. Kondisi
demikian mengakibatkan neraca perdagangan menjadi defisit (ekspor
lebih kecil dari pada impor) yang berdampak pada berkurangnya uang
beredar (logam mulia). Berkurangnya logam mulia atau uang beredar
mengakibatkan kemakmuran negara yang bersangkutan menjadi lebih
rendah, karena logam mulia identik dengan kekayaan dan kemakmuran.
Dengan demikian melalui mekanisme penyesuaian neraca perdagangan
otomatis (price-specie flow mechanism), tidaklah mungkin untuk dapat
mempertahankan neraca perdagan yang surplus.
Selanjutnya, penumpukan logam mulia oleh individu
mengakibatkan inefisiensi ekonomi yang dapat menghambat
perkembangan kegiatan ekonomi, di mana investasi produktif yang
dilakukan menurun, sehingga produksi barang dan jasa tidak dapat
ditingkatkan yang berdampak pada menurunnya kekayaan dan
kemakmuran nasional. Dengan adanya kritik tersebut, maka ide
merkantilisme tidak relevan lagi.
Teori Keunggulan Mutlak/Absolut menurut Adam Smith bahwa setiap Negara akan
memperoleh manfaat perdagangan Internasional apabila melakukan spesialisasi
pada produk yang mempunyai efisiensi produksi lebih baik dari Negara lain, dan
melakukan perdagangan internasional dengan Negara lain yang mempunyai
kemampuan spesialisasi pada produk yang tidak dapat diproduksi di Negara
tersebut secara efisien.

Ada beberapa asumsi dari teori keunggulan mutlak/absolut ini:

1. Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja


2. Kualitas barang yang diproduksi kedua Negara sama
3. Pertukaran dilakukan secara barter tanpa mengeluarkan uang
4. Biaya ditanspor ditiadakan

Teori keunggulan mutlak/absolut adalah situasi ekonomi di mana penjual mampu


menghasilkan jumlah yang lebih tinggi dari produk yang diberikan, saat
menggunakan jumlah yang sama sumber daya yang digunakan oleh pesaing untuk
menghasilkan jumlah yang lebih kecil. Hal ini dimungkinkan bagi individu,
perusahaan, dan bahkan negara memiliki keuntungan absolut di pasar. Kemampuan
untuk menghasilkan lebih banyak barang dan jasa dengan lebih efisien juga
memungkinkan untuk mendapatkan keuntungan lebih, dengan asumsi bahwa
semua unit yang diproduksi dijual.

Biaya juga merupakan faktor yang terlibat dalam menentukan apakah keuntungan
absolut ada. Ketika itu adalah mungkin untuk memproduksi lebih banyak produk
dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit, ini biasanya diterjemahkan
ke dalam biaya produksi yang lebih rendah per unit. Bahkan dengan asumsi bahwa
produsen menjual setiap unit dengan biaya sedikit di bawah kompetisi, hasil akhir
masih harus keuntungan yang lebih tinggi pada setiap unit yang dijual.

Teori Keunggulan Mutlak/Absolut lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil


bukan moneter, sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory)
perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan
perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan
banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin
banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut
(Labor Theory of value). Teori Absolute Advantage Adam Smith yang sederhana
menggunakan teori nilai tenaga kerja.

Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa
tenaga kerja itu sifatnya homogen serta merupakan satu-satunya faktor produksi.
Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, faktor produksi tidak hanya
satu dan mobilitas tenaga kerja tidak bebas. Namun teori itu mempunyai dua
manfaat: pertama, memungkinkan kita dengan secara sederhana menjelaskan
tentang spesialisasi dan keuntungan dari pertukaran. Kedua, meskipun pada teori-
teori berikutnya (teori modern) kita tidak menggunakan teori nilai tenaga kerja,
namun prinsip teori ini tidak bisa ditinggalkan (tetap berlaku).

Menurut beliau bahwa perkembangan ekonomi diperlukan adanya spesialisasi agar


produktivitas tenaga kerja bertambah karena dengan adanya spesialisasi akan
meningkatkan keterampilan tenaga kerja. Disamping itu, beliau juga menitik
beratkan pada luasnya pasar. Pasar yang sempit akan membatasi spesialisasi
(Devition of Labour) oleh karena itu pasar harus seluas mungkin supaya dapat
menampung hasil produksi sehingga perdagangan Internasional menarik perhatian.
Karena hubungan perdagangan internasional itu menambah luasnya pasar, jadi
pasar terdiri pasar luar negeri dan pasar dalam negeri.

Prinsip Adam Smith mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh


tingkat Investasi G=f (I).

Dalam teori keunggulan mutlak, Adam Smith mengemukakan ide-ide sebagai


berikut:

1. Adanya Division of Labour (Pembagian Kerja Internasional) dalam


Menghasilkan Sejenis Barang

Dengan adanya pembagian kerja, suatu negara dapat memproduksi barang dengan
biaya yang lebih murah dibandingkan dengan negara lain, sehingga dalam
mengadakan perdagangan negara tersebut memperoleh keunggulan mutlak.

1. Spesialisasi Internasional dan Efisiensi Produksi

Dengan spesialisasi, suatu negara akan mengkhususkan pada produksi barang yang
memiliki keuntungan. Suatu negara akan mengimpor barang-barang yang bila
diproduksi sendiri (dalam negeri) tidak efisien atau kurang menguntungkan,
sehingga keunggulan mutlak diperoleh bila suatu negara mengadakan spesialisasi
dalam memproduksi barang. Keuntungan mutlak diartikan sebagai keuntungan
yang dinyatakan dengan banyaknya jam/hari kerja yang dibutuhkan untuk
membuat barang-barang produksi. Suatu negara akan mengekspor barang tertentu
karena dapat menghasilkan barang tersebut dengan biaya yang secara mutlak lebih
murah daripada negara lain. Dengan kata lain, negara tersebut memiliki
keuntungan mutlak dalam produksi barang.
Jadi, keuntungan mutlak terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap satu
macam produk yang dihasilkan, dengan biaya produksi yang lebih murah jika
dibandingkan dengan biaya produksi di negara lain.

Pandangan Adam Smith (1723-1790) atas konsep nilai dibedakan menjadi 2 yaitu
nilai pemakaian dan nilai penukaran. Hal ini menimbulkan paradok nilai, yaitu
barang yang mempunyai nilai pemakaian (nilai guna yang sangat tinggi, misalnya
air dan udara, tetapi mempunyai nilai penukaran yang sangat rendah. Malahan
boleh dikatakan tidak mempunyai nilai penukaran. Sedangkan di sisi lain barang
yang nilai gunanya sedikit tetapi dapat memiliki nilai penukaran yang tinggi,
seperti berlian. Hal ini baru diselesaikan oleh ajaran nilai subyektif.

Masngudi (2006) menjelaskan bahwa teori keunggulan absolut dari Adam Smith
mempunyai kelemahan-kelemahan sebagai berikut:

1. Teori keunggulan absolut tidak menjelaskan dengan mekanisme apa dunia


memperoleh keuntungan dan output dan bagaimana dibagikan di antara para
penduduk masing-masig negara.
2. Dalam model teori keunggulan absolut tidak menjelaskan bagaimana jikalau
negara yang satu sudah mengadakan spesialisasi sedangkan yang lain masih
memproduksikan kedua produk.
3. Bahwa labor productivity berbeda-beda.
4. Bahwa Adam Smith tak terpikirkan adanya negara negara yang sama sekali
tidak memiliki keunggulan absolut.

Contoh 1:

Indonesia dan India memproduksi dua jenis komoditi yaitu pakaian dan tas dengan
asumsi (anggapan) masing-masing negara menggunakan 100 tenaga kerja untuk
memproduksi kedua komoditi tersebut. 50 tenaga kerja untuk memproduksi
pakaian dan 50 tenaga kerja untuk memproduksi tas. Hasil total produksi kedua
negara tersebut yaitu:

Produk Indonesia India


Pakaian 40 unit 20 unit
Tas 20 unit 30 unit
Berdasarkan informasi di atas, Indonesia memiliki keunggulan mutlak dalam
produksi pakaian dibandingkan dengan India, karena 50 tenaga kerja di Indonesia
mampu memproduksi 40 tenaga kerja dan India hanya bisa memproduksi 20 unit.
Sedangkan India memiliki keunggulan mutlak dalam memproduksi tas karena
India bisa membuat 30 tas, Indonesia hanya 20 tas. Jadi Indonesia memiliki
keunggulan mutlak dalam produksi pakaian dan India memiliki keunggulan mutlak
dalam produksi tas. Apabila Indonesia dan India melakukan spesialisasi produksi,
hasilnya akan sebagai berikut:

Produk Indonesia India


Pakaian 80 unit 0 unit
Tas 0 unit 60 unit

Dengan melakukan spesialisasi hasil produksi semakin meningkat. Karena


Indonesia dan India memindahkan tenaga kerja dalam produksi komoditi yang
menjadi spesialisasi. Sebelum spesialisasi, jumlah produksi sebanyak 60 unit
pakaian dan 50 unit tas. Tetapi setelah spesialisasi, jumlah produksi meningkat
menjadi 80 unit pakaian dan 60 unit tas. Jadi keunggulan mutlak terjadi apabila
suatu negara dapat menghasilkan komoditi-komoditi tertentu dengan lebih efisien,
dengan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan negara lain.

Contoh 2:

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui, bahwa Indonesia lebih unggul untuk
memproduksi rempah-rempah dan Jepang lebih unggul untuk produksi elektronik,
sehingga negara Indonesia sebaiknya berspesialisasi untuk produk rempah-rempah
dan negara Jepang berspesialisasi untuk produk elektronik. Dengan demikian,
seandainya kedua negara tersebut mengadakan perdagangan atau ekspor dan
impor, maka keduanya akan memperoleh keuntungan.

Besarnya keuntungan dapat dihitung sebagai berikut:

1. Untuk negara Indonesia, Dasar Tukar Dalam Negeri (DTD) 1 kg rempah-


rempah akan mendapatkan 1 unit elektronik, sedangkan Jepang 1 kg
rempah-rempah akan mendapatkan 4 unit elektronik. Dengan demikian, jika
Indonesia menukarkan rempah-rempahnya dengan elektronik Jepang akan
memperoleh keuntungan sebesar 3 unit elektronik, yang diperoleh dari (4
elektronik 1 elektronik).
2. Untuk negara Jepang Dasar Tukar Dalam Negerinya (DTD) 1 unit elektronik
akan mendapatkan 0,25 rempah-rempah, sedangkan di Indonesia 1 unit
elektronik akan mendapatkan 1 kg rempah-rempah. Dengan demikian, jika
negara Jepang mengadakan perdagangan atau menukarkan elektroniknya
dengan Indonesia akan memperoleh keuntungan sebesar 0,75 kg rempah-
rempah, yang diperoleh dari ( 1 kg rempah-rempah 0,25 elektronik).

Sumber : https://vianisilv.wordpress.com/2014/10/06/teori-keunggulan-mutlak-
absolute-advantage/

Anda mungkin juga menyukai