Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

IMUNISASI

I. Konsep Imunisasi
1.1 Definisi
Imunisasi adalah suatu proses kegiatan dalam upaya meningkatkan
system kekebalan tubuh dengan memasukkan mikroorganisme yang
sudah dilemahkan yang berbentuk vaksin sehingga terbentuknya
antibody yang dapat mencegah individu terdahap penyakit tertentu.

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang


secara aktif terhadap antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada
antigen-antigen serupa tidak terjadi penyakit (Nakita, 2006). Imunisasi
dasar adalah suatu cara atau usaha memberikan kekebalan pada bayi
dan akan kebal terhadap penyakit tertentu (Stephanie, 2003).

1.2 Tujuan imunisasi


1.2.1 Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan
pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi
serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering
berjangkit (Proverawati, 2010).
1.2.2 Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi
kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan
akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Alimul,
2009).

1.3 Macam-macam imunisasi


Berdasarkan proses dan mekanisme pertahanan tubuh,imunisasi dibagi
menjadi dua, yaitu:

1
1.3.1 Imunisasi aktif
Imunisasi aktif merupakan pemberian zat anti sebagai antigen
yang diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan,
sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang
akan menghasilkan respon seluler dan humoral serta dihasilkan
cell memory. Imunisasi aktif adalah dimana tubuh akan
membuat sendiri kekebalan terhadap penyakit setelah suntikan
antigen (bahan yang dapat menibulkan kekebalan) dan dapat
bertahan selama bertahun-tahun.
Contoh-cotoh vaksin yang dapat digunakan antara lain:
1.3.1.1 Live attenuated vaccines (vaksin hidup yang
dilemahkan) seperti vaksin polio myelitis, campak,
rubella, dan BCG
1.3.1.2 Killed vaccines (vaksin mati) seperti vaksin pertusis
dan inactivated poliomyelitis
1.3.1.3 Sub unit vaccine (vaksin sub unit) seperti vaksin
pneumococcus, hepatitis B, influenza
1.3.1.4 Toxoid seperti vaksin diphtheria tetanus

1.3.2 Imunisasi Pasif


Imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imunoglobulin),
yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi
yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang
digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk
dalam tubuh yang terinfeksi.

Imunisasi pasif adalah dimana tubuh tidak membuat sendiri


kekebalan terhadap penyakit tetapi mendapatkannya dari orang
lain. Misalnya kolustrum (ASI yang pertama keluar berwarna
kekuning-kuningan) yang diberikan oleh ibu pada bayi yang
dapat memlindungi bayi dari diare dan penyakit infeksi
lainnya.

2
1.4 Manfaat Imunisasi
1.4.1 Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan
kemungkinan cacat atau kematian.
1.4.2 Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak
sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua
yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang
nyaman.
1.4.3 Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, mrnciptakan bangsa yang kuat
dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara
(Proverawati, 2010).

1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Imunisasi


1.5.1 Status imun penjamu
1.5.1.1. Adanya antibodi spesifik pada penjamu keberhasilan
vaksinasi, misalnya campak pada bayi, kolostrum
ASI, Imunoglobulin A polio.
1.5.1.2. Maturasi imunologik neonatus fungsi makrofag, kadar
komplemen, aktifasi optonin.
1.5.1.3. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen
kurang, hasil vaksinasi ditunda sampai umur 2 tahun.
1.5.1.4. Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak
kebal secara simultan, bayi diimunisasi.
1.5.1.5. Frekuensi penyakit dampaknya pada neonatus berat
imunisasi dapat diberikan pada neonatus.
1.5.1.6. Status imunologik (seperti defisiensi imun) respon
terhadap vaksin kurang.

3
1.5.2 Genetik
Secara genetik respon imun manusia terhadap antigen tertentu
baik, cukup, rendah. Keberhasilan vaksinasi tidak 100%.

1.5.3 Kualitas vaksin


1.5.3.1 Cara pemberian. Misalnya polio oral, imunitas lokal
dan sistemik.
1.5.3.2 Dosis vaksin (tinggi hambatan respon, menimbulkan
efek samping, jika rendah, maka tidak merangsang sel
imunokompeten).
1.5.3.3 Frekuensi pemberian. Respon imun sekunder sel
efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya,
afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian
mempengaruhi respon imun yang terjadi. Bila vaksin
berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik
masih tinggi, sedangkan antigen dinetralkan oleh
antibodi spesifik maka tidak merangsang sel
imunokompeten.
1.5.3.4 Ajuvan (zat yang meningkatkan respon imun terhadap
antigen, mempertahankan antigen agar tidak cepat
hilang, mengaktifkan sel imunokompeten).
1.5.3.5 Jenis vaksin. Vaksin hidup menimbulkan respon imun
lebih baik.
1.5.3.6 Kandungan vaksin (antigen virus, bakteri, vaksin yang
dilemahkan seperti polio, campak, BCG.; vaksin mati:
pertusis; eksotoksin, toksoid, difteri, tetanus.; ajuvan:
persenyawaan aluminium, cairan pelarut, air, cairan
garam fisiologis, kultur jaringan, telur).

1.6 Faktor Yang dapat Merusak Vaksin dan Komposisi Vaksin


1.6.1 Panas dapat merusak semua vaksin.
1.6.2 Sinar matahari dapat merusak BCG.

4
1.6.3 Pembekuan toxoid.
1.6.4 Desinfeksi / antiseptik, sabun. (Marimbi, 2010)

1.7 Jenis-jenis imunisasi dasar


1.7.1 Imunisasi BCG
a. Definisi imunisasi BCG (Basillus Calmette Guerin)
Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang digunakan
untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab
terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan
dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG.
TBC yang berat contohnya adalah TBC pada selaput otak,
TBC milier pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang.
Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman
TBC yang telah dilemahkan.
b. Tujuan pemberian imunisasi BCG
Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak
menjadi kebal terhadap penyakit TBC sehingga dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat
mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi.
c. Usia pemberian
Usia pemberian iminusasi BCG yaitu dibawah 2 bulan.
Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes
Montoux (tuberculin) dahulu untuk mengetahui apakah
pada bayi telah terdapat kuman Mycrobacterium
tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil
tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah
atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir bayi
harus di imunisasi BCG.
d. Jumlah pemberian
Cukup 1 kali saja, tidak perlu diulang (booster). Sebab,
vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibody yang

5
dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi
kuman mati, hingga memerlukan pengulangan.
e. Cara pemberian
Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan
terlebih dahulu. Melarutkan dengan menggunakan alat
suntik steril (ADS 5 ml) dengan 4 ml pelarut.
Dosis 0,05 cc, untuk mengukur dan menyuntikkan
dosis sebanyak itu secara akurat, harus menggunakan
spuit dan jarum kecil yang khusus.
Disuntikkan di lengan kanan atas (sesuai anjuran
WHO) ke dalam lapisan kulit dengan penyerapan
pelan-pelan (intrakutan). Untuk memberikan
suntikkan intrakutan secara tepat, harus menggunakan
jarum pendek yang sangat halus (10 mm, ukuran 26).
f. Kontraindikasi
Uji Tuberculin > 5 mm
Sedang menderita HIV
Gizi buruk
Demam tinggi/Infeksi kulit luas
Pernah menderita TBC
g. Efek samping
Imunisasi BCG tidak menimbulkan reaksi yang bersifat
umum seperti demam. Setelah 1-2 minggu akan timbul
indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah
menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak
perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan
meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi
pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher,
terasa padat tidak sakit dan tidak menimbulkan demam.
Reaksi ini normal tidak memerlukan pengobatan dan akan
menghilang dengan sendirinya.
Penanganan:

6
Lakukan pengompresan daerah bekas penyuntikan
dengan air hangat
Jangan dipijat atau digaruk
Jika terjadi gelembung pada bekas suntikan BCG,
jangan dipencet biarkan kempes sendiri
Menjaga kebersihan terutama daerah sekitar luka

1.7.2 Imunisasi Hepatitis B


a. Definisi
Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang
telah di inactivasikan dan bersifat non infectious berasal
dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula)
Polymorpha menggunakan teknologi DNA recombinan.
Imunisasi Hepatitis B perlu diberikan sedini mungkin
setelah lahir. Depkes RI tahun 2005 memberikan vaksin
monovalen (uniject) saat lahir dilanjutkan dengan vaksin
kombinasi DPT HB Combo pada umur 2,3 dan 4 bulan.
Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8C dan jangan sampai
beku.
b. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang
disebabkan oleh virus Hepatitis B.

c. Cara Pemberian dan Dosis


Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu
agar suspense menjadi homogeny
Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml secara IM
sebaiknya pada anterolateral paha.
Pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 x
Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari dan
selanjutnya dengan interval waktu minimal 4 minggu.
d. Kontraindikasi

7
Hipersensitif terhadap komponen vaksin dan penderita
infeksi berat yang disertai kejang.
e. Efek samping
Reaksi local seperti rasa sakit, kemerahan dan
pembengkakan disekitar tempat bekas penyuntikan.
Reaksi sistemik seperti demam ringan, lesu dan
perasaan tidak enak pada saluran cerna
Reaksi yang terjadi akan hilang dengan sendirinya
setelah 2 hari.

1.7.3 Imunisasi Polio


a. Definisi
Imunisasi polio diberikan dengan tujuan untuk mencegah
anak terjangkit penyakit polio. Penyakjit polio dapat
menyebabkan anak menderita kelumpuhan pada kedua
kakinya dan otot-otot wajah. Vaksin oral Polio hidup
adalah vaksin Polio trivalent yang terdiri dari suspensi
virus Poliomielitis tipe 1, 2 dan 3 (strain sabin) yang sudah
dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan
distabilkan dengan sucrose. Kemasan sebanyak 1 cc atau 2
cc dalam flakon dilengkapi dengan pipet untuk meneteskan
vaksin. Penyimpanan vaksin Polio dalam suhu 2-8C stabil
dalam waktu 6 minggu. Vaksin Polio oral sangat mudah
dan cepat rusak bila terkena panas dibandingkan dengan
vaksin lainnya.

b. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis
c. Cara pemberian dan dosis
Diberikan secara oral sebanyak 2 tetes di bawah lidah
langsung dari botol tanpa menyentuh mulut bayi.

8
Diberikan 4x dengan interval waktu minimal 4
minggu.
Setiap membuka vial baru harus menggunakan
penetes (dropper) yang baru.
d. Kontraindikasi
Pada individu yang menderita imunedeficiency tidak
ada efek yang berbahaya yang timbul akibat
pemberian Polio pada anak yang sedang sakit.
Namun, jika ada keraguan misalnya sedang menderita
diare atau muntah, demam tinggi >38,5C, maka dosis
ulangan dapat di berikan setelah sembuh.
Pasien yang mendapat imunosupresan.
e. Efek samping
Pada umumnya tidak ada efek samping. Tetapi ada hal
yang perlu diperhatikan setelah imunisasi polio yaitu
setelah anak mendapatkan imunisasi polio maka pada tinja
si anak akan terdapat virus polio selama 6 minggu sejak
pemberian imunisasi. Karena itu, untuk mereka yang
berhubungan dengan bayi yang baru saja diimunisasi polio
supaya menjaga kebersihan dengan mencuci tangan
setelah mengganti popok bayi.

1.7.4 Imunisasi DPT (Difteri Pertusis Tetanus)


a. Definisi
Imunisasi DPT adalah upaya untuk mendapatkan
kekebalan terhadap penyakit Difteri, Pertusis, Tetanus
dengan cara memasukkan kuman difteri, pertusis, tetanus
yang telah dilemahkan dan dimatikan kedalam tubuh
sehingga tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada
saatnya nanti digunakan tubuh untuk melawan kuman atau
bibit ketiga penyakit tersebut (Markum, 2005).

9
Imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis dan Tetanus)
merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit difteri. Imunisasi DPT ini merupakan
vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah
dihilangkan sifat racunnya akan tetapi masih dapat
merangsang pembentukkan zat anti (toksoid). Frekuensi
pemberian imunisasi DPT adalah tiga kali, dengan maksud
pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit
(tahap pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan
organ-organ tubuh membuat zat anti, kedua dan ketiga
terbentuk zat anti yang cukup (Alimul, 2008).

b. Manfaat pemberian imunisasi DPT adalah :


Untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu
yang bersamaan terhadap penyakit difteri, pertusis
(batuk rejan), tetanus.
Apabila terjadi penyakit tersebut, akan jauh lebih
ringan dibanding terkena penyakit secara alami.

c. Jenis- jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi


DPT, yaitu:
Difteri
a) Penyakit difteria disebabkan oleh sejenis bakteria
yang disebut Corynebacterium diphtheriae.
Sifatnya sangat ganas dan mudah menular.
Seorang anak akan terjangkit difteria bila ia
berhubungan langsung dengan anak lain sebagai
penderita difteri atau sebagai pembawa kuman
(karier) : yaitu dengan terhisapnya percikan udara
yang mengandung kuman. Bila anak nyata
menderita difteri dapat dengan mudah dipisahkan.

10
Tetapi seorang karier akan tetap berkeliaran dan
bermain dengan temannya karena memang ia
sendiri tidak sakit. Jadi, ditinjau dari segi
penularannya, anak karier ini merupakan sumber
penularan penyakit yang sulit diberantas. Dalam
hal inilah perlunya dilakukan imunisasi. Dengan
imunisasi anak akan terhindar, sedangkan
temannya yang belum pernah mendapat imunisasi
akan tertular penyakit difteri yang diperoleh dari
temannya sendiri yang menjadi karier.
b) Anak yang terjangkit difteri akan menderita
demam tinggi. Selain pada tonsil (amandel) atau
tenggorok terlihat selaput putih kotor. Dengan
cepat selaput ini meluas ke bagian tenggorok
sebelah dalam dan menutupi jalan nafas, sehingga
anak seolah-olah tercekik dan sukar bernafas.
Kegawatan lain pada difteri adalah adanya racun
yang dihasilkan oleh kuman difteri. Racun ini
dapat menyerang otot jantung, ginjal dan
beberapa serabut saraf. Kematian akibat difteri
sangat tinggi biasanya disebabkan anak tercekik
oleh selaput putih pada tenggorok atau karena
jantung akibat racun difteria yang merusak otot
jantung (Markum, 2005).

Pertusis
a) Pertusis atau batuk rejan, atau yang lebih dikenal
dengan batuk seratus hari, disebabkan oleh
kuman Bordetella Pertusis. Penyakit ini cukup
parah bila diderita anak balita, bahkan dapat
berakibat kematian pada anak usia kurang dari 1
tahun. Gejalanya sangat khas, yaitu anak tiba-tiba

11
batuk keras secara terus menerus, sukar berhenti,
muka menjadi merah atau kebiruan, keluar air
mata dan kadang-kadang sampai muntah. Karena
batuk yang sangat keras, mungkin akan disertai
dengan keluarnya sedikit darah. Batuk akan
berhenti setelah ada suara melengking pada
waktu menarik nafas, kemudian akan tampak
letih dengan wajah yang lesu. Batuk semacam ini
terutama terjadi pada malam hari.
b) Bila penyakit ini diderita oleh seorang bayi,
terutama yang baru berumur beberapa bulan, akan
merupakan keadaan yang sangat berat dan dapat
berakhir dengan kematian akibat suatu
komplikasi (Markum, 2005).

Tetanus
Penyakit Tetanus masih terdapat diseluruh dunia,
karena kemungkinan anak untuk mendapat luka tetap
ada. Misalnya terjatuh, luka tusuk, luka bakar, koreng,
gigitan binatang, gigi bolong, radang telinga. Luka
tersebut merupakan pintu masuk kuman tetanus yang
dikenal sebagai Clostridium tetani. Kuman ini akan
berkembang biak dan membentuk racun yang
berbahaya. Racun inilah yang merusak sel susunan
saraf pusat tulang belakang yang menjadi dasar
timbulnya gejala penyakit. Gejala tetanus yang khas
adalah kejang, dan kaku secara menyeluruh, otot
dinding perut yang teraba keras dan tegang seperti
papan, mulut kaku dan sukar dibuka (Markum, 2005).

12
d. Jadwal pemberian imunisasi DPT
Jadwal pemberian imunisasi DPT, adalah sebagai berikut:
Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali, karena saat
imunisasi pertama belum memiliki kadar antibody
protektif terhadap difteri dan akan memiliki kadar
antibody setelah mendapatkan imunisasi 3 kali dengan
interval 4 minggu.
Imunisasi DPT tidak boleh diberikan kepada anak
yang sakit parah dan anak yang menderita penyakit
kejang demam kompleks. Jika tidak boleh diberikan
pada anak dengan batuk yang diduga mungkin sedang
menderita batuk rejan. Bila pada suntikan DPT
pertama terjadi reaksi yang berat maka sebaiknya
suntikan berikut jangan diberikan DPT lagi melainkan
DT saja (tanpa P).
DPT biasanya tidak diberikan pada anak usia kurang
dari 6 minggu, disebabkan respon terhadap pertusis
dianggap tidak optimal, sedangkan respon terhadap
tetanus dan difteri adalah cukup baik tanpa
memperdulikan adanya antibody maternal (Markum,
2005).
Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan
tetanus adalah dengan pemberian vaksin yang terdiri
dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah
dimurnikan ditambah dengan bakteri bortella pertusis
yang telah dimatikan. Dosis penyuntikan 0,5 ml
diberikan secara subkutan atau intramuscular pada
bayi yang berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali dengan
interval 4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul setelah
penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam ringan
dan reaksi lokal tempat penyuntikan. Bila ada reaksi
yang berlebihan seperti suhu yang terlalu tinggi,

13
kejang, kesadaran menurun, menangis yang
berkepanjangan lebih dari 3 jam, hendaknya
pemberian vaksin DPT diganti dengan DT. (Depkes
RI, 2005).

e. Cara pemberian imunisasi DPT


3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), Diberikan 3 kali
karena suntikan pertama tidak memberikan apa-apa
dan baru akan memberikan perlindungan terhadap
serangan penyakit apabila telah mendapat suntikan
vaksin DPT sebanyak 3 kali.
Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5 2
tahun atau pada usia 18 bulan setelah imunisasi dasar
ke-3.
Diulang lagi dengan vaksin DT pada usia 5-6 tahun
(kelas 1) vaksin pertusis tidak dianjurkan untuk anak
berusia lebih dari 5 tahun karena reaksi yang timbul
dapat lebih hebat selain itu perjalanan penyakit pada
usia > 5 tahun tidak parah.
Diulang lagi pada usia 12 tahun (menjelang tamat
SD). Anak yang mendapat DPT pada waktu bayi
diberikan DT 1 kali saja dengan dosis 0,5 cc dengan
cara IM, dan yang tidak mendapatkan DPT pada
waktu bayi diberikan DT sebanyak 2 kali dengan
interval 4 minggu dengan dosis 0,5 cc secara IM,
apabila hal ini meragukan tentang vaksinasi yang
didapat pada waktu bayi maka tetap diberikan 2 kali
suntikan. Bila bayi mempunyai riwayat kejang
sebaiknya DPT diganti dengan DT dengan cara yang
sama dengan DPT.
Pengulangan imunisasi DPT diperlukan untuk
memperbaiki daya tahan tubuh yang mungkin

14
menurun setelah sekian lama. Karena itu mestii
diperkuat lagi dengan pengulangan pemberian
vaksin (booster). Kalau sudah dilakukan 5 kali
suntikan DPT, maka biasanya dianggap sudah cukup.
Namun di usia 12 tahun, seorang anak biasanya
mendapat lagi suntikan DT atau TT (tanpa P/Pertusis)
di sekolahnya. Di atas usia 5 tahun, penyakit pertusis
jarang sekali terjadi dan dianggap bukan masalah.

f. Kontraindikasi
Tidak dapat diberikan kepada meraka yang kejangnya di
sebabkan suatu penyakit seperti epilepsy, menderita
kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis di rawat
karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DPT.
Mereka hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P karena
antigen P inilah yang menyebabkan panas.

g. Efek samping imunisasai DPT


Efek samping yang terjadi pada imunisasi DPT, adalah:
Kira-kira pada separuh penerima DPT akan terjadi
kemerahan, bengkak dan nyeri pada lokasi injeksi.
Proporsi yang sama juga akan menderita demam
ringan. Anak juga sering gelisah dan menangis terus
menerus selama beberapa jam pasca suntikan.
Kadang-kadang terdapat efek samping yang lebih
berat seperti demam tinggi atau kejang yang biasanya
disebabkan oleh unsur pertusisnya (Markum, 2005).
Efek samping pada DPT mempunyai efek ringan dan
efek berat, efek ringan seperti pembengkakan dan
nyeri pada tempat penyuntikan dan demam,
sedangkan efek berat dapat menangis hebat kesakitan

15
kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi
kejang, ensefalopati, dan shock (Alimul, 2008).

1.7.5 Imunisasi Campak


a. Definisi campak
Campak merupakan salah satu jenis penyakit menular
yang umum terjadi pada anak-anak di bawah usia 10
tahun. Penyakit ini disebabkan oleh jenis virus yang
sangat menular dan berpindah dari satu anak ke anak
yang lain dalam waktu singkat.
Campak atau morbili ialah penyakit infeksi virus akut,
menular yang ditandai dengan 3 stadium yaitu :
stadium inkubasi, stadium prodromal dan stadium
erupsi.
b. Definisi imunisasi campak
Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk
menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak
(morbili/measles). (Kandungan vaksin campak ini adalah
virus yang dilemahkan).
c. Waktu dan cara pemberian
Imunisasai camapak diberikan 1 kali dosis pada saat
anak berumur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa
dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6
bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subkutan
dalam dosis 0,5 ml.
d. Usia dan jumlah pemberian
Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9-11 bulan, dan ulangan
(booster) 1 kali di usia 6-7 tahun. Dianjurkan, pemberian
campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibody dari
ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak
umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12
bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada

16
usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps
Rubella).
e. Kontraindikasi
Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38 C
Gangguan sistem kekebalan tubuh
Pemakaian obat imunosupresan
Alergi terhadap protein telur
Hipersensitif terhadan kanamisin dan eritromisin
Wanita hamil
Anak yang mengidap penyakit immune deficiency
atau yang diduga menderita gangguan respon imun
karena leukemia, limfoma
f. Efek samping imunisasi campak
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bias
menyebabkan demam dan diare, namun kasusnya sangat
kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang
juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.
g. Etiologi campak
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus yang tergolong
dalam famili Paramyxovirus yaitu jenis genus virus
morbili.

Virus ini sangat sensitive terhadap panas dan dingin, dan


dapat diinaktifkan pada suhu 30C dan -20C, sinar
ultraviolet, eter, tripsin dan betapropiolakton. Sedang
formalin dapat memusnahkan daya infeksinya tetapi tidak
mengganggu aktivitas komplemen. Penyakit ini dapat
disebarkan melalui udara.
h. Patofisiologi
Morbili atau campak merupakan infeksi umum dengan lesi
patologis yang khas. Pada stadium prodromal terdapat

17
hyperplasia, jaringan limfe pada tonsil, adenoid, kelenjar
limfe, lien, dan appendiks.
Gambaran patologis yang karakteristik ialah distribusi
yang luas dari multinucleated giant cells akibat dari fungsi
sel-sel, sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat
yang serous dan proliferasi sel mononukleus dan beberapa
sel polimorfonukleus disekitar kapiler. Kelainan ini terjadi
pada kulit, selaput lendir nasofarings, bronkus dan
konjungtiva.
i. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala penyakit campak, yaitu sebagai berikut:
Sekitar empat hari sebelum dan sampai enam hari sesudah
gejala muncul, seseorang yang terjangkit campak akan
menular. Gejala pertama yang muncul adalah batuk
kering, letih, sakit tenggorok, hidung berair, konjungtivitis
(merah dan peradangan pada bagian dalam kelopak mata),
dan demam. Konjungtivitis bisa disertai keluarnya lendir
atau kerak. Bagian belakang tenggorok sering kali sangat
merah dan lidah serta tonsil diselaputi selaput kuning.
Sekitar empat hari sesudah gejala ini muncul, mulai timbul
bintil ruam yang merah, biasanya pada leher dan wajah.
Secara bertahap ruam menyebar ke batang tubuh, lengan,
dan tungkai dalam beberapa hari berikutnya sementara
ruam dari wajah memudar. Kadang-kadang bintilnya
membentuk area kumpulan bintil yang luas.
j. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis
Morbili merupakan suatu penyakit self-limiting,
sehingga pengobatannya hanya bersifat
simptomatis yaitu :
a) Memperbaiki keadaan umum
b) Antipiretika bila suhu tinggi

18
c) Sedativum
d) Obat batuk
Antibiotika diberikan bila ternyata terdapat
infeksi sekunder.
Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan
kepada penderita morbili yang mengalami
ensefalitis yaitu :
a) Hidrokortison 100-200 mg/hari selama 3-4
hari.
b) Prednison 2 mg/kg.bb/hari untuk jangka
waktu 1 minggu.
Menurut Wong (663:2003) penderita campak
diberi suplemen vitamin A. Tirah baring selama
periode demam, antipiretik, antibiotik untuk
mencegah infeksi bakteri sekunder pada anak
risiko tinggi.

Penatalaksanaan keperawatan
Ada beberapa hal penting dalam perawatan penyakit
campak pada anak-anak anatar lain : istirahat di
tempat tidur, memperhatikan makanan dan
minumannya, perawatan mata dan hidung.
Serangan penyakit ini dapat diperpendek dengan
banyak beristirahat selama beberapa hari di tempat
tidur, terutama bila serangan penyakit cukup hebat,
artinya bintik-bintik sangat merah dan suhu badan
tinggi.
Menurut Wong (2003) pertimbangan perawatan pada
penderita campak adalah :
Isolasi sampai ruam hari ke-5, bila dihospitalisasi,
lakukan kewaspadaan pernapasan.

19
Pertahankan tirah baring selama prodromal,
berikan aktivitas tenang.
Perawatan mata, beri cahaya redup bila terjadi
fotofobia, bersihkan kelopak mata dengan larutan
salin hangat untuk menghilangkan sekres, jaga
anak tidak menggosok mata.
Batuk, lindungi kulit sekitar hidung dengan lapisan
petroleum, anjurkan untuk mengonsumsi cairan
dan makanan yang halus dan lembut.
Perawatan kulit, jaga agar kulit tetap bersih,
gunakan mandi air hangat bila perlu.
k. Pencegahan
Pencegahan campak adalah dengan pemberian vaksin
campak. Saat ini ada dua jenis :
Vaksin yang berasal dari virus campak yang
dilemahkan. Lebih lanjut dapat dimodifikasi dengan
pemberian globulin anti-campak. Akibatnya dapat
menimbulkan serangan campak, meskipun ringan.
Lebih sering tidak.
Antiserum khusus campak atau gammaglobulin, yang
seringkali diberikan untuk mencegah serangan
campak pada individu yang rentan.
l. Komplikasi
Komplikasi dari campak adalah sebagai berikut :
Pneumoni
Gastroenteritis
Esefalitis
Otitis Media
Mastoiditis
Gangguan Gizi

20
Vaksin Usia Pemberian Efek Samping Cara Pemberian Dosis
Hepatitis B Saat Lahir, 1 Reaksi lokal seperti rasa sakit Injeksi 1 buah
bulan, 6 bulan, kemerahan dan pembengkakan intramuscular HBPID
disekitar tempat penyuntikkan. Reaksi
yang terjadi bersifat ringan dan
biasanya hilang setelah 2 hari.
BCG 0-2 bulan Setelah diberikannya imunisasi BCG Injeksi intracutan 0,05 cc
reaksi yang timbul tidak seperti pada didaerah tangan
imunisasi lainnya. Imunisasi BCG kanan atas
tidak menyebabkan demam. Setelah
1-2 minggu diberikan imunisasi akan
timbul indurasi dan kemerahan
ditempat suntikan yang berubah
menjadi pustule, kemudian pecah
menjadi luka. Luka tidak perlu
pengobatan khusus karena luka ini
akan sembuh dengan sendirinya
secara spontan.
DPT 2 bulan, 4 bulan, Pemberian imunisasi DPT akan Injeksi subcutan 0,5 cc
6 bulan, 18 memberikan efek samping ringan dan di daerah paha
bulan, 5 tahun. berat. Efek ringan seperti terjadi tengah luar
pembengkakan dan nyeri pada tempat
penyuntikan dan demam. Sedangkan
efek berat bayi akan menangis hebat
karena kesakitan selama kurang lebih
4 jam, kesadaran menurun, terjadi
kejang, ensefalopati dan shock.
Campak 9 bulan Setelah diberikannya imunisasi Injeksi subcutan 0,5 cc
Campak terjadi demam. Panas di lengan kiri
meningkat dan mencapai puncaknya atas
pada hari ke 4-5. Conjungtivis
ditandai dengan mata merah pada
Polio Saat lahir, 2 Pada umumnya tidak terdapat efek Injeksi subcutan
bulan, 4 bulan, 6 samping. Efek samping berupa di paha
bulan, 18 bulan, paralisis yang disebabkan oleh vaksin
5 tahun sangat jarang terjadi.

21
II. Rencana Asuhan Klien dangan Gangguan Imunisasi
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
a. Riwayat keluhan utama
Keluhan utama merupakan suatu keadaan dimana seorang
klien terdorong untuk ke unit pelayanan kesehatan untuk
dirawat. Keluhan utama ini sangat penting untuk
menentukan tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
Keluhan utama pada klien campak adalah timbul gejala-
gejala panas, malaise, coryza, konjungtivitis dan batuk.

b. Riwayat keperawatan sekarang


Merupakan uraian tentang bagaimana klien sampai masuk
rumah sakit, klien dengan campak mula-mulanya badannya
panas tinggi.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Yang perlu dikaji adalah mengenai keturunan anggota
keluarga yang menderita suatu penyakit kronis atau
menular.

d. Riwayat kehamilan
Untuk mengetahui penyakit yang pernah diderita selama
kehamilan.

2.1.2 Pemeriksaan fisik (Data fokus)


Merupakan pemeriksaan yang kompleks dari kepala sampai
ujung kaki dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
\

22
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan pemeriksaan pendukung,
seperti: hasil laboratorium, dan sebagainya.

2.2 Diagnosa keerawatan yang mungkin muncul


Diagnosa I: Hipertermi (0007)
2.2.1 Definisi
Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal

2.2.2 Batasan karakteristik


Objektif
Kulit merah
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal
Frekuensi napas meningkat
Kejang atau konvulsi
Kulit teraba hangat
Takikardi
Takipnea

2.2.3 Faktor yang berhubungan


Dehidrasi, Penyakit atau trauma
Ketidakmampuan atau kemampuan untuk berkeringat
Pakaian yang tidak tepat
Peningkatan laju metabolisme
Obat atau anestesia
Terpajan pada lingkungan yang panas (jangka panjang)
Aktivitas yang berlebihan

23
Diagnosa II: Diare ( 00013)
2.2.4 Definisi
Pengeluaran feses lunak dan tidak bermassa

2.2.5 Batasan karakteristik


Subjektif
Nyeri abdomen
Kram
Urgensi
Objektif
Sedikitnya sehari mengalami tiga kali defekasi dengan feses
cair
Bising usus hiperaktif

2.2.6 Faktor yang berhubungan


Psikologis
Tingkat stress dan ansietas yang tinggi
Situasional
Efek samping obat
Penyalahgunaan alkohol
Kontaminan
Penyalahgunaan obat pencahar
Radiasi
Racun
Perjalanan
Pemberian makanan melalui selang
Fsikologis
Proses infeksei
Inflamasi
Iritasi
Malabsorbsi
Parasit

24
2.3 Perencanaan
Diagnosa I: Hipertermi (00007)
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteia): berdasarkan NOC
- Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yang dibuktikan
oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5
gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada
gangguan):
Peningkatan suhu kulit
Hipertermia
Dehidrasi
Mengantuk
- Pasien akan menunjukkan teroregulasi, yang dibuktikan
oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 gangguan
ekstrem, berat, sedang, ringan, atau, tidak ada gangguan):
Berkeringat saat panas
Denyut nadi radialis
Frekuensi pernapasan

2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC


Mandiri:
- Pantau aktivitas kejang
R/ seberapa lama aktivitas kejang yang terjadi
- Pantau hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembaban membran
mukosa)
R/ apakah terjadi edema
- Pantau TTV
R/ mengetahui perkembangan TTV

Kolaborasi:
Berikan obat antipiretik: jika perlu

25
Diagnosa II: Diare (00013)
2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteia): berdasarkan NOC
- Diare dapat dikendalikan atau dihilangkan, yang dibuktikan
oleh kontinensia alur, eliminasi fekal, keseimbangan
elektrolit dan asam-basa, keseimbangan cairan. Hidrasi,
perawatan diri: ostomi, dan keparahan gejala.
- Menunjukkan eliminasi fekal yang efektif, yang dibuktikan
oleh idikator berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem,
berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan):
Pola eliminasi
Pengendalian defikasi
- Menunjukkan eliminasi fekal yang efektif, yang dibuktikan
oleh indikator berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem,
berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan):
Diare
Darah dan lendir di feses

2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC


- Timbang berat badan pasien setiap hari
R/ dengan menimbang berat badan kita dapat mengetahui
perkembangan dari diare
- Pantau niai laboraturium
R/ mengetahui hasil penunjag lainnya
- Manajemen diare
R/ mengurangi diare

26
III. Daftar Pustaka
1. Proverawati, Atikah. 2010. Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha
Offset.
2. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk
Pendidikan Kebidanan.Jakarta:Salemba Medika
3. Marimbi, Hanum. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi
Dasar Pada Balita.Yogyakarta: Nuha Medika
4. Mansjoer. Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta: Media
Aesculapius
5. Marimbi, hanum. 2010. Tumbuh Kembang Status Gizi dan Imunisai
Dasar pada Balita.Yogyakarta: Nuha Medika
6. Sudarti. 2010. Asuahan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak
Balita.Yogyakrta: Nuha Medika
7. M. H, Abdurahman. 2005. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta:
Infomedika.

27
Banjarmasin, 03 Juli 2017
Preseptor akademik Preseptor klinik

(Muhsinin, Ns.,M.Kep.,Sp.Anak) ( )

28

Anda mungkin juga menyukai