SNAKE BITE
OLEH
dr. Lili Hasanah
PENDAMPING
dr. Sherly Monalisa
1
PORTOFOLIO KASUS EMERGENCY
Nama Pasien :S
2
BORANG PORTOFOLIO KASUS BEDAH
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien belum ada berobat sebelumnya
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada berhubungan
3
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien seorang ibu rumah tangga
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :
Pasien tinggal bersama suami dan anak-anaknya di rumah semipermanen.
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Snake bite
2. Tatalaksana snake bite
3. Edukasi keluarga
Daftar pustaka
1) Gold, Barry S.,Richard C. Dart.Robert Barish. 2002. Review Article : Current Concept Bites
Of Venomous Snakes. N Engl J Med, Vol. 347, No. 5August 1, 2002
2) WHO. 2005. Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East Asia
Region.
3) Kasturiratne A, Wickremasinghe AR, de Silva N, Gunawardena NK, Pathmeswaran A, et al.
2008. The Global Burden of Snakebite: A Literature Analysis and Modelling Based on
Regional Estimates of Envenoming and Deaths. PLoS Med 5(11): e218.
doi:10.1371/journal.pmed.0050218
4) Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM, 2012. Penatalaksanaan Keracunan
Akibat Gigitan Ular Berbisa. Available from : www.pom.id
4
1. Subjektif :
nyeri pada kaki kanan setelah digigit ular satu jam yang lalu saat pasien sedang
berjalan di pinggir jalan yang dekat dengan sawah. Nyeri seperti ditusuk-
tusuk dan menjalar hingga ke betis pasien.
Pasien mengaku tidak tahu jenis maupun warna kulit ular yang menggigitnya
Pasien mengeluhkan nyeri dada dan sesak nafas saat ini
Mual dan muntah tidak ada
Demam tidak ada
Pusing dan Nyeri kepala tidak ada
Pandangan kabur tidak ada
BAB dan BAK setelah digigit ular tidak ada keluhan
2. Objektif :
a. Vital Sign
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Composmentis Cooperative
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 84x/menit
Frekuensi nafas : 28x/menit
Suhu : 37,10C
b. Pemeriksaan Sistemik
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor 3 mm /
3 mm, refleks cahaya +/+ normal.
Thoraks :
o Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat.
P : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V.
P : Batas jantung normal.
5
A : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-).
o Paru
I : Gerak dada simetris kiri dan kanan.
P : Fremitus dada kiri dan kanan sama.
P : Sonor.
A : Suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada.
Abdomen : supel,Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik.
Status Lokalis :
Regio pedis (D):
Tampak luka bekas gigitan berupa 2 buah lubang bekas taring di
punggung kaki disertai edema dan eritem disekitar luka.
c. Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
o Hb : 15,5 gr/dl
o Leukosit : 11.300/mm3
o Eritrosit : 5.210.000/mm3
o Trombosit : 253.000/mm3
o Hematokrit : 43%
3. Assessment :
Telah dilaporkan kasus seorang pasien perempuan, umur 31 tahun,
dengan diagnosis snake bite. Dasar penegakkan diagnosis pada pasien ini
berdasarkan anamnesis, pasien mengeluhkan nyeri pada kaki kanan setelah
digigit ular satu jam yang lalu saat pasien sedang berjalan di pinggir jalan yang
dekat dengan sawah. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan menjalar hingga ke betis
pasien. Pasien mengaku tidak tahu jenis maupun warna kulit ular yang
menggigitnya. Pasien mengeluhkan nyeri dada dan sesak nafas. Dari
6
pemeriksaan fisik pasien tampak luka bekas gigitan berupa 2 buah lubang
bekas taring di punggung kaki disertai edema dan eritem disekitar luka.
Pada kasus gigitan ular penting untuk mengetahui apakah ular tersebut
berbisa atau tidak berbisa. Gigitan ular berbahaya jika ularnya tergolong jenis
berbisa. Berdasarkan teori, untuk membedakan apakah ular berbisa atau tidak
diketahui berdasarkan jenis ular, gambaran luka gigitan, serta gambaran klinis
dari korban gigitan ular. Pada kasus ini, diketahui bahwa korban tidak tahu
jenis, corak, maupun warna ular yang menggigitnya, sehingga untuk
menentukan ular tersebut berbisa atau tidak didapatkan berdasarkan
gambaran bekas gigitan berupa 2 buah lubang bekas taring yang merupakan
tanda ular berbisa.
Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah
menghalangi/ memperlambat absorbsi bisa ular, menetralkan bisa ular yang
sudah masuk ke dalam sirkulasi darah, serta mengatasi efek lokal dan
sistemik. Pada pasien ini segera dilakukan cross insision dan pemberian anti
bisa ular.
4. Plan :
Diagnosis klinis :
Snake bite
Tatalaksana :
Cross insision
Infiltrasi ABU 0,5 cc ditiap luka gigitan
IVFD D5% + 2 vial ABU 8 jam/kolf, dialnjutkan IVFD RL 12 jam/kolf
Levofloksasin Infus 1x500 mg
Ketorolac 2x1 amp
Ranitidin 2x1 amp
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
7
Luka gigitan adalah cidera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan atau
manusia. Kasus Snake Bite atau kasus gigitan ular temasuk kasus yang sering
dijumpai di Unit Gawat Darurat.
Spesies ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa.
Tabel. Perbedaan Ular Berbisa dan Ular Tidak Berbisa
Tidak berbisa Berbisa
Bentuk Kepala Bulat Elips, segitiga
Gigi Taring Gigi Kecil 2 gigi taring besar
Bekas Gigitan Lengkung seperti U Terdiri dari 2 titik
Warna Warna-warni Gelap
8
saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf
pernapasan dan jantung. Penyebaran bisa ular ke seluruh tubuh melalui
pembuluh limfe.
D. Diagnosa
9
1. Anamnesis
Anamnesis yang tepat seputar gigitan ular serta progresifitas gejala dan tanda baik
lokal dan sistemik merupakan hal yang sangat penting.
Empat pertanyaan awal yang bermanfaat :
1. pada bagian tubuh mana anda terkena gigitan ular?
Dokter dapat melihat secara cepat bukti bahwa pasien telah digigit ular
(misalnya, adanya bekas taring) serta asal dan perluasan tanda envenomasi lokal.
2. kapan dan pada saat apa anda terkena gigitan ular?
Perkiraan tingkat keparahan envenomasi bergantung pada berapa lama waktu
berlalu sejak pasien terkena gigitan ular. Apabila pasien tiba di rumah sakit
segera setelah terkena gigitan ular, bisa didapatkan sebagian kecil tanda dan
gejala walaupun sejumlah besar bisa ular telah diinjeksikan. Bila pasien digigit
ular saat sedang tidur, kemungkinan ular yang menggigit adalah Kraits (ular
berbisa), bila di daerah persawahan, kemungkinan oleh ular kobra atau russel
viper (ular berbisa), bila terjadi saat memetik buah, pit viper hijau (ular berbisa),
bila terjadi saat berenang atau saat menyebrang sungai, kobra (air tawar), ular
laut (laut atau air payau).
3. perlakuan terhadap ular yang telah menggigit anda?
Ular yang telah menggigit pasien seringkali langsung dibunuh dan dijauhkan
dari pasien. Apabila ular yang telah menggigit berhasil ditemukan, sebaiknya
ular tersebut dibawa bersama pasien saat datang ke rumah sakit, untuk
memudahkan identifikasi apakah ular tersebut berbisa atau tidak. Apabila spesies
terbukti tidak berbahaya (atau bukan ular samasekali) pasien dapat segera
ditenangkan dan dipulangkan dari rumah sakit
10
mengeluhkan kantuk, kelopak mata yang serasa terjatuh, pandangan kabur atau
ganda, kemungkinan menandakan telah beredarnya neurotoksin.
2.Pemeriksaan fisik
Tidak ada cara yang sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa yang berbahaya.
Beberapa ular berbisa yang tidak berbahaya telah berkembang untuk terlihat hampir
identik dengan yang berbisa. Akan tetapi, beberapa ular berbisa yang terkenal dapat
dikenali dari ukuran, bentuk, warna, pola sisik, prilaku serta suara yang dibuatnya
saat merasa terancam.
Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kelapa segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan
pada luka bekas gigitan tedapat bekas gigi taring.
Gambar. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) Ular
berbisa dengan bekas taring (Sumber : Sentra Informasi Keracunan Nasional adan
POM, 2012)
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada
korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke
tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku,
dan kepala menjadi pening.
Tanda dan Gejala Lokal pada daerah gigitan:
a. Tanda gigitan taring (fang marks)
b. Nyeri lokal
c. Perdarahan lokal
11
d. Kemerahan
e. Limfangitis
f. Pembesaran kelenjar limfe
g. Inflamasi (bengkak, merah, panas)
h. Melepuh
i. Infeksi lokal, terbentuk abses
j. Nekrosis
12
c. Perdarahan dan gangguan pembekuan darah (Viperidae)
perdarahan yang berasal dari luka yang baru saja terjadi (termasuk perdarahan yang
terus-menerus dari bekas gigitan (fang marks) dan dari luka yang telah menyembuh
sebagian (oldrus-mene partly-healed wounds), perdarahan sistemik spontan dari
gusi, epistaksis, perdarahan intrakranial (meningism, berasal dari perdarahan
subdura, dengan tanda lateralisasi dan atau koma oleh perdarahan cerebral),
hemoptisis, perdarahan perrektal (melena), hematuria, perdarahan pervaginam,
perdarahan antepartum pada wanita hamil, perdarahan mukosa (misalnya
konjunctiva), kulit (petekie, purpura, perdarahan diskoid, ekimosis), serta perdarahan
retina.
d. Neurologis (Elapidae, Russel viper)
mengantuk, parestesia, abnormalitas pengecapan dan pembauan, ptosis,
oftalmoplegia eksternal, paralisis otot wajah dan otot lainnya yang dipersarafi nervus
kranialis, suara sengau atau afonia, regurgitasi cairan melaui hidung, kesulitan untuk
menelan sekret, paralisis otot pernafasan dan flasid generalisata.
e. destruksi otot Skeletal ( sea snake, beberapa spesies kraits, Bungarus niger and B.
candidus, western Russells viper Daboia russelii)
nyeri seluruh tubuh, kaku dan nyeri pada otot, trismus, myoglobinuria, hiperkalemia,
henti jantung, gagal ginjal akut.
f. Sistem Perkemihan
nyeri punggung bawah, hematuria, hemoglobinuria, myoglobinuria, oligouria/anuria,
tanda dan gejala uremia ( pernapasan asidosis, hiccups, mual, nyeri pleura, dan lain-
lain)
g. gejala endokrin
insufisiensi hipofisis/kelenjar adrenal yang disebabkan infark hipofisis anterior. Pada
fase akut : syok, hipoglikemia. Fase kronik (beberapa bulan hingga tahun setelah
gigitan) : kelemahan, kehilangan rambut seksual sekunder, kehilangan libido,
amenorea, atrofi testis, hipotiroidism
F. Penatalaksanaan
Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah:
13
1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan
ular sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh
korban sendiri atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan
pertolongan pertama adalah untuk menghambat penyerapan bisa,
mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum
mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini
yang membahayakan. Langkah-langkah pertolongan yang dilakukan adalah
menenangkan korban yang cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak)
bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau menyangga dengan
kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot
dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah bening;
pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari
gangguan terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa
dan menimbulkan pendarahan lokal.
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang
aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk
mencegah peningkatan penyerapan bisa. Beberapa alat transportasi yang
dapat digunakan untuk membawa pasien adalah tandu, sepeda, motor, kuda,
kereta, kereta api, atau perahu, atau pasien dapat dipikul (dengan firemans
metode). Pasien diposisikan miring (recovery posotion) bila ia muntah dalam
perjalanan
3. Pengobatan gigitan ular
Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan ular.
Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat
peredaran darah), insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat
gigitan, pendinginan daerah yang digigit.
14
aliran darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang
lebih berat.
c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi
penatalaksanaan jalan nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan;
penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu dilaksanakan bila
kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock, shock perdarahan,
kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat
terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka,
serta kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal.
d. Pemberian suntikan antitetanus, bila korban pernah mendapatkan toksoid
maka diberikan satu dosis toksoid tetanus.
e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara
intramuskular.
f. Pemberian analgesik untuk menghilangkan nyeri.
g. Pemberian serum antibisa.
15
perlahan-lahan. Dosis untuk anak-anak sama atau lebih besar daripada dosis untuk
dewasa.
Efek Samping Serum Anti Bisa Ular
Meskipun pemberian antiserum akan menimbulkan kekebalan pasif dan
memberikan perlindungan untuk jangka waktu pendek, tapi pemberiannya harus
hari-hati, mengingat kemungkinan terjadinya reaksi sampingan yang dapat berupa :
1. Reaksi anafilaktik (anaphylactic shock)
Dapat timbul dengan segera atau beberapa jam setelah suntikan
2. Penyakit serum (serum sickness)
Dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan dan dapat berupa kenaikan suhu,
gatal-gatal, sesak nafas dan lain-lain gejala alergi. Reaksi ini jarang timbul
bila digunakan serum yang sudah dimurnikan
3. Kenaikan suhu (demam) dengan menggigil
Biasanya timbul setelah pemberian serum secara intravena
4. Rasa nyeri pada tempat suantikan
Biasanya timbul pada penyuntikan serum dengan jumlah besar reaksi ini
terjadi dalam pemberian 24 jam
Oleh karena itu, pemberian serum harus berdasarkan atas indikasi yang tajam.
16
tergigit pada jari-jari ( jari kaki dan khususnya jari tangan). Pembengkakan yang
meluas ( misalnya di bawah pergelangan tangan atau mata kaki pada beberapa jam
setelah gigitan pada tangan dan kaki), pembesaran kelenjar getah bening pada
kelenjar getah bening pada ekstremitas yang terkena gigitan.
Pemberian anti bisa ular dapat menggunakan pedoman dari Parrish, seperti
tabel di bawah ini :
Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001):
Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam,
jika derajat meningkat maka diberikan SABU
17
Anti bisa ular harus diberikan segera setelah memenuhi indikasi. Anti bisa ular dapat
melawan envenomasi (keracunan) sistemik walaupun gejala telah menetap selama
beberapa hari, atau pada kasus kelainan haemostasis, yang dapat belangsung dua
minggu atau lebih. Untuk itu, pemberian anti bisa tepat diberikan selama terdapat
bukti terjadi koagulopati persisten. Apakah antibisa ular dapat mencegah nekrosis
lokal masih menjadi kontroversi, namun beberapa bukti klinins menunjukkan bahwa
agar antibisa efektif pada keadaan ini, anti bisa ular harus diberikan pada satu jam
pertama setelah gigitan.
18