Anda di halaman 1dari 10

PELANGGARAN HAM TERHADAP ANAK DAN HUBUNGAN PEMBANGUNAN

NASIONAL DI MASA YANG AKAN DATANG

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Beberapa tahun akhir ini kita dikejutkan oleh pemberitaan media cetak serta
elektronik tentang kasus - kasus kekerasan pada anak, beberapa diantarany harus
menghembuskan nafasnya yang terakhir. Kasus terakhir yang menjadi sorotan publik
adalah kasus pembuhunan Angelin. Bila kekerasan pada anak sering dialami oleh anak
maka akan menimbulkan luka yang mendalam pada fisik dan batinnya. Sehingga akan
menimbulkan trauma pada anak. Hal ini akan mempengaruhi rasa percaya diri anak yang
seharusnya terbangun sejak kecil. Apa yang dialaminya akan membuat anak meniru
kekerasan dan bertingkah laku agresif dengan cara memukul atau membentak bila timbul
rasa kesal didalam dirinya. Akibat lain anak akan selalu cemas, mengalami mimpi buruk,
depresi atau masalah - masalah di sekolah.
Wikipedia Indonesia (2006) memberikan pengertian bahwa kekerasan merujuk pada
tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan, pemukulan, dll.) yang
menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang
lain. Sedangkan menurut Andez (2006) kekerasan pada anak adalah segala bentuk
tindakan yang melukai dan merugikan fisik , mental, dan seksual termasuk hinaan
meliputi : Penelataran dan perlakuan buruk, Eksploitasi termasuk ekploitasi seksual,serta
trafficking/ jual-beli anak.
Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa Kekerasan terhadap anak
adalah segala bentuk perlakuan baik secara fisik maupun psikis yang berakibat
penderitaan terhadap anak.

RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Tindak kekerasan Terhadap Anak?
2. Apa bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak?
3. Apa faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak?
4. Apa dampak kekerasan terhadap anak?
5. Apa yang dimaksud dengan pembangunan nasional?
6. Apa hubungan kekerasan terhadap anak dengan pembangunan nasional?
PEMBAHASAN

PENGERTIAN TINDAK KEKERASAN TERHADAP ANAK

Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan
emosional, atau pengabaian terhadap anak. Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (CDC) mendefinisikan penganiayaan anak sebagai setiap tindakan
atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau pengasuh lainnya yang
dihasilkan dapat membahayakan, atau berpotensi bahaya, atau memberikan ancaman
yang berbahaya kepada anak. Sebagian besar terjadi kekerasan terhadap anak di rumah
anak itu sendiri dengan jumlah yang lebih kecil terjadi di sekolah, di lingkungan atau
organisasi tempat anak berinteraksi.

Beberapa Jenis Kekerasan Pada Anak Dalam Keluarga

Ada beberapa situasi yang menyulitkan orang tua dalam menghadapi anak sehingga tanpa
disadari mengatakan atau melakukan sesuatu dapat membahayakan atau melukai anak,
biasanya tanpa alasan yang jelas. Kejadian seperti inilah yang disebut penganiayaan
terhadap anak. Dalam beberapa laporan penelitian, penganiayaan terhadap anak dapat
meliputi: penyiksaan fisik, penyiksaan emosi, pelecehan seksual, dan pengabaian.

Faktor-faktor yang mendukung terjadinya penganiayaan terhadap anak antara lain


immaturitas/ketidakmatangan orang tua, kurangnya pengetahuan bagaimana menjadi
orang tua, harapan yang tidak realistis terhadap kemampuan dan perilaku anak,
pengalaman negatif masa kecil dari orang tua, isolasi sosial, problem rumah tangga, serta
problem obat-obat terlarang dan alkohol. Ada juga orang tua yang tidak menyukai peran
sebagai orang tua sehingga terlibat pertentangan dengan pasangan dan tanpa menyadari
bayi/anak menjadi sasaran amarah dan kebencian.

Penyiksaan fisik

Segala bentuk penyiksaan fisik terjadi ketika orang tua frustrasi atau marah, kemudian
melakukan tindakan-tindakan agresif secara fisik, dapat berupa cubitan, pukulan,
tendangan, menyulut dengan rokok, membakar, dan tindakan - tindakan lain yang dapat
membahayakan anak. Sangat sulit dibayangkan bagaimana orang tua dapat melukai
anaknya. Sering kali penyiksaan fisik adalah hasil dari hukuman fisik yang bertujuan
menegakkan disiplin, yang tidak sesuai dengan usia anak. Banyak orang tua ingin
menjadi orang tua yang baik, tapi lepas kendali dalam mengatasi perilaku sang anak.
Efek dari penyiksaan fisik

Penyiksaan yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan


menimbulkan cedera serius terhadap anak, dan meninggalkan bekas baik fisik maupun
psikis, anak menjadi menarik diri, merasa tidak aman, sukar mempercayai orang lain,
perilaku merusak, dll. Dan bila kejadian berulang ini terjadi maka proses rehabilitasinya
membutuhkan waktu yang lebih lama pula.

Penyiksaan emosi

Penyiksaan emosi adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan orang lain. Jika
hal ini menjadi pola perilaku maka akan mengganggu proses perkembangan anak
selanjutnya. Hal ini dikarenakan konsep diri anak terganggu, selanjutnya anak merasa
tidak berharga untuk dicintai dan dikasihi. Anak yang terus menerus dipermalukan,
dihina, diancam atau ditolak akan menimbulkan penderitaan yang tidak kalah hebatnya
dari penderitaan fisik.

Bayi yang menderita deprivasi (kekurangan) kebutuhan dasar emosional, meskipun


secara fisik terpelihara dengan baik, biasanya tidak bisa bertahan hidup. Deprivasi
emosional tahap awal akan menjadikan bayi tumbuh dalam kecemasan dan rasa tidak
aman, dimana bayi lambat perkembangannya, atau akhirnya mempunyai rasa percaya diri
yang rendah.

Jenis-jenis penyiksaan emosi adalah:


Penolakan

Orang tua mengatakan kepada anak bahwa dia tidak diinginkan, mengusir anak, atau
memanggil anak dengan sebutan yang kurang menyenangkan. Kadang anak menjadi
kambing hitam segala problem yang ada dalam keluarga.
Tidak diperhatikan

Orang tua yang mempunyai masalah emosional biasanya tidak dapat merespon kebutuhan
anak-anak mereka. Orang tua jenis ini mengalami problem kelekatan dengan anak.
Mereka menunjukkan sikap tidak tertarik pada anak, sukar memberi kasih sayang, atau
bahkan tidak menyadari akan kehadiran anaknya. Banyak orang tua yang secara fisik
selalu ada disamping anak, tetapi secara emosi sama sekali tidak memenuhi kebutuhan
emosional anak.
Ancaman

Orang tua mengkritik, menghukum atau bahkan mengancam anak. Dalam jangka panjang
keadaan ini mengakibatkan anak terlambat perkembangannya, atau bahkan terancam
kematian.
Isolasi

Bentuknya dapat berupa orang tua tidak mengijinkan anak mengikuti kegiatan bersama
teman sebayanya, atau bayi dibiarkan dalam kamarnya sehingga kurang mendapat
stimulasi dari lingkungan, anak dikurung atau dilarang makan sesuatu sampai waktu
tertentu.
Pembiaran

Membiarkan anak terlibat penyalahgunaan obat dan alkohol, berlaku kejam terhadap
binatang, melihat tayangan porno, atau terlibat dalam tindak kejahatan seperti mencuri,
berjudi, berbohong, dan sebagainya. Untuk anak yang lebih kecil, membiarkannya
menonton adegan-adegan kekerasan dan tidak masuk akal di televisi termasuk juga dalam
kategori penyiksaan emosi.

Efek dari penyiksaan emosi

Penyiksaan emosi sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas
yang nyata seperti penyiksaan fisik. Dengan begitu, usaha untuk menghentikannya juga
tidak mudah. Jenis penyiksaan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi yang
termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan
membina persahabatan, perilaku merusak seperti tiba-tiba membakar barang atau
bertindak kejam terhadap binatang, beberapa melakukan agresi, menarik diri,
penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri.

Pelecehan seksual

Sampai saat ini tidaklah mudah membicarakan hal ini, atau untuk menyadarkan
masyarakat bahwa pelecehan seksual pada setiap usia termasuk bayi - mempunyai
angka yang sangat tinggi. Bahkan Hopper (2004) mengemukakan bahwa hal ini terjadi
setiap hari di Amerika Serikat.

Pelecehan seksual pada anak adalah kondisi dimana anak terlibat dalam aktivitas seksual
dimana anak sama sekali tidak menyadari, dan tidak mampu mengkomunikasikannya,
atau bahkan tidak tahu arti tindakan yang diterimanya.

Semua tindakan yang melibatkan anak dalam kesenangan seksual masuk dalam kategori
ini:

Pelecehan seksual tanpa sentuhan. Termasuk di dalamnya jika anak melihat


pornografi.
Pelecehan seksual dengan sentuhan. Semua tindakan anak menyentuh organ
seksual orang dewasa termasuk dalam kategori ini. Atau adanya penetrasi ke
dalam vagina atau anak dengan benda apapun yang tidak mempunyai tujuan
medis.
Eksploitasi seksual. Meliputi semua tindakan yang menyebabkan anak masuk
dalam tujuan prostitusi, atau menggunakan anak sebagai model foto atau film
porno.
Ada beberapa indikasi yang patut kita perhatikan berkaitan dengan pelecehan seksual
yang mungkin menimpa anak seperti keluhan sakit atau gatal pada vagina anak, kesulitan
duduk atau berjalan, atau menunjukkan gejala kelainan seksual.

Efek pelecehan seksual

Banyak sekali pengaruh buruk yang ditimbulkan dari pelecehan seksual. Pada anak yang
masih kecil dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah merasa takut,
perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan simtom fisik seperti sakit
perut atau adanya masalah kulit, dll. Pada remaja, mungkin secara tidak diduga menyulut
api, mencuri, melarikan diri dari rumah, mandi terus menerus, menarik diri dan menjadi
pasif, menjadi agresif dengan teman kelompoknya, prestasi belajar menurun, terlibat
kejahatan, penyalahgunaan obat atau alkohol, dsb.

Pengabaian anak

Pengabaian terhadap anak termasuk penyiksaan secara pasif, yaitu segala ketiadaan
perhatian yang memadai, baik fisik, emosi maupun sosial. Pengabaian anak banyak
dilaporkan sebagai kasus terbesar dalam kasus penganiayaan terhadap anak dalam
keluarga.

Jenis-jenis pengabaian anak:


Pengabaian fisik merupakan kasus terbanyak. Misalnya keterlambatan mencari
bantuan medis, pengawasan yang kurang memadai, serta tidak tersedianya
kebutuhan akan rasa aman dalam keluarga.
Pengabaian pendidikan terjadi ketika anak seakan-akan mendapat pendidikan
yang sesuai padahal anak tidak dapat berprestasi secara optimal. Lama kelamaan
hal ini dapat mengakibatkan prestasi sekolah yang semakin menurun.
Pengabaian secara emosi dapat terjadi misalnya ketika orang tua tidak menyadari
kehadiran anak ketika ribut dengan pasangannya. Atau orang tua memberikan
perlakuan dan kasih sayang yang berbeda diantara anakanaknya.
Pengabaian fasilitas medis. Hal ini terjadi ketika orang tua gagal menyediakan
layanan medis untuk anak meskipun secara finansial memadai. Dalam beberapa
kasus orang tua memberi pengobatan tradisional terlebih dahulu, jika belum
sembuh barulah kembali ke layanan dokter.

Efek pengabaian anak

Pengaruh yang paling terlihat adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua
terhadap anak. Bayi yang dipisahkan dari orang tuanya dan tidak memperoleh pengganti
pengasuh yang memadai, akan mengembangkan perasaan tidak aman, gagal
mengembangkan perilaku akrab (Hurlock, 1990), dan selanjutnya akan mengalami
masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar/kecil dampak yang diderita anak

Disamping segala bentuk penganiayaan yang dialami anak sebagaimana yang tercantum
diatas, ada beberapa hal yang mempunyai andil dalam besar / kecilnya dampak yang
diderita anak, antara lain:
Faktor usia anak. Semakin muda usia anak maka akan menimbulkan akibat yang
lebih fatal.
Siapa yang terlibat. Jika yang melakukan penganiayaan adalah orang tua, ayah
atau ibu tiri, atau anggota keluarga maka dampaknya akan lebih parah daripada
yang melakukannya orang yang tidak dikenal.
Seberapa parah. Semakin sering dan semakin buruk perlakuan yang diterima anak
akan memperburuk kondisi anak.
Berapa lama terjadi. Semakin lama kejadian berlangsung akan semakin
meninggalkan trauma yang membekas pada diri anak.
Jika anak mengungkapkan penganiayaan yang dialaminya, dan menerima
dukungan dari orang lain atau anggota keluarga yang dapat mencintai, mengasihi
dan memperhatikannya maka kejadiannya tidak menjadi lebih parah sebagaimana
jika anak justru tidak dipercaya atau disalahkan.
Tingkatan sosial ekonomi. Anak pada keluarga dengan status sosial ekonomi
rendah cenderung lebih merasakan dampak negatif dari penganiayaan anak.

Dalam beberapa kasus anak-anak yang mengalami penganiayaan tidak menunjukkan


gejala-gejala seperti diatas. Banyak faktor lain yang berpengaruh seperti seberapa kuat
status mental anak, kemampuan anak mengatasi masalah dan penyesuaian diri. Ada
kemungkinan anak tidak mau menceritakannya karena takut diancam, atau bahkan dia
mencintai orang yang melakukan penganiyaan tersebut. Dalam hal ini anak biasanya
menghindari adanya tindakan hukum yang akan menimpa orang-orang yang dicintainya,
seperti orang tua, anggota keluarga atau pengasuh.

PENGERTIAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang


dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan nasional dengan memanfaatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan tantangan perkembangan global
(Tap. MPR No. IV/MPR/1999). (Pengertian Pembangunan Nasional)

Dalam mengimplementasikan pembangunan nasional senantiasa mengacu pada


kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa
yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, serta kokoh, baik kekuatan moral
maupun etika bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan tujuan nasional, sebagaimana yang
termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu :

Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan


kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Pernyataan di atas merupakan cerminan bahwa pada dasarnya tujuan pembangunan


nasional adalah untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Indonesia yang sejahtera,
lahiriah maupun batiniah. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pembangunan yang
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia merupakan pembangunan yang berkesinambungan,
yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

HUBUNGAN KEKERASAN TERHADAP ANAK DENGAN PEMBANGUNAN


NASIONAL

Dunia bergerak meninggalkan sejarah, terganti dengan sejarah baru dari generasi yang
baru. Menghancurkan masa depan anak berarti menghancurkan masa depan bangsa dan
peradaban manusia. Karena kemajuan peradaban dilihat dari generasi penerus.

Masa kanak-kanak merupakan titik tolak dari apa yang akan terjadi di masa depan,
kondisi yang lemah dan rentan terhadap trauma merupakan tantangan yang sulit dan perlu
dihadapi dengan sadar oleh masyarakat. Berbagai penelitian telah menemukan bahwa
pengalaman selama kehidupan awal membentuk perkembangan otak, terutama selama
periode kritis usia 0-5 tahun di awal masa kehidupan manusia. Trauma mempengaruhi
kondisi kesehatan manusia (Center for Desease Control and Prevention; CDC, 2014).
Bahkan penelitian menemukan bahwa semakin banyak trauma yang disebabkan oleh
kekerasan dan penelantaran masa kanak, maka semakin besar resiko kesehatan yang
dapat terjadi di masa berikutnya (CDC, 2014). Kondisi inilah yang perlu dipahami oleh
seluruh elmen masyarakat bahwa kejadian yang menyakitkan dimasa kanak-kanak akan
sangat sulit untuk dihilangkan dan menjadi kondisi traumatic pada korban yang
menimbulkan efek negative seperti depresi, fobia, mimpi buruk, PTSD (Post Traumatic
Syndrome Disorder), mengalami gangguan kecemasan dan perilaku yang menyimpang di
masa yang akan datang (Poerwandari, 2001).

Indonesia Darurat Tindak Kekerasan Anak.


Kekerasan terhadap anak adalah peristiwa perlukaan fisik, mental dan seksual yang
umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap
kesejahteraan anak diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan serta
kesejahteraan anak (Suyanto, 2005). Segala bentuk tindak kekerasan terhadap anak
sangat diperhatikan oleh pemerintah dengan memasukannya dalam RP JMN 2014-2019
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dan diatur dalam undang-undang,
diantaranya: 1) tercantum dalam pasal 2 Undang-undang nomor 4 tahun 1976 tentang
Kesejahteraan Anak, 2) konvensi hak anak yang telah diratifikasi dengan dikeluarkannya
Keputusan Presiden RI No. 28 tahun 1990, bahwa anak harus mendapatkan perlindungan
dan dipenuhi hak-haknya untuk tumbuh dan berkembang secara normal, 3) Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, 4)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, 5)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi, 6)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam RumahTangga, 7) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11
tahun 2012 tentang Sistem Peradilan PidanaAnak. Ironisnya perlindungan hukum yang
dibuat kurang berpengaruh secara signifikan, persentase setiap tahun untuk angka
kekerasan seksual pada anak semakin meningkat. Padatahun 2012, sebanyak 2.637 kasus
dengan 41 persen kejahatan seksual pada anak, lalu pada 2013 jumlah kekerasan pada
anak memang menurun tapi persentase untuk kekerasan seksual melonjak, 60 persen dari
kasus yang terjadi. Data terakhir yang dimiliki KomnasAnak, padaJanuari-Juni 2014
terdapat 1.039 kasus dengan jumlah korban sebanyak 1.896 anak yang didominasi 60
persen diantaranya adalah kasus kejahatan seksual. Pada survey yang dilakukan KPA
tahun 2014, prevalensi tingkat kekerasan terhadap anak bertambah daritahun 2010 hingga
tahun 2014 menjadi 2.689.797 kasus pelanggaran hak anak, dan hampir separuh
merupakan kekerasan seksual (http://berita.liputan6.com.04/11/14). Dari kasus-kasus
kekerasan terhadap anak yang dilaporkan pada Komnas Perlindungan Anak, kebanyakan
pelaku merupakan orang-orang yang sudah dikenal dan dipercaya oleh anak seperti ayah
kandung, ibu kandung, ayah tiri, ibu tiri, paman, tante, saudara kandung, kakek, nenek,
tetangga, guru, teman ataupun pacar. Padahal dalam fase perkembangannya, lingkungan
keluarga khususnya ayah dan ibu merupakan pondasi terpenting bagi proses belajar
seorang anak, dan rumah perlindungan dari kesulitan yang dialami (Patterson, 1992).
Ketika yang terjadi ternyata orang-orang terdekat yang melakukan tindak kekerasan pada
anak tersebut, akibatnya adalah seorang anak akan mengalami trauma yang sangat hebat
dan berkepanjangan yang mengganggu perkembangan kognisi, afeksi, motoris, social,
bahkan merasa tidak berharga lagi untuk hidup dan beresiko menjadi pelaku tindak
kekerasan dikemudian hari, seperti mata rantai yang saling berkaitan, khususnya pada
kasus kekerasan seksual (Weber & Smith, 2011). Ini memberikan sedikit gambaran pada
kita bahwa penanganan terhadap korban saja sangat tidak cukup, karena tidak
menyelesaikan persoalan hingga ke akar, perlu ada upaya preventif dan promotif dalam
mengedukasi lingkungan si anak agar kejadian yang serupa tidak terulang. Hingga saat
ini Indonesia masih menjadi tempat yang menakutkan bagi anak, ditinjau dari prevalensi
yang terus meningkat pada kasus kekerasan seksual.

Membangun Pemahaman Masyarakat.


Kuatnya Pemahaman para orang tua untuk mendidikan anak dengan keras menjadi hal
yang memicu maraknya kasus-kasus kekerasan muncul di masyarakat, ada beberapa
pandangan mengenai keyakinan orang tua bahwa anak pada dasarnya jahat. Beberapa
tindakan kekerasan dilakukan oleh orang tua dengan keyakinan bahwa anak tidak dapat
dipercaya karena mereka nakal sejak kecil, disamping itu kehidupan seorang anak diatur
sesuai dengan kebutuhan orang tua dan menjadikan anak sebagai objek untuk
kepentingan mereka. Semakin yakin orang tua atas nilai-nilai dan keyakinan mereka,
semakin cenderung orang tua memaksakannya pada anak mereka sehingga tidak
memberikan kebebasan pada anak. Hal demikian sangat berpotensi untuk menyakiti anak
baik verbal maupun non verbal. Beberapa kasus yang memiliki motif demikian seperti
pada kasus penganiyaan terhadap Tiara di rumahnya sendiri oleh ayahnya di Makasar
hingga meninggal (07/07) http:// tempo.co , lalu di Jakarta penganiyaan yang di lakukan
oleh Leasa Sharon Rose kepada GT anak kandungnya sendiri yang sedang ramai
dibicarakan oleh media, http:// tempo.co. apabila tidak ada perubahan dalam pemahaman
serta pola mendidik di lingkup keluarga maka persoalan tindak kekerasan pada anak tidak
akan pernah selesai. Setiap orang tua sudah harus membuka pemahaman baru bahwa
anak merupakan subjek aktif yang bebas menentukan tujuannya sendiri, dan sebagai
orang tua yang memiliki tanggung jawab mendidik harus memfasilitasi tujuan anak
tersebut tentunya dengan cara-cara yang persuasif, tidak melalui kekerasan.

Gemaperak (Gerakan Mahasiswa Peduli Orang Tua dan Anak)

Gerakan Mahasiswa Peduli Orang Tua dan Anak merupakan gebrakan yang dilakukan
oleh ILMPI yang perlu didukung oleh seluruh mahasiswa di Indonesia khususnya
mahasiswa Psikologi. Yang juga merupakan gerakan alternatif karena muncul atas
keprihatinan kaum muda tentang problematika bangsa. Yaitu membuat lingkungan yang
baik bagi anak Dimulai dari keluarga yaitu orang tua. Gemaperak dalam kegiatannya
mengajak masyarakat untuk menghargai serta mengakui seorang anak, karena setiap anak
diciptakan berbeda satu sama lain, juga memberikan pemahaman pada orang tua tentang
tugas dari fase perkembangan anak, bahwa anak merupakan subjek aktif yang memiliki
keinginan, cita-cita dan pilihan untuk menentukan hidupnya. Maka dari itu di Hari anak
Nasional ini, mari kita bergerak bersama untuk mewujudkan indonesia tersenyum dengan
psikologi. Dimulai dengan melindungi anak-anak untuk menjaga masa depan bangsa.

Daftar Pustaka

Pengertian Pembangunan Nasional, Definisi


MPR RI. 1999. Tap. MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara 1999 2004 . MPR RI, Jakarta.

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Sinar Grafika. Jakarta.

http://ilmpi.org/melindungi-anak-melindungi-masa-depan-bangsa-2/

https://www.academia.edu/

http://www.smallcrab.com/anak-anak/550-beberapa-jenis-kekerasan-pada-anak

Anda mungkin juga menyukai