ATIK NURWANDA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Proyeksi Perubahan Tutupan
Lahan dan Dampaknya Terhadap Diversitas Lanskap di Kabupaten
Batanghari Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Atik Nurwanda
A451130161
RINGKASAN
Indonesia saat ini tengah terancam oleh kegiatan konversi lahan menjadi
perkebunan monokultur, yaitu ekspansi besar perkebunan kelapa sawit. Konversi
lahan dan ekspansi perkebunan kelapa sawit menjadi isu besar yang menggiring
tantangan kritis dalam perencanaan untuk pembangunan berkelanjutan dimasa yang
akan datang. Pendekatan citra satelit dengan multi temporal dan teknik deteksi
perubahan digital membantu dalam memahami perubahan pemanfaatan dan tutupan
lahan. Informasi jejak temporal perubahan lahan menyediakan arahan dan dapat
digunakan sebagai panduan untuk mengidentifikasi isu, masalah, dan panduan
untuk perencanaan lanskap.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pola perubahan tutupan lahan
dari 1988 sampai 2014, menganalisis faktor pendorong perubahan tutupan lahan,
membangun model prediksi tutupan lahan tahun 2024, dan menganalisis indeks
diversitas dan fragmentasi lahan. Bahan yang digunakan yaitu citra landsat tahun
1988, 1994, 2004, dan 2014 kemudian dilakukan klasifikasi lahan dengan
klasifikasi terbimbing. Selanjutnya metode regresi logistik biner digunakan untuk
menganalisis faktor pendorong perubahan lahan. Persamaan regresi logistik ini
dibangun dengan data 1994 dan 2004, variabel Y1 sebagai perubahan hutan
menjadi sawit, Y2 hutan menjadi lahan terbangun, dan Y3 hutan menjadi lahan
terbuka. Sedangkan variabel bebasnya adalah jarak dari jalan (X1), jarak dari
perkebunan sawit (X2), kemiringan lahan (X3), jarak dari sungai (X4), ketinggian
tempat (X5), dan jarak dari pemukiman (X6). Kemudian untuk menghitung tingkat
diversitas dan fragmentasi lahan yaitu dengan Shannons Diversity Index (SDI) and
Largest Patch Index (LPI).
Pada tahun 2024 perkebunan kelapa sawit akan terus meluas hingga
137023,02 hektar, sedangkan luas hutan tersisa 114476,22 hektar. Persamaan logit
yang dihasilkan yaitu Y= -0.14 0,0800*X1 0,07360*X2 + 0,02468*X3 +
0,44584*X4 0,02382*X5 + 0,02769*X6. Model logit ini memiliki nilai ROC
0,8806, dan nilai ini cukup tinggi. Berdasarkan tren yang ada, perubahan tutupan
lahan akan terkonsentrasi di Kecamatan Mersam, Pemayung, dan Tembesi.
Disamping itu, hutan yang ada akan semakin terancam dan tingkat fragmentasi
lahan tertinggi terjadi di Kecamatan Mersam, Marosebo Ulu, dan Tembesi.
ATIK NURWANDA. Land Cover Change Projection and Its Effect to The
Landscape Diversity in Batanghari Regency Jambi Province. Supervised by
ALINDA FITRIANY MALIK ZAIN and ERNAN RUSTIADI.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PROYEKSI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN DAMPAKNYA
TERHADAP DIVERSITAS LANSKAP DI KABUPATEN BATANGHARI
PROVINSI JAMBI
ATIK NURWANDA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Arsitektur Lanskap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji /XDU.RPLVLpada Ujian 7HVLV: Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak November 2014 ini ialah perubahan lahan dan
pemodelan, dengan judul Proyeksi Perubahan Tutupan Lahan dan Dampaknya
Terhadap Diversitas Lanskap di Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Alinda Fitriany Malik Zain, MSi
dan Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr sebagai pembimbing yang telah banyak memberi
saran dan arahannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Keluarga Bapak Joko dan Ayu, Bapak Taufik, Affandi, dan David Warisman serta
seluruh pihak yang telah membantu penulis selama pengumpulan data dan
penyusunan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Atik Nurwanda
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran 3
2 Lokasi Penelitian 10
3 Tahapan Umum Penelitian 11
4 Tahapan Pengolahan Citra Landsat 12
5 Diagram Alir Analisis Prediksi Tutupan Lahan Tahun 2024 16
6 Sample plot diversitas lahan 17
7 Peta Administrasi Kabupaten Batanghari 19
8 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Batanghari 20
9 Peta Tutupan Lahan Tahun 1988 23
10 Peta Tutupan Lahan Tahun 1994 24
11 Peta Tutupan Lahan Tahun 2004 25
12 Peta Tutupan Lahan Tahun 2014 26
13 Peta Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Sawit (1994-2004) 28
14 Peta Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Terbangun (1994-2004) 29
15 Peta Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Terbuka (1994-2004) 30
16 Peta Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Sawit Tahun 2014 32
17 Peta Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Terbangun Tahun 2014 32
18 Peta Probabilitas Perubahan Penggunaan Lahan Terbuka Tahun 2014 33
19 Peta Prediksi Tutupan Lahan Tahun 2024 34
20 Tren Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2024 35
21 Peta Proyeksi Lahan Terkonversi Sawit 2024 36
22 Perubahan Nilai SDI 36
23 Jumlah Patch Kelas Tutupan Hutan Dalam Sample Plot SDI 37
24 Tren perubahan LPI per Kecamatan 38
DAFTAR LAMPIRAN
1 Visualisasi Kondisi Eksisting Lapangan 42
2 Data Raster Variabel Bebas 45
3 Overall Accuracy dan Kappa Acuracy 46
4 Kenampakan Citra Landsat 8 OLI 2014, RGB 654 48
5 Matriks Probabilitas Markov 50
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia saat ini tengah terancam oleh kegiatan konversi lahan menjadi
perkebunan monokultur (Villamor et al. 2014), yaitu ekspansi besar perkebunan
kelapa sawit (Tarigan et al. 2015) yang berakibat pada tingginya tingkat kehilangan
kawasan hutan (Potter 2015). Indonesia juga telah dinobatkan sebagai negara
dengan tingkat deforestrasi kedua tertinggi setelah Brazil (Margono et al. dalam
Villamor 2014). Di Indonesia area konsesi perkebunan kelapa sawit tersebut paling
banyak terjadi yaitu di Kalimantan dan Sumatera (Potter 2015), serta dibangun pada
kawasan hutan dan belukar (Tarigan et al. 2015). Akibat konversi menjadi lahan
sawit maka akan rentan terhadap kebakaran (Miettin dan Soo 2009), dan proses
perubahan tutupan lahan akan menyebabkan fragmentasi lanskap (Liu et al. (2009).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit terus
mengalami peningkatan dari 7,8 juta hektar pada tahun 2010 (Tarigan et al. 2015),
10 juta hektar pada tahun 2015 (Potter 2015), dan potensi ekspansi akan terus
meningkat hampir mendekati 20 juta hektar pada tahun 2020 (Rist et al. 2010;
Potter 2015). Bencana kebakaran baik secara alami ataupun unsur kesengajaan
untuk percepatan pertumbuhan lahan perkebunan kelapa sawit, sehingga bencana
kebakaran dan asap beberapa dekade terahir ini sudah menjadi pusat perhatian
sebagai bencana nasional, bahkan internasional (Nurdiana dan Idung 2015).
Menurut USDA-FAS (2009) dalam Rist et al. (2010) saat ini ekspansi perkebunan
kelapa sawit di pulau Sumatera mencapai 80% total produksi Indonesia dan
ekspansi tersebut sudah merambah ke area terpencil yang terjadi di Kalimantan,
Sulawesi, dan Papua. Konsekuensinya akan berdampak terhadap hilangnya atau
menurunnya tingkat biodiversitas (Liu et al. 2009; Nurdiana&Idung 2015; Villamor
et al. 2014). Disisi lain, ekspansi ini juga di dorong oleh kebijakan pemerintah
meningkatkan kapasitas produksi biodisel dari 600 juta liter menjadi tiga miliar liter
minyak sawit (Rist at al. 2010). Mengutip dari pernyataan Peres et al. (2010) bahwa
ekspansi pertanian baik untuk pasar lokal, nasional ataupun international
merupakan pendorong terbesar terhadap kasus perubahan lahan dan deforestrasi.
Cepat dan masifnya ekspansi perkebunan kelapa sawit untuk biodisel ini menjadi
pusat perhatian terhadap tingkat biodiversitas, habitat alam, dan juga iklim global.
Didukung oleh pernyataan Wilcove dan Lian (2010) bahwa perkebunan kelapa
sawit dan perubahan lahan (Fox dan John 2005) merupakan ancaman terbesar
terhadap biodiversitas khususnya di Asia Tenggara, hal ini berarti termasuk juga
Indonesia.
Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi merupakan salah satu kasus wilayah
yang mengalami pola-pola perubahan transformasi lahan dari kawasan hutan areal
perkebunanan kelapa sawit. Selain itu, wilayah ini juga erat dengan konflik
kepemilikan lahan (Sita 2014) antara masyarakat, perusahaan, dan kebijakan
restorasi kawasan. Seiring dengan transformasi perubahan tutupan lahan yang
terjadi di wilayah studi, maka akan terjadi fragmentasi akibat aktivitas manusia
yang secara intensif (Peres et al. 2010). Dalam rangka penataan ruang dan
mengendalikan penataan ruang, oleh karena itu perlu adanya pemantauan spasial
perubahan tutupan lahan dan kesesuaian pemanfaatan ruang serta penurunan tingkat
2
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kerangka Pemikiran
Perubahan penggunaan lahan memiliki sebab akibat dari berbagai aspek yaitu
aspek sosial (jumlah penduduk), ekonomi (perkembangan ekonomi), politik
(kebijakan politik pemerintah), dan biofisik (bencana alam). Pendekatan perubahan
3
- Aspek Ekonomi
Potensi Perubahan dan - Aspek Sosial
Transformasi Lanskap - Aspek Fisik Biofisik
- Aspek Kebijakan
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Resolusi Citra
obyek di permukan bumi tidak hanya bisa dideteksi namun juga bisa diidentifikasi
dan dianalisis (Jaya 2014).
Resolusi spektral adalah dimensi atau jumlah daerah panjang gelombang
yang dimiliki oleh sensor. Potret hitam-putih mempunyai resolusi yang lebih rendah
yaitu antara 0,4m 0,7 m dibandingkan dengan Landsat TM band 3 yaitu 0,63
m 0,69 m. Dengan jumlah band yang lebih banyak maka pemakai atau peneliti
dapat memilih kombinasi yang terbaik sesuai dengan tujuan dari analisis untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Landsat TM mempunyai 7 band dengan lebar
setiap band-nya yang sempit tetapi rentang band yang digunakan lebar mulai dari
band biru sampai dengan band termal, sedangkan SPOT mempunyai 4 band
dengan rentang dari band hijau sampai dengan inframerah sedang, ini berarti bahwa
TM mempunyai resolusi spektral yang lebih baik dibandingkan SPOT.
Menurut Jaya (2014) resolusi radiometrik merupakan ukuran sensitivitas
sensor untuk membedakan aliran radiasi yang dipantulkan atau diemisikan dari
suatu obyek pemukaan bumi. Sebagai contoh, radian pada panjang gelombang 0,6
0,7 m akan direkam oleh sensor detektor MSS band 5 dalam bentuk voltage.
Kemudian analog voltage ini direkam setiap interval waktu tertentu (contoh untuk
MSS adalah 9,958 x 10-6 detik) dan selanjutnya dikonversi menjadi nilai integer
yang disebut bit. MSS band 4, 5, dan 7 dikonversi ke dalam 7 bit (27=128), sehingga
akan menghasilkan 128 nilai diskrit antara 0 sampai 127. Generasi kedua data satelit
seperti TM, SPOT, dan MESSR mempunyai resolusi radiometrik 8 bit dengan nilai
interger 0 sampai 255.
Resolusi temporal menjadi sangat penting dalam pertimbangan ketika
penginderaan jauh yang dibutuhkan dalam rangka pemantauan atau deteksi
permukaan bumi yang terkait dengan variasi waktu atau musim. Resolusi temporal
ini dapat diartikan interval waktu yang dibutuhkan oleh satelit untuk merekam areal
yang sama, atau waktu yang dibutuhkan oleh satelit untuk menyelesaikan seluruh
siklus orbitnya. Misalnya pada landsat mempunyai ulangan 16 hari, SPOT 26 hari,
JERS-1 44 hari, NOAA AVHHR 1 hari dan IRS 22 hari (Jaya 2014).
yang diberi nomor urut 1 sampai dengan 7. Dari ketujuh saluran TM tersebut
terdapat spektrum inframerah termal yaitu pada TM 6 dengan resolusi spasial 120
meter yang berada diantara dua saluran inframerah tengah (middle infra red/MIR)
yang terletak pada TM 5 dan TM 7 dengan resolusi spasial 30 meter. Penggunaan
Landsat TM masih sangat memungkinan untuk melihat struktur tutupan lahan,
hutan kota, indeks vegetasi, tingkat kepadatan kanopi, biomassa (Ren et al. 2015),
dan perhitungan biomassa vegetasi akuatik (Pu et al. 2014).
Landsat 7 yang diluncurkan pada tahun 1999 yang diberi nama Landsat-7
ETM+ (Enhanced Thematic Mapper) merupakan pengembangan dari Landsat-6
yang membawa sensor TM. Landsat-7 ini memuat 8 band. Band ke-8 merupakan
saluran pankromatik dengan panjang gelombang 0.58 0.90 m dan saluran 6 yang
merupakan spektrum infra merah termal telah dinaikkan resolusi spasialnya
menjadi 60 meter. Secara rinci jenis saluran dan fungsi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Saluran dan panjang gelombang Landsat 7
Deskripsi Saluran/ Band Panjang Gelombang (m)
Band 1 - Blue 0,45 0,52
Band 2 - Green 0,52 0,60
Band 3 - Red 0,63 0,69
Band 4 - Near Infrared 0,77 0,90
Band 5 - Shortwave infrared 1,55 1,75
Band 6 - Thermal infrared (60 m) 10,40 12,50
Band 7 - Shortwave infrared 2,09 2,35
Band 8 - Panchromatic (15m) 0,52 0,90
Sumber: Roy et al. (2014)
Satelit terbaru yang diluncurkan pada 11 Februari 2013 yang diberi nama
Landsat-8 yang membawa dua sensor yaitu sensor OLI (Operational Land Imager)
dan TIRS (Thermal Infrared Sensor), selain itu Landsat-8 mempunyai kemampuan
merekam lebih dari 500 gambar per hari (Roy et al. 2014). Secara rinci jenis saluran
dan deskripsinya dapat dilihatpada Tabel 2.
Tabel 2. Saluran dan panjang gelombang Landsat 8
Deskripsi Saluran/ Band Panjang Gelombang (m)
Band 1 - Blue 0,43 0,45
Band 2 - Blue 0,45 0,51
Band 3 - Green 0,63 0,59
Band 4 - Red 0,64 0,67
Band 5 - Near infrared 0,85 0,88
Band 6 - Shortwave infrared 1,57 1,65
Band 7 - Shortwave infrared 2,11 2,29
Band 8 - Panchromatic (15m) 0,50 0,68
Band 9 - Cirrus 1,36 1,38
Band 10 - Thermal infrared (100 m) 10,60 11,19
Band 11 - Thermal infrared (100 m) 11,50 12,51
Sumber: Roy et al. (2014)
Sistem SPOT (System Probatoire de lObservation de la Terre)
Sistem SPOT adalah proyek kerja sama antara Prancis, Swedia dan Belgia di
bawah koordinasi CNES (Centre National dEtudes Spatiales) selaku badan ruang
angkasa Prancis. SPOT-1 diluncurkan pada 23 Februari 1986. Sistem SPOT
membawa dua sensor identik. Sensor tersebut identik karena kedua sensor tersebut
sepenuhnya sama. Sensor tersebut dikenal dengan HRV (Haute Resolution Visible).
SPOT generasi pertama (SPOT-1, SPOT-2 dan SPOT-3), masing-masing
sensor HRV dapat bekerja dalam dua mode yaitu modus multispektral (XS) dan
7
modus pankromatik (P). Modus multispektral terdiri atas 3 saluran: XS1 (0.50 - 0.59
m), XS2 (0.61 - 0.68 m) dan XS3 (0,79 - 0,89 m). Sementara pada modus
pankromatik mempunyai panjang gelombang 0.51 0.73 m. Keunggulan sensor
HRV adalah resolusi spasial yang cukup tinggi. Pada modus multispektral (XS)
dihasilkan citra dengan resolusi spasial 20 meter sedangkan pada modus
pankromatik dihasilkan citra dengan resolusi spasial 10 meter.
SPOT-4 yang merupakan generasi kedua sistem satelit SPOT ini dipasang
saluran spektral yang keempat yang berfungsi pada spektral infra merah tengah
dengan panjang gelombang 1.5 1.75 m. Namun, modus pankromatik yang
sebelumnya dipasangkan pada SPOT generasi pertama sudah dihapuskan pada
SPOT generasi kedua ini. Selain itu, SPOT generasi kedua mempunyai dua
instrumen yaitu HRVIR dan VMI. HRVIR atau high resolution in visible and
infrared merupakan pengembangan instrumen HRV pada SPOT generasi
sebelumnya. Sedangkan sensor VMI atau vegetation monitoring instrument
merupakan instrumen yang dirancang untuk pemantauan vegetasi global. Instrumen
VMI merupakan instrumen independen dengan saluran spektral yang identik dengan
HRVIR dalam hal panjang gelombang.
SPOT-5 yang beroperasi bersama SPOT-4 mengalami penggantian pada
instrumen HRVIR diganti dengan HRG (High Resolution Geometric). Resolusi
spasial yang dimiliki oleh instrumen HRG ini adalah 5 meter pada modus
pankromatik dan resolusi spasial 10 meter pada saluran hijau, merah, dan
inframerah dekat. Berikut ini saluran sensor dan panjang gelombang pada SPOT 5
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Saluran sensor dan panjang gelombang pada SPOT-5
Saluran/ Band Panjang Gelombang (m) Resolusi Spasial (m)
Band 1 - Blue 0,50 0,59 10x10
Band 2 - Green 0,61 0,68 10x10
Band 3 - Red 0,79 0,89 10x10
Band 4 - Shortwave infrared 1,58 1,75 20x20
Pemodelan Spasial
Analisis Markov Chain dapat digunakan untuk memprediksi area transisi dari
perubahan tutupan lahan (Yang et al. 2014), dan memperkirakan perubahan-
perubahan di waktu yang akan datang dalam variabel-variabel yang dinamis atas
dasar perubahan dari variabel dinamis tersebut di waktu yang lalu (Kurnianti 2015).
Probabilitas transisi matriks ini didapatkan dari dua tutupan lahan dalam waktu atau
tahun yang berbeda. Proses ini bisa didapatkan dalam tool modeler IDRISI Selva.
Matriks transisi markov disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Transisi Matriks Markov Chain
Dari keadaan ke: Pindah ke keadaan ke:
1 2 j n
1 P11 P12 P1j P1n
2 P22 P22 P2j P2n
i Pi1 Pi2 Pij Pin
n Pn1 Pn2 pnj
n adalah jumlah keadaan dalam proses dan pij adalah kemungkinan transisi dari
keadaan saat i ke keadaan j. Jika saat ini berada pada keadaan i maka baris i dari tabel di
atas berisi angka-angka pi1, pi2, , pin merupakan kemungkinan berubah ke keadaan
9
Keterangan:
MLC = Peluang; Mt = Peluang tahun ke t;
Mt+1 = Peluang tahun ke t+1;
Ut = Peluang setiap titik terklasifikasi sebagai kelas U pada waktu t;
LCUA = Peluang suatu kelas lainnya pada rentang waktu tertentu.
Diversitas
Keterangan:
H = Indeks diversitas Shannon-Wiener
ni = Jumlah dari jenis tutupan lahan ke-i
pi = ni/N
N = Jumlah individu dari semua jenis tutupan lahan
ln = Logaritma natural (bilangan alami)
3 METODE
Alat yang digunakan yaitu Arc GIS 9.3, IDRISI Selva, ERDAS, GPS, Kamera,
dan Ms. Excel. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu citra Landsat, SPOT, Data
11
SRTM, peta jaringan jalan (.shp), dan peta jaringan sungai (.shp). Alat dan bahan
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Deskripsi alat dan bahan yang digunakan pada penelitian
Alat dan Bahan Penelitian Penggunaan
Alat
Arc GIS 9.3 Edit data image dan pemodelan
IDRISI Selva Pengolahan faktor perubahan lahan dengan regresi logistik
dan prediksi perubahan dengan pendekatan Markov Chain
ERDAS Pengolahan data citra dan klasifikasi terbimbing
GPS Survei lapang (ground truth check)
Kamera Dokumentasi lapang
Ms. Excel 2013 Pengolahan data tabular dan grafik
Bahan
Citra Landsat Analisis klasifikasi tutupan lahan dan analisis divesritas
tutupan lahan
Citra SPOT Identifikasi klasifikasi citra dan validasi kondisi tutupan
lahan saat penilaian akurasi
Data SRTM Analisis regresi logistik biner
Peta Jaringan Jalan Analisis regresi logistik biner
Peta Jaringan Sungai Analisis regresi logistik biner
Analisis Data
Klasifikasi Tutupan
Analisis Prediksi Analisis
ANALISIS Lahan dan Regresi
Regresi dan Markov SDI dan LPI
Logistik
Survei Lapang
(Ground Truth Check)
diukur berdasarkan persentase jumlah piksel yang dikelaskan secara benar dibagi
dengan jumlah total piksel yang digunakan (jumlah piksel yang terdapat di dalam
diagonal matrik dengan jumlah seluruh piksel yang digunakan). Metode akurasi ini
menguji akurasi (kualitas) area contoh yang dibuat dan dengan kemampuan
algoritma klasifikasi menghasilkan klasifikasi tutupan lahan namun hanya lingkup
area contoh yang dibuat oleh operator. Pengujian tingkat akurasi keseluruhan
(overall accuracy) dengan terlebih dahulu menghitung nilai producers accuracy
(PA) dan users accuracy (UA) persamaan PA dan UA adalah sebagai berikut:
() = 100%
+
() = 100%
+
Uji akurasi dengan metode penghitungan producers accuracy (PA), users
accuracy (UA) dan overall accuracy dinilai over estimate oleh karena itu
dikembangkan metode penghitungan lain yaitu penghitungan akurasi Kappa.
Akurasi Kappa ini lebih relevan karena mempertimbangkan semua sel yang ada
pada matriks dan kesalahan dihitung dengan mempertimbangkan ommision dan
commission error-nya. Persamaan akurasi Kappa adalah sebagai berikut:
=1 =1 + +
= 100%
2 + +
Keterangan:
: Koefisien akurasi N : Jumlah piksel secara keseluruhan
Xi+ : Jumlah piksel pada baris yang sama X+i : Jumlah piksel pada kolom yang sama
Xii : Jumlah piksel pada kelas yang bersangkutan
Adapun confusion matrix untuk mengolah nilai akurasi (overall accuracy dan
kappa accuracy) tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Matriks Konfusi
Data Producers
Kelas Klasifikasi Jumlah
Referensi accuracy
A B C D ...
A X11 X12 X13 X14 X1+ X11/X1+
B X21 X22 X23 X24 X2+ X22/X2+
C X31 X32 X33 X34 X3+ X33/X3+
D X41 X42 X43 X44 X4+ X44/X4+
...
Jumlah X+1 X+2 X+3 X+4
Users
X11/X+1 X22/X+2 X33/X+3 X44/X+4
accuracy
3. Export hasil Euclidian distance menjadi format ASCII supaya dapat terbaca
dan diproses dalam IDRISI Selva.
4. Buka software IDRISI dan import semua data ASCII diatas menjadi data
format .rst dengan perintah Arcraster.
Penilaian ROC
Langkah selanjutnya adalah validasi model regresi logistik. Menurut Achmad
et al. (2015), uji validasi yang digunakan untuk mengukur hubungan antara
perubahan simulasi dan aktual yaitu dengan nilai ROC (Relative Operating
Characteristic). ROC merupakan indikator penilaian goodness of fit dan mengukur
area di bawah kurva yang berhubungan dengan proporsi positif benar dan proporsi
positif salah pada selang nilai cut-off dalam peta probabilitas. Model yang ideal
memiliki nilai ROC sebesar 1.
Analisis Prediksi Tutupan Lahan
Prediksi perubahan tutupan dapat dilakukan dengan pendekatan metode
Markov Chain (Lopez et.al 2001). Metode Markov adalah metode secara statistik
dengan menggunakan matrik peluang peralihan berdasarkan efek kawasan pada
algoritma yang mempengaruhi ruang. Persamaan Markov Chain dibangun
menggunakan distribusi penggunaan lahan pada awal dan akhir masa pengamatan
yang terepresentasikan dalam suatu vektor (matriks dan kolom), serta sebuah
matriks transisi. Metode Markov merupakan metode untuk menambahkan karakter
ruang berdasarkan penerapan aturan. Hal ini untuk memastikan bahwasannya
perubahan tutupan/ penggunaan lahan tidak terjadi secara acak melainkan
berdasarkan aturan. Metode Markov didefinisikan sebagai berikut:
MLS*Mt= Mt+1
Keterangan:
MLC = Peluang; Mt = Peluang tahun ke t;
Mt+1 = Peluang tahun ke t+1;
Ut = Peluang setiap titik terklasifikasi sebagai kelas U pada waktu t;
LCUA = Peluang suatu kelas lainnya pada rentang waktu tertentu.
Selain itu, persamaan regresi logistik Y1 juga dimasukkan dalam prediksi
sehingga prediksi ini merupakan gabungan antara markov dan regresi logistik. Data
yang digunakan untuk memprediksi penggunaan lahan tahun 2024 dibangun
dengan data penggunaan lahan riil tahun 1994 dan data penggunaan lahan riil tahun
2004. Adapun keluaran dari analisis ini adalah dalam bentuk peluang matriks
transisi penggunaan lahan dan peta penggunaan lahan sesuai dengan tahun yang
telah diprediksi seperti dijelaskan dalam diagram (Gambar 5).
LUCC riil LUCC riil LUCC riil
Tahun 1994 Tahun 2004 Tahun 2014
LUCC Prediksi
Regresi&Markov
2014
Gambar 5 Diagram Alir Analisis Prediksi Tutupan Lahan Tahun 2024
17
Peta prediksi tahun 2014 ini dibangun untuk pra validasi supaya bisa
melanjutkan prediksi tahun 2024. Jika nilai akurasi antara prediksi 2014 dengan
keadaan riil tutupan lahan tahun 2014 cukup tinggi, maka model tersebut dapat
digunakan untuk menduga penggunaan lahan prediksi 2024. Peubah dinamis dalam
membangun model prediksi 2024 ini adalah X1 jarak dari jalan, X2 jarak dari sawit
dan X6 jarak dari pemukiman. Sedangkan peubah lainnya sama seperti dalam
membangun model 2014.
Analisis Diversitas Tutupan Lahan
Menurut Zhou dan Yi (2011), analisis diversitas lahan menggunakan
formula perhitungan Shannons Diversity Index (SDI). Perhitungan diversitas lahan
ini dilakukan dengan pengambilan sample plot berukuran 1,8 km x 1,8 km yang
tersebar secara purposive random sampling sebanyak tiga puluh plot (Gambar 6).
Purposive random dalam hal ini artinya setiap kecamatan harus memiliki
perwakilan plot. Kecamatan dengan tutupan lahannya relatif homogen memiliki
jumlah plotnya lebih sedikit dibandingkan kecamatan dengan tutupan lahannya
lebih heterogen, sedangkan yang dimaksud dengan random adalah penyebaran
plot/sel diversitas secara acak dalam setiap kecamatan yang mana setiap kecamatan
dibagi menjadi grid-grid kecil dengan pengocokkan. Nilai rata-rata SDI pada setiap
peta tutupan lahan didapatkan dari nilai SDI seluruh plot dibagi oleh jumlah plot
yang ada sehingga akan dihasilkan tren perubahan diversitas lahannya pada tahun
1988, 1994, 2004, 2014, dan 2024.
Nilai perhitungan indeks keragaman (H) tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Standar Indeks Shannon-Wiener
Nilai Indeks Keterangan
H<1 Tingkat Keragaman Rendah
1<H<3 Tingkat Keragaman Sedang
H>3 Tingkat Keragaman Tinggi
Analisis Fragmentasi
Fragmentasi lanskap dianalisis dengan menilai matriks Largest Patch Index
(LPI). Sample plot untuk analisis fragmentasi akan menggunakan sample plot yang
sama seperti pada diversitas lahan SDI, hanya saja akan dibagi nantinya per
kecamatan sehingga akan dihasilkan tingkat fragmentasi di setiap kecamatan dari
tahun 1988, 1994, 2004, 2014, dan 2024. Menurut Zhou dan Yi (2011) bahwa LPI
berfungsi untuk menilai indeks fragmentasi dan dominansi, dengan selang nilai
0<LPI100. Semakin besar nilai LPI mendekati 100 artinya tingkat dominansi
suatu kelas tutupan lahan semakin besar maka tingkat fragmentasinya semakin
rendah, dan apabila semakin rendah nilai LPI mendekati 0 maka tingkat fragmentasi
semakin tinggi. Formula Largest Patch Index (LPI) yaitu:
LPI= (ni/N)*100
Keterangan:
ni = Luas suatu jenis tutupan lahan ke-i (ha)
N = Total luas semua jenis tutupan lahan (ha)
Sridadi (15.830 ha), dan Taman Wisata Alam Bukit Sari (315 ha). Sedangkan
peruntukan luas perkebunan sebesar 180.173 ha.
peran sektor perkebunan dapat dilihat dari varabel ekonomi yaitu kontribusinya
terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), penyerapan tenaga kerja, dan
ketersediaan sumberdaya alam. Kontribusi sektor perkebunan pertahun dari tahun
2006 sampai 2010 rata-rata menyumbang sebesar 16,7% dari total PDRB. Pada
tahun 2010 sekitar 64,09% rumah tangga masyarakat Kabupaten Batanghari hidup
sebagai petani perkebunan. Sektor perkebunan yang paling besar adalah karet dan
sawit (Sita 2014).
Tabel 11. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Bantanghari
Tahun
No Kecamatan 2 1 1 1
1990 2000 2010 2014
1 Mersam 17.897 22.102 26.296 27.156
2 Maro Sebo Ulu 18.048 22.288 29.305 31.741
3 Bathin XXIV 16.466 20.334 25.423 26.965
4 Tembesi 16.614 20.517 27.233 29.408
5 Muara Bulian 33.915 41.883 55.132 59.135
6 Bajubang 20.941 25.861 35.249 38.563
7 Maro Sebo Ilir 8.591 10.609 12.946 13.443
8 Pemayung 22.781 28.133 29.650 30.790
Total 155.252 191.727 241.234 257.201
Sumber: 1BPS 2015 dan 2BPS 2009
300000
Jumlah penduduk
257201
250000 241234
(jiwa)
200000 191727
155252
150000
100000
1990 2000 2010 2014
Tahun
Tabel 12. Perkembangan Luas Perkebunan Kelapa Sawit Perusahaan tahun 2014
Pola Luas
No Nama Perusahaan Kecamatan
Pengembangan (ha)
PBS
1 PT Asiatic PErsada Bajubang Inti 14878
2 PT Sawit Desa Makmur Bathin XXIV Inti 5000
3 PT Cipta Prasasti Lestari Pematung Inti 420
4 PT Sacona Persada Marosebo Ulu Inti 732
5 PT Humusindo Makmur Sejati Bajubang Inti 396
KPPA/ Kemitraan
6 PT Koperasi Buah Bersatu Bajubang Inti 748
7 PT Koperasi Berkah Bersatu Bajubang Inti 1240
8 PT Indo Kebun Unggul Muara Bulian Inti 436.5
Plasma 287
9 PT Gatra Kembang Paseban Mersam Inti -
Plasma 3192
10 PT Tunas Lestari Sejati Mersam&Marosebo Ulu Inti 3477
Bathin XXIV&M.Tembesi Plasma 8150
11 PT Inti Indo Sawit Subur Maro Sebo Ilir Inti -
Plasma 2634
12 PT Citra Manunggal Mandiri Marosebo Ulu Inti 1531,06
Plasma 1531,06
13 PT Jamina Sawita Abadi Marosebo Ulu Plasma 726
14 PT Adi Palmo Lestari Marosebo Ulu Inti 3270,51
Plasma 2455
15 PT Pratama Agro Sawit Bathin XXIV Inti 1363,12
Plasma 66,18
16 PT Kedaton Mulia Primus Bathin XXIV Inti 1504
17 PT Hutan Alam Lestari Muara Bulian Inti 571
18 PT Brahma Bina Bakti Pemayung Inti 227.43
Plasma 845,25
19 PT Velindo Aneka Tani Marosebo Ulu&Mersam Inti 1532,01
20 PT Petaling Madra Guna Pemayung Inti 665,78
21 PT Pratama Sawit Mandiri Pemayung Inti 380,86
22 PT Berkah Sapta Palma Muara Bulian Plasma 631,94
23 PT Sungai Bahar Pasifik Bajubang Inti 747,14
24 PT Deli Muda Perkasa Mersam Inti 1002
25 PT Dharmasraya Palma Bathin XXIV Inti 92
Sejahtera
26 PT Mekar Agro Sawit Bathin XXIV Plasma 208
27 PT Inti Citra Agung Mersam Plasma 365,61
28 PT Jambi Lampura Sebrang Marosebo Ulu Plasma 276
PTR
29 PIR NES II Bajubang Bajubang Inti -
Plasma 3862
30 PIRSUS I Durian Luncuk Bathin XXIV Inti 2237
Plasma 3000
31 PT Inti Indo Sawit Subur Maro Sebo Ilir Inti 1847
Plasma 4660
32 PT Sawit Jambi Lestari Mersam Inti 1300
Plasma 5290
Total 76916,45
Sumber: Dinas Perkebunan Kab. Batanghari (2014)
22
Tabel 13. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Tahun 2014
No Kecamatan Jumlah Petani Luas Areal (ha)
1 Marosebo Ulu 259 691
2 Mersam 1418 1880
3 Bathin XXIV 238 1032
4 Muara Bulian 239 943
5 Muara Tembesi 178 640
6 Maro Sebo Ilir 191 647
7 Bajubang 518 1593
8 Pemayung 310 1018
Total 3351 8444
Sumber: Dinas Perkebunan Kab. Batanghari (2014)
Tutupan lahan pada tahun 1988 masih didominasi oleh hutan lahan kering
dan pertanian berupa kebun campuran. Perubahan tutupan lahan periode 1988
2014 menunjukkan adanya tren perubahan yang cukup drastis (Gambar 9-12).
Kelas tutupan yang mengalami tren peningkatan terbesar adalah lahan terbuka dan
sawit. Kelas tutupan lahan yang paling mengalami penurunan terbesar adalah hutan.
Apabila hal ini terus terjadi dan tidak adanya upaya perlindungan dan konservasi
maka akan terus kehilangan hutan yang ada di Kabupaten Batanghari.
Kelas tutupan hutan di Kabupaten Batanghari memiliki persentase yang
terus menurun sebesar 63.84% (353759,94 ha) pada tahun 1988 menjadi 23,55%
(130511,34 ha) pada tahun 2014. Sementara itu luas lahan sawit meningkat dari
3,96% (21939,12 ha) pada tahun 1988 menjadi 21,84% (121001,67 ha) pada tahun
2014. Disisi lain, berdasarkan statistik perkebunan Kabupaten Batanghari (Dinas
Perkebunan 2014) bahwa peningkatan lahan sawit yang terjadi antara 2004 dan
2014 terjadi kenaikan sebesar 29,9%. Perubahan dalam periode tersebut memang
cukup pesat, terlihat juga banyaknya lahan terbuka pada tahun 1994 (21770,55 ha),
2004 (47859,66 ha), dan 2014 (69984,45 ha). Perubahan luas dan persentase
tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 13.
23
Hasil yang diperoleh dari analisis regresi ini adalah: (1) persamaan regresi
yang memperlihatkan koefisien besaran perubahan penggunaan lahan antara tahun
1994 dan 2004 terhadap faktor dari masing-masing variabel dan (2) peta
probabilitas perubahan penggunaan lahan. Model regresi logistik yang dibangun
adalah perubahan hutan menjadi sawit, hutan menjadi lahan terbangun, dan hutan
menjadi lahan terbuka (Tabel 15).
Tabel 15. Hasil analisis regresi logistik
Variabel Koefisien Exp Probality
Y1 Hutan menjadi Sawit (Nilai ROC 0,8806)
X1 Jarak dari jalan -0,08000 1,000080 0,5000
X2 Jarak dari sawit -0,07360 1,000074 0,5000
X3 Kemiringan lahan 0,02468 1,024988 0,5061
X4 Jarak dari sungai 0,44584 1,000460 0,5000
X5 Ketinggian tempat -0,02382 1,024114 0,5059
X6 Jarak dari pemukiman 0,02769 1,000028 0,5000
Konstanta -0,14000
Y2 Hutan menjadi Lahan Terbangun (Nilai ROC 0,9610)
X1 Jarak dari jalan -2,81849 0,05969 0,0563
X2 Jarak dari sawit -0,00482 0,99519 0,4987
X3 Kemiringan lahan 0,03409 1,03467 0,5085
X4 Jarak dari sungai 0,01621 1,01634 0,5040
X5 Ketinggian tempat -0,02971 0,97072 0,4925
X6 Jarak dari pemukiman -0,26602 0,76642 0,4338
Konstanta -0,48763
Y3 Hutan menjadi Lahan Terbuka (Nilai ROC 0,8376)
X1 Jarak dari jalan -0,15575 0,855772 0,4611
X2 Jarak dari sawit -0,04721 0,953887 0,4882
X3 Kemiringan lahan 0,00534 1,005358 0,5013
X4 Jarak dari sungai 0,12627 1,134588 0,5315
X5 Ketinggian tempat -0,00152 0,998474 0,4996
X6 Jarak dari pemukiman 0,01395 1,014057 0,5034
Konstanta -1,79080
*ROC=1 menunjukkan model perfect fit, ROC=0,5 menunjukkan model random fit (Eatsman 2012)
A. Perubahan Hutan Menjadi Sawit
Berdasarkan tabel di atas, model persamaan perubahan hutan menjadi sawit
Y1= -0,1400 0,08000*X1 0,07360*X2 + 0,02468*X3 + 0,44584*X4
0,02382*X5 + 0,02769*X6. Nilai exp atau odd ratio untuk setiap variabel
memiliki nilai yang relatif sama, hal ini menunjukkan semua variabel memiliki
28
kekuatan yang sama terhadap pengaruh perubahan hutan menjadi lahan sawit. Peta
probabilitas perubahan penggunaan lahan sawit antara tahun 1994 sampai 2004
disajikan pada Gambar 13. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa area yang
semakin kecoklatan (mendekati nilai 1) memiliki probabiltas perubahan hutan
menjadi sawit yang lebih tinggi.
koefisien bernilai positif, maka semakin jauh pemukiman akan semakin menaikkan
peluang perubahan lahan.
B. Perubahan Hutan Menjadi Lahan Terbangun
Persamaan regresi logistik untuk model spasial hutan menjadi lahan
terbangun adalah Y2= -0,48763 - 2,81849*X1 - 0,00482*X2 + 0,03409*X3 +
0,01621*X4 - 0,02971*X5 - 0,48763*X6. Faktor jarak dari jalan memiliki nilai
negatif sehingga memiliki implikasi bahwa semakin dekat dengan jalan maka
perubahan hutan menjadi lahan terbangun akan semakin tinggi. Semakin dekat satu
faktor jarak dari jalan maka akan meningkatkan perubahan hutan menjadi lahan
terbangun sebesar 5,63%. Faktor jalan memiliki pengaruh paling tinggi sebesar
2,81849 dibandingkan faktor lainnya. Selanjutnya faktor terbesar kedua yang
mempengaruhi perubahan adalah jarak dari pemukiman dengan nilai koefiSDIn
0,48763. Peta probabilitas perubahan penggunaan lahan terbangun antara tahun
1994 sampai 2004 disajikan pada Gambar 14. Pada gambar tersebut menunjukkan
bahwa probabilitas perubahan lahan menjadi area terbangun semakin tinggi pada
area yang berwarna kecoklatan (mendekati nilai 1), terutama dekat dengan jaringan
jalan.
rendah. Faktor lainnya memiliki nilai positif yaitu faktor jarak dari sungai dan
pemukiman maka peluang perubahan hutan menjadi lahan terbuka semakin besar
jika semakin jauh dari sungai dan pemukiman. Begitu juga dengan kemiringan
lahan, lahan terbuka semakin banyak ditemukan pada lereng yang lebih curam.
Kasus perubahan hutan menjadi lahan terbuka akan semakin berubah pada lereng
yang semakin curam merupakan kasus yang abnormal, namun jika kembali melihat
kondisi dilapang dapat disaksikan bahwa kondisi topografi di Kabupaten
Batanghari sebagian besar bergelombang dan berbukit. Perubahan tersebut lebih
banyak terjadi pada kemiringan lahan berkisar antara 15-25%.
Menurut Arsanjani et al. (2013) nilai ROC merupakan tool yang sesuai untuk
mengidentifikasi variabel prediktor. Disisi lain dengan probabilitas perubahan
lahan dapat digunakan untuk mengasumsikan sebuah model prediksi. Transisi
matriks yang dihasilkan antara dua tutupan lahan sebelumnya (Markov Chain)
dipilih untuk mengkuantifikasi perubahan tutupan lahan periode berikutnya dalam
selang waktu yang sama. Kombinasi antara keduanya menghasilkan model prediksi
spasial tutupan lahan tahun 2024 (Gambar 19).
Simulasi prediksi perubahan tutupan lahan ini menggunakan LCM (Land
Change Modeller) yang merupakan tool pemodelan di dalam IDRISI Selva.
Simulasi dilakukan dengan menggunakan kombinasi antara regresi logsitik dan
matriks probabilitas Markov (Lampiran 5). Hasil prediksi tutupan lahan tahun 2024
ini dengan asumsi lahan terbangun sebagai constraint atau tidak diizinkan untuk
berubah saat proses markov dengan alasan bahwa lahan terbangun memiliki sifat
irreversible atau tidak mungkin berubah menjadi lahan lainnya. Berdasarkan hasil
analisis prediksi perubahan tutupan lahan tahun 2024 (Tabel 16), luas perkebunan
kelapa sawit meningkat menjadi 137023.02 hektar. Apabila dibandingkan dengan
tahun 2014 (121001.67 ha) terjadi peningkatan sebesar 16021,35 hektar atau
13,24%.
34
Olak Besar dan Desa Jelutih (Gambar 21). Pada daerah tersebut sebaiknya menjadi
perhatian khusus sebagai upaya untuk mencegah hilangnya kawasan hutan akibat
kegiatan monokultur perkebunan kelapa sawit. Terutama pada kawasan lindung dan
konservasi seperti di Taman Nasional Bukit Dua Belas dan Tahura terlihat
penurunan luas hutan yang sangat besar di dalamnya.
hingga 2014 dan 2024 (Gambar 23). Pada tahun 1988 jumlah patch kelas tutupan
hutan sebanyak 854 dan ditemukan diseluruh sample plot. Pada tahun 1994 jumlah
patch tersebut meningkat menjadi 1012, dan di tahun 2004 meningkat lebih dari
dua kali lipat menjadi 2041 patch jumlah tersebut ditemukan di seluruh plot
sample. Berdasarkan Liu et al. (2009) jumlah patch yang semakin meningkat
mengindikasikan terjadinya fragmentasi.
Pada tahun 2014 dan 2024, jumlah patch kelas tutupan hutan semakin
menurun dan tidak ditemukan di semua sample plot. Hal ini menunjukkan bahwa
pada periode 2014 dan prediksi di tahun 2024 kelas tutupan hutan semakin
menghilang. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah patch yang terus menurun dan luas
patch yang semakin kecil. Menurut Tapia-Armijos et al. (2015) hubungan antara
semakin meningkatnya jumlah pacth dan semakin menurunnya ukuran setiap pacth
maka proses fragmentasi sedang terjadi. Proses fragmentasi tersebut terjadi saat
periode 1988 sampai 2004, sedangkan pada periode 2004 sampai 2024 proses yang
terjadi adalah hilangnya kelas tutupan hutan di beberapa wilayah yaitu Kecamatan
Mersam, Kecamatan Tembesi, dan Kecamatan Marosebo Ulu.
3000
2000 2041
1012
1000 854
527 343
0
1988 1994 2004 2014 2024
Gambar 23 Jumlah Patch Kelas Tutupan Hutan Dalam Sample Plot SDI
Pada tahun 1988 sampai 2024 terjadi tren perubahan nilai LPI yang mana
antara 1988 sampai 2004 terjadi penuruan dengan nilai rata-rata secara berturut-
turut sebesar 73,39; 61,54; dan 50,51 (Tabel 17). Tingkat dominansi kelas tutupan
hutan pada fase tersebut mengalami penurunan, hal ini menunjukkan terus
terjadinya fragmentasi lahan akibat perubahan tutupan lahan. Kemudian pada fase
berikutnya yaitu pada tahun 2014 dan 2024 LPI meningkat kembali dengan nilai
52,55 dan 53,55. Pada periode tersebut peningkatan nilai LPI karena semakin
meningkatnya heterogenitas tutupan lahan di Kabupaten Batanghari. Menurut Daye
dan John (2015) bahwa bukti meningkatnya fragmentasi lanskap adalah dengan
berkurangnya nilai rata-rata ukuran patch yang mendominasi suatu wilayah atau
lanskap tersebut.
Tabel 17. Nilai Perubahan LPI
Nilai LPI
Kecamatan
1988 1994 2004 2014 2024
Mersam 80,63580 60,00864 57,21836 49,61543 48,02407
Muara Bulian 57,91667 40,77546 34,89352 47,70679 47,65226
Pemayung 81,38529 69,23071 75,29630 59,01183 60,05195
Bathin XXIV 67,20679 64,28009 45,31250 53,52881 52,82305
Bajubang 83,58025 54,75412 54,68827 55,26852 59,03395
Tembesi 60,44239 56,75309 36,05761 31,42078 35,36626
Maro Sebo Ilir 61,75103 61,74691 40,63889 63,24177 64,49794
Marosebo Ulu 94,23148 84,77469 59,99630 60,67515 60,96065
Min 57,91 40,77 34,89 31,42 35,36
Max 94,23 84,77 75,26 63,24 64,49
Rata-rata 73,39 61,54 50,51 52,55 53,55
38
Simpulan
perubahan tutupan lahan yang terjadi dalam periode 1988 sampai 2014
mengakibatkan nilai SDI terus terjadi peningkatan dan LPI yang menurun, sehingga
tingkat fragmentasi semakin tinggi. Kemudian pada tahun 2024 diproyeksikan
bahwa Kabupaten Batanghari akan semakin terfragmentasi. Tingkat fragmentasi
tertinggi terjadi di Kecamatan Mersam, Marosebo Ulu, dan Tembesi.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Perkebunan Sawit
(Kecamatan Mersam)
Titik Koordinat:
10255'23.081"E 131'55.24"S
No Foto: 170c
Titik Koordinat:
10255'26.67"E 132'40.951"S
No Foto: 169d
Titik Koordinat:
1032'20.456"E 140'51.471"S
No Foto: 158c
Titik Koordinat:
10250'5.099"E 136'18.193"S
No Foto: 185d
43
Hutan
(Kecamatan Bathin XXIV)
Titik koordinat:
10257'17.627"E 154'41.216"S
No Foto: 212
Pemukiman Warga
(Kecamatan Bathin XXIV)
Titik koordinat:
10257'51.541"E 154'42.384"S
No Foto: 208c
Titik koordinat:
10318'2.298"E 142'40.634"S
No Foto: 140
Semak Belukar
(Kecamatan Bathin XXIV)
Titik koordinat:
1030'19.998"E 148'26.214"S
No Foto: 201
44
Lahan Terbuka
(Kecamatan Muara Bulian)
Titik koordinat:
10313'10.633"E 144'47.657"S
No Foto: 220a
Titik Koordinat:
10314'36.581"E 155'15.27"S
No Foto: 148
Titik Koordinat:
10311'30.587"E 149'27.973"S
No Foto: 219
Titik Koordinat:
10321'4.917"E 138'16.145"S
No Foto: 102
45
Tahun 2004
47
Tahun 1988
48
Lahan Terbuka
Keterangan: Lahan ini meliputi aktivitas pembukaan lahan untuk kelapa sawit, pembakaran,
aktivitas pertambangan, bukaan lahan untuk pemukiman, dan tanah terbuka yang belom
dimanfaatkan. Kenampakan pada citra dicirikan berwarna merah muda, tekstur kasar dan
berkelompok, pada bagian pinggir biasanya berasosiasi dengan hutan atau kebun campuran.
Badan Air
Keterangan: Kondisi penggunaan lahan biasanya berupa sungai, danau, dan lahan basah.
Kenampakan pada citra dicirikan dengan warna biru atau biru kehitaman, pola tekstur teratur
dan halus, biasanya berasosiasi di sekitar sungai batanghari, pematang sawah atau petak-petak
tanah tergenang air, dan danau/waduk.
Hutan
Keterangan: Kondisi penggunaan berupa hutan lindung, hutan rakyat, hutan produksi, dan
hutan adat. Kenampakan pada citra berwarna hijau tua dengan tekstur yang halus dan
mengelompok mencirikan tajuk yang berkesinambungan mengelompok.
Kebun campuran
Sawit
Keterangan: Kondisi pemanfaatan lahan untuk perkebunan kelapa sawit baik milik
perusahaan maupun masyarakat. Kenampakan pada citra terlihat jelas berwarna hijau dan
bertekstru halus, memiliki luasan yang cukup luas, dan sangat erat berasosiasi dengan lahan
terbuka atau hutan. Biasanya terlihat berpetak yang terbentuk jelas dari jalur pembukaan lahan
yang sangat luas.
49
Lahan terbangun
Semak
Keterangan: Berupa semak belukar yang didominasi oleh semak dan terdapat pula
sekelompok pohon dengan ketinggian kurang dari 2 meter. Kenampakan pada citra berwarna
hijau muda kecokelatan atau kekuningan, pola kasar, dan biasanya berasosiasi dengan kebun
campuran, lahan terbuka, jalan, dan perkampungan.
Awan ----
Keterangan: Pada citra nampak jelas berwarna putih dengan pinggiran sedikit kemerahan
(merah muda). Tekstur halus, bentuknya jelas sebagai awan individu atau mengelompok.
Karet
Keterangan: Berupa perkebunan karet masyarakat atau industri. Pada citra nampak jelas
berwarna hijau kecokelatan dengan tekstur yang halus, pola mengelompok, memiliki luasan
yang cukup luas, dan biasanya berasosiasi dengan kebun campuran atau hutan.
50
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal 4 April 1989 sebagai anak
ketujuh dari delapan bersaudara dari pasangan Abdul Rochim dan Umami. Penulis
menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 5 Bogor pada tahun 2007.
Penulis pernah menempuh pendidikan di Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2007 sampai tahun 2009,
kemudian pindah Jurusan ke Departemen Arsitektur Lanskap. Penulis mendapatkan
gelar sarjana di Departemen Arsitektur Lanskap IPB pada tahun 2013.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di dalam Organisasi
Kemahasiswaan. Pada tahun 2007 penulis diamanahi di Dewan Perwakilan
Mahasiswa TPB IPB sebagai Ketua Komisi Keuangan, kemudian pada tahun 2009
penulis diamanahi di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian IPB sebagai
Sekretaris Umum. Pada tingkat akhir penulis juga aktif di Dewan Perwakilan
Mahasiswa KM IPB sebagai Ketua Komisi III dan Majelis Permusyawaratan KM
IPB sebagai anggota Kebijakan Publik. Selama menempuh pendidikan penulis
pernah mendapatkan program beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik)
tahun 2009, kemudian pada tahun 2010 dan 2011 mendapatkan program beasiswa
serta pelatihan kepemimpinan dari Yayasan Goodwill International dengan
program Goodwill International Leadership and Training Programme.
Pada tahun 2013 penulis kembali menempuh pendidikannya di Program
Pascasarjana Arsitektur Lanskap IPB dengan mendapatkan Beasiswa Pendidikan
Tinggi Dalam Negeri (BPPDN) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(DIKTI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Selama
studi pascasarjana penulis aktif di Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB sebagai
Anggota Divisi Kebijakan Publik pada tahun 2014. Pada tahun 2015 penulis
dilantik sebagai Ketua Hubungan Antar Lembaga, lalu diangkat menjadi Sekjen
Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB hingga akhir kepengurusan. Pada tahun 2016
penulis diamanahi sebagai Dewan Penasehat Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB.
Dalam bidang akademik, penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah dan
praktikum Perencanaan dan Pendesainan Lanskap di Program Pascasarjana
Arsitektur Lanskap IPB tahun 2015.
Artikel yang berjudul Analysis of Land Cover Change and Landscape
Fragmentation in Batanghari Regency, Jambi Province telah dipresentasikan
dalam seminar internasional (CITIES International Conference 2015: Intelligent
Planning Towards Smart Cities) pada tanggal 3 November 2015 di Surabaya.
Kemudian diterima sebagai publikasi internasional dalam Procedia Social and
Behavioral Sciences yang di terbitkan oleh Elsevier Ltd.