1. Definisi
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
Cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya
kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2001).
2. Epidemiologi
Cedera kepala paling sering terjadi akibat terjatuh (40%), kekerasan (20%), dan
kecelakaan lalulintas (13%), cedera ini lebih sering terjadi pada laki-laki dan tidak
jarang berkaitan dengan konsumsi alcohol. Di Amerika Serikat kira-kira satu juta
orang dengan cedera kepala ringan tiap tahun datang ke unit gawat darat (UGD).
Hampir separuh dari mereka berumur kurang dari 16 tahun. Cedera kepala ringan
(90%) dapat dipulangkan dari UGD dengan aman, tetapi 100.000 dari mereka harus
diopname dan 1% dari mereka perlu dirujuk ke ahli bedah saraf. 5000 orang tiap
tahun di Amerika meninggal karena cedera kepala (Greaves et al, 2008 ). Di
Rumah Sakit Haji Adamalik Medan tahun 2011 jumlah penderita cedera kepala
adalah 1462 orang/tahun, antara lain cedera kepala ringan 937 orang (64,1%),
cedera kepala sedang 402 orangn (27,5%), cedera kepala berat 123 orang (8,4%).(
Wahjoepramono.E.K., 2005).
3. Penyebab
Penyebab dari cedera kepala yaitu:
Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana itu merobek otak,
misalnya tertembak peluru/ benda tajam
Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih biasanya lebih
lebih berat sifatnya
Cedera akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan
maupun bukan pukulan
Kontak benturan (gonjatan langsung)
Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu obyek
Kecelakaan lalu lintas
Jatuh
Kecelakaan industry
Serangan yang disebabkan karena olahraga
Perkelahian
(Smeltzer 2002 ; Long, 1996)
4. Patofisiologi
Cedera kepala dapat terjadi karena cedera kulit kepala, tulang kepala, jaringan otak,
baik terpisah maupun seluruh. Faktor yang mempengaruhi cedera kepala adalah
lokasi dan arah dari penyebab benturan, kecepatan kekuatan yang datang,
permukaan dan kekuatan yang menimpa, kondisi kepala ketika mendapat benturan.
Tepat atas tengkorak terletak galea aponeurika suatu jaringan fibrosa, padat, dan
dapat digerakkan dengan bebas yang membantu menyerap kekuatan eksternal.
Diantara kulit dan galea terdapat lapisan lemak dan membrane dalam yang
mengandung pembuluh-pembuluh darah. Bila robek pembuluh ini akan sukar
vasokontriksi. Tengkorak otak merupakan ruangan keras sebagai pelindung otak
atau rangka otak. Pelindung lain adalah meningen yang merupakan selaput menutui
otak ( Price & Wilson,2006).Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus
durameter) atau truma tertutup ( trauma tumpul tanpa penetrasi menembus
duramater). Cedera kepala terbuka memungkinkan pathogen lingkungan memiliki
akses langsung ke otak. Pada kedua jenis kepala akan terjadi kerusakan pembuluh
darah dan sel glia dan neuron hancur. Kerusakan otak akan timbul apabila terjadi
perdarahan dan peradaangan yang menyebabkan peningkatan tekanan intracranial (
Corwin, 2001). Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat besar dalam
menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologi dari suatu trauma kepala.
Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur
kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul atau karena kena
lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala
membentur objek yang secara relative tidak bergerak, seperti badan mobil atau
tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan
kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah
secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bia dikombinasi dengan pengubahan posisi
rotasi pada kepala , yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada
substansi alba dan batang otak. Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi
dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer
merupakan cedera pada kepala bagian sebagai akibat langsung dari suatu ruda
paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras
maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera
kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang
diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya
disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan
terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi deselarasi terjadi karena kepala
bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan
densitas antara tulang tengkorak (subtansi solid) dan otak (substansi semisolid)
menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya.
Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam
tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup)
Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansia alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai
akibatnya cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi cerebral
dikurangi atau tak ada pada area cerebral. Konsekuensinya meliputi hiperemi
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intracranial dan akhirnya
peningkatan tekanan intracranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi ( Hudak &
Gallo, 1996).
5. Klasifikasi Cedera Kepala
Klasifikasi Cedera kepala menurut patofisiologinya dibagi menjadi dua :
1. Cedera Kepala Primer
Adalah kelainan patologi otak yang timbul akibat langsung pada mekanisme
dinamik (acelerasi decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada
jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
a. Gegar kepala ringan
b. Memar otak
c. Laserasi
2. Cedera Kepala Sekunder
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme,
fisiologi yang timbul setelah trauma.
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikasi pernapasan
f. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (GCS):
1. Cedera Kepala Ringan
GCS 13 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Cedera kepala Sedang
GCS 9 12
Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam.
Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Cedera Kepala Berat
GCS 3 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
6. Gejala klinis
Menurut Smellzer (1998), manifestasi cedera kepala adalah sebagai berikut :
a. Gegar serebral (komutio serebri) merupakan bentuk ringan, disfungsi
neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan kesadaran,
pingsan mungkin hanya beberapa detik/ menit. Gejala lain seperti sakit kepala,
tidak mampu konsentrasi, pusing, peka, amnesia.
b. Memar otak (konfusio serebri)
Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejala bervariasi bergantung
lokasi dan derajat.\
c. Hematoma epidural
Hematoma epidural adalah antara tulang kranial dan dura mater. Gejala
perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang semakin
menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi
hemiparese kontralateral.
Penurunan kesadaran ringan saat benturan merupakan periode lucid (pikiran
jernih) beberapa menit, beberapa jam menyebabkan penurunan kesadaran,
neurologis :
1) Kacau mental : koma
2) Pupil isokor : anisokor
d. Hematoma subdural
Hematoma subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid, yang
biasanya meliputi perdarahan vena. Akumulasi di bawah lapisan durameter
diatas arachonoid, biasanya karena aselerasi, deselerasi. Gejala biasanya 24-48
jam post trauma (akut) seperti perluasan masa lesi, peningkatan TIK, sakit
kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfasia.
e. Hematoma intrakranial
-Penumpukan darah pada dalam parenkim otak ( 25 ml)
-Karena fraktur depresi tulang tengkorak
-Gerakan aselerasi
Menurut Reissner (2009), gejala klinis cedera kepala ringan adalah seperti berikut:
Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian
sembuh, sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan, mual atau muntah, nafsu
makan yang menurun., perubahan keperibadian diri dan letargik.
7. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Lemah, gelisah, cenderung untuk tidur
TTV : Suhu, nadi, tensi, RR, GCS
Body of system
a. Pernafasan ( B1 : Breathing )
Hidung : Kebersihan
Dada : Bentuk simetris kanan kiri, retraksi otot bantu pernafasan,
ronchi di seluruh lapangan paru, batuk produktif, irama
pernafasan, nafas dangkal.
Inspeksi : Inspirasi dan ekspirasi pernafasan, frekuensi, irama,
gerakan cuping hidung, terdengar suara nafas tambahan
bentuk dada, batuk
Palpasi : Pergerakan asimetris kanan dan kiri, taktil fremitus raba
sama antara kanan dan kiri dinding dada
Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup
pada batas paru dan hepar.
Auskultasi : Terdengar adanya suara vesikuler di kedua lapisan paru,
suara ronchi dan weezing.
b. Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding )
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan kiri, denyut jantung pada ictus
cordis 1 cm lateral medial ( 5 ) Pulsasi jantung tampak..
Palpasi : Frekuensi nadi/HR, tekanan darah, suhu, perfusi dingin,
berkeringat
Perkusi : Suara pekak
Auskultasi : Irama reguler, sistole/murmur, bendungan vena jugularis,
oedema
f. Tulang-otot-integumen ( B6 : Bone )
Kemapuan pergerakan sendi : Kesakitan pada kaki saat gerak pasif,
droop foot, kelemahan otot pada ekstrimitas atas dan bawah.
Kulit : Warna kulit, tidak terdapat luka dekubitus, turgor baik, akral
kulit
8. Pemeriksaan diagnostik
a. CT Scan kepala
Untuk menggambarkan sifat lokasi dan luasnya lesi yang menunjukkan adanya
oedema cerebral, kontisio hematoma intraserebral, hemoragi dan perubahan
lambat akibat trauma.
b. Angiografi cerebral
Menggambarkan hematoma supra tentoral, intra serebral, konfusio, gambaran
tengkorak dari posterior dan anterior.
c. Rongent kepala tiga posisi
Untuk mengetahui adanya fraktur tulang tengkorak.
d. EEG
Untuk mengetahui adanya gelombang patologi.
e. Fungsi lumbal
Untuk mengetahui perdarahan subarachnoid.
9. Tindakan penanganan
Pengobatan
1. Terapi operasi pada cedera kepala
Identitas
Pasien
Nama : ........................................
Umur : ........................................
Jenis kelamin : ........................................
Pendidikan : ........................................
Pekerjaan : ........................................
Status perkawinan : .......................................
Agama : .......................................
Suku : .......................................
Alamat : .......................................
Tanggal masuk : ........................................
Tanggal pengkajian : ........................................
Sumber Informasi : ........................................
Diagnosa masuk : ........................................
Penanggung
Nama : ........................................
Hubungan dengan pasien : ........................................
Data Biografi dan Demografi
Pada identitas dikaji nama, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, status
perkawinan, agama, suku, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, sumber informasi,
diagnosa medis.
Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan klien diawali dengan mengumpulkan informasi tentang data biografi,
yang mencakup nama, usia, jenis kelamin, dan situasi kehidupan klien. Data demografi
biasanya dicatat pada formulir pengkajian rumah sakit atau klinik. Riwayat kesehatan
mengandung informasi tentang kondisi klien saat ini dan masalah-masalah sebelumnya.
Wawancarai klien dan keluarga dan fokuskan pada manifestasi klinik tentang keluhan
utama, peristiwa yang mengarah pada kondisi saat ini, riwayat kesehatan terdahulu,
riwayat keluarga, dan riwayat psikososial.
KELUHAN UTAMA
Keluhan utama dikumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan dan untuk
mengkaji tingkat pemahaman klien tentang kondisi kesehatannya saat ini.
Sebelum sakit:
Saat sakit:
-Apakah pasien tahu tentang penyakit yang diderita, penyebab, dan gejalanya?
-Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
Sebelum sakit:
-Makan dan minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
Saat sakit:
c. Eliminasi
Sebelum sakit:
-Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, warna, konsistensi,
keluhan nyeri?
-Apakah mengejan saat buang air besar atau buang air kecil sehingga berpengaruh
pada pernapasan?
-Saat sakit:
-Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, waktu, warna,
konsistensi, keluhan nyeri, bau, sejak kapan?
Sebelum sakit
Saat sakit:
Sebelum sakit:
Saat sakit:
Sebelum sakit:
-Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera dan daya ingat, apa saja?
Saat sakit:
-Apakah mengalami nyeri (P: penyebab rasa nyeri, Q: kualitas nyeri seperti ditusuk
Saat sakit:
Sebelum sakit:
Saat sakit:
-Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan dokter)?
Sebelum sakit:
Saat sakit:
Sebelum sakit:
Sebelum sakit:
Saat sakit:
-Bagaimana persepsi terkait dengan penyakit yang dialami dilihat dari sudut
pandang nilai dan kepercayaan?
2. Diagnosa Keperawatan
Analisa Data
Perubahan metabolisme
anaereob
Vasodilatasi cerebri
Penekanan pembuluh
darah dan jaringan cerebral
Risiko Ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
Perubahan metabolisme
anaereob
Hipoksia
TIK meningkat
Nyeri akut
DS : Cidera primer Mual
Pasien mengatakan mual
setelah kecelakan Laserasi
Pasien mengatakan
merasa asam di dalam
mulut Aliran darah ke otak
DO :
Pasien tampak enggan Suplay nutrient ke otak
untuk makan menurun
Tampak peningkatan
salivasi
Perubahan metabolisme
anaereob
Hipoksia
Menekan medulla
oblongata
Gangguan neurologi
Mual
Diagnosa keperawatan :
3. Rencana Keperawatan
4. Implementasi
5. Evaluasi
S : Merupakan data subjektif yang di dapat pada saat evaluasi dari pasien setelah
melakukan dilakukan tindakan
O : Merupakan data objektif yang didapat oleh perawat pada saat evaluasi dari pasien
setelah dilakukan tindakan
A : Merupakan tujuan yang telah dicapai perawat setelah dilakukan implementasi
P : Merupakan rencana tindakan selanjutnya untuk meningkatkan status kesehatan
pasien.
.
Daftar Pusaka