Chronic Kidney Disease
Chronic Kidney Disease
Pendahuluan
Gagal ginjal kronik (GGK) menggambarkan suatu keadaan ginjal yang abnormal baik secara
structural maupun fungsinya yang terjadi secara progresif dan menahun, umumnya bersifat ireversibel.
Sering kali berakhir dengan penyakit ginjal terminal yang menyebabkan penderita harus menjalani
dialysis atau bahkan transplantasi ginjal. Penyakit ini sering terjadi, seringkali tanpa disadari dan bahkan
timbul bersamaan dengan berbagai kondisi (penyakit kardiovaskular dan diabetes)
Di Indonesia, dari data yang didapatkan berdasarkan serum kreatinin yang abnormal,
diperkirakan pasien dengan GGK ialah sekitar 2000/juta penduduk.
GGK atau sering disebut juga penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) memiliki prevalensi
yang sama baik pria maupun wanita dan sangat jarang ditemukan pada anak-anak, kecuali dengan
kelainan genetic, seperti misalnya pada Sindroma Alport ataupun penyakit ginjal polikistik autosomal
resesif.
GGK sering berhubungan dengan anemia. Anemia pada GGK muncuk ketika klirens kreatinin
turun kira-kira 40 ml/mnt/1,73m2 dari permukaan tubuh. Anemia akan menjadi lebih berat lagi apabila
fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi, tetapi apabila penyakit ginjal telah mecapai stadium akhir, anemia
akan secara relative menetap. Anemia pada GGK terutama diakibatkan oleh berkurangnya eritropoietin.
Anemia merupakan kendala yang cukup besar bagi upaya mempertahankan kualitas hidup pasien GGK.
BAB II
Tinjauan Pustaka
Defenisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal.
Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu kelainan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
ireversibel, pada suatu keadaan klinis uanh ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis maupun
transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorium yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit gagal ginjal kronik.
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan
atas dasar diagnosis etiologi
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan 100
kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia,
dengan polulasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara-
negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun.
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya,
tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal yang mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional nefron yang
masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah gromerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya
diikuti dengan penurunan fungsi neuron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif
lagi.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal
reverse), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan
dan pasti, akan terjadi penurunan fungsi neuron yang progresig, yang ditandai dengan peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peningkat kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi
keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat
badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata
seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
lain sebagainya. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien
sudah memerlukan terapi penggantian ginjal (Renal Replacement Therapy) antara lain dialysis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
Etiologi
Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal
yang menjalani hemodialisis di Indonesia.
Gambaran Klinis
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus urinarius, batu
traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritematosus Sistemik (LES), dan lain
sebagainya.
b. Sindrom Uremia, yaitu terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan
volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritusm uremic frost, perikarditis, kejang-
kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antaralain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis
metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida)
Gambaran Laboratoris
Gambaran Radiologis
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal masih
mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak bias ditegakkan. Pemeriksaan
histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi
hasil terapi yang telah diberikan.
Biopsi ginjal kontraindikasi dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil
(contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefritik, gangguan
pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas
Penatalaksanaan
b. Terapi Farmakologis
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi disamping
bermanfaat untuk memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk
memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi
intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.
Beberapa obat antihipertensi, terutama Penghambat Enzim Konverting Angiotensin (ACE
Inhibitor), melalui beberapa studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi
ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
4. Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakir Kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena
40-45% kematian pada Penyakit ginjak kronik disebabkan penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang
termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah, pengendalian diabetes,
pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian
hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
5. Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan
derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi
Anemia
Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal
kronik terutama disebabkan oleh defesiensi eritropoitin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam
terjadinya anemia adalah def.Fe, kehilangan darah (misalnya perdarahan saluran cerna,
hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defesiensi asam folat,
penekanan sumsum tulang oleh subtansi uremik, proses inflamasi akut mapun kronik.
Osteodistrofi Renal
Merupakan komplikasi penyakit ginjak kronik yang paling sering terjadi. Penatalaksaan
osteodistrofi dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian kalsitriol (1.25(OH)2D3).
Mengatasi hiperfosfatemia
a. Pembatasan asupan folat. Pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan diet pada
pasien penyakit ginjal kronik secara umum yaitu, tinggi kalori, rendah protein, dan
rendah garam, karena fosfat sebagian besar terkandung dalam daging dan produk
hewan seperti susu dan telor. Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari.
b. Pemberian pengikat fosfat
Pengikat fosfat, efikasi dan Efek Sampingnya
Cara/Bahan Efikasi Efek Samping
Diet Rendah Fosfat Tidak selalu mudah Malnutrisi
Al(OH)3 Bagus Intoksikasi Al
Ca CO3 Sedang Hipercalcemia
Ca Acetat Sangat Bagus Mual, Muntah
Mg(OH)2/MgCO3 Sedang Intoksikasi Mg
c. Pemberian bahan kalsium memetik (calcium memetic agent)
Akhir-akhir ini dikembangkan sejenis obat yang dapat menghambat reseptor Ca
pada kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer hidroklorida.
Therapy penggantian ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari
15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialysis atau transplantasi
ginjal
Status Pasien
- Riwayat Ht (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat penyakit ginjal (+)
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Status Generalisata
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa :
Therapi :
IUFD RL 6 J/kolf
2100Kkal/hari (protein 45gr/hari, termasuk kadar 24,5gr/hari protein nilai biologi tinggi)
Spironolakton 25 mg 1x1
Urinalisa
Follow Up