Anda di halaman 1dari 10

1.

Jawaban nomer 1

Perusahaan go publik

Penerapan prinsip keterbukaan dalam pasar modal berarti keharusan emiten, perusahaan
publik dan pihak lain yang tunduk kepada UUPM untuk menginformasikan kepada
masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi material mengenai usahanya atau
efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek yang dimaksud
atau harga dari efek tersebut (Pasal 1 butir 25 UUPM).

Emiten wajib menyampaikan informasi secara lengkap dan akurat. Dikatakan lengkap apabila
informasi yang disampaikan itu utuh, tidak ada yang tertinggal atau disembunyi-
sembunyikan, disamarkan atau tidak menyampaikan apa-apa atas fakta material. Dikatakan
akurat jika informasi yang disampaikan mengandung kebenaran dan ketepatan. Apabila tidak
memenuhi unsur tersebut maka informasi dikatakan sebagai informasi yang tidak benar
(Pasal 80 ayat 1 UUPM). Pada pasal 80 ayat (1) UUPM menyebutkan pihak-pihak yang bisa
dimintakan pertanggungjawaban sebagai liable person atas Pernyataan Pendaftaran adalah:

(1) pihak yang menandatangani Pernyataan Pendaftaran.

(2) direktur atau komisaris emiten pada waktu Pernyataan Pendaftaran dinyatakan efektif.

(3) Penjamin Pelaksana Emisi Efek.

(4 )Prosesi Penunjang Pasar Modal atau pihak lain yang memberikan pendapat atau
keterangan dan atas persetujuannya dimuat dalam Pernyataan Pendaftaran.

Transparansi merupakan bentuk perlindungan kepada masyarakat investor. Pemberlakuan


UUPM akan menjadi indikator dan landasan hukum yang diharapkan mampu memberikan
perlindungan hukum kepada investor dalam hal untuk mendapatkan informasi yang lengkap,
akurat dan benar sehingga calon investor mampu mengambil keputusan karena didukung oleh
informasi yang kuat.

Pada dasarnya pelaksanaan keterbukaan di pasar modal dilakukan melalui 3 tahap, yaitu:

a. keterbukaan pada saat melakukan penawaran umum (primary market level), yang didahului
dengan pengajuan Pernyataan Pendaftaran Emisi ke Bapepam dengan menyertakan semua
dokumen penting yang dipersyaratkan dalam Peraturan Nomor IX.C1. tentang Pedoman
Bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran antara lain: Prospektus, Laporan Keuangan yang telah
diaudit akuntan, Perjanjian Emisi, Legal Opinion dan sebagainya.

b. keterbukaan setelah emiten mencatat dan memperdagangkan efeknya di bursa (secondary


market level). Dalam hal ini emiten wajib menyampaikan laporan keuangan secara berkala
dan terus-menerus (continously disclosure) kepada Bapepam dan bursa, termasuk laporan
keuangan berkala yang diatur dalam Peraturan Nomor X.K.2.

c. keterbukaan karena terjadi peristiwa penting dan laporannya harus disampaikan secara
tepat waktu (timely disclosure), yakni peristiwa yang dirinci dalam Peraturan Nomor X.K.1.
Prinsip full disclosure merupakan kewajiban emiten, perusahaan publik atau siapa saja yang
terkait untuk mengungkapkan informasi sejelas, seakurat dan selengkap mungkin mengenai
fakta material yang berkaitan dengan tindakan perusahaan atau efeknya yang berpotensi kuat
mempengaruhi keputusan pemegang saham atau calon investor terhadap saham.

Peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal cukup memadai di dalam melindungi


kepentingan investor, sepanjang penegakan hukum dapat menjadi indikator berfungsinya
hukum dalam arti yuridis. Pasal 82 ayat (2) jo. Peraturan IX.E.1 UUPM, Pasal 35 UUPM
secara tegas menetapkan bahwa perusahaan efek atau penasihat investasi dilarang untuk
mengemukakan secara tidak benar atau tidak mengungkapkan fakta material kepada nasabah
mengenai kemampuan usaha atau keadaan keuangannya. Pasal 75 ayat (1) UUPM
menyebutkan bahwa Bapepam wajib mempertahankan kelengkapan, kecukupan, objektivitas,
kemudahan untuk dimengerti dan kejelasan dokumen pernyataan pendaftaran memenuhi
prinsip keterbukaan.

Sedangkan peraturan Bapepam yang mendukung penerapan prinsip keterbukaan (keterbukaan


merupakan prinsip good corporate governance) antara lain tercantum dalam:

(1)Peraturan No. VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan yang menyatakan
prinsip ketepatan waktu dan akurasi termaktub.

(2)Peraturan No. X.K.2 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Berkala.

(3)Peraturan No. X.K.5 tentang Keterbukaan Informasi bagi Emiten atau Perusahaan-
Perusahaan yang Dimohonkan Pailit.

(4)Peraturan No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka yang meyatakan


keharusan menyampaikan informasi kepada otoritas pasar modal, bursa dan publik yang
berkaitan dengan proses pengambilalihan oleh pihak pengambil alih.

(5)Peraturan No. IX.F.1 tentang Penawaran tender yang menyatakan kewajiban pihak
penawar untuk menyampaikan informasi kepada otoritas pasar modal, bursa dan publik
sehubungan dengan upaya pembelian saham perusahaan terbuka.

(6)Peraturan No. X.K.4 tentang Laporan Realisasi Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum
yang mewajibkan untuk menyampaikan penggunaan dana yang diperoleh dari penawaran
umum kepada publik.

(7)Peraturan No. IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu yang


mengharuskan untuk melakukan transaksi secara jujur, benar dan demi kepentingan semua
pemegang saham dan larangan melakukan transaksi yang menguntungkan pihak-pihak
tertentu.

(8)Peraturan No. X.K.1 tentang Keterbukaan Informasi yang Harus Segera Diumumkan
kepada Publik yang meyatakan prinsip kecepatan penyampaian informasi atau fakta material
atau peristiwa yang mungkin berpengaruh terhadap harga efek kepada publik.

(9)Peraturan No. IX.I.1 tentang Rencana dan Pelaksana Rapat umum Pemegang Saham yang
menyatakan prinsip keseragaman informasi untuk rencana RUPS.
(10)Peraturan Bapepam No. IX.C.3 tentang pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus
dalam Rangka Penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMTED) yang menyatakan
prinsip keseragaman informasi untuk rencana RUPS.

Tujuan dari peraturan-peraturan tersebut adalah untuk menciptakan suatu pasar modal yang
efisien dan efektif. Peraturan-peraturan tersebut wajib dipatuhi oleh setiap perusahaan yang
telah go public.

Perusahaan private
Jawaban nomer 3

Dalam melakukan usahanya perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban yang bersifat
ekonomis dan legal, namun juga kewajiban yang bersifat etis. Etika bisnis merupakan
tuntunan perilaku bagi dunia usaha untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan.

Dalam keadaan bersaing ketat memperebutkan pasar demi mengejar keuntungan semaksimal
mungkin, tentu mudah terjadi pelanggaran etika, yaitu pelanggaran asas-asas etika umum
atau kaidah-kaidah dasar moral, di antaranya:

Asas kewajiban berbuat baik (beneficence, amarmaruf).


Asas kewajiban tidak berbuat yang menimbulkan madharat (nonmaleficense, do no
harm, primum non nocere, nahi mungkar).
Asas menghormati otonomi manusia (respect for person).
Asas berlaku adil (justice, faimess).

Untuk itulah diperlukan tatakelola perusahaan yang baik (good corporate govemance) agar
perilaku para pelaku bisnis mempunyai arahan yang bisa dirujuk.

Sebagai entitas bisnis yang bertanggungjawab terhadap masyarakat dan lingkungannya,


perusahaan memang mesti bertindak sebagai good citizen yang merupakan tuntutan dari good
business ethics.

Dalam dasawarsa terakhir ini, good corporate govermance (GCG) telah menjadi istilah dan
gerakan yang begitu hangat diperbincangkan. Institusi-institusi global semacam IMF, World,
Bank, APEC, OECD dan ADB pun turut menjadi pematik untuk menyalakan api
implementasi GCG secara konsisten di dunia usaha.

Dorongan terhadap derasnya isu GCG ini disinyalir dilatarbelakangi beberapa permasalahan,
antara lain bermula dari krisis finansial yang terjadi diberbagai kawasan, mulai dari krisis
Meksiko (1995) dan krisis Thailand (1997) yang kemudian menjelma menjadi krisis finansial
Asia termasuk Indonesia. Banyak pihak menilai bahwa krisis finansial ini dipandang sebagai
akibat lemahnya praktek GCG.

Dorongan juga datang akibat perkembangan industri pasar modal yang membuka peluang
terjadinya berbagai bentuk overstate, ketidakjujuran dalam finansial, disclosure yang
merugikan stakeholders, dan sebagainya. Latar belakang yang lain adalah perkembanagan
korporasi yang terkait dengan kegiatan para hostile predator, juga meningkatnya tuntutan
chek and balances di tingkat dewan. Pasar audit yang semakin berkembang, standar akutansi
yang semakin kompleks ikut pula mendorong kencangnya tiupan angin GCG. Kondisi-
kondisi tersebut akhirnya merangsang isu GCG yang tadinya hanya merupakan isu marginal,
naik kelas menjadi isu sentral.

Kendatipun sampai dengan saat ini belum ada kata sepakat tentang definisi GCG. Intinya,
GCG merupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
berbagai pihak yang berkepentingan terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang
saham dan dewan komisaris serta dewan direksi demi tercapainya tujuan korporasi. Dalam
arti luas mengatur hubungan seluruh kepentingan stakeholders dapat dipenuhi secara
proporsional. GCG dimaksud untuk mengatur hubungan-hubungan tersebut dan mencegah
terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi korporasi. GCG juga untuk
memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.

Dalam tataran praktis, di Indonesia telah memiliki pedoman GCG yang disusun Komite
Nasional Kebijakan Corporate Governance. Perusahaan yang menerapkan GCG telah
merasakan betapa besar manfaat yang bisa dipetik setelah mempraktekkan konsep tersebut
secara konsisten. Selain kinerja perusahaan terus membaik, harga saham dan citra perusahaan
terus terdongkrak. Bahkan, kredibilitas perusahaan terus terkerek melampaui batas-batas
negara, baik dimata investor, mitra atau kreditor dan stakeholders lainnya.

Prinsip Prinsip GCG


Terdapat lima prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis, yaitu
Transparency, Accountability, Responsibility, Indepandency dan Fairness yang biasanya
diakronimkan menjadi TARIF. Penjabarannya sebagai berikut:

Transparency (Keterbukaan Informasi)

Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi. Dalam mewujudkan prinsip
ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu
kepada segenap stakeholders-nya.

Accountability (Akuntabilitas)

Yang dimaksud akuntabilitas adalah adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem dan
pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka
akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban, dan wewenang serta tanggungjawab antara
pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.

Responsibility (Pertanggungjawaban)

Bentuk pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan


yang berlaku, di antaranya termasuk masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan
keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang
kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan
akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga
mempunyai peran untuk bertanggungjawab selain kepada shareholder juga kepada
stakeholders-nya.

Indepandency (Kemandirian)

Intinya, prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara professional tanpa ada
benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai
dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran)


Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat menjadi factor
pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara
beragam kepentingan dalam perusahaan.

Mencermati prinsip-prinsip GCG di atas, rasanya tidak sulit mencari benang merah hubungan
antara GCG dengan CSR. Prinsip responsibility merupakan prinsip yang mempunyai
kekerabatan paling dekat dengan CSR. Dalam prinsip ini, penekanan yang signifikan
diberikan kepada stakeholders perusahaan. Melalui penerapan prinsip ini diharapkan
perusahaan dapat menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia
menghasilkan dampak eksternal yang harus ditanggung oleh stakeholders. Karena itu, wajar
bila perusahaan juga memperhatikan kepentingan dan nilai tambah bagi stakeholders-nya.

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa penerapan CSR merupakan salah satu bentuk
implementasi dari konsep GCG. Sebagai entitas bisnis yang bertanggungjawab terhadap
masyarakat dan lingkungannya, perusahaan memang mesti bertindak sebagai good citizen
yang merupakan tuntutan dari good business ethics.
Jawaban nomer 6

Membangun Tatakelola Perusahaan Menurut Prinsip-


Prinsip GCG
April 30, 2007 Blog Strategi Bisnis Aditiawan Chandra Tinggalkan komentar Go to
comments

Setiap perusahaan memiliki visi dan misi dari keberadaannya. Visi dan misi tersebut
merupakan pernyataan tertulis tentang tujuan-tujuan kegiatan usaha yang akan
dilakukannya. Tentunya kegiatan terencana dan terprogram ini dapat tercapai dengan
keberadaan sistem tatakelola perusahaan yang baik. Disamping itu perlu terbentuk
kerjasama tim yang baik dengan berbagai pihak, terutama dari seluruh karyawan dan top
manajemen.

Sistem tatakelola organisasi perusahaan yang baik ini menuntut dibangunnya dan
dijalankannya prinsip-prinsip tata kelola perusahaan (GCG) dalam proses manajerial
perusahaan. Dengan mengenal prinsip-prinsip yang berlaku secara universal ini diharapkan
perusahaan dapat hidup secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi para
stakeholdernya.

A. Apakah Itu Prinsip-Prinsip GCG

Sejak diperkenalkan oleh OECD, prinsip-prinsip corporate governance berikut ini telah
dijadikan acuan oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut
disusun seuniversal mungkin sehingga dapat berlaku bagi semua negara atau perusahaan dan
diselaraskan dengan sistem hukum, aturan atau tata nilai yang berlaku di negara masing-
masing. Prinsip-prinsip tatakelola perusahaan yang baik ini antara lain :

(a). Akuntabilitas (accountability)


Prinsip ini memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris dan
direksi beserta kewajiban-kewajibannya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya.
Dewan direksi bertanggung jawab atas keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab
atas keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan nasehat kepada direksi atas pengelolaan
perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang saham bertanggung jawab
atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan perusahaan.

(b) Pertanggungan-jawab ( responsibility)


Prinsip ini menuntut perusahaan maupun pimpinan dan manajer perusahaan melakukan
kegiatannya secara bertanggung jawab. Sebagai pengelola perusahaan hendaknya dihindari
segala biaya transaksi yang berpotensi merugikan pihak ketiga maupun pihak lain di luar
ketentuan yang telah disepakati, seperti tersirat pada undang-undang, regulasi, kontrak
maupun pedoman operasional bisnis perusahaan.

(c) Keterbukaan (transparancy)


Dalam prinsip ini, informasi harus diungkapkan secara tepat waktu dan akurat. Informasi
yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan
pengelolaan perusahaan. Audit yang dilakukan atas informasi dilakukan secara independen.
Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan
sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan.

(c) Kewajaran (fairness)


Seluruh pemangku kepentingan harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan perlakuan
yang adil dari perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang praktek-
praktek tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak lain. Setiap anggota
direksi harus melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung
benturan kepentingan.

(d) Kemandirian (independency)


Prinsip ini menuntut para pengelola perusahaan agar dapat bertindak secara mandiri sesuai
peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada tekanan-tekanan dari pihak manapun yang tidak
sesuai dengan sistem operasional perusahaan yang berlaku. Tersirat dengan prinsip ini bahwa
pengelola perusahaan harus tetap memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholders
yang ditentukan dalam undang-undang maupun peraturan perusahaan.

B. Bagaimana Melaksanakan Tatakelola Perusahaan Sesuai GCG

Dalam prakteknya prinsip-prinsip tatakelola perusahaan yang baik ini perlu dibangun dan
dikembangkan secara bertahap. Perusahaan harus membangun sistem dan pedoman tata
kelola perusahaan yang akan dikembangkannya. Demikian juga dengan para karyawan,
mereka perlu memahami dan diberikan bekal pengetahuan tentang prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan yang baik yang akan dijalankan perusahaan.

Untuk memudahkan memberikan gambaran bagaimana prinsip-prinsip GCG tersebut akan


dibangun, dipahami dan dilaksanakan, berikut ini diberikan beberapa acuan praktis yang
perlu dikembangkan lebih lanjut di masing-masing perusahaan. Acuan ini diuraikan
mengikuti urutan butir-butir prinsip GCG yang telah dibahas di atas.

Accountability:
1. Pimpinan, manajer dan karyawan perusahaan telah mengetahui visi, misi, tujuan dan
target-target operasional di perusahaan
2. Pimpinan. Manajer, karyawan perusahaan telah mengetahui dan memahami peran, tugas
dan tanggung jawabnya masing-masing
3. Uraian tugas di setiap unit usaha atau unit organisasi telah ditetapkan dengan benar dan
sesuai dengan visi, misi dan tujuan perusahaan
4. Proses dalam pengambilan keputusaan telah mengacu dan mentaati sistem dan prosedur
yang telah dibangun.
5. Proses cek dan balance telah dilakukan secara menyeluruh di setiap unit organisasi.
6. Sistem penilaian kinerja operasional, organisasi dan kinerja perseorangan telah sepakat
ditetapkan, diterapkan dan dievaluasi dengan baik
7. Pertanggungan jawab kinerja pimpinan (BOC, BOD) perusahaan secara rutin seyogyanya
dapat dibangun dan dilaporkan.
8. Hasil pekerjaan telah didokumentasikan, dipelihara dan dijaga dengan baik

Responsibility:
1. Pimpinan, manajer dan karyawan perusahaan telah mengetahui dan memahami seluruh
peraturan perusahaan yang berlaku.
2. Pimpinan. Manajer dan karyawan perusahaan telah menerapkan sistem tata nilai dan
budaya perusahaan yang dianut perusahaan.
3. Proses dalam pengambilan keputusan di perusahaan senantiasa mengacu dan mentaati
sistem dan prosedur yang telah dibangun.
4. Manajer dan karyawan perusahaan telah bekerja sesuai dengan standar operasional,
prosedur maupun ketentuan yang berlaku di perusahaan.
5. Unit kerja organisasi perusahaan telah berupaya menghindari pengelolaan perusahaan yang
berpotensi merugikan perusahaan dan stakeholder.
6. Proses pendelegasian kewenangan telah dijalankan dengan cukup dan baik demi
terselenggaranya pekerjaan.
7. Manajer dan unit organisasi telah melakukan pertanggungan jawab hasil kerja secara
teratur.

Transparancy dan Disclosure:


1. Bahwa berbagai pemegang kepentingan (manajemen, karyawan, pelanggan) dapat melihat
dan memahami proses dalam pengambilan keputusan manajerial di perusahaan.
2. Pemegang saham berhak memperoleh informasi keuangan perusahaan yang relevan secara
berkala dan teratur.
3. Proses pengumpulan dan pelaporan informasi operasional perusahaan telah dilakukan oleh
unit organisasi dan karyawan secara terbuka dan obyektif, dengan tetapa menjaga kerahasiaan
nasabah/pelanggan
4. Pimpinan, manajer dan karyawan perusahaan telah melakukan keterbukaan dalam proses
pengambilan keputusan, sistem pengawasan dan standardisasi yang dilakukan.
5. Informasi tentang prosedur dan kebijakan di unit kerja maupun unit organisasi telah
dipublikasikan secara tertulis dan dapat diakses oleh semua pihak di dalam dan oleh unit-unit
terkait di luar perusahaan.
6. Eksternal auditor, komite audit, internal auditor memiliki akses atas informasi dengan
syarat kerahasiaan tetap dijaga.
7. Menyampaikan laporan keuangan audited dan kinerja usaha ke publik secara rutin, maupun
laporan corporate governance pada instansi yang berwenang.

Fairness:
1. Pengelola dan karyawan perusahaan akan memperhatikan kepentingan seluruh stakeholder
secara wajar menurut ketentuan yang berlaku umum.
2. Perlakuan adil kepada seluruh pihak pemegang kepentingan (nasabah, pelanggan, pemilik)
dalam memberikan pelayanan dan informasi.
3. Manajer, pimpinan unit organisasi dan karyawan dapat membedakan kepentingan
perusahaan dengan kepentingan organisasi.
4. Perlakuan, pengembangan timwork, hubungan kerja dan pembinaan pada para karyawan
akan dilakukan dengan memperhatikan hak dan kewajibannya secara adil dan wajar.

Independency:
1. Keputusan pimpinan perusahaan hendaknya lepas dari kepentingan berbagai pihak yang
merugikan perusahaan.
2. Proses pengambilan keputusan di perusahaan telah dilakukan secara obyektif untuk
kepentingan perusahaan

[Proses pengembangan, pengadaan pelatihan maupun evaluasi penilaian dalam pelaksanaan


GCG di perusahaan seyogyanya dilakukan oleh pihak konsultan, sehingga akan memperoleh
hasil yang efektif dan obyektif. Konsultasi mengenai hal ini dapat dikerjasamakan dengan
bantuan kami, melalui pengiriman proposal tawaran kerjasama ditujukan kepada Aditiawan
Chandra PhD. dengan alamat e-mail: eddymarta99@yahoo.com]

Anda mungkin juga menyukai