Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Akalasia Esofagus adalah kelainan esophagus primer yaag ditandai dengan adanya
Obstruksi esofagogastrik junction dengan karakteristik bertambahnya tekanan
sfingter~esophagus bagian bawah dan tidak adanya peristaltik esophagus. Gangguan
motilitas esophagus akibat peristaltik yang melemah dan adanya kontraksi yang
menetap pada sfingter esophagus bagian bawah menyebabkan obstruksi relatif di
mana bagian proksimal esophagus melebar (megaesofagus). Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan radiologis.
Anamnesis
1. Nyeri dada
Gejala kurang menonjol pada permulaan penyakit. Rasa nyeri biasanya di substernal
dan dapat menjalar ke belakang bahu, rahang dan lengan, timbul bila makan/minum
dingin.
2. Regurgitasi
3. Kehilangan berat
Pemeriksaan Radiologis
Bermakna bila esofagus mengalami dilatasi yang hebat. Foto AP akan tampak
bayangan yang menonjol ke arah jantung. Pada foto lateral akan tampak adanya
bayangan di posterior jantung. Terdapat gambaran air fluid level di dalam esofagus,
tak tampak gelembung udara di daerah gaster.
2. Esofagografi
Stadium permulaan adanya obstruksi kardia dan pelebaran minimal dari esofagus.
Stadium lanjut adanya penyempitan pada bagian distal esofagus pada
batasesofagogastric junction dengan pelebaran pada bagian proksimalnya. Terdapat
gambaran menyerupai paruh burung, beak like appearance atau mouse tail
appearance. Pemeriksaan ini penting untuk menyingkirkan kelainan seperti striktura
esofagus dan keganasan. Pada akalasia, esofagoskopi masih bisa dimasukkan ke
dalam lambung dengan hambatan ringan dan dapat terlihat dilatasi esofagus,
mukosa lembek agak edema, tanda-tanda esofagitis dan penutupan sfingter esofagus
distal.
3. Pemeriksaan Manometer
Setelah menelan, tekanan daerah sfingter esofagus menguat 2 kali normal akibat
dilatasi dan retensi makanan.
Diagnosis Banding
- Ca cardia
- Spasme cardia
- Hipermotilitas
- Penyakit cagas
Komplikasi
- Aspirasi pneumonia
- Perdarahan ulkus dalam mukosa
- Perforasi akut
- Ca esofagus
- Ca lambung
Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Diet cair /lunak dan hangat
b. Medikamentosa
- Sedatif ringan untuk penenang
- Preparat kalsium antagonis seperti verapamil atau nifedipin oleh karena dapat
menurunkan tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Nifedipin diberikan 10-20 mg
sublingual dapat menurunkan tekanan esofagus bagian bawah kurang lebih 1 jam
akan tampak perbaikan gejala bila diberikan sebelum makan.
2. Tindakan aktif
a. Forced dilatation: dilakukan pada akalasia ringan sedang. Ada 3 macam dilatator:
- mekanik
- pneumatik
- hidrostatik
b. Tindakan bedah yaitu: operasi Heler, melakukan esofagomiotomi.
Komplikasi yang timbul adalah: - perforasi
- paralise n. phrenicus
- refluks gastroesofagal
- perdarahan masif
- disfagia
Askep Pada Klien Dengan Acalasia
BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
Akalasia merupakan gangguan atau hilangnya peristalsis esophagus dan kegagalan sfingter
kardio-esofagus untuk relaksasi sehingga makanan tertahan di esophagus.
Achalasia adalah penyakit jarang yang mengenai otot esophagus. Kegagalan untuk relaksasi
dan mengacu pada ketidakmampuan dari sfingter esophagus bawah untuk membuka dan
membiarkan melewatinya masuk kedalam lambung.
B. ETIOLOGI
Dasar penyebab akalasia adalah kegagalan koordinasi relaksasi esophagus bagian distal disertai
peristalsis esophagus yang tidak efektif berdilatasi. Hasil penelitian menunjukkan kelainan
persarafan parasimpatis berupa hilangnya sel ganglion di dalam pleksus Auerbach yang juga
disebut pleksus mienterikus.
Ada teori-teori yang meliputi infeksi, keturunan atau abnormalitas system imun yang
menyebabkan tubuh sendiri merusak esophagus.
C. PATOLOGI
Segmen esophagus di atas dinding sfingter esofagogaster yang panjangnya berkisar antara 2-8
cm menyempit dan tidak mampu berelaksasi.
Esophagus bagian proksimal dari penyempitan tersebut mengalami dilatasi dan perpanjangan
sehingga akhirnya menjadi megaesofagus yang berkelok-kelok. Bentuk esophagus ini sangat
bergantung pada lamanya proses, bisa berbentuk botol, fusiform, sampai berbentuk sigmoid
dengan hipertrofi jaringan otot sirkuler dan longitudinal.
Mokusa mungkin mengalami peradangan akibat rangsangan retensi makanan. Akalasia adalah
salah satu faktor resiko untuk terjadinya karsinoma epidermoid. Karsinoma dapat terjadi pada
5% pasien yang tidak mengalami pengobatan, rata-rata 20 tahun setelah terdiagnosis.
D. GAMBARAN KLINIS
Akalasia biasanya mulai pada dewasa muda walaupun ada juga yang ditemukan pada bayi dan
sangat jarang pada usia lanjut. Gejala utama akalasia adalah disfagia, regurgitasi, rasa nyeri
atau tidak enak di belakang sternum dan berat badan menurun. Lama gejala timbul sangat
bervariasi dari beberapa hari sampai bertahun-tahun dan gejala makin berat secara perlahan-
lahan.
Disfagia adalah gejala utama yang mula-mula dirasakan sebagai rasa penuh atau rasa
mengganjal di daerah esophagus distal yang hilang timbul dan makin lama makin berat. Pasien
akan makan secara perlahan-lahan dan selalu disertai minum yang banyak. Regurgitasi terjadi
bila penyakit sudah lanjut dan sudah terjadi dilatasi esophagus bagian proksimal. Regurgitasi
biasanya dirasakan pada waktu malam sehingga pasien bangun dari tidurnya. Makanan yang
diregurgitasi tidak dicerna, tidak asam, dan baunya manis karena pengaruh ludah. Keadaan ini
berbahaya karena dapat menimbulkan radang paru-paru akibat aspirasi. Keluhan nyeri
umumnya tidak dominan. Mula-mula keadaan gizi baik dan baru mundur pada tahap lanjut.
E. DIAGNOSIS
Pada pemeriksaan fisik tidak kelaianan yang berarti. Dengan anamnesis sebetulnya sudah dapat
diduga adanya akalasia, walaupun demikian tetap harus dideferensiasi dengan penyakit
keganasan, stenosis atau benda asing esophagus.
F. PEMERIKSAN PENUNJANG
Pada esofagografi terdapat penyempitan daerah batas esofagogaster dan dilatasi bagian
proksimalnya. Jika proses akalasia sudah lama, bentuk esophagus berubah menjadi berkelok
dan akhirnya berbentuk huruf S.
Dengan pemeriksaan esofagoskopi dapat disingkirkan kelainan penyempitan karena struktur
atau keganasan.
Pada akalasia terdapat gangguan kontraksi dinding esophagus sehingga pengukuran tekanan
didalam lumen esophagus dengan manometri sangat menentukan diagnosis. Tekanan di dalam
sfingter esofagogaster meninggi dan tekanan didalam lumen esophagus lebih tinggi daripada
tekanan didalam lambung.
G. KOMPLIKASI
a. Pengurangan berat badan dan pneumonia aspirasi
b. Sering terdapat peradangan esophagus / esofagitis karena efek iritasi dari makanan dan cairan
yang terkumpul dalam esophagus pada periode waktu yang lama.
c. Kemungkinan peningkatan kanker esophagus.
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaannya adalah menurunkan tahanan sfingter esophagus bagian
bawah terhadap bolus makanan dan hal ini dapat dicapai dengan cara dilatasi balon dan bedah
esofagomiomotomi.
Diet dan obat-obatan untuk menghilangkan atau mengurangi kontraksi sfingter esophagus dan
otot polos dinding esophagus dianjurkan pada tahap awal penyakit. Tindakan ini biasanya
disertai dengan dilatasi. Tujuan melakukan dilatasi ialah membuat sfingter esophagus bagian
terbuka dan otot-ototnya rusak.
Toksin botolinum adalah toksin yang bekerja menghambat pengeluaran asetilkolin di prasinaps
pada serabut syaraf sehingga dapat menurunkan tonus otot sfingter esophagus. Meskipun
demikian, terapi ini hanya berhasil pada dua pertiga pasien. Selain itu pula, botolinum hanya
efektif untuk jangka pendek dan oleh karena itu, harus dilakukan penyuntikan berulang.
Dilatasi dilakukan dengan dilatators yang terdiri atas sonde dengan balon yang dapat diisi
dengan udara atau air bertekanan dengan tinggi sehingga otot sirkuler teregang dan robek.
Dilatasi ini harus diulang sewaktu timbul gejala kembali. Hasil pengobatan dengan cara ini
berhasil memuaskan pada 65% kasus; pada kurang dari 1% timbul koplikasi perforasi.
Bedah esofagomiotomi terdiri atas memotong otot esophagus pada arah sumbu esophagus
sepanjang sfingter bawah, diluar mukosa. Hasil operasi ini cukup memuaskan.
Rasional :
Untuk mengetahui faktor yang menurunkn toleransi aktivitas
Memaksimalkan pemenuhan kebutuhan dasar klien
Menghemat energy untuk aktifitas
Menghindari cedera akibat kecelakaan
C. Implementasi
Merupakan penerapan dari rencana tindakan yang telah disusun dengan prioritas masalah dan
kegiatan ini dilakukan oleh perawat untuk membantu memenuhi kebutuhan klien dan
mencapai tujuan yang diharapkan.
D. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari proses keperawatan untuk menentukan hasil yang diharapkkan
dari tindakan yang telah dilakukan dan sejauh mana masalah klien teratasi. Perawat jaga
melakukan pengkajian ulang untuk menentukan tindakan selanjutnya bila tujuan tidak
tercapai.
askep disfagia akalasia
BAB III
Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
a. Anamnesis
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
golongan darah, penghasilan, alamat, penanggung jawab, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
nomor register, diagnosa medis.
b. Keluhan utama : Keluhan utama yang sering menjadi masalah saat makan atau minum.
c. Riwayat Penyakit Sekarang : Mengalami masalah saat makan atau minum, seringkali tersedak
sampai beberapa kali makanan bukannya tertelan tapi masuk ke rongga hidung sehingga terbatuk
dan bersin saat makan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga : Untuk mengetahui adanya penyakit yang sama pada generasi
sebelumnya.
f. Pola kebiasaan :
1. Pola nutrisi
2. Pola tidur/istirahat
3. Pola aktivitas
4. Pola eliminasi
5. Pola kopinh
6. Konsep diri.
g. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing) : awasi adanya peningkatan RR, penggunaan otot bantu nafas dan nyeri di dada.
c. B3 (Brain) : -
d. B4 (Bladder) : -
Data menyimpang
Etiologi
Masalah keperawatan
DS:
1. Sulit menelan
DO:
Sulit menelan
disfagia
makanan tertahan di
esofagus
absorpsi nutrient
berkurang
kebutuhan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d masukan nutrisi yang kurang.
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan sulit menelan ditandai oleh pasien
mengeluh mengalami masalah saat makan dan minum.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan maka masalah kekurangan nutrisi dapat diatasi
Kriteria hasil
No
Intervensi
Rasional
1.
2.
3.
4.
Beri dukungan pada pasien untuk mendapatkan intake kalori yang adekuat sesuai dengan tipe tubuh
dan pola aktivitasnya.
Pasien dianjurkan untuk makan dengan perlahan dan mengunyah makanan secara seksama.
Pemberian makanan sedikit dan sering dengan bahan makanan yang tidak bersifat iritatif.
makan perlahan dan mengunyah secara seksama dapat memudahkan makanan lewat kedalam
lambung.
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan nyeri akut dapat diatasi dan berkurang.
Kriteria hasil.
2. Pasien mampu menggunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri saat ini dan
menentukan tingkat kenyamanan yang diinginkan.
No
Intervensi
Rasional
1.
2.
3.
4.
Mintalah kepada pasien untuk melaporkan lokasi, intensitas dengan menggunakan skala nyeri dan
kualitas nyeri.
Anjurkan pasien untuk menggunakan obat analgesik sesuai dengan yang dianjurkan.
Intensitas, lokasi dan kualitas nyeri hendaknya dilaporkan sesudah prosedur tindakan untuk
mengetahui keberhasilan treatmen .
pemberian makan dan sering dianjurkan karena jumlah makanan yang terlalu banyak akan
membebani lambung dan meningkatkan refluks lambung.
Tujuan : Kebutuhan cairan pasien dapat terpenuhi / tidak mengalami kekurangan cairan tubuh.
Kriteria Hasil :
No
Intervensi
Rasional
1.
Agar dapat mengetahui jumlah cairan yang harus diberikan dan jenis cairan
2.
Agar pasien tidak kekurangan elektrolit dan kebutuhan cairan stabil (normal)
3.
4.
Kriteria Hasil :
No
Intervensi
Rasional
1.
Memberikan beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurukan jebakan
udara
2.
Akalasia adalah suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristalsis korpus
esophagus bagian bawah dan sfingter esophagus bagian bawah (SEB) yang hipertonik sehingga
tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna pada waktu menelan makanan.(Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid , 2006)
Jadi akalasia adalah kegagalan relaksasi serat-serat otot polos saluran cerna pada
persimpangan bagian yang satu dengan yang lain khususnya kegagalan sfingter esofagogaster
untuk mengendur sehingga tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna pada waktu
menelan makanan.
B. Etiologi
Penyebab akalasia masih belum diketahui dengan jelas. Namun ada beberapa teori tentang
etiologi akalasia yang masih bertahan yaitu: teori familial, autoimun dan infeksi. > 1% kasus
akalasia bersifat familial, yang menunjukkan diturunkan secara resesif autosomal. Adanya sel
T di sel ganglion esofagus mendukung proses autoimun sebagai penyebab akalasia.
Type of Achalasia Motility
1. Primer Achalasia
a) sel ganglion Plexus Auerbach/Mienterikus (-)
b) Tidak ada peristaltik esofagus & relaksasi LES.
c) Beak-like appearance pd esofagografi.
d) Onset dysfagia sejak usia dini.
2. Secondary Achalasia
a) Tidak ada peristaltik tumor, inflamasi/infeksi gastoresofial junction.
b) Beak-like appearance dg dilatasi esophagus
c) Onset dysfagia < 6 bln dimulai saat Dewasa/Tua (>60th).
d) Berat badan sering menurun
C. Manifestasi Klinis
Adanya gejala klinik yang sering berupa:
1. Disfagia atau kesulitan menelan
Perjalanan penyakit biasanya kronis dengan disfagia yang bertambah berat. Berat ringannya
disfagia menurut British Oesophageal Surgery dibagi menjadi 5 tingkat, yaitu:
- Tingkat 0 : normal
- Tingkat 1 : tidak dapat menelan makanan padat
- Tingkat 2 : tidak dapat menelan makanan daging halus
- Tingkat 3 : tidak dapat menelan sup atau makanan cair
- Tingkat 4 : tidak dapat menelan ludah
2. Nyeri dada
Gejala kurang menonjol pada permulaan penyakit. Rasa nyeri biasanya di substernal dan dapat
menjalar ke belakang bahu, rahang dan lengan, timbul bila makan/minum dingin.
3. Regurgitasi
Timbul tidak hanya berhubungan dengan bentuk/jenis makanan tetapi juga berhubungan
dengan posisi. Bila penyakit makin kronis, maka pada saat penderita berbaring sisa makanan
dan saliva yang terdapat pada kantong esofagus dapat mengalir ke faring dan mulut sehingga
akhirnya dapat menimbulkan aspirasi pneumonia.
D. Patofisiologi
Akalasia memiliki karakteristik tekanan tinggi pada eofagus, sfingter bawah esofagus yang
tidak dapat berelaksasi dan esofagus yang mengalami dilatasi dan tidak memiliki peristaltik.
Secara patologi, esofagus hanya menunjukkan dilatasi minimal pada awalnya, namun lama
kelamaan dapat menjadi seluas 16 cm. Secara histologis, abnormalitas utama berupa hilangnya
sel ganglion di pleksus mienterikus (pleksus Auerbach) pada esofagus distal. Beberapa lesi
neuropatik lain juga dapat ditemukan, antara lain:
a) Inflamasi atau fibrosis pleksus myenterikus pada awal penyakit,
b) Penurunan varikosa serabut saraf pleksus myenterikus,
c) Degenerasi n. Vagus,
d) Perubahan di dorsal nukleus motoris n. Vagus dan
f) Inklusi intrasitoplasma yang jarang pada dorsal motor nukleus vagus dan pleksus
myenterikus.
Segmen esofagus di atas sfingter esofagogaster (LES) yang panjangnya berkisar antara 2-
8 cm menyempit dan tidak mampu berelaksasi. Esofagus bagian proksimal dari penyempitan
tersebut mengalami dilatasi dan perpanjangan sehingga akhirnya menjadi megaesofagus yang
berkelok-kelok. Bentuk esofagus sangat bergantung pada lamanya proses, bisa berbentuk
botol, fusiform, samapai berbentuk sigmoid dengan hipertrofi jaringan sirkuler dan
longitudinal. Mukosa dapat mengalami peradangan akibat rangsangan retensi makanan.
Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Radiologis
a) Foto thoraks polos
Bermakna bila esofagus mengalami dilatasi yang hebat.
- Foto thoraks polos akan tampak bayangan yang menonjol ke arah jantung.
- Pada foto lateral akan tampak adanya bayangan di posterior jantung. Terdapat gambaran air
fluid level di dalam esofagus, tak tampak gelembung udara di daerah gaster.
b) Esofagografi
- Stadium permulaan adanya obstruksi kardia dan pelebaran minimal dari esofagus.
- Stadium lanjut adanya penyempitan pada bagian distal esofagus pada batas esofagogastric
junction dengan pelebaran pada bagian proksimalnya. Terdapat gambaran menyerupai paruh
burung, beak like appearance atau mouse tail appearance.
c) Pemeriksaan Manometer
Setelah menelan, tekanan daerah sfingter esofagus menguat 2 kali normal akibat dilatasi dan
retensi makanan.
2. Terapi Medis
a. smooth-muscle relaxant
- nitroglycerin 5 mg SL atau 10 mg PO, dan juga
- methacholine,
b. alcium channel blockers (nifedipine 10-30 mgSL) dimana dapat mengurangi tekanan pada
sfingter esofagus bawah.
Indikasi: Terapi ini sebaiknya digunakan untuk pasien lansia yang mempunyai
kontraindikasi atas pneumatic dilatation atau pembedahan.
c. Penatalaksanaan keperawatan
a. Diet cair /lunak dan hangat
b. Medikamentosa
- Sedatif ringan untuk penenang
- Preparat kalsium antagonis seperti verapamil atau nifedipin oleh karena dapat menurunkan
tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Nifedipin diberikan 10-20 mg sublingual dapat
menurunkan tekanan esofagus bagian bawah kurang lebih 1 jam akan tampak perbaikan gejala
bila diberikan sebelum makan
F. Komplikasi
Beberapa komplikasi dan akalasia sebagai akibat an retensi makanan pada esofagus adalah
sebagai berikut:
1. Obstruksi saluran pernapasan.
2. Bronkhitis.
3. Pneumonia aspirasi.
4. Abses paru.
5. Divertikulum.
6. Perforasi esophagu.
7. Small cell carcinoma
8. Sudden death.