Pembimbing:
dr. Hj. Sasmoyohati, Sp.S (K)
Oleh :
Bramulya Subagiyo
112016072
Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat
mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian Neurologi RSPAD Gatot Subroto Jakarta
Mengetahui,
Pembimbing
1
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa laporan kasus departemen neurologi
yang berjudul Stroke Hemoragik dapat tersusun dan terselesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih kami ucapkan kepada dr. Hj. Sasmoyohati, Sp.S (K), selaku
pembimbing penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan kasus stroke
hemoragik, mulai dari pengertian hingga penatalaksanaannya pada pasien yang dirawat inap
selama masa kepaniteraan klinik penulis di Rumah Sakit Umum Pusat Angkatan Darat Gatot
Soebroto, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan mendukung penerapan
klinis yang lebih baik dalam memberikan kontribusi positif sistem pelayanan kesehatan
secara optimal.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih banyak
terdapat kekurangan di dalam penulisannya, baik di dalam penyusunan kalimat maupun di
dalam teorinya, mengingat keterbatasan dari sumber referensi yang diperoleh penulis serta
keterbatasan penulis selaku manusia biasa yang selalu ada kesalahan. Oleh karena itu, penulis
membutuhkan kritik dan saran. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
BAB. 2
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. SW
Umur : 68 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Status pernikahan : Sudah menikah
Suku bangsa : WNI
Tanggal masuk : 24 November 2016
Dirawat yang ke : III
Tanggal pemeriksaan : 24 Desember 2016
Anamnesa : Alloanamnesa
Keluhan utama : Lemah anggota gerak kanan sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit
Keluhan tambahan :Kesulitan Bicara, mulut mencong ke kiri, muntah dan nyeri kepala
Pasien datang dengan keluhan lemah anggota gerak kanan sejak 9 jam sebelum masuk
rumah sakit. Kronologis terjadinya keluhan yaitu saat pasien melakukan kegiatan arisan pada
siang hari dirumah, pasien tiba tiba merasakan anggota gerak bagian kanan menjadi lemah,
sakit kepala yang hebat, penurunan kesadaran dan muntah sebanyak 2 kali berisi air kurang
lebih sebanyak 1 gelas aqua kecil. Kelemahan anggota gerak diketahui setelah pasien
kesulitan berbicara serta sulit untuk mengerakan tangan dan kakinya saat ingin bergerak.
Kelemahan anggota gerak dirasakan mendadak tidak perlahan lahan dan langsung pada
lengan atas, bawah dan telapak tangan serta pada tungkai atas dan bawah kanan. Anak pasien
tidak mengetahui berapa lama pasien mengalami penurunan kesadaran. Pasien mengalami
muntah dan nyeri kepala setelah merasa kesulitan bergerak karena kelemahan anggota
geraknya. Keluhan muntah tidak didahului dengan mual. Pasien juga mengalami kesulitan
bicara serta wajah yang miring dan mulut mencong ke kiri. Tidak ada riwayat trauma pada
kepala, selain itu juga tidak ada gangguan makan dan minum dan tidak ada gangguan
menahan buang air besar dan kecil. Kejang, dan kesulitan menelan disangkal.
4
Pada sore harinya pasien langsung pergi dibawa oleh anak dan adiknya ke RSPAD
dan masuk ke ruang IGD. Di Ruang IGD dan dilakukan pemeriksaan CT-scan. Dari hasil
pemeriksaan CT-scan didapatkan adanya perdarahan pada kepala pasien. Keluhan kelemahan
tangan dan kaki pasien tidak ada perbaikan atau perburukan, namun keluhan sakit kepala
pasien mulai berkurang. Pasien dirawat di igd selama 2 hari, lalu pasien dipindahkan ke unit
stroke.
Stroke : pada tahun 2000 dirawat di unit stroke RSPAD selama 1 bulan, tahun 2013
dirawat di unit stroke RSPAD kurang lebih 1 minggu
Hipertensi: Memiliki tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol
Diabetes Melitus : kencing manis yang tidak terkontrol
Sakit jantung : Disangkal
Trauma : Disangkal
Sakit kepala sebelumnya : Disangkal
Migren : Disangkal
Pasien memiliki ibu yang mempunyai riwayat hipertensi yang tidak terkontrol
dan sudah meninggal akibat usia tua. Selain itu pasien juga memiliki kakak laki - laki yang
menderita diabetes mellitus.
Riwayat Sosial
Pasien tinggal dirumah bersama anaknya. Rumah pasien terletak di pemukiman padat
penduduk. Pasien tidak merokok, tidak minum alcohol dan bersoda.
Pemeriksaan Fisik :
5
Status Internus
Keadaan umum : Sakit sedang
Gizi : Baik
Tanda-tanda vital:
Tekanan darah kanan : 140/75 mmHg
Tekanan darah kiri : 140/75 mmHg
Nadi kanan : 86x/menit
Nadi kiri : 84x/menit
Pernafasan : 13x/menit
Suhu : 36.9oC (per aksila)
Limfonodi : Tidak teraba perbesaran
Jantung : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba pembesaran
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-)
Status Psikiatri
Status Neurologis :
Leher
- Sikap : Normal
- Gerakan : Normal
- Vertebra : Normal
- Nyeri tekan : Tidak ditemukan
Tanda Rangsang Meningeal
- Kaku kuduk : +
- Laseque : <700 / >700
- Kernig : >1350 / >1350
6
- Brudzinski I :-/-
- Brudzinski II :-/-
Nervus Kranialis
N. I (Olfaktorius)
Daya penghidu : Tidak dapat dinilai
N. II (Optikus)
Ptosis : -/-
Strabismus : -/-
Nistagmus : -/-
Exopthalmus : -/-
Enopthalmus : -/-
o Lateral : +/+
o Medial : +/+
o Atas lateral : +/+
o Atas medial : +/+
o Bawah lateral : +/+
o Bawah medial : +/+
o Atas : +/+
o Bawah : +/+
o Gaze : Baik
Pupil
7
o Posisi : di tengah
o Reflek cahaya langsung :+/+
o Reflek cahaya tidak langsung :+/+
o Reflek akomodasi/konvergensi :+/+
N. V (Trigeminus)
o Menggigit : baik / baik
o Membuka mulut : baik / baik
o Sensibilitas atas : Tidak dilakukan
o Sensibilitas tengah : Tidak dilakukan
o Sensibilitas bawah : Tidak dilakukan
o Reflek masseter : negatif
o Reflek zigomatikus : negatif
o Reflek kornea :+
o Reflek bersin : Tidak dilakukan
N. VII (Fasialis)
Pasif
o Kerutan kulit dahi : Simetris kanan dan kiri
o Kedipan mata : Simetris kanan dan kiri
o Lipatan nasolabial : asimetris, kanan lebih datar
o Sudut mulut : asimetris, kanan lebih datar
Aktif
Mengerutkan dahi : Lateralisasi dari kanan ke kiri
Mengerutkan alis : Simetris
Menutup mata : Simetris dan kuat
Meringis : mulut mencong ke kiri
Menggembungkan pipi : pipi kanan lebih lemah dibandingkan kiri
Gerakan bersiul : mulut lebih mencong ke kiri
Daya pengecapan lidah 2/3 depan: Tidak dilakukan
Hiperlakrimasi : Tidak ada
Lidah kering : Tidak ada
N. VIII (Vestibulokoklearis)
o Suara gesekan jari tangan : +/+
o Mendengar detik jam : +/+
o Tes Swabach : Tidak dilakukan
o Tes Rinne : Tidak dilakukan
o Tes Weber : Tidak dilakukan
N. IX (Glossofaringeus)
8
N. X (Vagus)
o Denyut nadi : Teraba, reguler
o Arkus pharynx : Simetris
o Bersuara : Tidak jelas
o Menelan : Baik
N. XI (Aksesorius)
o Memalingkan kepala : Baik
o Sikap bahu : Simetris
o Mengangkat bahu :+/+
N. XII (Hipoglosus)
o Menjulurkan lidah: Sedikit mencong ke kanan
o Kekuatan lidah : +/+
o Atrofi lidah : Tidak ditemukan
o Artikulasi : Disatria
o Tremor lidah : Tidak terdapat tremor lidah
Motorik :
Kekuatan :
1 1 1 1 3 3 3 3
1 1 1 1 3 3 3 3
9
Reflek Patologis
- Hoffman Trommer : -/-
- Babinski : +/+
- Chaddock : -/-
- Oppenheim : -/-
- Gordon : -/-
- Schaeffer : -/-
- Rosollimo : -/-
- Mendel Bechterew : -/-
- Klonus paha : -/-
- Klonus kaki : -/-
Sensorik
- Eksteroseptif
Nyeri : Baik / Baik
Suhu : Baik / Baik
Taktil : Baik / Baik
- Proprioseptif
Vibrasi : Baik / Baik
Posisi : Baik / Baik
Tekan dalam : Baik / Baik
Fungsi Luhur
- Fungsi bahasa : Tidak dilakukan
- Fungsi orientasi : Tidak dilakukan
- Fungsi memori : Tidak dilakukan
- Fungsi emosi : Baik
- Fungsi kognisi : Tidak dilakukan
10
Pemeriksaan Penunjang
HASIL
JENIS
1-12-2016 NILAI RUJUKAN
PEMERIKSAAN SAAT INI
09:19:28
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 13,50 12-16 g/dL
Hematokrit 40 37-47%
Eritrosit 4.6 4.3-6.0 juta/L
Leukosit 6130 4,800-10,800/ L
Trombosit 374000 150,000-400,000/ L
MCV 87 80-96 fL
MCH 30 27-32 pg
MCHC 34 32-36 g/dL
KIMIA KLINIK
GD Puasa 103 87 70-100 mg/dL
GD 2 jam PP 207 100 < 140 mg/dL
URINALISIS
Urin lengkap
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Berat jenis 1.015 1.000 1.030
pH 8.0 5.0 8.0
Protein +/Positif 1 Negative
Glukosa Negative Negative
Keton Negative Negative
Darah Negative Negative
Bilirubin Negative Negative
Urobilinogen 1.0 0.1 1.0 mg/dL
Nitrit Positif Negative
Leukosit esterase ++ / positif 2 Negative
SEDIMEN URIN
Leukosit 4-5-4 < 5 / LPB
Eritrosit 0-0-1 < 2 / LPB
Silinder Negative Negative
Epitel + / positif 1 Positif
Kristal Negative Negative
11
12
CT- Scan Kepala
13
Tampak lesi hiperdens berdensitas perdarahan dengan perifokal edema di kapsula
interna dan eksterna kanan, basal ganglia kanan hingga penventrikel lateralis kanan
berukuran +/- 3.4 x 2.9 x 3.2 cm, estimasi volume 16,4 cc. lesi tersebut tampa menekan dan
menyempitkan ventrikel lateralis kanan kornu anterior dan menyebabkan pergeseran mid line
ke kiri sejauh +/- 0,66 cm. Ventrikel lateral kanan kornu posterior, ventrikel lateralis kiri serta
ventrikel III tampak dilatasi. Tampak lesi hipodens berbatas tegas di subkortikal lobus
parietal kanan. Sulci perifer sistema system maupun fissure Sylvii melebar dengan gyrii
prominen. Perselubungan sinus maksila kanan, etmoid posterior kiri sinus sphemoid kiri.
Penebalan mukosa berbentuk kubah di dinding mediobasal sinus maksila kiri.
Kesan :
Jantung kesan tidak membesar. Aorta elongasi dan kalsifikasi. Mediastinum superior
tidak melebar. Hilus tidak menebal. Corakan bronkovaskular paru baik. Tidak terdapat
14
Kesan:
Resume
Pasien wanita 68 tahun datang dengan keluhan lemas anggota gerak kanan sejak 9
jam sebelum masuk rumah sakit disertai kesulitan berbicara. Keluhan muncul tiba tiba saat
pasien sedang arisan disertai dengan sakit kepala di kepala, bicara menjadi pelo, bibir
mencong ke kiri., sakit kepala yang hebat serta muntah. Riwayat trauma (-), kejang (-),
kesulitan menelan (-), mual (-). Tidak ada gangguan buang air besar maupun kecil. Pernah di
rawat dirumah sakit karena stroke pada tahun 2000 dan 2013. Memiliki riwayat darah tinggi
yang tidak terkontrol dan kencing manis yang tidak terkontrol.
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 140/75 mmHg dan ditemukan
adanya parese pada N.VII sinistra dan N.XII sinistra serta kelemahan pada anggota gerak
kanan dengan masing skor lengan kanan dan kaki kanan 1111-1111, skor lengan kiri dan kaki
kiri 3333, 3333. Reflex fisiologis kanan dan kiri meningkat dan juga reflex patologis yaitu
babinski dan laseque hanya pada kaki kanan positif.
Pemeriksaan penunjang didapati hasil laboratorium darah rutin dalam batas normal.
Dari hasil laboratorium urin lengkap didapatkan protein positif 1, dan leukosit esterase positif
2, dan pada uji sedimen urin dalam batas normal. Hasil CT-scan kepala menunjukan kesan
Perdarahan intraparenkimal dengan perifokal edema di kapsula interna dan eksterna kanan,
basal ganglia kanan hingga periventrikel lateralis kanan dengan estimasi volume 16,4 cc yang
menyebabkan herniasi subfalcine ke kiri sejauh +/- 0,66 cm dan infark subkortikal lobus
parietal kiri. Pada foto rontgen thorak diapatkan kesan tidak ada kelainan.
Diagnosis
15
SKO TOTAL SKOR
R
16
1.TIA sebelum serangan 1 0
2.Permulaan serangan : 6,5
- Sangat mendadak (1-2 menit) 6,5
- Mendadak (beberapa menit 1 jam) 6,5
- Pelan-pelan (beberapa jam) 1
3.Waktu serangan : 1
- Waktu kerja 6,5
- Waktu istirahat / tidur 1
- Waktu bangun tidur 1
5.Muntah : 7,5
- Langsung habis serangan 10
- Mendadak (beberapa menit beberapa jam) 7,5
- Pelan (satu hari atau lebih) 1
- Tak ada 0
6.Kesadaran : 10
- Hilang waktu serangan (langsung) 10
- Hilang mendadak (beberapa menit beberapa jam) 10
- Hilang pelan-pelan (satu hari atau lebih) 1
- Hilang sementara kemudian sadar pula (sepintas) 1
- Tidak ada 0
7.Tekanan darah : 1
- Waktu serangan sangat tinggi ( > 200 / 110 ) 7,5
- Waktu MRS sangat tinggi ( > 200 / 110 ) 7,5
- Waktu serangan tinggi ( > 140 / 110 ; < 200 / 110 ) 1
- Waktu MRS tinggi (> 140 / 110 ; > 200 / 110 ) 1
17
8.Tanda rangsangan selaput otak 5
- Kaku kuduk hebat 10
- Kaku kuduk ringan 5
- Tidak ada 0
9.Fundus Okuli 0
- Perdarahan subhyaloid 10
- Perdarahan retina (flamed shaped) 7,5
- Normal 0
10.Pupil 0
- Isokor 0
- Anisokor 5
- Pin point kanan / kiri 10
- Midriasis kanan / kiri 10
- Kecil + reaksi lambat 10
- Kecil + reaktif 10
11.Darah 0
- Leukositosis > 10.000/mm3 1
- CPK meningkat 1
12.Febris : 0
- < 1 hari 1
- > 1 hari 0
TOTAL SKOR 39,5
Diagnosis klinis : Hemiparese duplex tipe UMN, parese N. VII central dan XII dextra
Diagnosis topik : Lobus parietal sinistra
Diagnosis etiologi : Stroke non Hemoragik
Terapi
Penatalaksanaan umum (5B) :
18
Breathing : Perhatikan kelancaran jalan nafas
Blood : Pemantauan tekanan darah,pada tahap awal tidak boleh segera
diturunkan karena dapat memperburuk keadaan,kecuali pada
kondisi hipertensi emergency(sistolik > 220 mmHg dan atau
daistolik >120 mmHg).
Brain : Hindari peningkatan TIK dan suhu tubuh meningkat
Bladder : Hindari infeksi saluran kemih dan perhatikan keseimbangan cairan
input dan output.
Bowel : Perhatikan kebutuhan cairan, kalori,dan hindari obstipasi
Medikamentosa
IVFD asering 1000 ml/24 jam
Citicoline 2 x 100 mg iv
Manitol 4 x 125 cc iv
Amlodipine 1 x 10 mg po
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Metformin 1 x 10 mg po
Valsartan 1 x 8 mg po
Non medikamentosa
Elevasi kepala 30 derajat
Prognosis
Follow up
25 November 2016
Thoraks bj I II regular
19
Motoric parese dextra
A: Stroke Hemorragik
Hipertensi
Diabetes mellitus
Manitol 4 x 125 cc iv
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Amlodipine 1 x 10 mg po
28 November 2016
A: Stroke Hemorragik
Hipertensi
Diabetes mellitus
Manitol 4 x 125 cc iv
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Amlodipine 1 x 10 mg po
29 November 2016
S: Pasien mengeluh anggota gerak kanan lemah disertai tubuh terasa lemas
20
O: Keadaan umum tampak sakit sedang, GCS E4M5Vafasia
A: Stroke Hemorragik
Hipertensi
Diabetes mellitus
Manitol 4 x 125 cc iv
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Amlodipine 1 x 10 mg po
30 November 2016
S: Pasien mengeluh anggota gerak kanan lemah disertai tubuh terasa lemas dan belum bisa
berkomunikasi
A: Stroke Hemorragik
Hipertensi
Diabetes mellitus
Manitol 4 x 125 cc
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Amlodipine 1 x 10 mg po
21
Metformin 1 x 10 mg po
2 Desember 2016
S: Pasien mengeluh anggota gerak kanan lemah dan belum bisa berkomunikasi
Hemiparese dextra
A: Stroke Hemorragik
Hipertensi
Diabetes mellitus
Manitol 4 x 125 cc iv
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Amlodipine 1 x 10 mg po
Metformin 1 x 10 mg po
6 Desember 2016
S: Pasien mengeluh anggota gerak kanan lemah dan belum bisa berkomunikasi
Hemiparese duplex
A: Stroke Hemorragik
Hipertensi
22
Diabetes mellitus
Citicolin 2 x 100 mg
Manitol 4 x 125 cc iv
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Amlodipine 1 x 10 mg po
Vasartan 1 x 8 mg po
Hemiparese duplex diambil karena kelemahan pada anggota gerak kanan dan kiri hal
ini didapat dari anamnesis dimana pasien ada kesulitan mengangkat tangan dan
menggenggam benda dan juga ada kesulitan dalam berdiri yang disebabkan kaki dan
tangannya lemah. Dari hasil pemeriksaan fisik juga diketahui kekuatan motorik kanan
tangan dan kaki berturut-turut 1111 dan 1111 dan kiri 3333 dan 3333 hal ini makin
mendukung adanya hemiparese duplex. Kelemahan pada anggota gerak ini disebabkan
23
adanya gangguan pada traktus piramidalis. Selanjtunya kita perlu menentukan apakah
hemiparese ini disebabkan uper motor neuron (UMN) atau lower motor neuron (LMN).
Upper motor neuron dicirikan adanya spastis, hipertoni, hiperrefleks, refleks patologis
meningkat dan tidak ada atrofi sedangkan pada lesi LMN motorik flaccid, hipotonus,
refleks fisiologis menurun, refleks patologis negatif dan atrofi pada otot. Pada kasus ini
terjadi hiperrefleks dan refleks patologis positif sedangkan tonus normal ini merupakan
ciri dari lesi pada UMN pada fase akut.
Diagnosis parese N.VII diambil karena adanya keluhan mulut mencong dan dari
pemeriksaan fisik didapatkan adanya kelemahan pada wajah pada sisi kanan. Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan kesulitan menyeringai dimana mulut mencong ke kiri,
mencucurkan bibir, bibir kiri lebih mencucurkan bibir dan pada menggembungkan pipi
kanan lebih lemah. Selanjutnya keluhan N.VII sentral dipilih karena pada pemeriksaan
fisik pasien masih dapat mengerutkan dahi dan alis serta menutup mata tapi kurang dapat
menegangkat mulut. Hal ini disebabkan pada bagian setengah atas, otot wajah masih
mendapatkan persarafan bilateral pada N.VII kontralateralnya. Diagnosis dari parese
N.XII dextra dipilih bedasarkan anamnesis diketahui pasien berbicara pelo yang artinya
ada gangguan dari artikulasi dan pada pemeriksaan nervus kranial N.XII dextra saat
inspeksi ditemukan lidah tidak simetris kanan dan kiri, lidah cenderung lebih mencong ke
kanan.
Diagnosis etiologis stroke non hemorhagik dipilih karena adanya defisit neurologis
yang onsetnya saat istirahat dan tiba-tiba. Selain itu pasien juga memilki faktor risiko
stroke yaitu usia tua, riwayat sakit stroke sebelumnya, riwayat diabetes mellitus yang
24
tidak terkontrol dan juga terdapat riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Untuk
medapatkan diagnosis pasti stroke non hemoragik maka diperlukan pemeriksaan
penunjang CT-scan dan didapatkan hasil yaitu ditemukan Infark subkortikal lobus
parietal kiri. Pada CT-scan juga ditemukan perdarahan intraparenkimal dengan
perifokal edema di kapsula interna dan eksterna kanan yang mungkin disebabkan dari
serangan stroke sebelumnya.
Penatalaksanaan
Medikamentosa :
IVFD asering 1000 ml/24 jam
Citicoline 2 x 500 mg iv
Manitol 4 x 125 cc iv
Amlodipine 1 x 10 mg po
Omeprazole 1 x 40 mg iv
Metformin 1 x 10 mg po
Valsartan 1 x 8 mg po
Non medikamentosa :
Elevasi Kepala 30 derajat
Penatalaksaan dilakukan berdasarkan :
25
Anti oedema otak diberikan manitol 4 x 125 cc iv merupakan osmotic diuretic
yang dapat mengurangi produksi cairan serebrospinal.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapakan dapat menekan mortalitas dan
mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah mencegah
progresivitas dan mencari dan menghilangkan faktor predisposisi.
Prognosis
Untuk prognosis ad vitam adalah ad bonam karena pemeriksaan tanda vital,
keadaan umum dan kesadaran pasien dalam keadaan stabil.
Prognosis ad fungsionam dubia ad bonam karena pada pasien ini ditemukan
adanya lesi infark yang tidak mengancam jiwa tetapi tetap akan ada jaringan
dari otak yang mengalami kematian baik akibat kekurangan asupan oksigen
sehingga akan menimbulkan gejala sisa dapat berupa kelemahan anggota
gerak ataupun berkurangnya kekuatan motorik dari N.VII dan N.XII dextra.
Prognosis ad sanationam dubia ad bonam karena kelumpuhan yang terjadi
mungkin saja menjadi kendala bagi pasien dalam kehidupannya sehari-hari
maupun berkomunikas. Namun kelemahan pada anggota gerak ini dapat
membaik dengan dilakukannya fisioterapi.
26
BAB 4
Tinjauan Pustaka
27
Gambar 1.1 Vaskularisasi Otak
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis. 6 Arteri karotis
interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus
optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. 7 Arteri
karotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer. Arteri serebri
anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah, korpus kalosum
dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis,
parietalis dan temporalis.8
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di
arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis
servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-
masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya
bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada
tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri
posterior.7 Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula spinalis
atas. Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior
memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna,
talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak
bagian atas. 7
28
II. ANGKA KEJADIAN
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit
jantung koronen dan kanker di megara-negara berkembang. Negara berkembang juga
menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua pertiga penderita
stroke terjadi di negara yang sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru
setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta diantaranya meninggal dalam 12 bulan.9
Insiden stroke atau angka kejadian stroke di seluruh dunia adalah 180 per 100.000
penduduk per tahun, atau hampir 0,2%. Sedangkan prevalensinya sekitar 500-600 per
100.000 penduduk, atau sekitar 0,5%.9
Data di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan kasus stroke baik dalam kematian,
kejadian maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan usia sebesar : 15,9% (usia 45 55 tahun),
26,8% usia 55 65 tahun, dan 23,5% usia > 65 tahun. Sedangkan insiden stroke sebesar 51,6/
100.000 penduduk dan kecacatan : 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin memberat. Penderita laki-laki
lebih banyak terserang stroke dibanding perempuan dengan profil usia < 45 tahun sebesar 11,8%, usia
45-64 tahun sebesar 54,2%, dan usia > 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan
usia lanjut, sehingga dapat menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional
di kemudian hari.9,10
Sampai saat ini stroke masih merupakan penyebab gangguan fungsional yang
pertama, dan sebanyak 15 30 % penderita stroke mengalami kecacatan yang permanen.
Mayoritas stroke adalah infark serebral. Sekitar 85% dari semua stroke disebabkan oleh
stroke iskemik atau infark.9,10
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu trombosis serebri
atau emboli serebri.11
1. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya karena
arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa menyebabkan
stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau
intermiten dalam beberapa jam atau hari. 11
2. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh trombus
atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung.
29
Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya
di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri.
Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala
berdenyut.11
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non hemoragik,
diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di modifikasi. 12
1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 55 tahun dan akan meningkat dua
kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di bawah 45
tahun.12
2. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena stroke daripada perempuan tetapi penelitian
menyimpulkan bahwa justru lebih banyak perempuan yang meninggal krena stroke. Risiko
stroke pria 1,25 kali lebih tinggi daripada perempuan. 12,
3. Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit
jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam keluarga,
terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari
65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke.13
1. Riwayat stroke
30
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun
kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.12
2. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali
ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non
hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud
dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin
tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah terjadinya
kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan
atau perdarahan otak.12,14
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska oprasi jantung
juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi
atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga
menyumbat pembuluh darah otak.12
5. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat
iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan
berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami
paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari
para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar
1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.15,16
6. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Kolesterol dan
trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan
aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme
transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron,
31
lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein
densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL
paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia
menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara
langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga
menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL
<40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam
pembuluh darah baik di jantung maupun di otak.12,16
7. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok pasif berisiko
terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan
kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga
mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.12
IV. KLASIFIKASI
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat di bagi
dalam :
b. Stroke in-evolution
c. Stroke trombotik
d. Stroke embolik
e. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor, abses,
granuloma.
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom stroke yang
biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar
merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari
cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan
32
basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-
daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang
terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis. Terdapat empat sindrom lakunar
yang sering dijumpai :
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, sat pasien relative mengalami dehidrasi dan
dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik ini bergantung pada
lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering
berkaitan dengan lesi aterosklerotik.17,18
Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara hati-hati dan
cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri
koronaria atau keduanya.
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat
embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak
awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari. 18
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas
walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis yang ekstensif.
V. PATOFISIOLOGI
33
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh
bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal.
Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ
seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu embolus. 17,18
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang usia
lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi
penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis komunis bercabang
menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya aterosklerosis. 18
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka respon vaskuler
reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater meninges. 19
Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu subtipe stroke
iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi
dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang
menyebabkan stenosis di arteri karotis interna, atau, yang lebih jarang, di pangkal arteri serebri media
atau di taut arteri vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang oklusi
pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh darah otak cenderung
memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari. Pola ini menyebabkan timbulnya
istilah stroke-in-evolution.
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian besar tergantung
pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial pada dasar otak ini dapat berfungsi
normal, maka sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala, seperti yang terjadi pada
kebanyakan penderita. Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki derajat perlindungan
anastomosis yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu mengakibatkan
kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri vertebralis, boeh jadi tidak
memberikan gejala.17,19
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial adalah defisit
perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik. Agar
dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah mungkin bergantung pada tekanan intravaskular
yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF,
iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi harus diterapi secara hati-hati dan cermat,
34
karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau
keduanya.17
Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal embolus. Asal
stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya
menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya
serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di bagian pembuluh
darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu jenis stroke embolik tersering,
didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium atau apabila pasien baru
mengalami infark miokardium yang mendahului terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak.
Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis.
Karena biasanya adalah bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai
otak melalui arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya
bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di
percabangan arteri sebelum tersangkut.17
Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga gejala-
gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir dan menimbukan gejala-gejala
fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki resiko yang lebih besar menderita stroke
hemoragik di kemudian hari, saat terjadi perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di jaringan
yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah proses emboli pertama. Penyebab
perdarahn tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri sebelah distal dari oklusi embolus melemah
atau rapuh karena kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat
menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut. 17
Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi (infark) tempat
aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut biasanya tidak dapat pulih.
Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila CBF hanya 20% dari normal atau kurang. CBF normal
adalah sekitar 50ml/100g jaringan otak / menit.
35
1. Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80% atau lebih (CBF
10ml/100g jaringan otak / menit) akan mengalami kerusakan ireversibel dalam beberapa menit.
Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah lain jaringan yang
disebut penumbra iskemik dengan CBF antara 20% dan 50% normal (10 sampai 25ml/100g
jaringan otak / menit). Sel-sel neuron di daerah ini berada dalam bahaya tetapi belum rusak
secara ireversibel. Terdapat bukti bahwa waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat
bervariasi dari 12 sampai 24 jam.
2. Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra, cedera dan
kematian sel otak berkembang sebagi berikut:
Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan untuk
menghasilkan energi, terutama adenosin trifosfat (ATP)
Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti berfungsi,
sehingga neuron membengkak
Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah dengan
meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah masalah adalah
proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neurotransmitter eksitatorik
glutamat yang berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang aktivitas
kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain,
reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan
enzim nitrat oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat
oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar
sehingga terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang vital. Proses ini
terjadi melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida (DNA) neuron.
NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian neuron.
Obat yang dapat menghambat NOS atau produksi NO mungkin akan bermanfaat
untuk mengurangi kerusakan otak akibat stroke.
Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang mencerna
protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang mencerna membran
sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jejas iskemik.17
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada
berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Sebagian besar kasus terjadi secara
mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit. 9,10
36
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit neurologik
secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak
menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat emboli
serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran
dapat menurun bila emboli cukup besar.9,10
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan memberikan gejala klinis
tertentu.11
Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi gejala :
1) Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan dan
tungkai sesisi.
2) Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan
tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
3) Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit
mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
4) Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapangan
pandang (hemianopsia)
5) Mata selalu melirik ke satu sisi
6) Kesadaran menurun
7) Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya
Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi gejala:
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat memberikan
gejala :
1) Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang pada
satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral disebut
cortical blindness.
2) Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi tubuh.
37
3) Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau
mendengar suaranya.
Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan sempoyongan
Kehilangan keseimbangan
Vertigo
Nistagmus.11
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik kortikal, muka dan
lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai kejang. Bila lesi di subkortikal, akan
timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan
sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai
hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna. 9
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda serebelar,
nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi gangguan sensoris, disartri,
gangguan menelan, dan deviasi lidah.9
VII. DIAGNOSIS
1. DIAGNOSIS
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan gejala-gejala yang
sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan daerah
pendarahan pembuluh darah otak tertentu.9-11
7.1 Anamnesis
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset, nyeri
kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan pertama atau berulang. Juga
38
bisa didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
adalah usia, jenis kelamin, ras, dan genetik. Sementara faktor resiko yang dapat diubah adalah
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok, kolesterol
tinggi dalam darah, dan obesitas.10,12
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit neurologis, tanda-tanda
perdarahan, tanda-tanda peningkatan TIK, ataupun tanda-tanda ransang meninges. 10,12
Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu mendiagnosa stroke pada
9
sebelum atau tanpa adanya CT scan. Bagi stroke iskemik skornya kurang atau sama dengan 15.
SKOR HASANUDDIN
Kesadaran Menurun
Menit - 1 jam = 10
1 jam - 24 jam = 7,5
Sesaat tapi pulih kembali = 6
24 jam = 1
Tidak beraktifitas = 1
Sakit Kepala
Sangat hebat = 10
Hebat = 7,5
Ringan = 1
Tidak ada = 0
Muntah Proyektil
Menit - 1 jam = 10
1 jam - 24 jam = 7,5
> 24 jam = 1
Tidak ada = 0
39
< 220/110 = 1
1. Gula darah
Kriteria diagnostik DM
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi. Gatler
menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai 30% dengan diabetes mellitus. Diabetes
melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan
mempersempit diameter pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di
samping itu, diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh
darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke. 5
2. Profil lipid
40
Optimal < 200
Tinggi 240
LDL
HDL
Rendah < 40
Tinggi 60
Trigliserida
LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL merupakan komponen
utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan risiko aterosklerosis, HDL berperan
memobilisasi kolesterol dari ateroma yang sudah ada dan memindahkannya ke hati untuk
diekskresikan ke empedu , oleh karena itu kadar HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan
dengan cara inilah kolesterol dapat di turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan faktor yang
meningkatkan terjadinya aterosklerosis dan stroke. 20
Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik pencitraan
diantaranya yaitu :
1. CT scan
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang terjadi. Pada stroke
non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam parenkim otak. Sedangkan dengan
pemeriksaan MRI menunjukkan area hipointens.12
41
Gambar 7.1. CT scan stroke iskemik
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik rigan,
bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan
dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan. 15
4. Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam arteri-arteri
otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher
dan kepala.18
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak yang
akan menghilang dalam waktu 24 jam. Diagnosa T.I.A berimplikasi bahwa lesi vascular yang
terjadi bersifat reversible dan disebabkan embolisasi. 9,11
42
Gejala neurologik yeng timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak
lebih dari seminggu. Ini menggambarkan gejala yang beransur-ansur dan bertahap. RIND ini pula
berimplikasi bahwa lesi intravaskular yang sedang menyumbat arteri serebral berupa timbunan
oleh fibrin dan trombosit.9,11
3. Stroke In Evolution
Gejala klinis semakin lama semakin berat. Ini dikarenakan gangguan aliran darah yang makin
berat.11
4. Completed Stroke
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana sudah
memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak
terganggu.9,11
2. DIAGNOSIS BANDING
1) Stroke Hemoragik
2) Ensefalopati toksik/metabolik
3) Ensefalitis
4) Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor otak)
5) Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6) Trauma kepala
7) Ensefalopati hipertensif
8) Migren hemiplegik
9) Abses otak
10) Sklerosis multipel.11,12
VIII. PENATALAKSANAAN
Stroke adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang perubahan
metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi setelah terhentinya aliran darah
kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan
intervensi secara cepat. Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik
akul, fokal, dan non konvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau iskemia-infark.
Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk pembentukan trombus
dapat memicu perdarahan pada stroke hemoragik.
43
Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan :
1. Mencegah cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik non infark.
2. Membalikkan cedera saraf sedapat mungkin,
3. Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel dari daerah penumbra
iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.7
Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut.
Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera jaringan
neuron dapat dipulihkan.Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut sebagai
strategi neuroprotektif.7
Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan agar proses
patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu / mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat
yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang.
1. Breathing
Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup baik. Pemberian
oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.3
2. Brain
Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan
penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan funduskopi.3
3. Blood
44
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes
fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui pipa
nasogastrik.10
5. Bladder
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter intermiten steril atau
kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-buli. 10
Penatalaksanaan komplikasi :
1) Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang ada, lalu
diturunkan perlahan.
2) Ulkus stres : diatasi dengan antagonis reseptor H2
3) Peneumoni : tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum luas
4) Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol bolus : 1
g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg BB setiap 6 jam
selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.10
1. Hipertensi
Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di bawah ini :
Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran selang
30 menit
Disertai infark miokard akut/gagal jantung
Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat, diturunkan
sampai batas hipertensi ringan.
Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan antagonis
kalsium.10
2. Hipotensi
Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati
penyebabnya.10
3. Hiperglikemi
45
Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin subkutan
selama 2-3 hari pertama.10
4. Hipoglikemi
Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan penyebabnya
diobati,10
5. Hiponatremi
Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.10
Penatalaksanaan spesifik :
1. Fase Akut
Pada fase akut dapat diberikan :
Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari
Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset
Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin.10
2. Fase Pasca Akut
Pada fase paska akut dapat diberikan:
Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg
ASA dosis rendah 80-325 mg/hari
Neuroprotektor.10
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya strok.9
Rehabilitasi :
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka paling
penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan
mental, dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi. Rehabilitasi segera dimulai begitu
tekanan darah, denyut nadi, dan pernafasan penderita stabil.9
Tujuan rehabilitasi ialah :
Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu
Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan interpersonal
menjadi normal
Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari.9
Prinsip dasar rehabilitasi :
Mulai sedini mungkin
Sistematis
Ditingkatkan secara bertahap
46
Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada.9
Terapi Preventif :
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini dapat
dicapai dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor risiko strok :
1. Pengobatan hipertensi
2. Mengobati diabetes mellitus
3. Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
4. Berolahraga teratur.
Stroke berulang merupakan suatu hal yang mengkhawatirkan pasien stroke karena dapat
memperburuk keadaan dan meningkatkan biaya perawatan. 13
Diperkirakan 25% orang yang sembuh dari stroke yang pertama akan mendapatkan stroke berulang
dalam kurun waktu 5 tahun.13
Menurut studi Framingham, insiden stroke berulang dalam kurun waktu 4 tahun pada pria
42% dan wanita 24%. Makmur dkk. (2002) mendapatkan kejadian stroke berulang 29,52%, yang
paling sering terjadi pada usia 60-69 tahun (36,5%), dan pada kurun waktu 1-5 tahun (78,37%)
dengan faktor risiko utama adalah hipertensi (92,7%) dan dislipidemia (34,2%).
Faktor - faktor risiko strokeberulang belum didefinisikan dengan jelas, tetapi tampaknya
hampir sama dengan faktor primer penyebab stroke. Risiko tinggi stroke berulang berhubungan
dengan tekanan darah tinggi, penyakit katup jantung dan gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium,
hasil CT scan yang abnormal dan riwayat penyakit diabetes mellitus.
Berdasarkan studi di Oxfordshire Community Stroke Project, risiko stroke berulang tidak
berhubungan dengan umur, jenis kelamin, tipe patologi stroke, dan riwayat penyakit jantung atau
fibrilasi atrium sebelumnya tidak berhubungan secara pasti dengan stroke berulang, dalam kurun
waktu 30 hari sampai tahun-tahun pertama.
Seseorang yang pernah terserang stroke mempunyai kecenderungan lebih besar akan
mengalami serangan stroke berulang, terutama bila faktor risiko yang ada tidak ditanggulangi dengan
baik. Karena itu perlu diupayakan prevensi sekunder yang meliputi gaya hidup sehat dan
47
pengendalian faktor risiko, yang bertujuan mencegah berulangnya serangan stroke pada seseorang
yang sebelumnya pernah terserang stroke.
Dengan pertimbangan hal-hal di atas perlu dilakukan penelitian tentang beberapa faktor risiko
yang mempengaruhi kejadian stroke berulang, meliputi faktor risiko yang dapat diubah dan tidak
dapat diubah.
Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam peningkatan
konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus atau faktor risiko dari beberapa penyakit vaskuler.
Selain itu, adanya perubahan produksi protasiklin dan penurunan aktivitas plasminogen dalam
pembuluh darah dapat merangsang terjadinya trombus. 13
Diabetes mellitus akan mempercepat terjadinya aterosklerosis pembuluh darah kecil maupun
besar di seluruh tubuh termasuk di otak, yang merupakan salah satu organ sasaran diabetes mellitus.
Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area
infark karena terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak
jaringan otak.13
Menurut Broderick, dkk (1992), kelainan jantung yang sering berhubungan dengan stroke berulang
adalah :
Aterosklerosis,
Disritmia jantung khususnya fibrilasi atrium,
Penyakit jantung iskemik,
Infark miokard, dan
Gagal jantung.13
Obat-obat dengan khasiat antiplatelet seperti aspirin, tiklopidin, dipiridamol, silostasol, dan
klopidogrel dibutuhkan untuk mengobati dan mencegah stroke20. Aspirin lebih sering dipakai untuk
pengobatan pada pencegahan stroke primer maupun sekunder.13
Banyak studi sebelumnya yang terbukti bahwa penggunaan aspirin mengurangi kejadian
stroke berulang hingga kira-kira 25%. Pada penelitian tiklopidin dapat menurunkan 21% risiko relatif
terjadinya stroke berulang dalam 3 tahun pemberian. Sementara itu klopidogrel lebih efektif
dibanding dengan aspirin dalam menurunkan risiko stroke iskemik, infark miokard, kematian karena
48
faktor vaskuler pada pasien dengan penyakit aterotrombotik, atau untuk mencegah terjadinya stroke
sekunder.12
IX. PENCEGAHAN
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, upaya yang dilakukan untuk
pencegahan penyakit stroke yaitu:
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang
belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara melakukan
promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat
selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain
yang dapat dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan
informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan billboard.
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang
mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:
c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium, infark miokard akut,
penyakit jantung reumatik), dan penyakit vascular aterosklerotik lainnya.
d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran, buah-buahan, ikan
terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan beralih pada makanan tradisional yang
rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.
49
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada tahap ini ditekankan
pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang
dilakukan adalah:
a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat antiagregasi
trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral
diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard
akut, kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain.
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi trombosit kedua,
diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra indikasi terhadap asetosal (aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat antihipertensi yang
sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita diabetes, diet
rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti
merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar kelumpuhan
yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk
rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter,
perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara
dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga.
a. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu proses pemulihan
secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk
mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri,
berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah
terapi okupasional (Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk melatih kemampuan penderita
dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi
yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam
menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat
50
berkomunikasi dengan orang lain.
b. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat mempengaruhi
mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi.
Masalah emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk
menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan
melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.
c. Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita stroke menghadapi
masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan
aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan informasi mengenai layanan
komunitas lokal dan badan-badan bantuan sosial.
X. PROGNOSIS
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan
komplikasi yang timbul.12
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status
neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi otak. Sekitar 10%
pasien dengan stroke iskemik akan membaik dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk
pada pasien dengan kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung koroner.9
BAB III
KESIMPULAN
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf
pusat fokal atau global yang berkembang cepat ( dalam detik atau menit). Gejala ini berlangsung
lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena
trauma maupun infeksi
51
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat di
bagi dalam :
Jika terbentuk trombus pada aliran darah cepat, dan trombus ini melewati permukan kasar
seperti plaque arteria maka akan terbentuk white clot (gumpalan platelet dengan fibrin). Obat yang
bermanfaat adalah aspirin untuk mengurangi agregasi platelet ditambah tiklodipin untuk mengurangi
daya pelekatan dari fibrin. Bila kemudian hal ini diikuti oleh stenosis dan pelambatan aliran darah
yang progresif, maka terapi adalah antikoagulan sampai penyebab dapat dihilangkan atau sampai
buntu total dan aliran darah hanya dari kolateral saja baru antikoagulan dihentikan dan diganti dengan
aspirin.
DAFTAR PUSTAKA
2. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurologi. 8 th edition. New York: McGraw-
Hill; 2012. P. 2276.
52
3. Corwin EJ. Patofisiologi : buku saku ; alih bahasa, Subekti NB; editor Yudha EK. 3 rd edition.
Jakarta: EGC; 2009. P. 251
5. Setyopranoto I. Stroke: gejala dan penatalaksanaan. CDK 185. 2011; 38 (4) : 247. Diunduh
dari www.kalbemed.com pada tangga l 2 Desember 2016.
6. Chandra, B. Stroke dalam nurology klinik. Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK
UNAIR/RSUD Dr. Soetomo; 1994. P. 28-51. Diunduh dari pubmed pada tanggal 9 Desember
2014
12. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia Muda.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.
13. Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Jakarta. 2006.
14. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 2. EGC.
Jakarta. 2006: 1110-19
15. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT Bhuana Ilmu
Populer. Jakarta. 2011: 29-30.
16. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 1. EGC.
Jakarta. 2006: 580-81.
53
17. Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi konsep klinis
proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2005.h.1105-30.
18. Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar patologi.
Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002. h.474-510.
19. Smith WS, English JD, Johnston SC. Cerebrovascular diseases in harrisons neurology in
clinical medicine. 3rd edition. New York: Mcgraw Hill; 2013. P. 261.
20. Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK USU.medan.2010. diunduh dari
http://repository.usu.ac.id pada tanggal 10 desember 2016
54