Anda di halaman 1dari 7

Sistem Informasi Geografi, Statistika UII

PEMODELAN SPATIAL ERROR MODEL (SEM) UNTUK MENGETAHUI


PENGARUH JUMLAH PENGGUNA INTERNET DAN PENGGUNAAN
TEKNOLOGI KOMPUTER DAN TELEPON SELULER TERHADAP INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA TAHUN 2013

1
Yulinda Rizky Pratiwi
1
Program Studi Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia
Alamat e-mail : yulindarizkypratiwi@gmail.com

ABSTRAK
Indek Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu alat ukur kinerja pembangunan
khususnya pembangunan manusia yang dilakukan di suatu wilayah pada waktu tertentu
atau secara spesifik. Penelitian ini mengkaji IPM dan komponenkomponen penyusun IPM,
data yang digunakan adalah data nilai komponen-komponen IPM untuk 33 provinsi di
Indonesia. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai IPM (Y) sebagai
variabel dependen, PI (X1), RTMK (X2), dan RTMTS (X3) sebagai variabel independen.
Penelitian mengkaji efek dependensi spasial dengan mengunakan pendekatan area.
Selanjutnya diberikan aplikasi SEM untuk mengidentifikasi seberapa besar pengaruh
komponen-komponen penyusun IPM dapat mempengaruhi tingkat IPM di Indonesia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa persebaran IPM di Indonesia terdapat pola pengelompokan
wilayah. Hasil pemodelan menggunakan SEM menunjukkan lambda dan semua variabel
yang signifikan. Model SEM menghasilkan AIC sebesar 121,529 yang lebih baik
dibandingkan regresi metode OLS dengan AIC sebesar 126,867.

Kata Kunci : IPM, Efek Spasial, SEM.

PENDAHULUAN aktif dalam menggunakan komputer diukur


Indek Pembangunan Manusia (IPM) dengan persentase rumah tangga memiliki
atau Human Development Index (HDI) komputer (RTMK), dan jumlah masyarakat
merupakan salah satu ukuran kualitas yang yang mengenal dan aktif dalam
dapat digunakan untuk mengetahui sejauh menggunakan telepon seluler diukur dengan
mana kualitas pembangunan manusia yang persentase rumah tangga memiliki telepon
telah berhasil dicapai. United Nation seluler (RTMTS). Hasil pengukuran IPM di
Development Programme (UNDP) berbagai provinsi di Indonesia biasanya
menyatakan bahwa IPM adalah suatu ditampilkan alam bentuk tabel. Metode
ringkasan dan bukan suatu ukuran operasional yang ada sekarang ini sebagian
komprehensif dari pembangunan manusia. besar belum menggunakan pendekatan
IPM pada dasarnya adalah nilai yang spasial sebagai perangkat analisis obyek,
menunjukkan tingkat kesejahteraan sehingga belum dapat memberikan
masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh gambaran pola penyebaran IPM. Untuk
pemanfaatan teknologi, yaitu : keterlibatan mengatasi permasalahan tersebut,
masyarakat dalam mengakses internet atau digunakan suatu metode pendekatan spasial
diukur dengan persentase pengguna internet yang memungkinkan pengukuran IPM
(PI), jumlah masyarakat yang mengenal dan ditampilkan dalam bentuk visualisasi untuk
1
memberikan informasi yang lebih mudah 3 Sumatera barat
4 Riau
dipahami dan dianalisis. Visualisasi dalam 5 Jambi
bentuk peta diharapkan dapat memberikan 6 Sumatera Selatan
7 Bengkulu
gambaran kecenderungan spasial yang lebih 8 Lampung
baik untuk analisis spasial dalam melihat 9 Kepulauan Bangka Belitung
10 Kepulauan Riau
pola spasial dari IPM. Metode spasial 11 DKI Jakarta
merupakan metode untuk mendapatkan 12 Jawa Barat
13 Jawa Tengah
informasi pengamatan yang dipengaruhi 14 Yogyakarta
efek ruang atau lokasi. Efek spasial sering 15 Jawa Timur
16 Banten
terjadi antara satu wilayah dengan wilayah 17 Bali
yang lain. Pada data spasial, pengamatan 18 Nusa Tenggara Barat
19 Nusa Tenggara Timur
yang di suatu lokasi seringkali bergantung 20 Kalimantan Barat
pada pengamatan di lokasi lain yang 21 Kalimantan Tengah
22 Kalimantan Selatan
berdekatan (neighboring). Selanjutnya 23 Kalimantan Timur
dalam penelitian ini digunakan pendekatan 24 Sulawesi Utara
25 Sulawesi Tengah
efek dependensi spasial atau pendekatan 26 Sulawesi Selatan
area yaitu menggunakan model Spatial Eror 27 Sulawesi Tenggara
28 Gorontalo
Model (SEM). Penelitian ini mengambil 3 29 Sulawesi Barat
parameter sebagai faktor-faktor yang 30 Maluku
31 Maluku Utara
mempengaruhi IPM di Indonesia yaitu PI, 32 Papua Barat
RTMK, dan RTMTS. Dengan 33 Papua

memperhitungkan faktor lokasi, peneliti


Variabel yang digunakan dalam penelitian
ingin mengkaji lebh lanjut mengenai model
ini adalah 4 variabel yang terdiri dari 1
SEM untuk mengetahui pola penyebaran
variabel dependen dan 3 varibel independen
dan memodelkan IPM di Indonesia. Dalam
dengan rincian sebagai berikut:
penelitian ini, permasalahan dibatasi
1. Variabel dependen (Y) yaitu nilai IPM
dengan data untuk wilayah Indonesia pada
tiap provinsi di Indonesia. Hasil IPM
tahun 2013 dan menggunakan pembobot
berkisar antara 0 sampai dengan 100.
Queen Contiguity dengan Order of
Contiguity sebesar 2.
Tabel 2 Pengelompokkan IPM
Kode Provinsi Keterangan
IPM < 50 Daerah dengan tingkat Daerah yang kurang
METODE PENELITIAN
Pembangunan manusia memperhatikan
rendah pembangunan SDM
Sumber Data dan Variabel Penelitian
51<IPM<79 Daerah dengan tingkat Daerah yang mulai
Data yang digunakan dalam Pembangunan manusia memperhatikan
sedang pembangunan SDM
penelitian ini adalah data sekunder dari IPM>80 Daerah dengan tingkat Daerah yang sangat
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Asosiasi Pembangunan manusia memperhatikan
tinggi pembangunan SDM
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII). Data ini berupa nilai IPM dan 2. Variabel independen (X) yaitu faktor-
faktor-faktor yang mempengaruhi IPM pada faktor yang mempengaruhi IPM di
33 provinsi di Indonesia yaitu: Indonesia, dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 1 Kode Provinsi di Indonesia
Kode Provinsi
1 Aceh
2 Sumatera Utara Tabel 3 Variabel Independen (X)
2
Variabel Keterangan Unit Definisi Perhitungan untuk mengetahui pola hubungan varibel
Analisis
X1 Persentase Jumlah masyarakat X dan Y.
Pengguna Persen yang menggunakan 2. Melakukan pemodelan regresi dengan
Internet (PI) internet untuk bisnis
dibandingkan metode Ordinary Least Square (OLS).
dengan jumlah 3. Identifikasi tentang keberadaan efek
seluruh masyarakat
pada masing-masing
spasial dalam SEM adalah dengan
provinsi. menggunakan uji kebebasan residual
dengan melihat nilai Lagrange Multiplier
X2 Persentase Jumlah setiap rumah Error apakah signifikan terhadap alpha
Rumah yang paling tidak
Tangga Persen memiliki satu unit
atau tidak.
memiliki komputer. 4. Melakukan pemodelan SEM dengan
komputer tahapan sebagai berikut.
(RTMK)
a. Setelah matriks W terbentuk dengan
X3 Persentase Jumlah setiap rumah elemen (Wij) bernilai 1 dan 0,
Rumah yang paling tidak
Tangga memiliki 1 telepon dilakukan koding pembobotan untuk
Memiliki Persen seluler. mendapatkan matriks W.
Telepon
Seluler
b. Melakukan estimasi parameter,
(RTMTS) pengujian signifikansi parameter dan
uji asumsi regresi dari SEM yang
Struktur data pada komponen terbentuk.
komponen penyusun IPM sebagai variabel c. Menginterpretasikan dan
independen terhadap tingkat IPM di Jawa menyimpulkan hasil yang diperoleh.
Tengah sebagai variabel dependen
dijabarkan seperti dalam tabel 4. HASIL PENELITIAN
Tabel 4 Struktur Data Pola Penyebaran IPM dan Komponen-
Variabel Variabel Independen Komponen Penyusun IPM
Dependen
IPM LU PI RTMK
(Y) (X1) (X2) (X3)
y1 x1(1) x2(1) x3(1)
y2 x1(2) x2(2) x3(2)
y3 x1(3) x2(3) x3(3)
. . . .
. . . .
. . . .
y33 x1(33) x2(33) x3(33)

Metode Analisis Gambar 1 Persebaran IPM Menurut


Dalam penelitian ini software yang Provinsi di Indonesia tahun 2013
digunakan adalah dengan menggunakan
ArcMap 10.1 dan Geoda. Adapun langkah
analisis yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Melakukan eksplorasi data peta tematik
untuk mengetahui pola penyebaran dan
dependensi masing masing variabel

3
Tabel 5 Pengujian Parameter Regresi OLS
Parameter Koefisien Std. Error P-Value
Konstanta 41,66068 2,151948 0,00000
PI 0,09842995 0,03741394 0,01895
RTMK 0,3196583 0,04783533 0,00000
RTMTS 0,2023838 0,02717348 0,00000
R2 0,878489
SER 1,56313
AIC 126,867
Signifikan pada =5%, (Dependent Variable = IPM)
Dengan menggunakan tingkat
sigmifikansi 5% maka hasil yang ada
Gambar 3 Persebaran PI Menurut Provinsi menunjukkan bahwa P-Value pada variabel
di Indonesia tahun 2013 PI, RTMK, dan RTMTS < 0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa keempat variabel
tersebut memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap nilai IPM.
Dalam melakukan uji asumsi digunakan
tingkat signifikansi sebesar 5%. Hasil yang
didapatkan adalah nilai Morans I sebesar
0,364385 bahwa model regresi yang
dihasilkan tidak terbebas dari autokorelasi
(terjadi autokorelasi) sehingga perlu
dilakukan analisis regresi spasial. Pemilihan
Gambar 4 Persebaran RTMK Menurut model untuk analisis regresi spasial dapat
Provinsi di Indonesia tahun 2013 dilihat dari nilai Lagrange Multiplier.
Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel 6.
pemodelan SEM.
Tabel 6 Pemilihan Model Regresi SEM
DIAGNOSTICS FOR SPATIAL DEPENDENCE
FOR WEIGHT MATRIX : jurnalpeta2.gal
(row-standardized weights)
TEST MI/DF VALUE PROB

Moran's I (error) 0.3455 2.3352 0.01953


Lagrange Multiplier (lag) 1 1.3608 0.24340
Robust LM (lag) 1 1.1228 0.28933
Lagrange Multiplier (error) 1 4.8451 0.02772
Robust LM (error) 1 4.6071 0.03184
Lagrange Multiplier (SARMA) 2 5.9679 0.05059
Signifikan pada =5%, (Dependent Variable = IPM)
Gambar 5 Persebaran RTMTS Menurut
Provinsi di Indonesia tahun 2013
Matriks Pembobot
Model Regresi Dalam sebuah model regresi, sifat sifat
Pada pemodelan regresi, estimasi parameter yang dimiliki oleh merupakan sifat-sifat
dilakukan dengan menggunakan metode yang dimiliki oleh variabel dependen.
Ordinary Least Square (OLS). Dengan Berdasarkan gambar 1, IPM di Indonesia
pemodelan OLS ini, akan didapatkan nampak berpola mengelompok antara
parameter yang signifikan atau tidak, yang wilayah yang saling berdekatan. Sehingga
berpengaruh terhadap nilai IPM. Yang matriks pembobot spasial yang sesuai
kemudian akan dilanjutkan dengan dalam penalitian ini adalah matriks
pemodelan SEM. pembobot Queen Contiguity. Matriks
4
mensyaratkan adanya pengelompokan Model SEM yang terbentuk adalah
wilayah yang memiliki persinggungan sebagai berikut.
antara sisi dan sudut dari wilayah tersebut,
yi = 46,81825 + 0,08819801 X1(i) +
dimana Wij = 1 untuk wilayah yang
0,3844717 X2(i) + 0,1328861 X3(i)
bersisian (common side) atau titik sudutnya
(common vertex) dengan wilayah yang
menjadi perhatian, Wij = 0 untuk wilayah ui = 0,4120292 + i
lainnya.
Keterangan:
yi = IPM di provinsi ke-i
Spatial Error Model (SEM)
X1(i) = PI di provinsi ke-i
Selanjutnya dilakukan pemodelan X1(i) = RTMK di provinsi ke-i
menggunakan SEM. Berikut ini merupakan X1(i) = RTMTS di provinsi ke-i
hasil output dari pemodelan SEM dengan Wij = matriks penimbang spasial
masing parameter pada tingkat signifikansi ui = residual spasial dari provinsi ke-i
5%. i = residual dari provinsi ke-i
Model SEM dapat diinterpretasikan
Tabel 7 Pengujian Parameter Regresi SEM bahwa pengaruh PI terhadap IPM adalah
Parameter Koefisien Std. Error P-Value
Konstanta 46,81825 2.545299 0,00000 sama untuk setiap provinsi dengan
PI 0,08819801 0.02943185 0,00273
RTMK 0,3844717 0.04551324 0,00000
elatisitasnya sebesar 0,08819801 satuan.
RTMTS 0,1328861 0.03280686 0,00005 Artinya apabila faktor lain dianggap
Lambda 0,5538825 0,1263866 0,00001
R2 0,903964
konstan, jika nilai PI di suatu provinsi naik
SER 1,3027 sebesar 1 satuan maka nilai IPM akan
AIC 121,529
Signifikan pada =5%, (Dependent Variable = IPM) bertambah sebesar 0,08819801 satuan.
Berdasarkan output Geoda pada hasil Adapun pengaruh RTMK terhadap
dari SEM tersebut menunjukkan adanya IPM adalah juga sama untuk setiap provinsi
dependensi spasial pada error. Hal ini dengan elatisitasnya sebesar 0,3844717.
nampak dari PI, RTMK dan RTMTS Artinya apabila faktor lain dianggap
memiliki tanda positif serta signifikan pada konstan, jika nilai RTMK di suatu provinsi
tingkat 5%. Koefisien lambda bertanda naik sebesar 1 satuan maka nilai IPM akan
positif dan signifikan pada tingkat 5%, bertambah sebesar 0,3844717 satuan.
artinya ada keterkaitan IPM pada suatu Kemudian RTMTS mempengaruhi
wilayah dengan wilayah lainnya yang IPM di setiap provinsi dengan elastisitas
berdekatan. Sehingga dapat disimpulkan 0,1328861 satuan. Artinya setiap
bahwa lambda berperan penting pada penambahan satu satuan nilai RTMTS maka
pemodelan SEM. Selain itu variabel PI, nilai IPM akan bertambah sebesar
RTMK dan RTMTS berperan penting pada 0,1328861 satuan dengan anggapan bahwa
SEM dengan taraf signifikansi 5%. Artinya, faktor lain bernilai tetap.
IPM di suatu wilayah dipengaruhi oleh nilai Perbandingan Model Regresi OLS dan
PI, RTMK, dan RTMTS wilayah tersebut Model SEM
serta residual spasial dari wilayah lain yang Kriteria kebaikan model yang
berdekatan dan memiliki karakteristik digunakan adalah dengan membandingkan
sama. nilai AIC dari kedua model tersebut.
Tabel 8 Nilai AIC Model SEM
5
Model AIC Kesimpulan
OLS 126,867 Pola penyebaran IPM di Indonesia
SEM 121,529
Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat nampak berpola mengelompok antara
bahwa nilai AIC pada model SEM lebih wilayah yang saling berdekatan.
kecil daripada model OLS, sehingga dapat Berdasarkan hubungan antara IPM dengan
disimpulkan bahwa model SEM lebih baik
PI, RMTK, dan RMTS, dapat diartikan
daripada model OLS. Berdasarkan
hubungan antara IPM dengan PI, RTMK bahwa persamaan dan perbedaan
dan RTMTS, dapat diartikan bahwa karakteristik pada tiap provinsi yang
persamaan dan perbedaan karakteristik pada
berdekatan dapat menimbulkan peningkatan
tiap provinsi yang berdekatan dapat
menimbulkan peningkatan atau penurunan atau penurunan IPM di Indonesia. Model
IPM di Indonesia. Regresi SEM lebih baik dibandingkan
model regresi OLS dam penentuan
Pengujian dari Asumsi Model SEM
Kenormalan residual dapat diuji komponen-komponen penyususn IPM
secara formal dengan menggunakan Uji terhadap nilai IPM di Indonesia karena
Kolmogorov-Smirnov (KS), dengan terdapat dependensi spasial pada variabel
hipotesis yang diajukan sebagai berikut.
dependennya. Model SEM yang terbentuk
H0 : residual menyebar normal
H1 : residual tidak menyebar normal untuk memodelkan IPM di Indonesia pada
Tabel 9 Pengujian Asumsi Normalitas tahun 2013 adalah:
Residual pada Model SEM
yi = 46,81825 + 0,08819801 X1(i) +
N DF Value P-Value
0,3844717 X2(i) + 0,1328861 X3(i)
34 2 1,5643 0,45742
Dengan menggunakan tingkat signifikansi
5% maka hasil yang ada menunjukkan ui = 0,4120292 + i
bahwa p-value lebih dari 0,05 sehingga H0
diterima, artinya asumsi kenormalan Daftar Pustaka
residual terpenuhi.
[1] Prasetyo, Rindang Bangun, C., 2014,
Asumsi Residual Autokorelasi Spasial Panduan Operasional Pengolahan
menggunakan Uji Durbin Watson dengan
Data Spasial, [Online], Tersedia:
hipotesis yang diajukan sebagai berikut.
https://www.academia.edu/10758035/P
H0 : = 0 (Tidak ada autokorelasi antar
anduan_Operasional_Analisis_Data_Sp
lokasi)
asial [14 Juli 2016].
H1 : 0 (Ada autokorelasi antar lokasi)
[2] Rahmawati, Rita, dkk. 2015. Analisis
Nilai P-value pada Morans Index ini
Spasial Pengaruh Tingkat
sebesar 0,01953 yang lebih kecil dari 0,05.
Ini menunjukkan bahwa pada taraf Pengangguran Terhadap Kemiskinan
signifikansi 5% H0 ditolak, artinya terdapat di Indonesia. Jurnal pada Jurusan
autokorelasi spasial pada residual SEM.
Statistika, Fakultas Matematika dan
6
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Diponegoro. Semarang: Tidak
Diterbitkan.
[3] Safitri, Diana Wahyu, dkk. 2014.
Pemodelan Spatial Error Model (SEM)
untuk Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal
pada Jurusan Statistika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Muhammadiyah
Semarang. Semarang: Tidak
Diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai