Anda di halaman 1dari 3

Statin

Statin atau penghambat kompetitif HMG-CoA reduktase adalah suatu zat yang didapat dari
jamur Aspergillus terreus yang bersifat kompetitor kuat terhadap HMG-CoA reduktase suatu
enzim yang mengkontrol biosintesis kolesterol. Senyawa tersebut merupakan analog struktural
dari HMG-CoA (3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A). Ada beberapa penghambat HMG-
CoA reduktase yang begitu dikenal, yaitu: lovastatin, atorvastatin, fluvastatin, pravastatin,
simvastatin, dan rosuvastatin. Obat-obat ini sangat efektif dalam menurunkan kadar LDL
kolesterol plasma. Efek-efek lainnya adalah termasuk penurunan oxidative stress dan inflamasi
vaskular dengan peningkatan stabilitas dari lesi aterosklerotik (Suyatna dan Handoko,1995;
Katzung,2003).

Kimia dan Farmakokinetika

Lovastatin dan simvastatin merupakan lactone yang tidak aktif yang dihidrolisis dalam saluran
cerna menjadi turunan hidroksil- yang aktif, sedangkan pravastatin mempunyai satu cincin
lakton terbuka. Atorvastatin, cerivastatin, dan fluvastatin mengandung fluorine, yang aktif ketika
dicerna. Absorpsi penghambat/inhibitor reduktase terhadap dosis pemberian dapat berbeda dari
sekitar 40% hingga 75% dengan pengecualian fluvastatin, yang hampir diabsorpsi dengan
sempurna. Sebagian besar dosis yang diabsorpsi diekskresi dalam empedu; sekitar 5-20%
diekskresi di dalam urine. Waktu paruh plasma obat tersebut berkisar dari 1 hingga 3 jam kecuali
atorvastatin yang waktu paruhnya adalah 14 jam (Katzung,2003)

Cara Kerja Statin

Reduktase HMG-Coa memperantarai langkah awal biosintesis sterol. Bentuk aktif penghambat
reduktase merupakan analog struktural HMG-CoA yang dibentuk oleh reduktase HMG-CoA
dalam sintesis mevalonate. Analog tersebut menyebabkan hambatan parsial pada enzim sehingga
dapat merusak sintesis isoprenoid semacam ubiquinone dan dolichol, dan prenylasi protein,
namun belum diketahui apakah terbukti mempunyai aktifitas biologi yang bermakna
(Katzung,2003).

Penghambat HMG-CoA reduktase menghambat sintesis kolesterol di hati dan hal ini akan
menurunkan kadar LDL plasma. Menurunnya kadar kolesterol akan menimbulkan perubahan-
perubahan yang berkaitan dengan potensi obat ini. (Suyatna dan Handoko,1995). Namun
penghambat reduktase jelas menginduksi suatu peningkatan reseptor LDL dengan afinitas tinggi.
Efek tersebut meningkatkan baik kecepatan katabolisme fraksional LDL maupun ekstraksi
precursor LDL oleh hati (VLDL sisa), sehingga mengurangi simpanan LDL plasma. Penurunan
yang sedikit dalam trigliserida plasma dan sedikit peningkatan dalam kadar kolesterol HDL
terjadi pula selama pengobatan (Katzung,2003)

Rupanya obat ini melangsungkan efeknya dalam menurunkan kolesterol dengan cara
meningkatkan jumlah reseptor LDL, sehingga katabolisme kolesterol terjadi semakin banyak.
Dengan demikian maka obat ini dapat menurunkan kadar kolesterol (LDL) (Suyatna dan
Handoko,1995; Katzung,2003)

Penggunaan & Dosis Terapeutik

Penghambat reduktase HMG-CoA bermanfaat pada penggunaan secara tunggal maupun bersama
dengan resin pengikat asam empedu atau niacin untuk pengobatan gangguan yang melibatkan
peningkatan kadar LDL plasma. Wanita yang hamil, sedang menyusui, atau yang berencana
untuk hamil sebaiknya tidak diberi obat tersebut (Katzung,2003).

Oleh karena pola biosintesis kolesterol yang diurnal, maka penghambat reduktase sebaiknya
diberikan pada malam hari apabila menggunakan dosis tunggal satu kali sehari. Absorpsi pada
umumnya (kecuali pravastatin) ditingkatkan dengan penggunaannya bersama dengan makanan.
Dosis harian lovastatin bervariasi dari 10 mg hingga 80 mg. Simvastatin dua kali lebih kuat dan
diberikan dalam dosis sebesar 5-80 mg sehari. Cerivastatin diberikan dengan dosis sebesar 0,3-
0,8 mg sehari. Sementara atorvastatin diberikan dalam dosis sebesar 5-80 mg sehari
(Katzung,2003).

Toksisitas

Peningkatan aktifitas aminotransferase serum (sampai tiga kali kadar normal) terjadi pada
beberapa pasien yang menerima penghambat reduktase HMG-CoA. Peningkatan tersebut
seringkali tidak teratur dan biasanya tidak dihubungkan dengan kejadian lain mengenai toksisitas
hati. Terapi dapat dilanjutkan pada pasien tersebut apabila tidak menimbulkan gejala dan
sebaiknya kadar aminotransferase harus sering diukur. Pada sekitar 2% pasien, beberapa
diantaranya dengan penyakit hati ataupun riwayat penyalahgunaan alkohol, maka kadar
aminotransferase dapat melebihi tiga kali batas normal. Pengobatan sebaiknya langsung
dihentikan pada pasien-pasien dengan hepatotoksisitas yang mengalami penurunan LDL yang
mendadak, malaise, dan anoreksia serta pada pasien tanpa gejala akan tetapi aktifitas
aminotransferase-nya tetap meningkat sampai lebih dari 3 kali di atas batas normal. Dosis
penghambat reduktase juga harus diturunkan pada pasien-pasien dengan penyakit hati
parenkimal. Secara umum aktifitas aminotransferase sebaiknya diukur dalam jangka waktu 1-2
bulan dan kemudian setiap 6 bulan selama terapi (Katzung,2003).

Katabolisme lovastatin, simvastatin, dan atorvastatin berlangsung melalui sitokrom P450 3A4,
sedangkan fluvastatin dan cerivastatin diperantarai masing-masing oleh CYP2C9 dan suatu
kombinasi 3A4 dan 2C9. Penghambat reduktase yang bergantung pada 3A4 cenderung
berakumulasi di dalam plasma dengan adanya obat-obat yang menghambat atau bersaing untuk
mendapatkan sitokrom 3A4. Beberapa penghambat tersebut termasuk antibiotika
golongan macrolide, ketoconazole, verapamil, cyclosporine. Sebaliknya, obat-obat
seperti phenytoin, griseofulvin, barbiturate adalah meningkatkan ekspresi CYP3A4 dan dapat
menurunkan konsentrasi plasma penghambat reduktase yang bergantung kepada 3A4
(Katzung,2003).
Aktifitas kinase creatine sebaiknya sering diukur pada pasien yang mendapatkan terapi
kombinasi obat-obat yang secara potensial dapat mengadakan interaksi. Apabila terjadi nyeri otot
yang bermakna, atau muncul rasa lemah, atau tidak berdaya, maka aktifitas
kinase creatine sebaiknya segera diukur dan obat dihentikan apabila aktifitas enzim tersebut
meningkat melebihi batasan normal. Miopati dapat terjadi pada pemberian terapi tunggal, tetapi
biasanya terjadi pada pasien yang mendapatkan penghambat reduktase bersamaan dengan obat
tertentu lainnya. Meskipun jarang terjadi pasien dengan penghambat reduktase dapat mengalami
peningkatan aktifitas kinase yang mencolok, kadar kinase creatine ini sebaiknya diukur sebelum
pengobatan dan kemudian dua kali setahun sampai satu kali setahun selama terapi
(Katzung,2003)

Daftar Pustaka
Suyatna, F.D, Handoko, T. 1995. Hipolipidemik. Dalam : Ganiswarna, S.G, Setiabudy, R,
Suyatna, F.D, Purwantyastuti, Nafriaidi. (Editor). Farmakologi Dan Terapi. Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia. Gaya Baru, Jakarta. Hal. 364-379
Katzung, B.G. 2003. Drugs Used in Disorders of Coagulation, In : Basic & Clinical
Pharmacology. McGraw-Hill. 9th ed

Anda mungkin juga menyukai