Anda di halaman 1dari 21

Bab I

Pendahuluan

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan
deturgenses. Deturgenses adalah keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan
oleh pompa bikabonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel
lebih penting dari epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada
endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan
edema kornea dan hilangnya sifat transparen. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel
telah bergenerasi. Penguapan air dari dilm air mata prakornea berakibat film air mata menjadi
hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari
stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. 1

Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma dari benda asing, dan dengan air
mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam kornea
sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea merupakan luka terbuka pada
kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan dan
kemungkinana erosi kornea.

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrar
supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari
epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi,
endoftalmitis, bahkan kebutaan.

Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab


kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Oleh karena kornea
berfungsi sebagai alat transmisi, alat refraksi dan dinding bola mata. Mencari letak kelainan
di kornea sangat penting karena penyakit kornea sangat serius akibatnya, dari pengurangan
penglihatan sampai kebutaan yang permanen.2

1
Bab II
Tinjauan Pustaka

Anatomi kornea

Kornea berasal dari bahasa latin, kornu, yang berarti tanduk. Kornea merupakan
bagian tunika fibrosa yang transparen, tidak ada pembuluh darah, dan kaya akan ujung-ujung
serat saraf. Kornea berasal dari penonjolan tunika fibrosa ke sebelah depan bola mata.
3
kornea berhubung dengan sklera pada limbus yang merupakan depresi sirkumferensi yang
dapat disebut juga dengan sklera, ketebalan kornea pada manusia dewasa rata-rata adalah
0,52 mm pada bagian tengah, dan 0,65 mm pada bagian perifer, dengan diameter 11,75 mm
secara horizontal.1

Kornea bertanggung jawab terhadap kekuatan optik dari mata. Dengan tidak
adanya pembuluh darah maka untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan pembuangan produk
metabolik pada kornea dilakukan melalui aquous humor pada bagian posterior dan melalui air
mata yang melewati bagian anterior. Kornea diinervasi oleh cabang pertama dari nervus
trigeminus yang menyebabkan segala kerusakan pada korea ( abrasi, keratitis dan lain-lain)
menimbulkan rasa sakit, fotofobia dan lakrimasi.3

Lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan


Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Kornea merupakan lensa
cembung dengan kekuatan refraksi sebesar +43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu
sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga
penderita akan melihat halo.1

Histologi retina

Kornea terdiri dari lima lapisan:

1. Lapisan epitel

Lapisan epitel adalah lapisan paling luar. Epitel kornea merupakan non keratinizing
squamous layer. Tebalnya 50 m, terdiri atas kira-kira 6 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal,sel polygonal dan sel gepeng. Sel basal sering
terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin
2
maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan
sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan
membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan
erosi rekuren. Sel basalis mensekresi kolagen tipe IV dan laminin. Jika terjadi kerusakan
epitel kornea, level fibronektin akan meningkat dan proses penyembuhan berlangsung dalam
waktu 6 minggu. Pada saat penyembuhan, epitel terikat pada dasarnya, membran basalis yang
baru menjadi tidak stabil dan lemah.2

2. Membran Bowman

Membran ini terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak
mempunyai daya regenerasi. Lapisan Bowman merupakan lapisan fibrosa aseluler yang
terletak di bawah epitel tersusun dari serat kolagen tipe I.1,4

3. Jaringan stroma

Stroma kornea tersusun dari serat-serat kolagen tipe 1 yang berjalan secara parel membentuk
lamek kolagen dengan sel-sel fibroblast diantaranya. Lamel kolagen ini berjalan parelel
dengan permukaan kornea dan bertanggungjawab terhadap kejernihan kornea. Ketebalan
stroma kornea mencakup 90% dari ketebalan kornea. Stroma kornea tidak dapat
bergenerasi.1,4

4. Membran Descement

Membrane descement merupakan dasar yang tebal tersusun dari serat-serat kolagen yang
dapat dibedakan dengan stroma kornea. Ia memiliki ketebalan sekitar 3 mm pada saat lahir
dan meningkat ketebalannta sepanjang usia.membran Descement memiliki potensi untuk
bergenerasi.1,4

5. Lapisan endotel

Lapisan ini merupakan lapisan kornea ang paling dalam tersusun dari epitel selapis gepeng
atau kuboid rendah. Sel-sel ini mensintesis protein yang mungkin diperlukan untuk
memelihara membran descement. Sel-sel ini mempunyai banyak vesikel dan dinding selnya
mempunyai pompa natrium yang akan mengeluarkanlebihan ion natrium ke dalam kamera

3
okuli anterior. Ion klorida dan air akan mengikuti secara pasif. Kelebihan cairan dalam
stroma akan diserap oleh endotel sehingga stroma tetap dipertahankan dalam keadaan sedikit
sehidrasi (kurang cairan), suatu faktor yang diperlukan untuk mempertahankan kualitas
refraksi kornea.

Kornea bersifat avaskular sehingga nutrisi didapatkan dengan cara difusi dai
pembuluh darah perifer di dalam limbus dan dari humor aquoeus di bagian tenagh. Kornea
menjadi burem bila endotel kornea gagal mengeluarkan kelebihan cairan di stroma. Pada
manusia dewasa, densitas dari endotel kornea adalah sekitar 2.500 sel/mm2. Densitas ini
berkurang sepanjang usia kurang lebih 0,6% setiap tahun dan sel-sel endotel tetanga
membesarberusaha untuk mengisi ruang kosong. Sel-sel endotel ini tidak dapat bergenerasi.
Pada densitas 500 sel/mm2, akan terjadi edema kornea dan transparansi menjadi kurang.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longusberjalan supra korois, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause
untuk sensasi dingin ditemukan diantaranya. Daya regenerasi saraf sesuadah dipotong di
daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. 4

Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquous, dan
air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir.
Transparansi kornea diertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya.1

Fisiologi kornea

Kornea berfungsi sebagai membran protektif dan sebagai jendela yang dilewati oleh
cahaya untuk sampai ke retina. Sifat transparen dari kornea dihasilkan oleh berbagai faktor
yang saling berhubungan, yaitu susunan dari lamela kornea, sifat avaskular, serta keadaan
dehidrasi relatif(70%) yang dijaga oleh adanya efek barrier dari epithellium, endotelium, dan
pompa bikarbonat yang bekerja secara aktif pada endotelium.

Keadaan dehidrasi tersebut dihasilkan oleh evaporasi air dari laporan air mata
prekorneal yang menghasilkan lapisan dengan sifat hipertonis. Dalam hal ini, endotelium
memegang peran yang lebih besar daripada epitelium. Demikian pula yang bila terjadi
kerusakan pada endotelium, akan diperoleh dampak yang lebih besar.1,3-8

4
Penetrasi pada kornea yang sehat atau intak oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut
lemak dapat melewati epitelium dan substansi larut air dapat melewati stroma. Oabat yang
diharapkan dapat menembus kornea harus memiliki kedua sifat tersebut.4-8

Untuk menyokong sifat fisiologis tersebut, kornea membutuhkan energi. Sumber


energinya diperoleh dari:

1. Zat terlarut, contohnya glukosa yang masuk kedalam kornea secara pasif melalui
difusi sederhana maupun secara transpor aktif melalui aqueous humor, serta melalui
difusi dari kapiler perilimbal.

2. Oksigen, secara langsung diperoleh dari udara atmosfir melalui lapisan air mata.
Proses ini dijalankan secara aktif melalui epitelium.

Sumber energi ini kemudian diproses/ dimetabolisir oleh epitelium dan endotelium.
Dalam hal ini, karena epitelium jauh lebih tebal daripada endoteium, suplai energi yang
dibutuhkan pun jauh lebih besar, sehingga aktivitas metabolisme yang tertinggi di mata
dijalankan oleh kornea.6 kornea adalah jaringan yang braditrofik, yaitu jaringan dengan
metabolisme yang lambat dan karenanya juga penyembuhan lambat.7

Proteksi dan persarafan kornea

Struktur ini menerima persarafan dari cabang ophthalmik dari nervus trigeminus.
Kornea sendiri adalah suatu struktur vital pada mata dan karenanya juga bersifat sangat
sensitif. Sensasi taktil minimal telah dapat menimbulkan refleks menutup mata. Lesi pada
kornea akan membuat ujng saraf bebas terpajan dan sebagai akibatnya akan timbul nyeri
hebat diikuti refleks pengeluaran air mata beserta lisozim yang tekandung di dalamnya
(epifora) dan penutu pan mata secara involenter (blefarospasme) sebagai mekanisme
proteksi.7

Epitel kornea bersifat hidrofobik dan dapat regenerasi dengan cepat. Ia merupakan
pelindung yang sangat baik dari mikroorganisme. Akan tetapi apabila lapisan ini mengalami
kerusakan, lapisan stroma yang avaskuler serta lapisan Bowman dapat menjadi tempat yang
baik bagi mikroorganisme, misalnya bakteri, amuba dan jamur. Faktor disposisi yang dapat
memicu inflamasi pada kornea di antaranya adalah blefaritis, perubahan pada epiel kornea
misalnya mata kering, penggunaan lensa kontak, lagoftalmus, kelainan neuroparalitik, trauma

5
dan penggunaan kortikosteroid. Untuk dapat menimbulkan infeksi, diperlukan inokulum
dalam jumlah besar atau keadaan defisiensi imum.
Di dalam kornea itu sendiri terdapat bakteri Streptococcus pneumoniae, yang
merupakan bakteri patogen kornea yang sesungguhnya. Salah satu bakteri oportunis yang
dapat menginfeksi adalah Moraxella liquefaciens. Umumnya mikroorganisme ini ditemui
pada pengomsumsi alkohol sebagai akibat dari depresi piridoksin. Selain itu ditemukan pula
kelompok lain, misalnya Serratia marcescens, Mycobacterium fortuitum-chelonei complex,
Streptococcus viridans, Staphylococcus epidermidis,virus, amuba dan jamur.1

Ulkus Kornea

Ulkus kornea adalah lesi kornea yang melibatkan degradasi stroma kornea. Dikenal
dua bentuk ulkus pada kornea yaitu sentral dan marginal atau perifer. Ulkus kornea sentral
biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada epitel. Lesi terletak di sentral, jauh
dari limbus vaskular. Ulkus kornea sentral dibagi menjadi keratitis bakterial, keratitis fungi,
keratitis virus, dan keratitis akantamuba. Ulkus perifer terdiri dari ulkus dan infiltrat
marginal, ulkus Mooren, keratokonjungtivitis fliktenularis, keratitis marginal pada penyakit
autoimun, ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A, keratitis neurotropik, dan keratitis
pajanan.

Epidemiologi
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi ulkus
kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi
terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan
kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah
dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan.
Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan
penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak.
Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur.
Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea,
kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki
lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian
yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena

6
banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya
trauma termasuk trauma kornea.9
Etiologi
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan dengan air
mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam kornea
sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan.

Infeksi dapat dibagi kepada infeksi bakteri, jamur dan virus. Infeksi bakteri sebagai
contoh P. aeraginosa, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia dan
spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk
sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat
mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa. Penyebab ulkus kornea
perifer, antara lain reaksi toksik, alergi, autoimun, dan infeksi. ulkus kornea perifer biasanya
terjadi sebagai akibat sekunder dari konjungtivitis bakterial akut atau kronik,
blefarokonjungtivitis dan lebih jarang konjungtivitis Koch-Weeks (Haemophilus aegyptius).
Tetapi bukan sebagai hasil dari proses infeksi, melainkan hasil dari sensitisasi terhadap
produk bakteri, antibodi dari pembuluh darah limbus yang bereaksi dengan antigen dan
berdifusi melewati epitelium kornea.

Infeksi Jamur disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium, dan


spesies mikosis fungoides. Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami
nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
Akanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang tercemar
yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah
komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila
memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai
lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.
Ulkus juga dapat diawali dengan noninfeksi seperti terkena bahan kimia, bersifat asam
atau basa tergantung PH. Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,
organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain

7
amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat
akan terjadi penghancuran kolagen kornea.
Radiasi atau suhu dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang
akan merusak epitel kornea. Selain itu, ia juga dapat disebabkan pasien menderita Sindrom
Sjorgen. Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film air mata
(akuous, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang
menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat
timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
Selain itu, Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU
(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif. Kelainan dari membran
basal, misalnya karena trauma, pajanan (exposure) dan neurotropik.
Ia juga dapat disebabkan sistem imun (reaksi hipersensitivitas) seperti granulomatosa
wagener dan rheumathoid arthritis.

Patofisiologi

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya
infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.13

Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul
kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih
kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan
terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.12

Patologi ulkus kornea tanpa perforasi dibagi dalam 4 Fase :6

1. Fase Infiltrasi Progresif

8
Karakteristik dari tingkat ini adalah infiltrasi sel sel PMN dan atau limfosit ke dalam epitel
dari sirkulasi perifer. Selanjutnya dapat terjadi nekrosis dari jaringan yang terlibat bergantung
virulensi agen dan pertahanan tubuh host.

2. Fase Ulserasi Aktif

Ulserasi aktif merupakan hasil dari nekrois dan pengelupasan epitel, membran Bowman, dan
stroma yang terlibat. Selama fase ulserasi aktif terjadi hiperemia yang mengakibatkan
akumulasi eksudat purulen di kornea. Jika organisme penyebab virulensinya tinggi atau
pertahanan tubuh host lemah akan terjadi penetrasi yang lebih dalam selama fase ulserasi
aktif.

3. Fase Regresi

Regresi ditimbulkan oleh sistem pertahanan natural (antibodi humoral dan pertahanan seluler)
dan terapi yang memperbesar respon host normal. Garis batas yang merupakan kumpulan
leukosit mulai timbul di sekitar ulkus, lekosit ini menetralisir bahkan memfagosit organisme
debris seluler. Proses ini disertai vaskularisasi superfisial yang yang meningkatkan respon
imun humoral dan seluler. Ulkus mulai menyembuh dan epitel mulai tumbuh dari tepi ulkus.

4. Fase Sikatrisasi

Pada fase ini penyembuhan berlanjut dengan epitelisasi progresif yang membentuk sebuah
penutup permanen. Di bawah epitel baru terbentuk jaringan fibrosa yang sebagain berasal
dari fibroblas kornea dan sebagian lagi berasal dari sel endotel pembuluh darah baru. Stroma
menebal dan mendorong permukaan epitel ke anterior. Derajat sikatrik bervariasi, jika ulkus
sangat superfisial dan hanya melibatkan epitel maka akan menyembuh sempurna tanpa bekas.
Jika ulkus melibatkan memran Bowman dan sedikit lamela stroma superficial maka akan
terbentuk sikatrik yang disebut nebula. Apabila ulkus melibatkan hingga lebih dari
sepertiga stroma akan membentuk makuladan leukoma.

Patologi ulkus kornea dengan perforasi:

Desmatokel

9
Ulkus kornea dengan perforasi terjadi jika proses ulserasi berlanjut lebih dalam dan mencapai
membran Descemet, membran ini akan mengeras dan membengkak ke luar menjadi
desmatokel. Pada fase ini semua pengerahan tenaga pada pasien seperti saat batuk, bersin, dll.
akan membuat perforasi. Segera setelah terjadi perforasi cairan aqueous akan keluar, tekanan
intra okuler akan turun dan diafragma iris-lensa akan lepas.4

Perforasi kornea

Efek perforasi bergantung pada posisi dan ukuran perforasi. Jika perforasi kecil dan
berlawanan dengan jaringan iris, biasanya akan disumbat oleh jaringan sikatrik dengan cepat
dan menyembuh. Hasil paling umum dari proses ini adalah leukoma adherent.

Klasifikasi

Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:

1. Ulkus kornea sentral

a. Ulkus kornea bakterialis


I. Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk
cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam
dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh
streptokok pneumonia.
II. Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih
kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila
tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema
stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali
indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
III. Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.
ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.
Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48
jam. Gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang
dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti
cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.

10
IV. Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang
dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga
memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat
dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran
ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini
terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak
selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat diagnosa lebih pasti
bila ditemukan dakriosistitis.
b. Ulkus kornea jamur
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak
kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian
epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga
terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang
disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik.
Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai
hipopion.

c. Ulkus kornea virus


I. Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan
perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit.
Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis,
kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat
berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex.
Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah.
Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
II. Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai
dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di
permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.
terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat
pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif,
jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya

11
d. Ulkus kornea akanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan dan
fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat
perineural.

2. Ulkus kornea perifer

a. Ulkus Marginal

Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk ulkus
superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksit atau alergi
dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain.
Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita
leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.

b. Ulkus Mooren

Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral. Ulkus
mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui.
Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus,
alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang
seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang
sentral.

c. Ring Ulcer

Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang berbentuk
melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang-kadang timbul
perforasi. Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai ring
ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral.
Perjalanan penyakitnya menahun.

Manifestasi klinis

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa gejala subjektif dan gejala
objektif. Gejala-gejala subjektif yang timbul seperti fotofobia, merasa ada benda asing di

12
mata, pandangan kabur, silau dan nyeri cekot-cekot. Gejala-gejala objektif yang timbul
seperti eritema pada kelopak mata dan konjungtiva, sekret mukopurulen, , mata berair, bintik
putih pada kornea. injeksi siliar, hilangnya sebagian jaringan kornea, hipopion dan adanya
infiltrat.5

Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis
pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma,
benda asing, abrasi, penggunaan lensa kontak, riwayat operasi mata dan adanya riwayat
penyakit kornea, misalnya keratitis. Riwayat trauma luar, terutama dari bahan tumbuh-
tumbuhan, perlu dicurigai ke arah infeksi jamur. Perlu ditanyakan riwayat pemakaian obat
topikal seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, dan
virus. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS,
keganasan, penyakit autoimun dan terapi imunosupresi.

Pada pemeriksaan oftalmologis dilakukan pemeriksaan mata secara umum untuk


mencari tanda dari ulkus kornea seperti yang telah disebutkan di atas. Pada pemeriksaan
dengan slit lamp, yang perlu diperiksa adalah:
Konjungtiva, sklera, dan kelopak: eritema, injeksi silier, nodul perilimbus, sekret,
dan spasme kelopak mata.
Lapisan air mata: derajat, simetri, regularitas, dan adanya debris
Epitel: lokasi defek dan regularitas
Stroma: penipisan dan infiltrat
Endotel: keratic precipitate
Bilik mata depan: hipopion dan inflamasi
Sensitivitas kornea
Simetrisitas kedua mata
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata

13
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)

Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar
dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih
baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff.
Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

Penatalaksanaan

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata
agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea
tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus,
anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat
bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat
dan perlunya obat sistemik.

Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah


Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
Berikan analgetik jika nyeri

Penatalaksanaan medikamentosa

Sulfas atropin sebagai salap atau larutan,

14
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.

Efek kerja sulfas atropine :


- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.

Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata dalan
keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior
yang baru

Skopolamin sebagai midriatika.

Analgetik.

Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain tetapi
jangan sering-sering.
Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas
diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya
tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial
yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B 1, 2, 5
mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti biotik

Anti Viral

15
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk
mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik
bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik terhadap
perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih
tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore. Dengan
instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada pinggir
ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan
perbaikan dengan maksud mengganti cairan COA yang lama dengan yang baru yang banyak
mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap
konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik
menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk
mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan
kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas
atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-
gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan
Iridektomi dari iris yang prolapse
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat

Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati
seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi
leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.

16
Penetalaksanaan non-medikamentosa

Keratoplasti

Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil.
Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea
yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Terdapat dua jenis keratoplasti yaitu:

1. Keratoplasti penetrans

Merupakan penggantian kornea seutuhnya. Karena sel endotel sangat cepat mati, mata
diambil segera setelah donor meninggal dan segera dibekukan. Mata donor harus
dimanfaatkan kurang dari 48 jam. Tudung korneo sklera yang disimpan dalam media nutrien
boleh dipakai sampai 6 hari setelah donor meninggal dan pengawetan dalam media biakan
jaringan dapat tahan smpai 6 minggu.

2. Keratoplasti lamelar

Merupakan penggantian sebagian kornea. Kornea dibekukan, didehidrasi atau disimpan


dalam lemari es selama beberapa minggu.

Keratoprosthesis

Keratoprosthesis atau pemasangan kornea buatan bisa dilakukan pada kerusakan


kornea yang sangat berat, dikarenakan hasil dari flap konjungtiva dan transplantasi membran
amnion sangat buruk. Selain itu, tindakan dapat dilakukan jika tidak adanya pendonor kornea
atau dengan pasien yang tidak menyetujui tindakan transplantasi kornea.

17
Pencegahan

Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli
mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat
mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.

- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat
lensa tersebut.9

Komplikasi

1. Komplikasi aktif dari ulkus kornea non perforasia

a) Toxic Iridosiklitis

Terjadi karena toxin bakteri itu sendiri (reaksi camera okuli anterior steril). Merupakan reaksi
berat dari hipopion.
b) Glaukoma Sekunder
Terjadi pada iridosiklitis dengan pembentukan hipopion. Open angle glaukoma sekunder
tersumbatnya trabekular meshwork oleh fibrin dan sel. Glaukoma sekunder ini merupakan
komplikasi dari ulkus yang lambat sembuhnya dan perforasi.
c) Descemetodele

Membrana descement menonjol terjadi ketika ulkus sangat dalam, tetapi membrane
descement belum rusak.

2. Komplikasi dari ulkus perforasia


a) Kehilangan aqueous humour
b) merosotnya TIO secara tiba-tiba
c) kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis. (Jika
membrane descement ikut rusak maka akan terjadi perforasi dan diikuti peradangan
dari jaringan mata yang lebih dalam)
d) Iris Prolaps

18
Terjadi karena perforasi dari paracentral dan perifer dari ulkus. Akibat dari terjadinya prolaps
iris ini dapat terbentuk leukoma adherens dimana pada tempat tersebut terjadi penyempitan
sudut COA oleh adanya sinekia anterior menyebabkan aliran balik cairan di sudut COA jadi
terganggu, yang dapat menyebabkan timbulnya peingkatan tekanan intraokular dan terjadilah
glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder dapat menyebabkan menonjolnya leukoma tersebut
yang dikenali sebagai stafiloma kornea yang tampak seperti anggur.9

Komplikasi permenan setelah penyembuhan dari ulkus scar kornea


1. Nebula
Penyembuhan dari ulkus superfisialis dan dapat menimbulkan irregular astigmatisme jika di
sentral. Metode yang digunakan untuk memperbaiki nebula adalah:
a. photo therapy keratectomy
(PTK) menggunakan lase
excimer
b. rigid gas permeable contact
lence
c. optical keratoplasty
2. Lekoma non adherent
Penyembuhan pada ulkus non perforasi atau ulkus sentral perforasi
3. Lekoma adherent
Penyembuhan dari ulkus parasentral perforasi dengan prolapse iris.
4. Parsial atau total anterior stafiloma
Terjadi sebagai akhir dari besarnya perforasi kornea dari prolapsiris dan tertutup oleh fibrin.
Akhirnya kornea akan diganti oleh sikatrik tipis. Jaringan sikatriks (pseudo kornea) akan
menonjol.

Prognosis

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi
yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena
jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya
mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.
Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal

19
ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka
dapat menimbulkan resistensi.

Pembahasan kasus

Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh mata merah,
berair, pegal dan mngganjal setelah kelilipan daun padi pada mata kanannya 10 bulan yang
lalu. Pasien tidak berobat ke dokter dan hnya menggunakan obat tetes mata Rohto. 2 bulan
kemudian, keluhan mata merah dan berair semakin berat dan mta kanan mulai nyeri cekot-
cekot dan penglihatan kabur. Pasien berubat ke RS Burwojo dan di diagnosa infeksi jamur
dan diberi obat tetes mata. Pasien kontrol ke RS setiap minggu selama kurang lebih dua bulan
tapi tidak ada pembaikan dari keluhan dan pasien dirujuk ke RS Mata Dr. Yap. Pasien rawat
jalan ke RS Mata Dr. Yap pada tanggal 15 Juni 2017 dengan keluhan mata nyeri cekot-
cekot, pegal, merah, berair dan kabur. Pasien diberi obat tetes mata vigamox, natacen,
difflucon dan thidin. Pasien kontrol lagi pada tanggal 29 Juni 2017 dengan keluhan mata
masih kabur dan obat habis. Pasien direncanakan operasi OD Keratoplasti pada tanggal 03
Juli 2017.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien: kompos mentis, keadaan umum:
tampak sakit sedang, TD 120/80 mmHg, HR 80 x/menit, RR 28 x/menit, T 36,3o C.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan pemeriksaan ofthalmikus dan slit lamp.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya ulkus kornea,
perforasi kornea, iris prolapse, injeksi siliar dan konjungtiva, kornea edema, terdapat infiltrat
dan korneanya keruh. Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti
ketajaman penglihatan, tes refraksi, tes air mata, keratometri (pengukuran kornea), respon
reflek pupil dan pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Transplantasi kornea (keratoplasti) diindikasikan bagi banyak kornea yang serius,


misalnya jaringan parut, edema, penipisan dan distorsi. Jika pada kasus ini, keratoplasti
dilakukan karena terjadinya perforasi.

Prognosis pada ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya dan ada tidaknya komplikasi yang
timbul. Pada kasus ini, prognosis ata kanan dubia ad malam karena, pasien mulai berobat ke

20
dokter setelah dua bulan terjadinya trauma dan didapatkan komplikasi yaitu perforasi dan iris
prolapse pada mata kanan pasien.

Daftar Pustaka

1. Vaughan D Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2000.


2. Prof dr Suhardjo, SU., Sp.M,dr Hartono sp. M. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi 2.
Indonesia: Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada. 2012. h. 28-36.
3. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: a sistemic approach 7 th ed. USA : Elsevier.2011.
4. Jusuf AA.Diktat Kuliah; Tinjauan Histologi Bola Mata, alat keseimbangan dan
pendengaran. Bagian Histolgi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2012
5. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004
6. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New Delhi: New Age
International; 2007 p. 89-126
7. Lang GK. Ophthalmology. Stuggart:Thieme; 2000. P 117-41
8. Cassidy L, Oliver J Ophthalmology at a glance. Massachutettes; Blackwell Science;
2005. P 66-8.
9. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito Sebagai
Tempat Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari www.tempo.co.id. 2007.

10. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu Penyakit
Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2, Penerbit Sagung
Seto, Jakarta,2002
11. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989
12. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. Microbacterial and parasitic infection of cornea
and sclera, in basic and clinical science cource. External disease and cornea. Secton 8.
USA: AAO; 2011-2012:p 158-71.
13. Lang K Gerhard. Cornea In: ophthalmology pocket textbook atlas. New York. Thieme
Stuttgart.200 pg 130-34.
14. Farida Y. Corneal Ulcers Treatment. Majority Journal. Vol. 4 No. 1. Lampung :
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2015. Hal. 119- 127.

21

Anda mungkin juga menyukai