Anda di halaman 1dari 6

Tugas Perancangan Alat Proses

Nama : Titen Pinasti


NPM : 1306482054
1. Tipe sambungan las

Gambar 1. Berbagai macam tipe sambungan las


Butt joint
Butt joint digunakan untuk benda yang membutuhkan kekuatan yang tinggi.
Karena Butt joint dapat menahan stress lebih baik dibandingkan dengan sambungan las
lainnya. Untuk mencapai nilai tegangan penuh, pengelasan harus 100% pada joint. Hal
ini dapat dilakukan dengan pengelasan pada satu sisi. Butt joint dipakai terutama untuk
menyambung ujung-ujung plat datar dengan ketebalan yang sama atau hampir sarna.
Keuntungan utama jenis sambungan ini adalah
Menghilangkan eksentrisitas yang timbul pada sambungan lewatan tunggal

1
Bila digunakan bersama dengan las tumpul penetrasi sempurna (full penetration
groove weld), sambungan sebidang menghasilkan ukuran sambungan minimum
Biasanya lebih estetis dari pada sambungan bersusun.
Kerugian dari sambungan ini adalah
Ujung yang akan disambung biasanya harus disiapkan secara khusus (diratakan
atau dimiringkan) dan dipertemukan secara hati-hati sebelum dilas.
Potongan yang akan disambung harus diperinci dan dibuat secara teliti.
Kebanyakan sambungan sebidang dibuat di bengkel yang dapat mengontrol
proses pengelasan dengan akurat
Menurut bentuknya, tipe butt joint dibedakan sebagai berikut:
Double-welded butt joint (V-type groove)
Jenis sambungan ini dapat digunakan pada semua kondisi. Tipe ini khususnya
digunakan untuk logam yang lebih tebal dari 3/4 inch, tapi dapat juga digunakan
untuk plate yang lebih tipis bila kekuatannya sangat dibutuhkan.
Double-welded butt joint (U-type groove)
Jenis sambungan ini dapat digunakan untuk menggabungkan logam yang
mempunyai berat dan dengan ketebalan sampai dengan inch.
Single-welded butt joint with backing strip (may be V-or U-type groove)
Dapat digunakan pada plat dengan ketebalan 1/4 inch sampai 3/4 inch. Tiap
sambungan harus dipastikan mempunyai sudut 60 derajat untuk plate dan 75
derajat untuk pipa.
Single-welded butt joint without backing strip (may be V-or U-type groove)
Digunakan untuk sambungan tumpul melingkar saja dengan ketebalan tidak lebh
dari 5/8 inch serta diameter luar tidak lebih dari 24 inch.
Lap Joint
Lap joint merupakan sambungan diantara dua material yang overlapping.
Kelebihan sambungan ini antara lain:
Mudah disesuaikan
Potongan yang akan disambung tidak memerlukan ketepatan dalam
pembuatannya bila dibanding dengan jenis sambungan lain. Potongan tersebut
dapat digeser untuk mengakomodasi kesalahan kecil dalam pembuatan atau
untuk penyesuaian panjang.

2
Mudah disambung
Tepi potongan yang akan disambung tidak memerlukan persiapan khusus dan
biasanya dipotong dengan nyala (api) atau geseran. Sambungan lewatan
menggunakan las sudut sehingga sesuai baik untuk pengelasan di bengkel
maupun di lapangan. Potongan yang akan disambung dalam banyak hal hanya
dijepit (diklem) tanpa menggunakan alat pemegang khusus. Kadang-kadang
potongan-potongan diletakkan ke posisinya dengan beberapa baut pemasangan
yang dapat ditinggalkan atau dibuka kembali setelah dilas.
Mudah digunakan untuk menyambung plat yang tebalnya berlainan.
Jenis sambungan lap joint adalah sebagai berikut:
Double full-fillet lap joint
Biasa digunakan untuk beban yang besar. Bila dilas denagn baik, kekuatan
sambungan dapat mendekati kekuatan pusat logam.
Single full-fillet lap joint with plug welds
Dapat digunakan pada logam dengan ketebalan sampai inch dan tidak
ditujukan untuk muatan yang besar. Jenis ini mudah untuk di-las.

2. Hubungan laju korosi atau pertumbuhan korosi terhadap ketebalan bahan


(vessel)
Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas bahan
terhadap waktu. Menghitung laju korosi pada umumnya menggunakan 2 cara yaitu:
Metode kehilangan berat
Metode Elektrokimia

a. Metode kehilangan berat


Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan mengukur
kekurangan berat akibat korosi yang terjadi. Metode ini menggunakan jangka waktu
penelitian hingga mendapatkan jumlah kehilangan akibat korosi yang terjadi. Untuk
mendapatkan jumlah kehilangan berat akibat korosi digunakan rumus sebagai berikut:

() =

3
Dimana,
CR = Corrosion rate (mpy)
W = Weigh loss (gram)
K = Konstanta Faktor
D = Densitas spesimen (g/cm3)
As = Surface area (cm2)
T = Ekposur time (jam)
Metode ini adalah mengukur kembali berat awal dari benda uji (objek yang
ingin diketahui laju korosi yang terjadi padanya), kekurangan berat dari pada berat awal
merupakan nilai kehilangan berat. Kekurangan berat dikembalikan kedalam rumus
untuk mendapatkan laju kehilangan beratnya.
Metode ini bila dijalankan dengan waktu yang lama dan suistinable dapat
dijadikan acuan terhadap kondisi tempat objek diletakkan (dapat diketahui seberapa
korosif daerah tersebut) juga dapat dijadikan referensi untuk treatment yang harus
diterapkan pada daerah dan kondisi tempat objek tersebut.

b. Metode Elektrokimia
Metode elektrokimia adalah metode mengukur laju korosi dengan mengukur beda
potensial objek hingga didapat laju korosi yang terjadi, metode ini mengukur laju korosi
pada saat diukur saja dimana memperkirakan laju tersebut dengan waktu yang panjang
(memperkirakan walaupun hasil yang terjadi antara satu waktu dengan eaktu lainnya
berbeda). Kelemahan metode ini adalah tidak dapat menggambarkan secara pasti laju
korosi yang terjadi secara akurat karena hanya dapat mengukur laju korosi hanya pada
waktu tertentu saja, hingga secara umur pemakaian maupun kondisi untuk dapat
ditreatmen tidak dapat diketahui. Kelebihan metode ini adalah kita langsung dapat
mengetahui laju korosi pada saat di ukur, hingga waktu pengukuran tidak memakan
waktu yang lama.

Metode elektrokimia ini meggunakan rumus yang didasari pada Hukum Faraday
yaitu menggunakan rumus sebagai berikut :

() =

4
Dimana,
CR = Corrosion rate
K = Constant factor, mpy = 0,129; m/yr = 3,27; mm/yr = 0,00327
a = Atomic weigh of metal
i = current density (A/cm2)
n = number of electron lost
D = density (g/cm3)
Metode ini menggunakan pembanding dengan meletakkan salah satu material
dengan sifat korosif yang sangat baik dengan bahan yang akan diuji hingga beda
potensial yang terjadi dapat diperhatikan dengan adanya pembanding tersebut. Berikut
merupakan gambar metode yang dilakukan untuk mendapatkan hasil pada penelitian
laju korosi dengan metode elektrokimia yang diuraikan diatas.

Perhitungan Laju korosi (Corrosion Rate) pada vessel

Laju korosi (Corrosion Rate) adalah ketebalan korosi atau penipisan ketebalan
Pressure Vessel berdasarkan waktu yang disebabkan korosi dari dalam, biasanya
dihitung berdasarkan ketebalan korosi pertahun. Terdapat beberapa parameter yang
dihitung dalam perhitungan laju korosi pada vessel.

CR (long term) = laju korosi (jangka panjang) perhitungannya dimulai dari


pertama kali Pressure Vessel dibangun
CR (short term) = laju korosi (jangka pendek) perhitungannya dimulai dari
tahun terakhir pengechekan terhadap Pressure Vessel
Tahun pasang (T.initial) = Tahun dipasangnya alat
Tebal asli atau baru (t. initial)
Tahun last inspection (T.prev)
Tebal min. Last Inspect. (t.prev)
Tahun Inspection (T.act)
Tebal Minimal Inspect. (t.act)

5
. .
CR (long term) =
. .
. .
CR (Short term) =
. .

Perbedaan nilai antara long term dan short term pada laju korosi dikarena
perbedaan tahun yang panjang dan juga perlakuan terhadap Pressure Vessel. Untuk long
term kita memulai perhitungannya sejak Pressure Vessel tersebut dibangun hingga
tahun inspeksi jadi laju korosi ratanya lebih besar dikarenakan kemungkinan perbedaan
laju korosi yang berbeda-beda tiap tahunnya tergantung pada perawatan dan
maintenancenya. Untuk short term dimulai dari tahun terakhir inspeksinya sehingga
didapat laju korosinya akan lebih kecil

Anda mungkin juga menyukai