Ketoasidosis Diabetik: 1. Definisi
Ketoasidosis Diabetik: 1. Definisi
KETOASIDOSIS DIABETIK
1. DEFINISI
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan
merupakan suatu keadaan darurat dan penyebab tersering kematian yang
berhubungan dengan diabetes pada anak sebagai akibat defisiensi insulin dalam
sirkulasi darah.1,2
Diabetes pada anak atau DM tipe-1 merupakan kelainan sistemik akibat
gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini
disebabkan oleh kerusakan sel- pankreas baik oleh proses autoimun maupun
idiopatik sehingga produksi insulin berkurang atau terhenti.1-2 Salah satu komplikasi
terberat ketoasidosis adalah edema otak yang terjadi pada sekitar 0,5-0,9% kasus dan
menyebabkan 21-24% kematian pada KAD atau 20% kematian pada diabetes anak.1
Anak dengan defisiensi insulin absolut akan berkembang menjadi
ketoasidosis. Pada diabetes melitus yang tidak terkendali dengan kadar gula darah
yang terlalu tinggi dan kadar hormon insulin yang rendah, tubuh tidak dapat
menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai gantinya, tubuh akan memecah
lemak sebagai sumber energi. Pemecahan lemak tersebut kemudian menghasilkan
benda-benda keton dalam darah (ketosis). Ketosis inilah yang menyebabkan derajat
keasaman (pH) darah menurun (asidosis) sehingga dikenal dengan ketoasidosis.
Ketoasidosis diabteik dapat terjadi pada saat diagnosis ditegakkan maupun
pada pasien lama. Ketoasidosis berulang terjadi bila pemberian insulin tidak teratur
atau seringkali karena insulin tidak diberikan dan KAD dapat pula terjadi pada pasien
diabetes yang mengalami penyakit lain, misalnya diare dan infeksi.1
Pemantauan klinik dan laboratorium yang ketat serta pemantauan pasien
secara individual sangat penting untuk penanganan yang optimal.
2. PATOFISIOLOGI
Pada ketoasidosis terjadi defisiensi absolut maupun relative dari insulin disertai
meningkatnya hormone-hormon counterregulatory (glucagon, kortisol, growth
hormone, dan katekolamin) yang akhirnya menyebabkan gangguan metabolisme,
hiperglikemia, diuresis osmotik, dehidrasi hipertonik, dan ketoasidosis.
Chindy Marselya/406162121 1
Ketoasidosis Diabetik
ATAU
Hormon counter-regulatory
Glukagon Kortisol
Katekolamin Growth hormon
Substrat
glukoneogenik
Ketogenesis Hiperglikemia
Fungsi ginjal
terganggu
Chindy Marselya/406162121 2
Ketoasidosis Diabetik
Kadar natrium dapat normal, rendah, atau tinggi yang bergantung pada
kesimbangan cairan. Kadar natrium serum dapat menurun karena efek dilusi dari
hiperglikemia dan peningkatan lipid derta protein dalam serum.
Bila tidak terdapat defisiensi total kadar kalium dalam tubuh, maka kalium
serum yang terukur biasanya normal atau tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya
hemokonsentrasi dan pergeseran kalium ke ruang ekstraseluler akibat asidosis dan
defiseinsi insulin. Kalium yang terukur meningkat sebesar 0,6 mEq/L untuk setiap
penurunan pH sebanyak 0,1. Oleh karena itu, kadar kalium serum <3,5 mEq/L tidak
lazim dan merupakan keadaan hipokalemia berat. Pada KAD umumnya terjadi
leukositosis (18.000-20.000/mm3), walaupun tidak ada infeksi. Hal ini disebabkan
oleh peningkatan katekolamin dalam sirkulasi.
3. MANIFESTAS KLINIS
Pasien biasanya mengalami nyeri perut, mual, muntah dehidrasi, dan hiperapnea.
Muntah disertai diare dapat pula sebagai gejala KAD. Pada anamnesis sering
didapatkan polidipsi, poliuria, nokturia, enuresis, dan pada diabetes yang baru
didapatkan penurunan berat badan dalam beberapa waktu terakhir. Pernapasan
Kussmaul tampak pada asidosis, tetapi bila pH < 6,9 dapat terjadi depresi pernapasan.
Kesadaran menurun dan kejang terjadi pada kasus yang berat.
4. DIAGNOSIS
Pada pasien yang telah diketahui menderita diabetes, KAD dapat dicurigai bila
terdapat keluhan nyeri perut, muntah-muntah, atau malaise. Kriteria penengakan
KAD menurut pemeriksaan laboratorium adalah sebagai berikut:
Hiperglikemia (gula darah > 11mmol/L [200 mg/dL]);
pH vena < 7,3 atau bikarbonat < 15 mmol/L;
Ketonemia dan ketonuria
KAD berdasarkan derajat asidosis:
1. Ringan ( pH vena < 7,3 atau bikarbonat < 15 mmol/L)
2. Sedang (pH vena < 7,2 atau bikarbonat < 10 mmol/L)
3. Berat (pH vena < 7,1 atau bikarbonat < 5 mmol/L)
Pada semua pasien harus selalu dicari kemungkinan adanya infeksi sebagai faktor
pemicu ketoasidosis diabetik.
Chindy Marselya/406162121 3
Ketoasidosis Diabetik
5. TATALAKSANA
Pengobatan ketoasidosis diabetik bersifat kompleks dan harus cermat. Penanganan
yang kurang tepat dapat berakibat under atau overhydration, hipoglikemia,
hypokalemia, hypernatremia, dan edema otak.
Bila diagnosis ketoasidosis diabetik telah ditegakkan, maka tindakan yang
harus dilakukan adalah:
5.1 Resusitasi
Pasien dengan dehidrasi tanpa renjatan diberi cairan salin 0,9% untuk mempertahakan
sirkulasi perifer. Bila terjadi renjatan maka segera diberi salin isotonik (Salin 0,9%
atau Ringers laktat) dengan dosis 20 mL/kgBB dan berikan oksigen . Resusitasi
cairan dapat diulangi bila renjatan masih ada. Pasien yang kesadarannya menurun
perlu dipasang sonde lambung untuk menghindari aspirasi isi lambung.
Chindy Marselya/406162121 4
Ketoasidosis Diabetik
5.4 Rehidrasi
Pertama kali yang perlu ditentukan adalah perkiraan derajat dehidrasi pasien. Setelah
syok teratasi, rehidrasi dilanjutkan dalam waktu 36-48 jam untuk memenuhi
kekurangan cairan dan elektrolit. Bila derajat ketoasidosis dan dehiddrasinya berat,
maka rehidrasi harus dilakukan sekitar 48 jam. Bila kadar natrium yang telah
dikoreksi menunjukkan hipernatremia, maka rehidrasi perlu dilakukan dengan lebih
perlahan (72 jam). Cairan rehidrasi pertama adalah salin 0,9%. Kalium boleh
ditambahkan setelah sirkulasi kembali normal, kecuali pada pasien anuria.
jangan berikan kalium sampai ada hasil elektrolit dan kateter urin dipasang. Mulai
dengan pemberian KCl 5 mmol/kgBB/hari, kemudia lakukan penilaian ulang dengan
pengukuran kalium pada 2-4 jam berikutnya (selanjutnya tiap 4 jam). Kecepatan
pemberian KCl adalah 0,5 mmol/kgBB/jam.
5.8 Insulin
Insulin diberikan secara inteavena dengan insulin pump dan hanya boleh
menggunakan insulin kerja cepat/regular. Larutan insulin dibuat dengan kekuatan 0,1
Unit/ mL sehingga dapat mengurangi kemungkinan kekeliruan. Larutan insulin dibuat
dengan menambahkan 1 Unit RI ke dalam 10 mL salin normal. Bila digunakan
syringe pump dengan syringe/spuit 20 mL maka dibutuhkan 2 Unit RI untuk setiap 20
mL salin normal. Sedangkan bila digunakan tetesan infus biasa, maka dibutuhkan 50
Unit RI untuk setiap 500 mL salin normal.
Pemberian insulin harus terpisah dari cairan rehidrasi sehinggan digunakan
syringe pump atau dipasang 2 jalur infus. Drip insulin dimulai dengan dosis 0,05 0,1
unit/kgBB/jam. Pada awal terapi tidak perlu diberikan bolus insulin. Pemberian drip
insulin diatur sedemikian rupa sehingga penurunan gula darah yang dicapai sebesar
75-100 mg/dL per jam. Apabila gula darah telah mencapai 250 mg/dL, cairan infus
diganti dengan D5% dalam 0,45 salin atau D5% dalam 0,225 salin.
Laju kecepatan insulin dan pemebrian dekstrosa diatur sehingga kadar glukosa
darah berkisar antara 90-180 mg/dL. Insulin dibutuhkan untuk membersihkan
ketonemia, sehingga insulin yang adekuat diberikan baik secara drip intravena
maupun subkutan kerja singkat setiap 6 jam sampai ketonuria negatif. Bila pasien
masih membuthkan infus setelah 24 jam, maka gunakan D5% dalam 0,45 atau 0,225
salin.
Chindy Marselya/406162121 6
Ketoasidosis Diabetik
Chindy Marselya/406162121 8
Ketoasidosis Diabetik
Monitor penting
Gula darah tiap jam
Asupan dan keluaran cairan tiap jam
Status neurologis
Elektrolit tiap 2 jam setelah dimulainya
pemberian cairan iv
Monitor EKG: perubahan gelombang T
Chindy Marselya/406162121 9
Ketoasidosis Diabetik
6. EDEMA OTAK
Faktor demografi yang berhubungan dengan risiko edema serebri adalah: usia lebih
muda, pasien baru dan makin lamanya gejala penyakit tampak. Tanda dan gejala
edema serebri: sakit kepala, muntah-muntah, perlambatan detak jantung, peningkatan
tekanan darah, penurunan saturasi oksigen dan perubahan status neurologis (gelisah,
iritabel, mengantuk terus, kelumpuhan saraf kranial, dll.)
Herniasi karena edema otak merupakan komplikasi terapi KAD yang sifatnya
akut dan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Keadaan ini biasanya terjadi dalam 24
jam pertama pengobatan. Edema otak dapat terjadi karena kesalahan dalam
menentukan kecepatan pemberian cairan rehidrasi, pemilihan cairan, atau manajeman
elektrolit. Beberapa penelitian retrospektif menunjukkan bahwa edeam otak
berhubungan dengan kecepatan pemberian cairan melebihi 4 L/m2 luas permukaan
tubh dalam 24 jam atau > 50 ml/kgBB dalam 4 jam pertama terapi.
Diagnosis edema serebral dapat menggunakan pengamatan klinis dan status
neurologis sebagai berikut:
Kriteria diagnostik:
- Respon motor dan verbal yang abnormal terhadap rangsang nyeri
- Postur dekortikasi dan desebrasi
- Kelemahan saraf kranial (terutama II, IV, dan VI)
- Pola pernapasna abnormal (grunting, takipnea, cheyne-stokes, apnea)
Kriteria mayor:
- Kesadaran menurun atau berubah
- Deselerasi detak jantung (kurang dari 20 kali per menit) yang tidak
meningkat dengan perbaikan volume intravaskuler atau status kesadaran.
- Inkontinensia yang tidak sesuai dengan usia
Kriteria minor:
- Muntah
- Sakit kepala
- Letargi atau tidak mudah dibangunkan
- Tekanan darah diastolik > 90 mmHg
- Umur < 5tahun
Satu kriteria diagnostik atau dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua
kriteria minor mempunyai sensitivitas 92% dan nilai positif palsu hanya 4%.
Chindy Marselya/406162121 10
Ketoasidosis Diabetik
7. TANDA BAHAYA
Tanda-tanda bahwa penanganan pasien menjadi lebih sulit:
1. Dehidrasi berat dan syok
2. Asidosis berat dan kalium serum yang rendah karena hal ini menunjukkan
kalium total yang sangat kurang
3. Hipernatremia yang menunjukkan keadaan hyperosmolar yang memburuk
4. Hiponatremia
5. Lipemia berat, dan
6. Penurunan kesadaran saat pemberian terapi menunjukkan adanya edema otak.
8. FASE PEMULIHAN
Setelah berhasil mengatasi ketoasidosis, maka dalam fase pemulihan pasien
dipersiapkan untuk belajar minum dan makan setelah sebelumnya nill by mouth dan
peralihan dari drip insulin ke insulin kerja singkat subkutan.
Pasien yang dipuasakan pada saat ketoasidosis boleh mulai dicoba minum bila
klinis baik, sadar sepenuhnya (compos mentis) dan tidak muntah, serta secara
metabolic stabil ( kadar glukosa darah < 250 mg/dL, pH >7,3 dan HCO3 > 15
mmol/L). Cairan rendah kalori ( air putih) dapat diberikan untuk percobaan apakah
pasien sudah dapat diberikan asupan peroral.
Chindy Marselya/406162121 11
Ketoasidosis Diabetik
9. PROGNOSIS
Dengan tatalaksana cairan yang benar maka angka kematian akibat KAD dapat
ditekan, sedangkan asidosis dapat teratasi dengan lebih cepat dan lebih baik.
Chindy Marselya/406162121 12
Ketoasidosis Diabetik
DAFTAR PUSTAKA
1. Batubara J, Tridjaja B, Pulungan AB. Buku Ajar Endokrinologi Anak. Jakarta:
IDAI, 2010.p.167-176.
2. Pudjiadi HA, Hegar B, Hadryastuti S, dkk. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta:
IDAI, 2009.p.165-9.
3. Soegondo S. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: 2007.p.172.
4. Robin NI. The Clinical Handbook of Endrocrinology and Metabolic Disease. Edisi
ke -5. Singapore: The Parthenon Publishing Group, 1997.p.158-60.
5. Jan SH. Kedaruratan Endokrin dan Metabolik. Dalam Pedoman Praktis
Kedaruratan Pada Anak. Cetakan pertama. Jakarta: Binarupa Aksara.1993.p. 323-36.
Chindy Marselya/406162121 13