PENDAHULUN
Organization/WHO), sekitar 2,2 juta juta orang meninggal dunia setiap tahunnya
akibat penyakit diare. Dari 88% kasus tersebut berkaitan dengan pasokan air
yang tidak aman serta sanitasi dan hygine yang tidak memadai. Di Indonesia,
Diare merupakan penyebab kematian nomor dua pada balita dan nomor tiga pda
bayi, serta nomor lima pada semua umur. Berdasarkan data Departemen
mencapai 60-80%, ntuk penyakit karies anak usia 12 tahun sebesar 74,4%
(SKRT, 2006).
Dari data Departemen Kesehatan RI tahun 2010 jumlah anak usia 0-10 tahun
sekitar 19% dari total penduduk Indonesia. Data Depkes RI tahun 2014 jumlah
populasi anak di Indonesia berdasarkan pada jumlah usia anak 0-4 tahun
sebanyak 24.062.106 jiwa dan jumlah usia anak 5-9 tahun sebanyak 24.672.477
jiwa (Kemeskes RI, 2014). Populasi anak di Jawa barat usia 0-4 tahun sebanyak
4.475.229 jiwa dan 5-9 tahun 4.261.650 jiwa (BPS Jabar, 2014). Total jumlah
2,07% dri jumlah penduduk tahun 2009, yaitu 3.148.95 jiwa, populasi, populasi
anak usia 10-14 tahun diaerah bandung pada tahun 2013 sekitar 235.711 jiwa
proses tumbuh kembang dan mempunyai kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan
terpenuhi, maka anak akan mampu beradaptasi dan kesehatannya terjaga. Bila
sosial dan spiritualnya juga dapat terganggu. Anak dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan
masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi 0-1 tahun usia
bermain/toddler 1-2,5 tahun, pra sekolah 2,5-5tahun, usia sekolah 5-11 tahun,
perkembangan fisik anak. Periode ini juga disebut sebagai periode kritis karena
pada masa ini anak mulai mengembangkan kebiasaan yang biasanya cenderung
kesehatan yang masih banyak terjadi dikalangan anak usia sekolah. Penyakit
yang sering dihadapi anak sekolah dasar biasanya berkaitan dengan kebiasaan
hidup bersih dan sehat, seperti kebiasaan cuci tangan pakai sabun, potong kuku,
harinya secara mandiri. Jika orang tua bisa membimbing anak dengan baik, anak
produktif bagi kemajuan dirinya sendiri (Lie dan Prasasti, 2005). Jika
ketidakmandirian anak tidak tercapai maka anak menjadi ragu dan malu karena
bimbingan orang tua. Anak secara bertahap belajar mengendalikan diri, bila
berhasil anak akan timbul kebanggaan dan percaya diri pada anak (Soetjiningsih,
2007).
Anak sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya sekolah
bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua
mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia sekolah merupakan masa anak
menjadikan anak menjadi manusia yang berkualitas dengan tidak hanya sekedar
tumbuh secara fisik, namun juga berkemampuan untuk berdaya guna dan berhasil
guna baik bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa serta umat manusia. Oleh
keberhasilan tumbuh kembang anak adalah faktor internal (keluarga, ras, umur
dan lain-lain) dan eksternal (gizi, psikologis, penyakit dan lain-lain) (Kozier,
2010).
& Johnson (1993) Froebel menjelaskan bahwa masa anak merupakan suatu fase
yang sangat penting dan berharga, dan merupakan masa pembentukan karakter
merupakan masa emas bagi penyelenggara pendidikan. Pendidikan hal yang baik
individu mampu berpikir dan bertindak sendiri (Suseno, 2010). Menurut Lie
anak sejak dini akan menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Belajar menjadi
mandiri yang tidak dimiliki sejak dini hanya akan membuat pemahaman yang
tidak tepat tentang konsep kemandirian dan anak cenderung bersikap individual
(Kannisius, 2006).
masalah pada anak usia sekolah yang muncul antara lain; gangguan
Eldeman & Mandle, 2000 dalam Friedman (2006), menjelaskan bahwa masalah
yang sering muncul pada anak usia sekolah adalah perawatan gigi yang tidak
penyalahgunaan zat, dan penyakit menular. Masalah lain yang umum terjadi
adalah berkaitan dengan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) dimana anak
mengalami defisit perawaan diri, seperti masalah karies, kuku yang panjang,
perilaku tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan (Friedman, 2006).
personal hygiene dipengaruhi berbagai faktor seperti budaya, nilai sosial pada
sudah bisa menggosok gigi sendiri meskipun belum sempurna, mandi sendiri
dengan arahan, buang air kecil ditoilet, dan mencuci tangan tanpa bantuan.
Sebagian besar anak usia sekolah sudah mampu melakukan toilet training dengan
mandiri pada akhir periode sekolah meskipun beberapa anak mungkin masih
mengompol dicelana bahkan ada yang lupa untuk mencuci tangannya dan untuk
perasaan mereka mengenai kesehatan mereka sendiri (Potter & Perry, 2005).
ketergantungan psikologis. Anak yang selalu dibantu akan selalu tergantung pada
orang lain karena merasa tidak memiliki kemampuan untuk mengurus dirinya
orang lain untuk mengambil keputusan bagi dirinya dan memecahkan masalah
(Lie & Prasasti, 2007). Ada dua alasan anak tidak mandiri orang tua cenderung
2006).
internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dari diri anak itu
sendiri, yang meliputi: kondisi fiiologis dan psikologis anak. Kondisi fisiologis
anak berpengaruh pada keadaan tubuh, kesehatan jasmani dan jenis kelamin.
dengan orangtua, berbeda dengan anak laki-laki yang agresif dan ekspansif
berfikir dengan seksama tentang tindakan yang telah dilakukannya (Basri, 2005).
Faktor eksternal adalah hal-hal yang datang atau ada dari luar diri anak itu sendiri
atau tidak kemandirian anak usia sekolah. Lingkungan ynag baik akan
meningkatkan tercapainya kemandirian anak. 2)karakteristik sosial dapat
berbeda dengn anak dari keluarga kaya. 3). Stimulasi,anak yang mendapat
stimulasi terarah dan teratur akan lebih cepat mandiri dibanding dengan anak
yang kurang atau tidak mendapat stimulasi. 4). pola asuh, anak dapat mandiri
pengasuh sangat diperlukan bagi anak sebagai penguat perilaku yang telah
dlakukannya. Oleh karena itu, pola asuh merupakan hal yang penting dalam
anak bila diberikan berlebihan akan menjadi anak kurang mandiri. 6). Kualitas
yang tinggi akan menyebabkan orangtua dapat menerima segala info dari luar
kelamin, anak akan berkembang dengan pola tingkah laku maskulin, lebih
mandiri dari pada anak yang mengembangkan tingkah laku yang feminism;
urutan posisi anak, anak pertama yang diharapkan untuk menjadi contoh teladan
bagi adiknya lebih berpeluang untuk mandiri. Sementara anak bungsu yang
Pola asuh orang tua dibedakan menjadi 4 bagian diantaranya pola asuh
otoriter yaitu orang tua cenderung menetapkan standart mutlak yang harus
dituruti, pola asuh demokratis yaitu orang tua lebih bersikap rasional dan
mendasari tindakannya dengan pemikiran, pola asuh permisif yaitu orang tua
untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya, dan pola asuh
tidak terlibat yaitu orang tua tidak memberi pengarahan, pengaturan dan
pembatasan terhadap sikap yang dilakukan anak secara penuh. Kreativitas anak
anak dalam melakukan sesuatu dan menghargai usaha yang telah dilakukannya,
memberikan pujian untuk hasil yang telah dicapai walau sekecil apapun karena
Salah satu peran aktif orang tua adalah mengasuh anak. Pola asuh orang tua
merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dengan anak dalam
tua dalam melakukan kegiatan pengasuhan untuk memberikan rasa nyaman pada
anak. Pola asuh yang tepat akan mempengaruhi tingkat kemandirian anak
(Santrok, 2006).
personal hygiene yang berupa cuci tangan sendiri, sedangkan dalam personal
hygiene yang lain seperti memakai baju, memotong kuku, mandi, menyisir
orang tua. Sedangkan 4 orang tua mengatakan bahwa anaknya sudah bisa
mandiri dan ketika anak masih merengek-rengek atau rewel meminta sesuatu
orang tua cenderung memenuhi keinginan anaknya. akan tetapi 1 orang tua
Berdasarkan fenomena yang telah dijelaskan, dan masalah yang didapat dari
dengan judul Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian
Apakah Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Personal
Cipadung.
a. Mengidetifikasi pola asuh orang tua pada anak usia sekolah di SDN 3
Cipadung.
1.4 Manfaat
usia dini, selain itu perawat juga bisa mengenalkan bagaimana cara
1. Bagi peneliti
2. Bagi masyarakat