Bell's Palsy
Bell's Palsy
BELLS PALSY
Oleh:
Preseptor:
PADANG
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
kurnia-Nya sehingga referat yang berjudul Bells Palsy ini bisa kami selesaikan dengan baik
dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Referat ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai Bells
Palsy, serta menjadi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu
Penyakit Telinga-Hidung-Tenggorok RSUP Dr. M.Djamil Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Padang.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penyusunan referat ini, khususnya kepada dr. Bestari Jaka Budiman, Sp.THT-KL (K) sebagai
preseptor dan dokter-dokter residen THT yang telah bersedia meluangkan waktunya dan
memberikan saran, perbaikan, dan bimbingan kepada kami. Kami ucapkan juga terima kasih
kepada rekan-rekan sesama dokter muda dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penyusunan referat ini yang tidak bisa kami sebutkan satu-persatu disini.
Dengan demikian, kami berharap semoga referat ini bisa menambah, wawasan,
pengetahuan, dan meningkatkan pemahaman semua pihak tentang Bells Palsy.
Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL............................................................................................................. v
BAB 1 PENDAHULUAN
2.4 Epidemiologi...17
2.7 Diagnosis............................................................................. 20
3
2.10 Komplikasi ........................................................................ 28
BAB 3 KESIMPULAN..... 30
DAFTAR PUSTAKA
4
DAFTAR TABEL
5
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.4 Pasien dengan Lesi Nervus Fasialis dan Lesi Supra-Aurikular15
6
BAB I
PENDAHULUAN
Bells Palsy, yang diambil dari nama seorang ahli anatomi dari Skotlandia, Sir
Charles Bell, merupakan istilah yang paling umum digunakan untuk mendeskripsikan
kelumpuhan atau kelemahan saraf fasial. Bells Palsy merupakan paresis atau paralisis
saraf fasial unilateral akut dengan penyebab yang tidak diketahui.1 Penyakit ini dapat
didiagnosis secara klinis setelah melakukan eksklusi dari penyebab lain kelumpuhan saraf
fasial melalui anamnesis, riwayat penyakit pasien, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan
dipahami bahwa tidak semua paralisis dari nervus fasial adalah Bells Palsy. Bells Palsy
mempunyai ciri onset yang cepat, unilateral, tipe lower motor neuron pada defisit nervus
Insiden bells Palsy 20-30 orang per 100.000 orang setiap tahunnya. Setiap 1 dari
60 orang pernah terkena Bells Palsy seumur hidunya.3 Insiden pada wanita dan pria
sama dan tidak ada bagian wajah predileksi terkena Bells Palsy. Terjadi 2
Bells palsy telah lama di postulatkan disebabkan oleh infeksi virus, diperkirakan
telah terjadi infeksi virus herpes simplex. Infeksi ini diperkirakan menyebabkan
pembengkakan pada saraf fasial dan akhirnya menekan kanalnya saat melewati tulang
temporal. 3
Palsy menyebabkan gangguan pada mulut temporer yang signifikan, kemampuan untuk
7
1.2. Batasan Masalah
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang dirujuk
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Nervus fasial merupakan saraf kranial terpanjang yang berjalan dalam tulang,
sehingga sebagian besar kelainan nervus fasialis terletak dalam tulang temporal. Nervus
ini mengandung sekitar 10.000 serabut saraf yang terdiri dari 7.000 serabut saraf motorik
untuk otot-otot wajah, 3.000 serabut saraf lainnya yang berisikan serabut sensorik untuk
pengecapan 2/3 anterior lidah, dan serabut parasimpatik untuk kelenjar parotis,
Nervus fasialis terdiri dari tiga komponen yaitu komponen mototris, sensoris dan
9
otot wajah, kecuali m.levator palpebra superior.Komponen sensoris mempersarafi dua
pertiga anterior lidah untuk mengecap, melalui n.korda timpani. Komponen parasimpatis
Nervus fasialis juga dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian intracranial,
auditori internal.4
2. Intratemporal: Bagian dari nervus fasialis mulai dari kanal auditori internal hingga
bagian tersempit dari apertura kanalis fasialis. Panjang nervus fasial dari batang
b. Segmen labirin (3-5 mm): bagian ini memanjang dari kanal auditori internal
merupakan daerah paling sempit dan rentan terhadap kompresi pada Bells Palsy.2,
c. Segmen timpani (8-11 mm): terletak diantara bagian distal ganglion genikulatum
dan berjalan kearah posterior telinga tengah, kemudian naik kearah tingkap
lonjong (fenestra ovalis) dan stapes, lalu turun dan kemudian terletak sejajar
10
d. Segmen mastoid atau segmen vertikal (10-14 mm): mulai dari dinding medial dan
superior kavum timpani. Perubahan posisi dan segmen timpani menjadi segmen
mastoid disebut segmen pyramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan
bagian paling posterior dari nervus fasialis sehingga mudah terkena trauma pada
stilomastoideus.2
parotis dan membagi diri untuk mempersarafi otot-otot wajah. Bagian ekstrakranial
parotis.4
11
Otot-otot wajah tertanam pada facia superfisialis, dan hampir semua berorigo pada
tulang cranium serta berinsersio ke kulit. Lubang-lubang pada wajah yaitu orbita, cavum
nasi, dan cavum oris, dilindungi oleh palpebra, nares, dan labia oris. Otot wajah berfungsi
sebagai sfingter atau dilatator struktur-struktur tersebut. Fungsi lain otot wajah adalah
untuk mengubah ekspresi wajah. Otot wajah berkembang dari arcus pharyngeus kedua
12
Gambar 2.3. gambaran anterior dan lateral otot wajah superficial5
mimic dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke sepuluh otot-otot tersebut secara
13
piramidalis, m. orbikularis okuli, m. zigomatikus, m. relever komunis, m. businator, m.
Otot-otot wajah bagian atas wajah mendapat persarafan dari dua sisi. Sehingga,
terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan nervus fasialis jenis sentral dan perifer.
Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari dua sisi
tidak lumpuh, yang lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada cabang saraf yang
mengatur pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama nervus facialis.4
Kerusakan sesisi pada upper motor neuron dari nervus facialis (lesi traktus
bagian bawah, sedangkan bagian atasnya tidak. Lesi supranuklir (upper motor neuron)
nervus facialis sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada
stroke. Pada lesi lower motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter,
14
Gambar 2.4 pasien dengan (a) lesi nervus fasialis (b) lesi supranuklear6
2.2 Definisi
Bells Palsy adalaah kelumpuhan atau paralis wajah unilateral karena gangguan n.
fasialis perifer yang bersifat akut dengan penyebab tidak terindentifikasi dan dengan
2.3 Etiologi
Bells Palsy terjadi karena inflamasi pada nervus fasialis di ganglion genilatum.
sebagai idiopatik. Namun terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan penyebab
terjadinya Bells Palsy, yaitu iskemik vaskular, virus, bakteri, herediter, dan imunologi.
15
a. Infeksi virus
Teori virus lebih banyak dibahas sebagai etiologi penyakit ini. Burgess et al
seorang pria usia lanjut yang meninggal enam minggu setelah mengalami Bells Palsy.
sekuens genom virus, dikenal sebagai HSV tipe 1 di dalam cairan endoneural
pembedahan pada kasus yang berat. Murakami et al menginokulasi HSV dalam teling
dan lidah tikus yang menyebabkan paralisis pada wajah tikus tersebut. Antigen virus
tersebut kemudian ditemukan pada saraf fasialis dan ganglion genikulatum. Dengan
adanya temuan ini, istilah paralisis fasialis herpes simpleks atau herpetika dapat
Agen infeksi lainnya yang menjadi penyebab penyakit ini di beberapa kasus adalah
virus Epstein-Barr dan sitomegalovirus (kedua virus ini menyebabkan infeksi mononucleosis),
b. Iskemik Vaskular
Bells palsy dapat disebabkan oleh penurunan sirkulasi darah ke nervus fasialis.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa terganggunya salah satu dari pembuluh darah
mempunyai sistem pembuluh darah yang adekuat dari arteri stilomastoid dan petrosal,
sehingga iskemik primer jarang terjadi kecuali apabila disertai dengan penyakit
16
peningkatan permeabilitas yang mengakibatkan terjadinya transudasi yang
mengakibatkan terjadinya kompresi. Kompresi dari kapiler dan venula di kanal falopi
menimbulkan nekrosis. Penyebab dari edema di kanal falopi tidak begitu jelas, namun
beberapa teori mengatakan bahwa hal ini dipicu oleh spasme pembuluh arah yang
reaksi hipersensitivitas. Begitu pula dengan iskemik tersier merupakan kelanjutan dari
proses iskemik sekunder, terjadi karena penebalan sarung fibrosa yang mengeras dapat
memberikan efek strangulasi pada saraf fasialis yang akan menimbulkan gejala sisa
c. Herediter
Terdapat 10% pasien yang memiliki riwayat keluarga mengalami Bells Palsy.
Predisposisi herediter berupa kanal falopi yang sempit dapat menjadi faktor risiko
d. Autoimunitas
2.4 Epidemiologi
Bells Palsy merupakan 60-75% dari total penyebab paresis nervus fasialis.
Penyakit ini dapat mengenai semua usia dengan puncak insiden terbanyak berada pada
usia dewasa dan tidak ada perbandingan kejadian yang signifikan antara laki-laki dengan
perempuan. Bells Palsy lebih sering terjadi pada ibu hamil, penderita diabetes mellitus,
imunokompromais, serta penderita infeksi pada saluran nafas atas. 4-14% penderita Bells
Palsy memiliki keluarga yang pernah mengalami riwayat penyakit yang sama.14,15
17
Nervus fasialis kanan dan kiri memiliki peluang yang sama untuk mengalami
paresis, namun kadang paresis saraf fasialis bilateral dapat terjadi dengan prevalensi 0,3-
2%. Resiko terjadinya rekurensi dilaporkan sekitar 8-12 % kasus, dengan 36% pada sisi
2.5. Patogenesis
Bells Palsy diketahui sebagai kondisi idiopatik, dimana penyebab dari inflamasi
masih belum diketahui secara pasti dan patofisiologi masih belum jelas diketahui.
Beberapa virus berhubungan dengan penyakit ini dan virus herpes simplek (HSV-1) menjadi
etiologi yang memungkinkan penyakit ini terjadi, dimana telah terbukti adanya peningkatan titer
dan virus masuk ke neuron menuju ganglion geniculatum. HSV-1 dan 2, virus varisela
zoster merupakan neurotropik, maksudnya adalah virus ini dapat membuat infeksi laten
pada sistem saraf perifer dan genome virus tersebut akan tetap ada sepanjang hidup
hostnya. Gabungan dari proses demielinisasi yang menyebabkan perubahan pada nervus,
degenerasi dari nervus fasialis, reaktivasi virus dan reaksi inflamasi yang mengakibatkan
kompresi pada nervus fasialis di kanal fallopi, khususnya dibagian segmen labirin yang
paling sempit yang mengakibatkan terjadinya paralisis nervus akut. Beberapa penelitian
juga menyebutkan bahwa variasi anatomi dan struktur anatomi dari tulang temporal yang
berbeda dari biasanya dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya peradangan dan
kompresi saraf.16
Bells palsy dapat juga disebabkan oleh penurunan sirkulasi darah ke nervus
fasialis. Nervus fasialis mendapat pendarahan dari arteri labirintina (proksimal), arteri
18
meningeal media (sentral) dan arteri stilomastoid (distal). Beberapa pendapat mengatakan
bahwa terganggunya salah satu dari pembuluh darah yang memperdarahi nervus fasialis
menyebabkan iskemik primer, iskemik yang disebabkan oleh kompresi nervus fasialis
Gambaran klinis Bells Palsy bervariasi tergantung pada lokasi lesi dari perjalanan
Onset Bell palsy mendadak, dan gejala mencapai puncaknya kurang dari 48 jam.
Gejala yang mendadak ini membuat pasien khawatir atau menakutkan pasien, sering
mereka berpikir terkena stroke atau terdapat tumor dan distorsi wajah akan permanen.
Karena kondisi ini terjadi secara mendadak dan cepat, pasien sering datang langsung ke
IGD.11,
19
2.7 Diagnosis
pemeriksaan hidung dan tenggorok dan pemeriksaan fisik di daerah wajah untuk
menemukan adanya vesikel pada daerah sekitar telinga.1 Selanjutnya kita melakukan
1. Sistem House-Brackmann
House-Brackmann.9
2. Metode Freyss
20
Pada metode freyss penilaian fungsi saraf fasialis perifer dinilai
wajah yaitu:
kuat-kuat
kebawah
21
Gambar 2.5 Gerakan otot-otot wajah
kanan dan dinilai. Gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka
tiga. Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka satu dan di antaranya diberi
b. Tonus19
Terdapat lima tingkatan otot pada wajah yang dinilai dalam pemeriksaan
tonus. Tiap tingkatan bernilai tiga dan apabila ada tonus otot nilai
c. Sinkinesis19
Apabila pergerakan pada sisi yang sakit tidak sama dengan sisi
22
yang normal, maka nilai dikurangi satu sampai dua tergantung
gradasinya.
d. Hemispasme19
Fungsi motorik otot-otot tiap sisi wajah memiliki nilai normal 50 (100%).
1. Gustometri19
Tes gustometri dilakukan untuk menilai fungsi saraf korda timpani dengan
menilai pengecapan pada lidah 2/3 anterior dengan rasa manis, asam dan asin.
Perbandingan ambang rasa antara kanan dan kiri sebesar 50% adalah keadaan
yang patologis.
2. Schermer test14
mayor dengan menilai fungsi lakrimasi pada mata kanan dan kiri. Pemeriksaan
dilakukan dengan menggunakan kertas hisap atau kertas lakmus pada dasar
23
konjungtiva. Perbedaan sama atau lebih dari 50% antara kiri dan kanan adalah
patologis.
stapedius.
Pemeriksaan Penunjang16
saraf pusat (SSP). Pemeriksaan MRI dilakukan pada pasien yang dicurigai
24
penyengatan kontras saraf fasialis. Pemeriksaan neurofisiologi pada Bells palsy
sudah dikenal sejak tahun 1970 sebagai prediktor kesembuhan, bahkan dahulu
pemanjangan latensi saraf fasialis, serta pada pemeriksaan blink reflex didapatkan
Beberapa diagnosis banding bells palsy adalah lesi yang mendesak ruang yang
memiliki onset dan durasi paralisis wajah disertai nyeri yang juga menetap, penebalan
saraf wajah minimal pada sindrom Guillan-Barre, dan kelemahan wajah sentral unilateral
yang disebabkan karena adanya lesi pada korteks kontralateral. Lyme neuroborreliosis
juga harus dicurigai apabila pasien memiliki riwayat digigit kutu dan adanya ruam serta
tinggal didaerah endemik penyakit Lyme. Apabila kelemahan wajah menjadi progresif
dalam waktu beberapa minggu, maka tumor sebagai penyebab lumpuhnya nervus fasialis
25
Tabel 2.2 Diagnosis Banding Bells Palsy20
Nama Penyakit Penyebab Manifestasi Klinis
Riwayat digigit kutu, gejala
Lyme Borrelia Burgdorfi sistemik (+), keluhan
neurologi lainnya
Manifestasi sistemik lainnya,
termasuk granuloma pulmoner
Sarcoidosis Autoimune dan adenopati, keluhan
neurologis lainnya seperti
paralisis dapat bilateral
Sindrom Ramsay Keluhan utama nyeri, terdapat
Virus Herpes Zoster
Hunt vesikel di daerah dekat telinga
Riwayat pneumonia
Infeksi Mikoplasma Mycoplasma Pneumoniae sebelumnya, merah seluruh
badan, demam
Nyeri telinga, onset bertahap,
Otitis Media Bakteri pathogen penurunan pendengaran,
demam
Lesi neoplastik Tumor parotis, kolesteatom Onset bertahap, teraba massa
2.9 Tatalaksana
Peran dokter umum sebagai lini terdepan pelayanan primer berupa identifikasi
dini dan merujuk ke spesialis saraf apabila terdapat kelainan lain pada pemeriksaan
neurologis yang mengarah pada penyakit yang menjadi diagnosis banding Bells Palsy.
Terapi yang diberikan dokter umum dapat berupa kombinasi non- farmakologis dan
Kornea mata memiliki risiko mengering dan terpapar benda asing. Proteksinya
dapat dilakukan dengan penggunaan air mata buatan, pelumas (saat tidur), kacamata,
plester mata, penjahitan kelopak mata atas, atau tarsorafi lateral (penjahitan bagian
lateral kelopak mata atas dan bawah. Masase dari otot yang lemah dapat dikerjakan
secara halus dengan mengangkat wajah ke atas dan membuat gerakan melingkar.
26
Rehabilitasi fasial secara komprehensif yang dilakukandalam empat bulan setelah
onset terbukti memperbaiki fungs pasien dengan paralisis fasialis. Namun, diketahui
pula bahwa 95% pasien sembuh dengan pengobatan prednison dan valasiklovir tanpa
2. Terapi farmakologi
a. Steroid
Prednisolon 1 mg/ kgbb perhari (maksimal 70 mg) yang dimulai dalam 72 jam dari
b. Antiviral
Dosis pemberian asiklovir untuk usia >2 tahun adalah 80 mg per kg per hari melalui
oral dibagi dalam empat kali pemberian selama 10 hari. Sementara untuk dewasa
diberikan dengan dosis oral 2 000-4 000 mg per hari yang dibagi dalam lima kali
pemberian selama 7-10 hari. Sedangkan dosis pemberian valasiklovir (kadar dalam
darah 3-5 kali lebih tinggi) untuk dewasa adalah 1 000-3 000 mg per hari secara
c. Terapi kombinasi
lebih baik didapatkan pada pasien yang diterapi dengan asiklovir/valasiklovir dan
27
prednisolon dibandingkan yang hanya diterapi dengan prednisolon. Axelsson et al
juga menemukan bahwa terapi dengan valasiklovir dan prednison memiliki hasil
2.10 Komplikasi
Sekuel dari Bells Palsy bisa terjadi baik dalam waktu singkat ataupun panjang
yaitu berupa ketidakmampuan menutup mata, mata kering, ulkus kornea, dan kehilangan
penglihatan. Hal ini perlu dicegah dengan cara perawatan mata yang baik.
Apabila penderita bells palsy tidak sembuh secara total dalam waktu yang lama dan
cacat pada wajah, hal ini akan memberikan efek yang buruk terhadap psikologi dan
asimetris, pasien dengan paralisis wajah bisa memiliki hubungan interpersonal yang buru,
dari deformitas ini dapat berupa inkompetensi oral, epifora dan hidung
tersumbat.
Regenerasi Aberrant
28
Selama regenerasi dan perbaikan saraf fasialis, ada beberapa serabut saraf
yang tidak menyambung pada jalurnya tapi menyambung dengan serabut saraf
2.11. Prognosis
Umumnya Bells Palsy memiliki prognosis yang baik, 80-90% pasien dengan
Bells Palsy sembuh total dalam 6 bulan.8 Namun prognosis Bells Palsy juga
dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah usia. Dengan bertambahnya usia,
pemulihan sepenuhnya dari paralisis wajah mulai menurun, pasien dengan usia diatas 60
tahun memiliki peluang 40% untuk sembuh total. Hal ini mungkin disebabkan sejumlah
faktor, termasuk hilangnya serat myelin selama proses penuaan. Selain itu, derajat
paralisis, penurunan sensitivitas pada lidah, berkurangnya produksi saliva, rasa sakit di
daerah auricular posterior, dan penurunan lakrimasi juga dianggap berpengaruh terhadap
penyakit. Pasien yang memulai pemulihan di minggu pertama dan kedua meiliki
prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan pasien yang memulai pemulihan pada
minggu ketiga setelah onset. Jika perbaikan klinis dimulai dalam 1 minggu, terdapat 88%
kemungkinan sembuh sempurna. Jika perbaikan klinis dimulai dalam 3 minggu, terdapat
Prognosis dapat menjadi buruk bila terdapat rekurensi, riwayat diabetes, adanya
nyeri hebat pada post-aurikular, gangguan pengecapan, reflex stapedius, wanita hamil,
29
BAB III
KESIMPULAN
1. Bells palsy adalah kelumpuhan fasialis tipe lower motor neuron akibat paralisis nervus
fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar
2. Insiden Bells palsy dilaporkan sekitar 60-75% dari semua kelumpuhan saraf fasialis
perifer dengan prevalensi tertinggi berada pada usia dewasa. Laki-laki dan perempuan
3. Penyebab pasti dari Bells Palsy belum diketahui. Beberapa teori menyebutkan
4. Manifestasi Bells Palsy berupa paralisis otot wajah unilateral secara tiba-tiba, alis mata
menurun, dahi tidak berkerut, tidak mampu menutup mata, sudut nasolabial tidak tampak,
mulut tertarik ke sisi yang sehat, berkurangnya air mata sehingga mata menjadi kering
5. Diagnosis banding bells palsy meliputi penyakit kongenital, infeksi, trauma, neoplastik,
vascular, dan neoplastik pada nervus fasialis maupun pada jaringan disekitarnya. Hal ini
dapat disingkirkan bila penyebab paresis nervus fasialis sama sekali tidak diketahui.
6. Tatalaksana pada bells palsy dapat dilakukan dengan terapi farmakologi (kortikosteroid
komplit, menurunkan insiden sinkinesis dan kontraktur, serta mencegah kelainan pada
mata.
30
7. Bells palsy bisa menyebabkan komplikasi berupa ketidakmampuan menutup mata, mata
kering, ulkus kornea, dan kehilangan penglihatan serta efek psikologis dan kualitas hidup
seseorang.
8. Pada umumnya Bells Palsy dapat sembuh total tanpa gejala sisa, namun beberapa faktor
seperti usia, lamanya memulai proses penyembuhan, riwayat rekurensi, riwayat diabetes,
31
DAFTAR PUSTAKA
32
18. Teixeira LJ, Valbuza JS, Prado GF. The Cochrane Collaboration: Physical therapy for
Bells Palsy (idiopathic facial paralysis). Brazil: Department of Neurology Universidade
Federal de Sao Paulo; 2012.
19. Vakharia K, Vakharia V. Bells Palsy. Facial Plast Surg Clin N Am. 2016: 1-10.
20. Royal W, Vargas D. Bells Palsy and Vestibular Neuronitis. Elsevier. 2014:763-770
21. Baugh R, Basura G, Ishii L, Schwartz SR, Drumheller CR, Burkholder R, et al. Clinical
Practice Guideline Summary: Bells Palsy. AAO-HNS BULLETIN.2013.
22. Lo B. Bell Palsy. [Update Feb 24,2010: cited Dec 21,2010].
Available from:http://www.emedicine.medscape.com/article/791311-overview
33